Você está na página 1de 24

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan semata-mata kepada Allah Yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang karena atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “KEKERASAN PADA
ANAK”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata
kuliah Epidemiologi.
Kami berharap, makalah ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak,
khususnya bagi penulis. Tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak
kami belum tentu mampu untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu kami
haturkan terima kasih.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak
yang bersifat membangun demi kesempurnaan sangat kami harapkan.

Bandung, 25 November 2015

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................3
A. Definisi Kekerasan Terhadap Anak...............................................................3
B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak..................4
C. Bentuk Kekerasan Terhadap Anak................................................................6
D. Dampak dari Kekerasan pada Anak..............................................................7
E. Solusi Mencegah Terjadinya Kekerasan pada Anak.....................................7
F. Pencegahan Dan Penanggulangan Penganiayaan Pada Anak......................8
G. Studi Kasus Kekerasan Pada Anak Di Lingkungan Sekolah......................12
1. Pengkajian...............................................................................................13
2. Diagnosa Keperawatan............................................................................15
3. Perencanaan.............................................................................................15
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................21
A. Kesimpulan.................................................................................................21
B. Saran............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................22

2
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah tumpuan dan harapan orang tua. Anak jugalah yang akan
menjadi penerus bangsa ini. Sedianya, wajib dilindungi maupun diberikan kasih
sayang. Namun fakta berbicara lain. Maraknya kasus kekerasan pada anak sejak
beberapa tahun ini seolah membalikkan pendapat bahwa anak perlu dilindungi.
Begitu banyak anak yang menjadi korban kekerasan keluarga, lingkungan maupun
masyarakat dewasa ini.
Pasal 28 b ayat 2 menyatakan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminas”. Namun apakah pasal tersebut sudah dilaksanakan dengan
benar? Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia masih jauh dari kondisi yang
disebutkan dalam pasal tersebut.
Berbagai jenis kekerasan diterima oleh anak-anak, seperti kekerasan verbal,
fisik, mental maupun pelecehan seksual. Ironisnya pelaku kekerasan terhadap
anak biasanya adalah orang yang memiliki hubungan dekat dengan si anak, seperti
keluarga, guru maupun teman sepermainannya sendiri. Tentunya ini juga memicu
trauma pada anak.
Kondisi ini amatlah memprihatinkan, namun bukan berarti tidak ada
penyelesaiannya. Perlu koordinasi yang tepat di lingkungan sekitar anak terutama
pada lingkungan keluarga untuk mendidik anak tanpa menggunakan kekerasan,
menyeleksi tayangan televisi maupun memberikan perlindungan serta kasih
sayang agar anak tersebut tidak menjadi anak yang suka melakukan kekerasan
nantinya. Tentunya kita semua tidak ingin negeri ini dipimpin oleh pemimpin
bangsa yang tidak menyelesaikan kekerasan terhadap rakyatnya.

1
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep kekerasan pada anak?
2. Apa saja factor penyebab kekerasan terhadap anak?
3. Bagaimana bentuk kekerasan terhadap anak?
4. Bagaimana dampak kekerasan terhadap anak?
5. Bagaimana solusi untuk menangani masalah kekerasan pada anak?
6. Bagaimana studi kasus terhadap kekerasan anak?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep kekerasan pada anak.
2. Untuk mengetahui apa saja factor penyebab kekerasan terhadap anak.
3. Untuk Mengetahui bagaimana bentuk kekerasan terhadap anak.
4. Untuk mengetahui bagaimana dampak kekerasan terhadap anak.
5. Untuk mengetahui bagaimana solusi untuk menangani masalah kekerasan
pada anak.
6. Untuk mengetahui bagaimana studi kasus terhadap kekerasan anak.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Definisi Kekerasan Terhadap Anak


Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut
WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik
dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau
sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar
mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan atau perampasan hak.
Menurut Sutanto (2006) kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau
anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak
yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari orangtua atau
pengasuh yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat/kematian. Kekerasan
pada anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya
tanda atau luka pada tubuh sang anak.
Nadia (2004) mengartikan kekerasan anak sebagai bentuk penganiayaan baik
fisik maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan kasar yang mencelakakan
anak dan segala bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan
penganiayaan psikis adalah semua tindakan merendahkan/meremehkan anak.
Lebih lanjut Hoesin (2006) melihat kekerasan anak sebagai bentuk
pelanggaran terhadap hak-hak anak dan dibanyak negara dikategorikan sebagai
kejahatan sehingga untuk mencegahnya dapat dilakukan oleh para petugas hukum.
Barker (dalam Huraerah, 2007) mendefinisikan child abuse merupakan
tindakan melukai beulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang
ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali,
degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual.

3
B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak
Ada banyak faktor kenapa terjadi kekerasan terhadap anak:
1. Lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak dalam menonton tv, bermain
dll. Hal ini bukan berarti orang tua menjadi diktator/over protective, namun
maraknya kriminalitas di negeri ini membuat perlunya meningkatkan
kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar.
2. Anak mengalami cacat tubuh, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu lugu
3. Kemiskinan keluarga (banyak anak).
4. Keluarga pecah (broken Home) akibat perceraian, ketiadaan Ibu dalam
jangka panjang.
5. Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidak mampuan mendidik
anak, anak yang tidak diinginkan (Unwanted Child) atau anak lahir diluar
nikah.
6. Pengulangan sejarah kekerasan orang tua yang dulu sering memperlakukan
anak-anaknya dengan pola yang sama.
7. Kondisi lingkungan yang buruk, keterbelakangan.
8. Kesibukan orang tua sehingga anak menjadi sendirian bisa menjadi pemicu
kekerasan terhadap anak.
9. Kurangnya pendidikan orang tua terhadap anak.
Gelles Richard.J (1982) mengemukakan bahwa kekerasan terhadap anak
(child abuse) terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor, yaitu:
1. Pewarisan Kekerasan Antar Generasi (intergenerational transmission of
violance)
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh
menjadi dewasa mereka melakuakan tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan
demikian, perilaku kekerasan diwarisi (transmitted) dari generasi ke generasi.
Studi-studi menunjukkan bahwa lebih kurang 30% anak-anak yang diperlakukan
dengan kekerasan menjadi orangtua yang bertindak keras kepada anak-anaknya.
Sementara itu, hanya 2 sampai 3 persen dari semua individu menjadi orangtua
yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya. Anak-anak yang

4
mengalami perlakuan salah dan kekerasan mungkin menerima perilaku ini sebagai
model perilaku mereka sendiri sebagai orangtua. Tetapi, sebagian besar anak-anak
yang diperlakukan dengan kekerasan tidak menjadi orang dewasa yang
memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya.
2. Stres Sosial (social stress)
Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko
kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup:
pengangguran (unemployment), penyakit (illness), kondisi perumahan buruk
(poor housing conditions), ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than
average family size), kelahiran bayi baru (the presence of a new baby), orang
cacat (disabled person) di rumah, dan kematian (the death) seorang anggota
keluarga. Sebagian besar kasus dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap
anak berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Tindakan kekerasan
terhadap anak juga terjadi dalam keluarga kelas menengah dan kaya, tetapi
tindakan yang dilaporkan lebih banyak di antara keluarga miskin karena beberapa
alasan.
3. Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah
Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan
terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orangtua yang
bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan
mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat.
4. Struktur Keluarga
Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan
tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua tunggal
lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan
dengan orangtua utuh. Selain itu, keluarga-keluarga di mana baik suami atau istri
mendominasi di dalam membuat keputusan penting, seperti: di mana bertempat
tinggal, pekerjaan apa yang mau diambil, bilamana mempunyai anak, dan
beberapa keputusan lainnya, mempunyai tingkat kekerasan terhadap anak yang
lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga-keluarga yang suami-istri sama-sama
bertanggung jawab atas keputusan-keputusan tersebut.

5
C. Bentuk Kekerasan Terhadap Anak
Terry E. Lawson (dalam Huraerah, 2007), psikiater internasional yang
merumuskan definisi tentang child abuse, menyebut ada empat macam abuse,
yaitu emotional abuse,verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse).
1. Kekerasan secara Fisik (physical abuse)
Physical abuse,terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak
memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian). Pukulan akan
diingat anak itu jika kekerasan fisik itu berlangsung dalam periode tertentu.
Kekerasan yang dilakukan seseorang berupa melukai bagian tubuh anak.
2. Kekerasan Emosional (emotional abuse)
Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak
setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia
membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin
diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk
dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional
jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orang tua yang secara
emosional berlaku keji pada anaknya akan terusmenerus melakukan hal sama
sepanjang kehidupan anak itu.
3. Kekerasan secara Verbal (verbal abuse)
Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi
yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku
biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga
mengkambinghitamkan.
4. Kekerasan Seksual (sexual abuse)
Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap
orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti istri, anak
dan pekerja rumah tangga). Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse
adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual,
pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai,

6
pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan
atau tujuan tertentu.

D. Dampak dari Kekerasan pada Anak


Dampak kekerasan pada anak yang diakibatkan oleh orangtuanya sendiri atau
orang lain sangatlah buruk antara lain:
1. Agresif
Sikap ini biasa ditujukan anak kepada pelaku kekerasan. Umumnya ditujukan
saat anak merasa tidak ada orang yang bisa melindungi dirinya. Saat orang
yang dianggap tidak bisa melindunginya itu ada disekitarnya, anak akan
langsung memukul atau melakukan tindak agresif terhadap si pelaku. Tetapi
tidak semua sikap agresif anak muncul karena telah mengalami tindak
kekerasan.
2. Murung/Depresi
Kekerasan mampu membuat anak berubah drastis seperti menjadi anak yang
memiliki gangguan tidur dan makan, bahkan bisa disertai penurunan berat
badan. Ia akan menjadi anak yang pemurung, pendiam, dan terlihat kurang
ekspresif.
3. Mudah Menangis
Sikap ini ditunjukkan karena anak merasa tidak nyaman dan aman dengan
lingkungan sekitarnya. Karena dia kehilangan figur yang bisa melindunginya,
kemungkinan besar pada saat dia besar, dia tidak akan mudah percaya pada
orang lain.
4. Melakukan Tindak Kekerasan Terhadap Orang Lain
Dari semua ini anak dapat melihat bagaimana orang dewasa
memperlakukannya dulu. Ia belajar dari pengalamannya, kemudian bereaksi
sesuai dengan apa yang dia alami.

E. Solusi Mencegah Terjadinya Kekerasan pada Anak


Agar anak terhindar dari bentuk kekerasan seperti diatas perlu adanya
pengawasan dari orang tua, dan perlu diadakannya langkah-langkah sebagai
berikut:

7
1. Jangan sering mengabaikan anak, karena sebagian dari terjadinya kekerasan
terhadap anak adalah kurangnya perhatian terhadap anak. Namun hal ini
berbeda dengan memanjakan anak.
2. Tanamkan sejak dini pendidikan agama pada anak. Agama mengajarkan
moral pada anak agar berbuat baik, hal ini dimaksudkan agar anak tersebut
tidak menjadi pelaku kekerasn itu sendiri.
3. Sesekali bicaralah secara terbuka pada anak dan berikan dorongan pada anak
agar bicara apa adanya/berterus terang. Hal ini dimaksudkan agar orang tua
bisa mengenal anaknya dengan baik dan memberikan nasihat apa yang perlu
dilakukan terhadp anak, karena banyak sekali kekerasan pada anak terutama
pelecehan seksual yang terlambat diungkap.
4. Ajarkan kepada anak untuk bersikap waspada seperti jangan terima ajakan
orang yang kurang dikenal dan lain-lain.
5. Sebaiknya orang tua juga bersikap sabar terhadap anak. Ingatlah bahwa
seorang anak tetaplah seorang anak yang masih perlu banyak belajar tentang
kehidupan dan karena kurangnya kesabaran orang tua banyak kasus orang tua
yang menjadi pelaku kekerasan terhadap anaknya sendiri.

F. Pencegahan Dan Penanggulangan Penganiayaan Pada Anak


Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi kemungkinan terjadinya
kekerasan pada anak dan di rumah tangga. Pencegahan primer dapat dilakukan
dengan melakukan pendidikan kesehatan tentang child abuse dan mengidentifikasi
resiko terjadinya child abuse.
Hal yang dapat dilakukan oleh perawat adalah dengan memberikan
pendidikan kepada keluarga tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, serta
cara menghadapi stress saat menjadi orang tua. Browne mengemukakan,
setidaknya skrening melibatkan 3 orang perawat yang akan datang pada 9 bulan
pertama kehidupan. Pada kunjungan pertama dilakukan pengkajian atas adanya
faktor yang berhubungan dengan abuse dan neglect, Pada kunjungan selanjutnya
perawat mengexplorasi persepsi orang tua tentang tentang anak dan stressor si
keluarga. Pada kunjungan ke tiga perawat melihat kembali tentang kebiasaan bayi
dan pengasuhannya. Mengamati pertumbuhan dan perkembangannya, dan

8
membantu orang tua untuk mengenali perkembangan yang sesuai dengan usia
anak. Orang tua yang beresiko menjadi abusive parents akan memiliki perkiraan
yang tidak realistik tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, misalnya bayi
berusia 6 bulan dianggap harus didisiplinkan karena tidak dapat mengikuti toilet
training. (Smith and Maurer, 1995)
Selain hal di atas, perawat juga hendaknya mengamati hubungan antara
orang tua dengan anak. Salah satu indikator kunci adalah kurangnya bonding
antara ibu dan anak. . Bila bonding lemah, maka perawat dapat meningkatkan
pegasuhan dan kepercayaan diri orang tua sebagai pengasuh anak.
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak
adalah melalui:
1. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program
yang ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
a. Prevensi primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
1) Individu
a) Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan
masyarakat
b) Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik
c) Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
d) Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi
e) Pelayanan referensi perawatan jiwa
f) Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku
kekerasan.
2) Keluarga
a) Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di
masyarakat
b) Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orangtua baru
c) Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut
(follow up)
d) Pelayanan sosial untuk keluarga

9
3) Komunitas
a) Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
b) Mengurangi media yang berisi kekerasan
c) Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti:
pelayanan krisis, tempat penampungan anak/keluarga/usia
lanjut/wanita yang dianiaya
d) Kontrol pemegang senjata api dan tajam

b. Prevensi sekunder-tujuan: diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang


stress
1) Individu
a) Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan pada
keluarga pada tiap pelayanan kesehatan
b) Rencana penyelamatan diri bagi korban secara adekuat
c) Pengetahuan tentang hukuman untuk meminta bantuan dan
perlindungan
d) Tempat perawatan atau “Foster home” untuk korban
2) Keluarga
a) Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga
b) Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat (self-help-group).
Misalnya: kelompok pemerhati keluarga sejahtera
c) Rujuk pada lembaga/institusi di masyarakat yang memberikan
pelayanan pada korban.
3) Komunitas
a) Semua profesi kesehatan terampil memberikan pelayanan pada
korban dengan standar prosedur dalam menolong korban
b) Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam memberi respon,
melaporkan, pelayanan kasus, koordinasi dengan penegak
hukum/dinas sosial untuk pelayanan segera.
c) Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan/cedera khususnya bayi
dan anak

10
d) Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan pemerintah
setempat.
e) Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi
f) Kontrol pemegang senjata api dan tajam

c. Prevensi tertier-tujuan: redukasi dan rehabilitasi keluarga dengan


kekerasan
1) Individu
a) Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi korban
b) Konseling profesional pada individu
2) Keluarga
a) Reedukasi orangtua dalam pola asuh anak
b) Konseling profesional bagi keluarga
c) Self-help-group (kelompok peduli)
3) Komunitas
a) “Foster home”, tempat perlindungan
b) Peran serta pemerintah
c) “follow up” pada kasus penganiayaan dan kekerasan
d) Kontrol pemegang senjata api dan tajam
2. Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang
sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi.
Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harus
dijaga agar tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan
keamanan anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu
diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat membantu
mendeteksi tanda2 aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak.

3. Penegak hukum dan keamanan

11
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat
ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua
bentuk penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa
“anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara
wajar.
4. Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti
oleh artikel pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik
jangka pendek maupun jangka panjang diberitakan agar program pencegahan
lebih ditekankan.

G. Studi Kasus Kekerasan Pada Anak Di Lingkungan Sekolah


Diduga Disiksa Ibu Tiri, Bocah R Pilih Kabur dari Rumah
By Putu Merta Surya Putra on 17 Okt 2015 at 15:58 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Kekerasan terhadap anak di Indonesia seperti tak ada
habisnya. Kali ini menimpa seorang bocah berusia 8 tahun yang berinisial R.

Diduga mengalami kekerasan, bocah R yang tinggal bersama ibu tiri dan
ayah kandungnya, memilih melarikan diri dari rumahnya pada Senin dini hari 12
Oktober lalu. Dia ditemukan seorang penjual soto bernama Ari Puswanti (35).
"Saya menemukan anak ini jam 12 malam lewat hampir setengah satuan
pas mau tutup warung soto. Saya tanya mau ke mana, udah makan belum?
Malam-malam masih keluyuran," ucap Ari di Kantor Komisi Nasional
Perlindungan Anak (Komnas Anak) kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur, Sabtu
(17/10/2015)
Saat mendengar pengakuan R yang belum makan, dia pun memberikan
makanan kepada bocah perempuan yang tinggal di Naggrak, Bogor, Jawa Barat
yang berjalan kaki menuju Plaza Cibubur, Jakarta Timur. "Saya kasih makan,
katanya belum makan. Abis itu karena melihat dia kucel, saya langsung mandikan.
Pas dimandiin itulah, R ngomong pelan-pelan. Pas lihat punggungnya, biru-biru,
langsung nanya kenapa," beber Ari. Karena penasaran, Ari pun terus menanyakan

12
kepada R. Akhirnya bocah itu pun mengaku disiksa orangtuanya. "R ngaku
disiksa oleh orangtuanya, yang mana ayah kandung dan ibu tirinya. Dia takut
pulang karena enggak bawa uang yang cukup. Dia harus setor Rp 50.000, tapi
baru bawa uang Rp 47.000," tutur Ari.Setelah itu, Ari pun menambah uang Rp
3.000 agar R dapat pulang. Ari takut lantaran belum melapor kepada pengurus
rukun tetangga atau RT dan dianggap melakukan penculikan."Saya kasih uang
terus suruh anak angkat saya suruh antar ke perempatan. Pas bangun besoknya,
saya lihat dia tidur di depan toko dengan alas kardus," ujar Ari. Karena kasihan,
Ari pun melaporkan ke RT dan ke pihak Kepolisian. Ternyata R dilaporkan hilang
oleh ayahnya. Namun, nomor telepon seluler orangtua R tidak aktif. "Pas di
kantor polisi ada laporan. Namanya sama terus ada nomor hand phone-nya.
Sempat 3 kali nyambung, tapi nomornya enggak aktif. Terus polisi nyari ke
alamatnya, tapi rumahnya juga kosong, karena itu saya akhirnya bawa ke Komnas
Anak," pungkas Ari. (Ans/Ron)

1. Pengkajian
a. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan abuse:

Ekonomi keluarga yang kurang memicu terjadinya child abuse pana An. R

b. Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan dasar anak dan perawatan
anak:

An. R dalam tahap perkembangan sekolah, kebutuhan dasar yang


diperlukan:

1) Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain

2) Sebagai makhluk yang sedang tumbuh, mengembangkan sikap yang


sehat mengenai diri sendiri

3) Belajar bergaul dengan teman sebaya

4) Mulai mengembangkan peran social pria atau wanita

13
5) Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca,
menulis dan berhitung

6) Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk


kehidupan sehari-hari

7) Mengembangkan kata batin, moral dan skala nilai

8) Mengembangkan sikap terhadap kelompok social dan lembaga

9) Mencapai kebebasan pribadi

c. Kaji respon psikologis pada trauma: An. R mengatakan tidak ingin pulang
ke rumahnya karena takut disisksa

d. Kaji keadekuatan dan adanya support system:


Tn. Ari melaporkan keadaan An. R pada pihak kepolosian dan
ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian
e. Situasi Keluarga:
Apatis terhadap anak, terbukti dengan tidak menghiraukan bahawa An. R
telah hilang dan tidak dapat dihubungi oleh pihak kepolisisan
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa
keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:
a. Psikososial
1) Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau.
2) Gagal tumbuh dengan baik
3) Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan
psikososial
4) With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
b. Integumen
1) Luka-luka seperti akibat cakaran
2) Memar pada badan

1. Evaluasi Diagnostik

14
fisik yang teliti, dokumentasi riwayat psikologik yang lengkap, dan
laboratorium. Diagnostik perlakuan salah dapat ditegakkan berdasarkan
riwayat penyakit, pemeriksaan
a. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
Penganiayaan fisik. Tanda patogomonik akibat penganiayaan anak dapat
berupa: Luka memar, terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau
punggung.
b. Pengabaian
Pengabaian non organic failure to thrive, yaitu suatu kondisi yang
mengakibatkan kegagalan mengikuti pola pertumbuhan dan perkembangan
anak yang seharusnya, dan kebutuhan emosi anak tetapi respons baik
terhadap pemenuhan makanan.
c. Penganiayaan seksual.
Tanda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari: Tingkah laku yang
tidak spesifik: perasaan takut pada orang dewasa, menarik diri, rendah diri,
depresi, gangguan stres traumatic.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan Harga diri rendah, baik pada
orang tua atau anak.
c. Isolasi social berhubungan dengan perilaku kekerasan, keluarga yang
tidak harmonis.
d. Perilaku kekerasan berhubungan dengan koping keluarga inefektif.

3. Perencanaan
a. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan.

b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan Harga diri rendah, baik pada


orang tua atau anak.

15
c. Isolasi social berhubungan dengan perilaku kekerasan, keluarga yang
tidak harmonis.
N Tujuan Intervensi Rasional
o
3  Tujuan 1. Berkomunikasi dengan 1. Penyampaian
umum: klien secara jelas dan secara jelas
Diharapkan terbuka memungkinkan
klien dapat 2. Bicarakan dengan klien pemahaman
berinteraksi tentang sesuatu yang
penjelasan akan
secara nyata dan pakai istilah
didaptan oleh
normal yang sederhana
klien
3. Gunakan komunikasi
sesuai 2. Komunikasi
verbal dan non verbal
tahap disesuaikan
yang sesuai, jelas dan
perkebanga dengan tahap
teratur.
nnya perkembangan
4. Bersama klien menilai
 Tujuan klien
manfaat dari
khusus: 3. Tujuan yang
Klien pembicaraannya dengan
dapat dicapai
dapat perawat.
bias dipahami
5. Tunjukkan sikap empati
mengenal oleh klien
dan beri kesempatan
masalah 4. Bina hubungan
kepada klien untuk
dalam saling percaya
mengungkapkan
keluarga dapat
perasaanya.
dan mempermudah
6. Tunjukkan cara
menyelesai penjelasan klien
penyelesaian masalah
kannya terhadap
(koping) yang bisa
dengan perawat
digunakan klien, cara
5. Memberdayaka
tindakan menceritakan
n klien
yang tepat. perasaanya kepada 6. membantu
orang lain yang korban
terdekat/dipercaya. penganiayaan

16
7. Bahas bersama klien dalam
tentang koping yang membangun
konstruktif kembali rasa
8. Dukung koping klien
pengendalian
yang konstruktif
terhadap
9. Anjurkan klien untuk
kehidupannya
menggunakan koping
dan merasa
yang konstruktif.
10. Bantu klien mengurangi cukup aman
cemasnya ketika untuk hidup
hubungan interpersonal normal kembali
11. Batasi jumlah orang 7. Membantu klien
yang berhubungan dalam
dengan klien pada awal mengungkapkan
terapi. perasaanya dan
12. Lakukan interaksi
menciptakan
dengan klien sesering
situasi/ kondisi
mungkin.
konseling yang
13. Temani klien beberapa
efektif
saat dengan duduk
disamping klien.
14. Libatkan klien dalam
berinteraksi dengan
orang lain secara
bertahap, dimulai dari
klien dengan perawat,
kemudian dengan dua
perawat, kemudian
ditambah dengan satu
klien dan seterusnya.
15. Libatkan klien dalam
aktivitas kelompok.
16. Jelaskan kepada klien
cara mengungkapkan

17
perasaan selain dengan
kata-kata seperti dengan
menulis, menangis,
menggambar, berolah-
raga, bermain musik,
cara berhubungan
dengan orang lain :
keuntungan
berhubungan dengan
orang lain.
17. Bicarakan dengan klien
peristiwa yang
menyebabkan menarik
diri.
18. Jelaskan dan anjurkan
kepada keluarga untuk
tetap mengadakan
hubungan dengan klien.
19. Anjurkan pada keluarga
agar mengikutsertakan
klien dalam aktivitas
dilingkungannya

d. Perilaku kekerasan berhubungan dengan koping keluarga inefektif.


No Tujuan Intervensi Rasional
4  Tujuan 1. Identifikasi dengan 1. Keluarga
umum: keluarga tentang mengenal dan
Koping adatif prilaku maladaptif . mengungkapkan
2. Beri reinforcement
dapat serta menerima
positif atas
dilakukan perasaannya
tindakan keluarga
dengan sehingga
yang adaptif.
optimal. mempermudah

18
 Tujuan 3. Diskusikan dengan pemberian
khusus: keluarga tentang asuhan kepada
Keluarga tindakan yang anak dengan
dapat semestinya benar.
2. Untuk
mengenal terhadap anak.
4. Diskusikan dengan memotivasi
masalah
keluarga tentang keluarga dalam
dalam
pentingnya peran mengasuh anak
keluarga dan
orang tua sebagai secara baik dan
menyelesaika
status pendukung benar tanpa
nnya dengan
dalam proses menghakimi dan
tindakan yang
tumbuh kembang menyalahkan
tepat.
anak. anak atas
5. Kolaborasi dalam
keadaan yang
pemberian
buruk.
pendidikan 3. Memberikan
keluarga terhadap gambaran
orang tua. tentang tindakan
yang semestinya
dapat
dilaksanakan
keluarga
terhadap anak.
4. Memberikan
kejelasan dan
memotivasi
keluarga untuk
meningkatkan
peran sertanya
dalam
pengasuhan dan
proses tumbuh

19
kembang
anaknya
5. Dapat
meningkatkan
pengetahuan dan
pemahaman
keluarga (orang
tua), tentang
pentingnya peran
orang tua dalam
tumbuh kembang
anak,memiliki
pengetahuan
tentang metode
pengasuhan yang
baik,dan
menanamkan
kesadaran untuk
menerima
anaknya dalam
keadaan apapun.

20
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekerasan terhadap anak adalah segalah tindakan baik yang disengaja
maupun tidak disengaja yang dapat merusak anak baik berupa serangan
fisik, mental sosial, ekonomi maupun seksual yang melanggar hak asasi
manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.
Beberapa faktor memicu kekerasan terhadap anak Menurut Komnas
Perlindungan Anak pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi diantaranya:
struktur keluarga, pewarisan kekerasan dari generasi ke generasi, stress sosial
dan isolasi sosial, serta keterlibatan masyarakat bawah.
Bentuk- bentuk kekerasan terhadap anak yaitu: kekerasan fisik, kekerasan
emosional, kekerasan verbal, kekerasan seksual, dan kekerasan secara sosial.
Ada empat macam abuse, yaitu emotional abuse,verbal abuse, physical abuse,
dan sexual abuse).
Factor lingkungan social dalam hal ini harus sangat diperhatikan, karena
kekerasan dapat bersumber dari lingkungan eksternal keluarga. Dampak yang
akan diitimbulkan pada anak diantaranya trauma, rasa takut untuk berinteraksi
dengan lingkungan social, ataupun paranoid. Perlu adanya penangan dan
penanggulangan secara cepat dari keluarga atau pihak yang terkait agar
dampak kekerasan dapat segera ditangani dan tidak menimbulkan komplikasi
masalah pada anak.

B. Saran
Diharapkan untuk perawat tim medis lainnya, lebih memahami konsep
kekrasan pada anak serta pnerapannya dalam parktik pelayanan keperawatan.
Untuk dosen diharapkan memberikan bimbingan yang lebih banyak dan
memberikan keleluasaan terhadap mahasiswa dalam bertanya, dan
memberikan cukup waktu untuk memaksimalkan tugas makalah ini.

21
Bagi mahasiswa diharapkan lebih memerhatikan, menyimak, dan
memahami konsep materi manajemen keperawatan dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abu, Huraerah. 2006. Kekerasan Terhadap Anak Jakarta : Nuansa,Emmy.


Soekresno. 2007. Mengenali Dan Mencegah Terjadinya TindakKekerasan Terhadap
Anak.

22

Você também pode gostar