Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Ruang Lingkup Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan
Patoflow Diagram
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Glaukoma bersal dari bahasa yunani “glaukos” yang berarti hijau
kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut padapupil penderita
glaukoma. Kelianan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya
tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya lapang pandangan.
Diamerika serikat, glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi
pada 1-40 per 1.000 orang, hal ini juga dipengaruhi oleh ras. Penyakit ini
terjadi pada 1 per 1.000 orang kaukasian, sedangkan pada ras asia lebih
sering yaitu 1 per 100 orang dan padaa ras eskimo 1 per 100 orang.
Glaukoma jenis ini lebih sering terjadi pada perempuan. Pada usia 60-70
tahun, resiko untuk penderita glaukoma jenis ini meningkat. Berdasarkan
perkiraan WHO, sebanyak 45 juta orang disunia mengalami kebutaan.
Sepertiga dari jumlah itu berada diasia tenggara. Untuk kawasan asia
tenggara, berdasarkan survei kesehatan indra pengelihatan dan
pendengaran menunjukan angka kebutaan diindonesia sekira 1,5%
darippenduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah ini jauh lebih
tinggi dibandingkan bangladesh (1%), india (0,7%), dan thailand (0,3%).
Prevalensi kebutaan diindonesia masih sangat tinggi dengan penyebab
utama yaitu katarak (0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%),
dan beberapa penyakit yang berhubungan dengan usia lanjut (0,38%).
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga diIndonesia,
terdapat sejumlah 0,40% penderita glaukoma diindonesia yang
mengakibatkan kebutaan pada 0,60% penduduk prevalensi penyakit mata
diIndonesia adalah kelainan refraksi 24,72%, katarak 7,40%,
konjungtivitis 1,74%, parut kornea 0,34%, glaukoma 0,40% relinopati
0,17%, strabismus 0,12%,. Prevalensi dan penyebab kebutaan kedua mata
adalah lensa 1,02%, glaukoma dan saraf kedua 0,16%, kelainan refraksi
0,11%, retina 0,09%, kornea 0,06%, ddan lain-lain. (Ilyas, 2004)
Diperkirakan diamerika serikat ada 2 juta orang yang menderita
glaukoma. Diantaranya mereka hampir setengahnya mengalami gangguan
pengelihatan, dan hampir 70.000 benar-benar buta, bertambah sebanyak
5.500 orang.(suzanne C. Smelzter, 2001)
Sehubungan dengan begitu banyaknya kasus dan penderita
penyakit glaukoma, sehingga penulis tertarik untuk membuat asuhan
keperawatan pada gangguan pengelihatan : glaukoma.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit Glaukoma
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien
dengan penyakit Glaukoma
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan
padapasien dengan penyakit Glaukoma.
c. Mahasiswa mampu menentukan intervensi keperawatan pada
pasien dengan penyakit Glaukoma.
d. Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan
pada pasien dengan penyakit Glaukoma.
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada
pasien dengan penyakit Glaukoma
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup asuhan keperawatan ini dilakukan pada klien
dengan gangguan sistem pengelihatan pada penyakit Glaukoma.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan oleh penulis adalah metode
deskriptif untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam karya tulis
ilmiah ini penulis menggunakan metode:
1. Studi kepustakaan
Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini, penulis menggunakan
beberapa buku sumber dan internet sebagai referensi.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan Asuhan Keperawatan ini terdiri dari
3 bab yaitu:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
Bab ini terdiri dari konsep dasar medis dan konsep dasar keperawatan
berdasarkan buku sumber atau referensi yaitu Sistem pengelihatan,
Definisi, Anatomi fisiologi, Etiologi, Klasifikasi, Patofisiologi,
komplikasi, Manifestasi Klinis, Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan
medis, Asuhan keperawatan dari Glaukoma serta Patoflow
BAB III : Penutup
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Medik
1. Pengertian
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata
merusak saraf optik. Biasanya tekanan bola mata yang tinggi akan
merusak berangsur-angsur serabut saraf optik sehingga mengakibatkan
terganggunya lapang pengelihatan. Terdapat berbagai keadaan
mengenai hubungan tekanan bola mata dengan kerusakan saraf bola
mata (Ilyas, 2005).
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak
normal disertai dengan gangguan lapang pandang dan atrofi papil saraf
optik. Tekanan bola mata normal terletak antara 15-21 mmHg dengan
tonometer Schiotz. Bila tekanan mata 22 mmHg suspek glaukoma.
(Ilyas, 2005)
Glaukoma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
peningkatan tekanan intraokular, penggaungan, dan degenerasi saraf
optik serta defek lapang pandang yang khas. Istilah glaukoma untuk
setiap kondisi gangguan kompleks yang melibatkan banyak perubahan
gejala dan tanda patologik, namun memiliki satu karaktteristik yang
cukup jelas yaitu adanya peningkatan tekanan intraokuli, yang
menyebabkan keerusakan diskus optik, menyebabkan atrofi, dan
kehilangan pandangan perifer (Tamsuri, 2012).
Glaukoma adalah gangguan pengelihatan yang disebabkan oleh
meningkatnya tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan didalam bola
mata ini disebabkan oleh ketidak seimbangan antara produksi cairan
dan pembuangan cairan dalam jaringan saraf halus yang ada
dibelakang retina dan dibelakang bola mata. (Hardi, 2015).
2. Anatomi Fisiologi Mata
Tajam pengelihatan dapat menurun walaupun tidak
memperlihatkan kelainan dari luar seperti tanda meradang dan merah.
Keadaan ini dapat terlihat dengan keluhan tajam pengelihatan
menurun mendadak ataupun perlahan-lahan. Jaringan mata yang
berkaiatan dengan pengelihatan adalah media pengelihatan yang terdiri
atas kornea, lensa, badan kaca dan saraf yang meneruskan
pengelihatan atau retina dan saraf optik.
a. Lensa
Lensa berbentuk lempeng cakrram bikonveks yang terletak
dibilik mata belakng. Lensa dibentuk oleh sel epitel lensa yang
membentuk serat lensa didalam kapsul lensa. Epitel lensa akan
membentuk serat lensa terus membentuk serat lensa terus
menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa
dibagian sentral lensa sehingga terbentuk nukleus lensa. Bagian
sentral lensa merupakan serat yang paling dini dibentuk attau
serat lensa yang tertua didalam kapsul lensa. Didalam lensa
dapat dibedakan nukleus embrional, fetal, dan dewasa.
Dibagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda
dan disebut sebgai korteks lensa. Korteks lensayang terletak
disebelah depan nukleus disebut sebagai korteks lensa anterior,
sedangkan yang dibelakangnya diebut krteks posterior.
Nukleus lensa mempunyai kepadatan lebih keras dibanding
dengan korteks lensa yang lebih muda. Disekitar serat lensa ini
terdapat kapsul lensa. Dibagian perifer kapsul lensa terdapat
zonula Zinn yang meggantungkan lensa diseluruh ekuatornya
pada bagian siliar.
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu:
1) Kenyal atau lentur karena mmeegang peranan penting
dalam akomodasi untuk menjadi cembung
2) Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media
pengelihatan.
3) Terletak ditempatnya.
b. Badan kaca
Badan kaca terletak dibelakang lensa., merupakan bahan
gelatin yang menandung sel leukosif. Badan kaca mempunyai
sifat bening atau transparan, tidak berwarna, dan dengan
konsistensi lunak. Badan kaca terutama memegang peranan
dalam mempertahankan bentuk bola mata, hal ini disebabkan
badan kaca mengisi sebagian besar isi bola mata. Badan kaca
mendapat nutrisi dari koroid, badan siliar dan retina. Secara
embriologis didalam badan kaca terdapat arteri hialoideayyang
memberikan metabolisme terhadap jaringan intraokuler pada
masa fetal. Keadaan patologik yang dapat terjadi di dalam
badan kaca adalah terjadinya perdarahan, masuknya sel radang,
dan timbulnya jaringan ikat. Jaringan ikat dalam kaca dapat
mengakibatkan imbulnya balasi retina.
c. Retina
Retina merupakan membran tipis yang terdiri atas saraf
sensorik pengelihatan dan serat saraf optik. Retina merupakan
jaringan saraf mata yang bagian luarnya berhubungan erat
dengan korid. Koroid memberi nutrisi pada retian luar atau sel
kerucut dan sel batang. Bagian korod yang memegang peranan
penting dalam metabolisme retina adalah membran Bruch dan
sel epitel pigmen. Retina bagian dalam mendapat metabolisme
dari arteri retina sentral.
Retina terbagi atas 3 lapis utama yang membuat sinap saraf
sensibel retina, yaitu sel kerucut dan batang, sel bipolar dan sel
gangglion.
Terdapat 10 lapisan yang dapat dillihat secara histologik,
yaitu dari luar ke dalam:
1) Lapis pigmen epitel yang merupakan bagian koroid
2) Lapis sel kerucut dan batang yang merupakan bagian
sel fotosensitif
3) Membran limitan luar
4) Lapisan nukleus luar merupakan nukleus sel kerucut
dan batang
5) Lapis nukleus luar merupakan nukleus sel kerucut dan
batang
6) Lapisan pleksiform luar, persatuan akson dan dendrit
7) Lapisan nukleus dalam merupakan susunan nukleus sel
bipolar
8) Lapis plaksiform dalam, persatuan denrit dan akson
9) Lapis sel ganglion
10) Lapis serat saraf yang meneruskan dan menjadi saraf
optik.
11) Membran limitan interna yang terbatas dengan badan
kaca.
d. Jalur pengelihatan
Saraf sel ganglion akan meneruskan seratnya menjadi saraf
optik dan keluar melalu lamina kribrosa sklera. Setelah keluar
dari bola mata saraf optik dibungkus oleh selaput otak.
Serabbut yang berasal dari bagian perifer retina kan terletak
dibagian perifer saraf optik. Serabut yang terrletak dekat
dengan papil saraf optik akan terletak dibagian sentral saraf
optik. Serat papilomakula perlahan-lahan kan meletakkan diri
dibagian sentral saraf optik bagian proksimal. Didaeraah
kiasma optik saraf berasal dari bagian temporal retina akan
terletak tetap pada bagian temporal kiasma sedang serat dari
bagian nasal retina akan bersilang pada kiasma optik sehingga
terletak disisi lain daripada jalur pengelihatan. Serat ini akan
masuk ke dalam ganglion genikulatum lateral. Melalui radiasi
optik serabut ini akan mencapai korteks pengelihatan.
3. Etilogi Glaukoma
Penyebab adanya peningkatan intraokular adalah perubahan
anatomi sebagai bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma
mata, dan predisposisi faktor genetik. Glaukoma sering muncul
sebagai manifestasi dari penyakit atau proses patologik dari sistem
tubuh lainnya. Adapun faktor resiko timbulnya glaukoma pada
keluarga, diabetes mellittus, dan pada orang kulit hitam.
Apabila terjadi peningkatan tekanan intraokuler, akan timbul
penggaungan dan degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh
beberapa faktor :
a. Gangguan peradarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi
berkas serabut saraf pada papil saraf optik.
b. Tekanan inttraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil
saraf optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling
lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf otak relatif lebih
kuat dari pada bagian tengah sehingga penggaungan pada papil
saraf optik.
c. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh
kerusakan serabut saraf optik.
4. Klasifikasi Glaukoma
Berdasarkan penyebabnya, glaukoma dibedakan dalam:
a. Glaukoma primer, yaitu glaukoma yang tidak diketahui
penyebabnya. Umumnya dibedakan menjadi glaukoma sudut
tebuka dan glaukoma sudut tertutup.
b. Glaukoma sekunder, yaitu glaukoma yang disebabkan trauma
sudut tertutup
c. Glaukoma kongenital.
5. Patofisiologi
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi
humor aqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya
aliran keluar humor aqueus melalui sudut bilik mata depan juga
bergantung pada keadaan kanal schlemm dan keadaan tekanan
episklera. Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang dari 20
mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer schiotz (aplasti). Jika
terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan
evaluasi lebih lanjut. Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi
akan menyebabkan terhambatnya aliran darah menuju serabut saraf
optik dan ke retina. Iskemia ini akan menimbulkan kerusakan fungsi
secara bertahap.
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari glaukoma ini adalah :
a. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).
b. Pandangan kabur, melihat halo sekitar lampu.
c. Mual, muntah, berkeringat
d. Mata merah, hiperemia konjungtiva dan siliar
e. Visus menurun
f. Edema kornea.
g. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma
sudut terbuka.
h. Pupil lebar, lonjong , tidak ada refleks terhadap cahaya
i. TIO meningkat.
7. Komplikasi
Glaukoma absolute merupakan stadium akhir glaukoma
(terbuka/tertutup) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan
bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma
absolute kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa
sakit. Sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan
pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali
akibat timbulnya glaukoma hemoragik. Pengobatan glaukoma absolute
dapat dengan memberikan sinar beta pda badan siliar untuk menekan
fungsi badan siliar, alkohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan
bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa
sakit.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita
glaukoma, antara lain:
a. Oftalmoskopi : untuk melihat fondus mata bagian dalam yaitu
retina, diskus optikus macula dan pembuluh darah retina.
b. Tonometri : adalah alat untuk mengukur tekanan intraokuler, nilai
yang mencurigakan apabila berkisar antara 21-25mmHg dan
dianggap patologi bila melebihi 25 mmHg
c. Perimetri : kerusakn nervus optikus memberikan gangguan lapang
pandang yang khas pada glaukoma, secara sederhana, lapang
pandang dapat diperiksa dengan tes konfrontasi.
d. Pemeriksaan ultrasonotrapi : adalah gelombang suara yang dapat
digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler.
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan
tekanan TIO, membuka sudut yang tertutup (pada
glaukoma sudut tertutup), melakukan tindakan suportif
(mengurangi nyeri, mual, muntah, serta menggurangi
radang), mencegah adanya sudut tertutup ulang serta
mencegah gangguan pada mata yang baik (sebelahnya).
2) Upaya menurunkan TIO dengan memberikan cairan
hiperosmotik seperti gliserin per oral atau dengan
menggunakan manitol 20% intravena, humor aqueus
ditekan dengan memberikan karbonik anhidrase seperti
acetazolamide (acetazolam, diamox). Dorzolamide
(trushop), methazolamide (nepthazane). Penurunan humor
aqueus dapat juga dilakukan dengan memberikan agens
penyekat beta adrenergeik seperti latanoprost (xalatan),
timolol (timopic), atau levobunolol (bagatan).
3) Untuk melancakan aliran humor aqueus, dilakukan
konstriksi pupil dengan miotikum seperti pilocarpine
hydrochloride 2-4% setiap 3-6 jam . miotikum ini
menyebabkan pandangan kabur setelah 1-2 jam
penggunaan. Pemberian miotikum dilakukan apabila telah
terdapat tanda-taanda penurunan TIO.
4) Penanganan nyeri, mual, muntah dan peradangan dilakukan
dengan memberikan analgesik seperti pethidine (demerol),
antimutah atau kortikosteroid untuk reaksi radang.
5) Jika tindakan diatas tidak berhasil, dilakukan operasi untuk
membuka saluran schlemm sehingga cairan yang banyak
diproduksi dapat keluar dengan mudah. Tidakan
pembedahan dapat dilakukan seperti trebekulektomi dan
laser trabekuloplasti. Bila tindakan ini gagal, dapat
dilakukan siklokrioterapi (pemasangan selaput beku).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada
pendidikan kesehatan terhadap penderita dan keluarganya karena
90% dari penyakit glaukoma merupakan penyakit kronis dengan
hasil pengobatan yang tidak permanen. Kegagalan dalam
pengobatan untuk mengontrol glaukoma dan adanya pengabaian
untuk mempertahankan pengobatan dapat menyebabkan
kehilangan pengelihatan progresif dan mengakibatkan kebutaan.
Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan
gambaran tentang penyakit ini serta penatalaksanaannya, efek
pengobatan, dan tujuan akhir pengobatan itu. Pendidikan kesehatan
yang harus diberikan menekankan bahwa pengobatan bukan untuk
mengembalikan fungsi pengelihatan, tetapi hanya
mempertahankan fungsi pengelihatan yang masih ada.
Adapun penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut :
1) buat rencana pendidikan kesehatan mengenai sifat penyakit
dan pentingnya mematuhi regimen medikasi yang ketat untuk
membantu memastikan kepatuhan
2) tinjau program medikasi pasien, terutama interaksi medikasi
pengontrolan glaukoma dengan obat lain.
3) Jelaskan efek medikasi pengontrolan glaukoma pada
pengelihatan (misalnya miotik dan simpatomimetik
menghasilkan perubahha fokus, oleh sebab itu pasien perlu
hati-hati ketika menelusuri lingkungan sekitar mereka)
4) Rujuk pasien ke pelayanan kesehatan yang akan membantu
pelaksanaan aktivitas hidup sehari-hari, jika diperlukan.
5) Rujuk pasien dengan gangguan mobilitas untuk mendapatkan
layanan bagi penderita gangguan pengelihatan dan rehabilitasi,
pasien yang memenuhi kriteria untuk kebutaan legal harus
dirujuk kelembaga yang dapat membantu mereka mendapatkan
bantuan dari negara lain.
6) Tenangkan pasien dan berikan dukungan emosional
7) Libatkan keluarga dalam rencana asuhan, dan karena penyakit
memiliki kecenderungan familial, dorong anggota keluarga
untuk menjalani pemeriksaan minimal setiap 2 tahun untuk
mendeteksi glaukoma sejak dini.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada penderita yang mengalami
glaukoma , antara lain (NANDA NIC-NOC, 2015):
a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler .
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual muntah
c. Penurunan persepsi sensori : pengelihatan berhubungan dengan
penurunan tajam pengelihatan dan kejelasan pengelihatan
d. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prognosis
e. Resiko cedera berhungan dengan peningkatan TIO, perdarahan,
dan kehilangan vitreus
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini perawat melakukan tindakan keperawatan sesuai
dengan apa yang telah di buat di intervensi.
5. Evaluasi Keperawatan
a. Nyeri berkurang atau terkontrol
b. Kebutuhan nutrisi adequat
c. Pengelihatan lebih baik dan menyatakan perubahan visual
d. Tidak terjadi kecemasan
e. Tidak terjadi cedera mata pascaoperasi
6. Discharge Planning
Discharge planning / perawatan lanjutan yang dapat dilakukan
pada penderita glaukoma adalah:
a. Banyak makan makanan yang bergizi dan vitamin A
b. Istirahat yang cukup dengan memejamkan mata
c. Ketahui penyebab dan gejala akan glaukoma dan diskusikan
dengan tenaga medis untuk pencegahannya
d. Pola hidup tenang menurunkan respons emosi terhadap stress,
mencegah perubahan okuler yang mendorong iris kedepan .
e. Gunakan kacamata untuk pemajanan yang lama pada sinar
matahari. Jangan pernah secara langsung melihat pada matahari
untuk periode yang lama.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata
merusak saraf optik. Biasanya tekanan bola mata yang tinggi akan
merusak berangsur-angsur serabut saraf optik sehingga mengakibatkan
terganggunya lapang pengelihatan. Terdapat berbagai keadaan mengenai
hubungan tekanan bola mata dengan kerusakan saraf bola mata (Ilyas,
2005).
Penyebab dari glaukoma menurut Ilyas yaitu bertambahnya
produksi cairan mata oleh badan siliari, dan berkurangnya pengeluaran
cairan mata di daerah sudut bilik mata / di celah.
Glaukoma absolute merupakan stadium akhir glaukoma
(terbuka/tertutup) atau komplikasi, dimana sudah terjadi kebutaan total
akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut
B. Saran
Semoga asuhan keperawatan ini dapat digunakan sebagai bahan
referensi yang berkaitan dengan asuhan keperawatan Glaukoma sehingga
dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa di
fakultas ilmu kesehatan. Sebagai tambahan informasi dan bahan
kepustakaan dalam pemberian asuhan keperawatan dengan Glaukoma.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner . 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta :EGC
Ilyas, Sidarta. 2004. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta :FKUI
Ilyas, Sidarta. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta :FKUI
Tamsuri, Anas. 2010. Klien Gangguan Mata dan Pengelihatan : Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Amin, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : MediAction