Você está na página 1de 24

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Varicella, yang biasa dikenal di Amerika Serikat sebagai cacar air,
disebabkan oleh virus varicella-zoster. Penyakit ini umumnya dianggap sebagai
penyakit virus ringan, membatasi diri dengan komplikasi sesekali. Sebelum
vaksinasi varicella menjadi luas di Amerika Serikat, penyakit ini menyebabkan
sebanyak 100 kematian setiap tahunnya. Karena vaksin varicella diperkenalkan di
Amerika Serikat pada tahun 1995, insiden penyakit telah secara substansial
menurun. Virus polio adalah virus yang dapat melumpuhkan bahkan membunuh.
Virus ini menular melalui air dan kotoran manusia. Sifatnya sangat menular dan
selalu menyerang anak balita. Dua puluh tahun silam, polio melumpuhkan 1.000
anak tiap harinya di seluruh penjuru dunia. Tapi pada 1988 muncul Gerakan
Pemberantasan Polio Global. Lalu pada 2004, hanya 1.266 kasus polio yang
dilaporkan muncul di seluruh dunia. Umumnya kasus tersebut hanya terjadi di
enam Negara. Kurang dari setahun ini, anggapan dunia bebas polio sudah
berakhir.
Bahkan saat ini, varicella tidak benar-benar jinak. Satu studi menunjukkan
bahwa hampir 1:50 kasus varicella yang terkait dengan komplikasi. Di antara
sebagian besar komplikasi serius varicella pneumonia dan ensefalitis, keduanya
terkait dengan angka kematian yang tinggi. Selain itu, kekhawatiran telah
dikemukakan mengenai hubungan varicella dengan invasif parah penyakit
streptococcus grup A.
Amerika Serikat mengadopsi vaksinasi universal terhadap varicella pada
tahun 1995, yang mengurangi tingkat mortalitas dan morbiditas dari penyakit ini.
Untuk alasan yang jelas, anak yang tidak divaksinasi tetap rentan. Anak dengan
varicella mengekspos kontak dewasa di rumah tangga, sekolah, dan pusat
penitipan anak dengan risiko berat, penyakit bahkan fatal. Varicella adalah umum
dan sangat menular dan mempengaruhi hampir semua anak-anak rentan sebelum
remaja.
2

Kedua kasus dalam rumah tangga sering lebih parah. Sekolah atau hubungi
pusat penitipan anak berkaitan dengan tingkat transmisi yang lebih rendah namun
masih signifikan. Anak-anak yang rentan jarang mendapatkan penyakit dengan
kontak dengan orang dewasa dengan zoster. Ttransmisi maksimum terjadi selama
akhir musim dingin dan musim semi.
Varicella dikaitkan dengan respon imun humoral dan sel-dimediasi. Respon
ini menginduksi kekebalan yang tahan lama. Ulangi infeksi subklinis dapat terjadi
pada orang-orang ini, namun serangan kedua dari cacar air sangat jarang terjadi di
orang imunokompeten. Reexposure dan infeksi subklinis dapat berfungsi untuk
meningkatkan kekebalan yang diperoleh setelah episode cacar air, ini dapat
berubah di era post vaksin.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Penulis mampu menjelaskan tentang penyakit Varicella dan Poliomyelitis.
1.2.2 Tujuan Khusus
Penulis diharapkan dapat :
1.2.2.1 Memahami tentang penyakit varicella ( definisi, etiologi, manifestasi
klinis, patofisiologis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan pengobatan
pada kasus varicella).
1.2.2.2 Memahami tentang penyakit Poliomyelitis ( definisi, etiologi, manifestasi
klinis, patofisiologis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan pengobatan
pada kasus poliomyelitis).

1.3 Manfaat
Setelah membaca makalah tentang varicella ini diharapkan dapat
memberikan manfaat :
1.3.1 Mahasiswa mampu memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi
klinis, patofisiologis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan pengobatan
pada kasus varicella.
1.3.2 Mahasiswa mampu memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi
klinis, patofisiologis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan pengobatan
pada kasus poliomyelitis.
3

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Varicella


2.1.1 Definisi Varicella
Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit ini
dikenal dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan nama
Chicken – pox. Varisela adalah Penyakit Infeksi Menular yang disebabkan oleh
virus Varicella Zoster, ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit.
Varisela atau cacar air merupakan penyakit yang sangat menular yang
disebabkan oleh virus Varicella Zoster dengan gejala-gejala demam dan timbul
bintik-bintik merah yang kemudian mengandung cairan.
Varicella adalah suatu penyakit infeksi virus akut dan menular, yang
disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV) dan menyerang kulit serta mukosa,
ditandai oleh adanya vesikel-vesikel. (Rampengan, 2008)
Varicella (Cacar Air) adalah penyakit infeksi yang umum yang biasanya
terjadi pada anak-anak dan merupakan akibat dari infeksi primer Virus Varicella
Zoster. Varicella pada anak mempunyai tanda yang khas berupa masa prodromal
yang pendek bahkan tidak ada dan dengan adanya bercak gatal disertai dengan
papul, vesikel, pustula, dan pada akhirnya, crusta, walaupun banyak juga lesi kulit
yang tidak berkembang sampai vesikel.

2.1.2 Etiologi
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV), termasuk
kelompok Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut
Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S)
dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat molekl 100 juta
yang disusun dari 162 capsomir dan sangat infeksius.
Varicella Zoster Virus (VZV) dapat ditemukan dalan cairan vesikel dan
dalam darah penderita Varicella sehingga mudah dibiakkan dalam media yang
terdiri dari Fibroblast paru embrio manusia.
4

Varicella Zoster Virus (VZV) dapat menyebabkan Varicella dan Herpes


Zoster. Kontak pertama dengan penyakit ini akan menyebabkan Varicella,
sedangkan bila terjadi serangan kembali, yang akan muncul adalah Herpes Zoster,
sehingga Varicella sering disebut sebagai infeksi primer virus ini.

2.1.3 Manifestasi Klinis


Masa inkubasi Varicella bervariasi antara 10-21 hari, rata-rata 10-14 hari.
Penyebaran varicella terutama secara langsung melalui udara dengan perantaraan
percikan liur. Pada umumnya tertular dalam keluarga atau sekolah.
( Rampengan,2008 )

Perjalanan penyakit ini dibagi menjadi 2 stadium, yaitu:

2.1.3.1 Stadium Prodromal: 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala
panas yang tidak terlalu tinggi, perasaan lemah (malaise), sakit kepala,
anoreksia, rasa berat pada punggung dan kadang-kadang disertai batuk
keringdiikuti eritema pada kulit dapat berbentuk scarlatinaform atau
morbiliform. Panas biasanya menghilang dalam 4 hari, bilamana panas
tubuh menetap perlu dicurigai adanya komplikasi atau gangguan imunitas.
2.1.3.2 Stadium erupsi: dimulai saat eritema berkembang dengan cepat (dalam
beberapa jam) berubah menjadi macula kecil, kemudian papula yang
kemerahan lalu menjadi vesikel. Vesikel ini biasannya kecil, berisi cairan
jernih, tidak umbilicated dengan dasar eritematous, mudah pecah serta
mengering membentuk krusta, bentuk ini sangat khas dan lebih dikenal
sebagai “tetesan embun”/”air mata”.

Lesi kulit mulai nampak di daerah badan dan kemudian menyebar secara
sentrifugal ke bagian perifer seperti muka dan ekstremitas. Dalam perjalanan
penyakit ini akan didapatkan tanda yang khas yaitu terlihat adanya bentuk papula,
vesikel, krusta dalam waktu yang bersamaan, dimana keadaan ini disebut
polimorf. Jumlah lesi pada kulit dapat 250-500, namun kadang-kadang dapat
hanya 10 bahkan lebih sampai 1500. Lesi baru tetap timbul selama 3-5 hari, lesi
sering menjadi bentuk krusta pada hari ke-6 (hari ke-2 sampai ke-12) dan sembuh
lengkap pada hari ke-16 (hari ke-7 sampai ke-34)
5

Erupsi kelamaan atau terlambatnya berubah menjadi krusta dan


penyembuhan, biasanya dijumpai pada penderita dengan gangguan imunitas
seluler. Bila terjadi infeksi sekunder, sekitar lesi akan tampak kemerahan dan
bengkak serta cairan vesikel yang jernih berubah menjadi pus disertai
limfadenopati umum. Vesikel tidak hanya terdapat pada kulit, melainkan juga
terdapat pada mukosa mulut, mata, dan faring.

Pada penderita varicella yang disertai dengan difisiensi imunitas (imun


defisiensi) sering menimbulkan gambaran klinik yang khas berupa perdarahan,
bersifat progresif dan menyebar menjadi infeksi sistemik. Demikian pula pada
penderita yang sedang mendapat imunosupresif. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya limfopenia.

Pada ibu hamil yang menderita varicella dapat menimbulkan beberapa


masalah pada bayi yang akan dilahirkan dan bergantung pada masa kehamilan
ibu, antara lain:

 Varisela neonatal
Varisela neonatal dapat merupakan penyakit serius, hal ini bergantung pada
saat ibu kena varisela dan persalinan.
 Bila ibu hamil terinfeksi varisela 5 hari sebelum partus atau 2 hari setelah
partus, berarti bayi tersebut terinfeksi saat viremia kedua dari ibu, bayi
terinfeksi transplasental, tetapi tidak memperoleh kekebalan dari ibu
karena belum cukupnya waktu ibu untuk memproduksi antibody. Pada
keadaan ini, bayi yang dilahirkan akan mengalami varisela berat dan
menyebar. Perlu diberikan profilaksis atau pengobatan dengan varicella-
zoster immune globulin (VZIG) dan asiklovir. Bila tidak diobati dengan
adekuat, angka kematian sebesar 30%. Penyebab kematian utama akibat
pneumonia berat dan hepatitis fulminan.
 Bila ibu terinfeksi varisela lebih dari 5 hari antepartum, sehingga ibu
mempunyai waktu yang cukup untuk memproduksi antibody dan dapat
diteruskan kepada bayi. Bayi cukup bulan akan menderita varisela ringan
karena pelemahan oleh antibody transplasental dari ibu. Pengobatan
6

dengan VZIG tidak perlu, tetapi asiklovir dapat dipertimbangkan


pemakaiannya, bergantung pada keadaan bayi.
 Sindrom varisela congenital
Varisela congenital dijumpai pada bayi dengan ibu yang menderita varisela
pada umur kehamilan trimester I atau II dengan insidens 2%.
Manisfestasi klinik dapat berupa retardasi pertumbuhan intrauterine,
mikrosefali, atrofi kortikalis, hipoplasia ekstremitas, mikroftalmin, katarak,
korioretinitis dan scarring pada kulit. Beratnya gejala pada bayi tidak
berhubungan dengan beratnya penyakit pada ibu. Ibu hamil dengan zoster
tidak berhubungan dengan kelainan pada bayi.
 Zoster infantile
Penyakit ini sering muncul dalam umur bayi satu tahun pertama, hal ini
disebabkan karena infeksi varisela maternal setelah nasa gestasi ke-20.
Penyakit ini sering menyerangg pada saraf dermatom thoracis.

2.1.4 Patofisiologi
Menyebar Hematogen.Virus Varicella Zoster juga menginfeksi sel satelit di
sekitar Neuron pada ganglion akar dorsal Sumsum Tulang Belakang. Dari sini
virus bisa kembali menimbulkan gejala dalam bentuk Herpes Zoster. Sekitar 250
– 500 benjolan akan timbul menyebar diseluruh bagian tubuh, tidak terkecuali
pada muka, kulit kepala, mulut bagian dalam, mata , termasuk bagian tubuh yang
paling intim. Namun dalam waktu kurang dari seminggu , lesi teresebut akan
mengering dan bersamaan dengan itu terasa gatal. Dalam waktu 1 – 3 minggu
bekas pada kulit yang mengering akan terlepas. Virus Varicella Zoster penyebab
penyakit cacar air ini berpindah dari satu orang ke orang lain melalui percikan
ludah yang berasal dari batuk atau bersin penderita dan diterbangkan melalui
udara atau kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi.
Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar kebagian
tubuh melalui kelenjar getah bening. Setelah melewati periode 14 hari virus ini
akan menyebar dengan pesatnya ke jaringan kulit. Memang sebaiknya penyakit ini
dialami pada masa kanak-kanak dan pada kalau sudah dewasa. Sebab seringkali
orang tua membiarkan anak-anaknya terkena cacar air lebih dini.
7

Varicella pada umumnya menyerang anak-anak ; dinegara-negara bermusin


empat, 90% kasus varisela terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak , pada
umumnya penyakit ini tidak begitu berat.
Namun di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak remaja
dan orang dewasa yang terserang Varisela. Lima puluh persen kasus varisela
terjadi diatas usia 15 tahun. Dengan demikian semakin bertambahnya usia pada
remaja dan dewasa, gejala varisela semakin bertambah berat.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


2.1.5.1 Pemeriksaan laboratorium
1) Tzank smear
Preparat di ambil dari dicreaping dasar fesikel yang masih baru.
Kemudian di warnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
giemsa’s, wright’s, toluidine blue ataupun papanicolaous’s. Dengan
mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant cell. Pemeriksaan
ini sensifitasnya sekitar 84%
Tes ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster
dengan herpes simpleks virus.
2) Direct Flourescent Assay (DFA)
 Preparat di ambil dari scraping dasar fesikel tetapi apabila sudah
berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
 Hasil pemeriksaan cepat.
 Membutuhkan mikroskop fluorecence.
 Tes ini dapat menemukan antigen virus varisella.
 Pemeriksaan ini dapat membedakan antara varisella zoster virus
dengan herpes simpleks virus.
3) Polymerase chain rection (PCR)
 Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sensitif.
 Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti
scraping dasar fesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga
digunakan sebagai preparat dan CSF.
 Sensitfitasnya 97-100%.
 Tes ini dapat menemukan nucleus acid dari virus varisella zoster.
4) Biopsi kulit
 Hasil pemeriksaan histopatologis: tampak fesikel intra epidermal
dengan degenerasi sel epidermal dan acantholytis. Pada dermis bagian
atas di jumpai adanya lymphocylic infiltrate.
8

2.1.6 Penatalaksanaan
Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan penderita tidak memerlukan
terapi khusus selain istirahat dan pemberian asupan cairan yang cukup. Yang
justru sering menjadi masalah adalah rasa gatal yang menyertai erupsi. Bila tidak
ditahan-tahan , jari kita tentu ingin segera menggaruknya. Masalahnya,bila sampai
tergaruk hebat, dapat timbul jaringan parut pada bekas gelembung yang pecah.
Tentu tidak menarik untuk dilihat.
2.1.6.1 Secara umum
1) Isolasi untuk mencegah penularan.
2) Diet bergizi tinggi (Tinggi Kalori dan Protein).
3) Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat.
4) Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian
antiseptik pada air mandi.
5) Upayakan agar vesikel tidak pecah :
 Jangan menggaruk vesikel.
 Kuku jangan dibiarkan panjang.
 Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan handuk pada
kulit, jangan digosok.
2.1.6.2 Secara Farmakologi:
1) Obat topical
Pengobatan local dapat diberikan Kalamin lotion atau bedak salisil 1%.
2) Antipiretik/analgetik
Biasanya dipakai aspirin, asetaminofen, ibuprofen.
3) Antihistamin
Golongan antihistamin yang dapat digunakan, yaitu
Diphenhydramine, tersedia dalam bentuk cair (12,5mg/5mL), kapsul
(25mg/50mg) dan injeksi (10 dan 50 mg/mL). Dosis 5mg/kg/hari, dibagi
dalam 3 kali pemberian.
4) Obat anti virus
 Vidarabin (adenosine arabinoside)
Vidarabin adalah obat antivirus yang diperoleh dari fosforilase
dalam sel dan dalam bentuk trifosfat, menghambat polymerase DNA
virus. Dosis: 10-20 mg/kg BB/hari, diberikan sehari dalam infuse
9

selama 12 jam, lama pemberian 5-7 hari. Pada pemberian vidarabin,


vesikel menghilang secara cepat dalam 5 hari.
 Asiklovir = 9 (2 Hidroksi etoksi metal) Guanine
Asiklovir merupakan salah satu antivirus yang banyak digunakan
akhir-akhir ini. Asiklovir lebih baik dibandingkan dengan vidarabin.
Obat ini bekerja dengan menghambat polymerase DNA virus Herpes
dan mengakhiri replikasi virus. Obat ini dapat mengurangi
bertambahnya lesi pada kulit dan lamanya panas, bila diberikan dalam
24 jam mulai timbulnya rash.
5) Diet yang adekuat
 Berikan makanan penuh dan jangan dibatasi
 Kadang-kadang penderita mengalami anoreksia, sebaiknya dimotivasi
banyak minum untuk mempertahankan status hidrasi. Cairan yang
cukup sangat diperlukan bila penderita diberikan Asiklovor, karena
obat ini dapat berkristalisasi dalam tubulus renalis bila penderita
dalam keadaan dehidrasi.

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi varisela pada anak biasanya jarang dan lebih sering pada orang
dewasa.
2.1.7.1 Infeksi sekunder
Infeksi sekunder disebabkan oleh Stafilokok atau Streptokok dan
menyebabkan selulitis, furunkel. Infeksi sekunder pada kulit kebanyakan pada
kelompok umur di bawah 5 tahun. Dijumpai pada 5-10% anak. Adanya infeksi
sekunder bila manifestasi sistemik tidak menghilang dalam 3-4 hari atau bahkan
memburuk.
2.1.7.2 Otak
Komplikasi ini lebih sering karena adanya gangguan imunitas. “Acute
postinfectious cerebellar ataxia” merupakan komplikasi pada otak yang paling
ditemukan (1:4000 kasus varisela). Ataxia timbul tiba-tiba biasanya pada 2-3
minggu setelah varisela dan menetap selama 2 bulan. Klinis mulai dari yang
ringan sampai berat, sedang sensorium tetap normal walaupun ataxia berat.
Prognosis keadaan ini baik, walaupun beberapa anak dapat mengalami
inkoordinasi atau dysarthria.
10

“Ensefalitis” dijumpai 1 dari 1000 kasus varisela dan memberikan gejala


ataksia serebelar dan biasanya timbul antara hari ke-3 sampai hari ke-8 setelah
timbulnya rash. Biasanya bersifat fatal.
2.1.7.3 Pneumonitis
Komplikasi ini lebih sering dijumpai pada penderita keganasan, neonatus,
imunodefisiensi, dan orang dewasa. Pernah dilaporkan seorang bayi 13 hari
dengan komplikasi pneumonitis dan meninggal pada umur 30 hari.
Gambaran klinis pneumonitis adalah panas yang tetap tinggi, batuk, sesak
napas, takipnu dan kadang-kadang sianosis serta hemoptoe. Pada pemeriksaan
radiologi didapatkan gambaran nodular yang radio-opak pada kedua paru.
2.1.7.4 Sindrom Reye
Komplikasi ini lebih jarang dijumpai. Dengan gejala sebagai berikut, yaitu
nausea dan vomitus, hepatomegali dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan SPGT dan SGOT serta ammonia.
2.1.7.5 Hepatitis
Dapat terjadi tetapi jarang.
2.1.7.6 Komplikasi lain
Seperti arthritis, trombositopenia purpura, miokarditis, keratitis. Penderita
perlu dikonsulkan ke spesialis bila dijumpai adanya gejala-gejala berikut:
1) Varisela yang progesif atau berat
2) Komplikasi yang dapat mengancam jiwa seperti pneumonia, ensefalitis
3) Infeksi bakteri sekunder yang berat terutama dari golongan grup A
Streptococcus yang dapat memicu terjadinya nekrosis kulit dengan cepat
serta terjadi “Toxic Shock Syndrome”
4) Penderita dengan komplikasi berat perlu dirawat di Rumah Sakit atau bila
perlu ICU
Indikasi rawat di ICU/NICU antara lain:
- Penurunan kesadaran
- Kejang
- Sulit jalan
- Gangguan pernapasan
- Sianosis
11

- Saturasi oksigen menurun

2.1.8 Pencegahan
Pencegahan terhadap infeksi varisela zoster virus dilakukan dengan cara
imunisasi pasif atau aktif.
2.1.8.1 Imunisasi aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksin varisela yang dilemahkan (live
attenuated) yang berasal dari OKA Strain dengan efek imunogenisitas tinggi dan
tingkat proteksi cukup tinggi berkisar 71-100% serta mungkin lebih lama. Dapat
diberikan pada anak sehat ataupun penderita leukemia, imunodefisiensi. Untuk
penderita pascakontak dapat diberikan vaksin ini dalam waktu 72 jam dengan
maksud sebagai preventif atau mengurangi gejala penyakit.
Dosis yang dianjurkan ialah 0,5 mL subkutan. Pemberian vaksin ini
ternyata cukup aman. Dapat diberikan bersamaan dengan MMR dengan daya
proteksi yang sama dan efek samping hanya berupa rash yang ringan.
2.1.8.2 Imunisasi pasif
Dilakukan dengan memberikan Zoster Imun Globulin (ZIG) dan Zoster
Imun Plasma (ZIP).
Zoster Imun Globulin (ZIG) adalah suatu globulin-gama dengan titer
antibody yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari
infeksi herpes zoster. Dosis Zoster Imuno Globulin (ZIG): 0,6 mL/kg BB
intramuscular diberikan sebanyak 5mL dalam 72 jam setelah kontak. Indikasi
pemberian Zoster Imunoglobulin ialah:
1) Neonatus yang lahir dari ibu menderita varisela 5 hari sebelum partus atau
2 hari setelah melahirkan.
2) Penderita leukemia atau limfoma terinfeksi varisela yang sebelumnya
belum divaksinasi.
3) Penderita HIV atau gangguan imunitas lainnya.
4) Penderita sedang mendapat pengobatan imunosupresan seperti
kortikosteroid.
Tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukimea atau penyakit
keganasan lainnya, pemberian Zoster Imun Globulin (ZIG) tidak menyebabkan
12

pencegahan yang sempurna, lagi pula diperlukan Zoster Imun Globulin (ZIG)
dengan titer yang tinggi dan dalan jumlah yang lebih besar.
Zoster Imun Plasma (ZIP) adalah plasma yang berasal dari penderita yang
baru sembuh dari herpes zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3
mL/kg BB. Pemberian Zoster Imun Plasma (ZIP) dalam 1-7 hari setelah kontak
dengan penderita varisela pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia, atau
penyakit keganasan lainnya mengakibatkan menurunnya insiden varisela dan
merubah perjalanan penyakit varisela menjadi ringan dan dapat mencegah varisela
untuk kedua kalinya.

2.2 Konsep Dasar Poliomielitis


2.2.1 Pengertian
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang
disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan
poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus
ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan
melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).

2.2.2 Etiologi
Penyebab polio adalah virus polio.Virus polio merupakan RNA virus dan
termasuk famili Picornavirus dari genus Enterovirus. Virus polio adalah virus
kecil dengan diameter 20-32 nm, berbentuk spheris dengan struktur utamanya
RNA yang terdiri dari 7.433 nukleotida, tahan pada pH 3-10, sehingga dapat tahan
terhadap asam lambung dan empedu. Virus tidak akan rusak dalam beberapa hari
pada temperatur 20 – 80 C, tahan terhadap gliserol, eter, fenol 1% dan bermacam-
macam detergen, tetapi mati pada suhu 500 – 550 C selama 30 menit, bahan
oksidator, formalin, klorin dan sinar ultraviolet. Selain itu, penyakit ini mudah
berjangkit di lingkungan dengan sanitasi yang buruk, melalui peralatan makan,
bahkan melalui ludah.
Secara serologi virus polio dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:
2.2.2.1 Tipe I Brunhilde
2.2.2.2 Tipe II Lansing dan
2.2.2.3 Tipe III Leoninya
13

Tipe I yang paling sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas, tipe II
kadang-kadang menyebabkan wajah yang sporadic sedang tipe III menyebabkan
epidemic ringan. Di Negara tropis dan sub tropis kebanyakkan disebabkan oleh
tipe II dan III dan virus ini tidak menimbulkan imunitas silang.
Penularan virus terjadi melalui :
1) Secara langsung dari orang ke orang
2) Melalui tinja penderita
3) Melalui percikan ludah penderita
Virus masuk melalui mulut dan hidung,berkembang biak didalam
tenggorokan dan saluran pencernaan,lalu diserap dan disebarkan melalui system
pembuluh darah dan getah bening
Resiko terjadinya Polio:
1) Belum mendapatkan imunisasi
2) Berpergian kedaerah yang masih sering ditemukan polio
3) Usia sangat muda dan usia lanjut
4) Stres atau kelehahan fisik yang luar biasa(karena stress emosi dan fisik
dapat melemahkan system kekebalan tubuh).

2.2.3 Manifestasi Klinis


Poliomyelitis terbagi menjadi empat bagian yaitu:
2.2.3.1 Poliomyelitis asimtomatis
Gejala klinis : setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala
karena daya tahan tubuh cukup baik,maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.
2.2.3.2 Poliomyelitis abortif
Gejala klinisnya berupa panas dan jarang melibihi 39,5 derajat C,sakit
tenggorokkan,sakit kepala,mual,muntah,malaise,dan faring terlihat hiperemi.Dan
gejala ini berlangsung beberapa hari.
2.2.3.3 Poliomyelitis non paralitik
Gejala klinis:hampir sama dengan poliomyelitis abortif,gejala ini timbul
beberapa hari kadang-kadang diikuti masa penyembuhan sementara untuk
kemudian masuk dalam fase kedua dengan demam,nyeri otot. Khas dari bentuk ini
adalah adanya nyeri dan kaku otot belakang leher,tulang tubuh dan anggota gerak.
Dan gejala ini berlangsung dari 2-10 hari.
14

2.2.3.4 Poliomyelitis paralitik


Gejala klinisnya sama seperti poliomyelitis non paralitik.Awalnya berupa
gejala abortif diikuti dengan membaiknya keadaan selama 1-7 hari.kemudian
disusun dengan timbulnya gejala lebih berat disertai dengan tanda-tanda gangguan
saraf yang terjadi pada ekstremitas inferior yang terdapat pada femoris,tibialis
anterior,peronius.sedangkan pada ekstermitas atas biasanya pada biseps dan
triseps.
Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
1) Bentuk spinal,dapat mengenai otot leher,toraks abdomen,diafragma,dan
ekstremitasan
2) Bentuk bulbar,dapat mengenai satu atau lebih saraf cranial,gangguan pusat
pernafasan, termoregulator,dan sirkulasi.
Saraf otak yang terkena :
 Bagian atas (N.III – N.VII) dan biasanya dapat sembuh.
 Bagian bawah (N.IX – N.XIII ) : pasase ludah di faring
terganggu sehingga terjadi pengumpulan air liur,mucus dan dapat
menyebabkan penyumbatan saluran nafas sehingga penderita
memerlukan ventilator.
 Gangguan pusat pernafasan dimana irama nafas menjadi tak teratur
bahkan dapat terjadi gagal nafas.
 Gangguan sirkulasi dapat berupa hipertensi,kegagalan sirkulasi perifer
atau hipotensi
 Gangguan termoregulator yang kadang-kadang terjadi hiperpireksia.
3) Bentuk bulbospinal yang merupakan gejala campuran antara bentukspinal
dan bentuk bulbur.dan gejalanya berupa : kadang ensepalitik,di sertai
dengan delirium,kesadaran menurun,tremor dan kejang.

2.2.4 Patofisiologi
Virus polio masuk melalui mulut dan hidung,berkembang biak di dalam
tenggorokkan dan saluran pencernaan,diserap dan di sebarkan melalui sistem
pembuluh darah dan getah bening.virus ini dapat memasuki aliran darah dan dan
15

mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang


kelumpuhan (paralisis).
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunanan syaraf tertentu.tidak
semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan
sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul
gejala.Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah:medula spinalis terutama
kornu anterior,batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial
serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital,sereblum terutama inti-
inti vermis,otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansi nigra dan
kadang-kadang nucleus rubra.

2.2.5 Jenis Polio


2.2.5.1 Polio non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan
sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika
disentuh.
2.2.5.2 Polio paralisis spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel
tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai.
Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu
penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling
sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini
akan diserap oleh pembuludarah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh
tubuh. Virus Polio menyerang saraf tulang belakang dan syaraf motorik -- yang
mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun,
pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini
biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan
batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat -- menyebar
sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem
saraf pusat, virus akan menghancurkan syaraf motorik. Syaraf motorik tidak
memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak
akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki
menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid
16

paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan
kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut),
disebut quadriplegia.
2.2.5.3 Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga
batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang
mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf
yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang
berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori
yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses
menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan
saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang
mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian.
Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan
meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya
terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim
'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena
kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat 'tenggelam' dalam sekresinya
sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk
menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun
trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan 'paru-paru
besi' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara
menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara
ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru
akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru.
Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia
penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus
hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal
sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio
17

paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi
tubuh yang mendekati normal.

2.2.6 Mekanisme Penyebaran


Virus ditularkan infeksi droplet dari oral-faring (mulut dan tenggorokan)
atau tinja penderita infeksi. Penularan terutama terjadi langsung dari manusia ke
manusia melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut) atau yang agak jarang melalui
oral-oral (dari mulut ke mulut). Fekal-oral berarti minuman atau makanan yang
tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita masuk ke mulut manusia
sehat lainnya. Sementara itu, oral-oral adalah penyebaran dari air liur penderita
yang masuk ke mulut manusia sehat lainnya.
Virus polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap
formaldehide dan larutan chlor. Suhu tinggi cepat mematikan virus, tetapi pada
keadaan beku dapat bertahan bertahun-tahun.
Ketahanan virus di tanah dan air sangat bergantung pada kelembapan suhu
dan mikroba lainnya. Virus itu dapat bertahan lama pada air limbah dan air
permukaan, bahkan hingga berkilo-kilometer dari sumber penularan.
Meski penularan terutama akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari
penderita yang infeksius, virus itu hidup di lingkungan terbatas. Salah satu inang
atau mahluk hidup perantara yang dapat dibuktikan hingga saat ini adalah
manusia.

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


Penyakit polio dapat didiagnosis dengan 3 cara yaitu :
2.2.7.1 Viral Isolation
Poliovirus dapat dideteksi dari faring pada seseorang yang diduga terkena
penyakit polio. Pengisolasian virus diambil dari cairan cerebrospinal adalah
diagnostik yang jarang mendapatkan hasil yang akurat.
Jika poliovirus terisolasi dari seseorang dengan kelumpuhan yang akut, orang
tersebut harus diuji lebih lanjut menggunakan uji oligonucleotide atau pemetaan
genomic untuk menentukan apakah virus polio tersebut bersifat ganas atau lemah.
18

2.2.7.2 Uji Serology


Uji serology dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita.
Jika pada darah ditemukan zat antibody polio maka diagnosis bahwa orang
tersebut terkena polio adalah benar. Akan tetapi zat antibody tersebut tampak
netral dan dapat menjadi aktif pada saat pasien tersebut sakit.
2.2.7.3 Cerebrospinal Fluid ( CSF)
CSF di dalam infeksi poliovirus pada umumnya terdapat peningkatan
jumlah sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm3 terutama adalah sel limfositnya. Dan
kehilangan protein sebanyak 40-50 mg/100 ml.

2.2.8 Penatalaksaan Medis


2.2.8.1 Poliomielitis aboratif
1) Diberikan analgetik dan sedative
2) Diet adekuat
3) Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari,sebaiknya dicegah
aktifitas yang berlebihan selama 2 bulan kemudian diperiksa neurskeletal
secara teliti.
2.2.8.2 Poliomielitis non paralitik
1) Sama seperti aborif
2) Selain diberi analgetika dan sedative dapat dikombinasikan dengan
kompres hangat selama 15 – 30 menit,setiap 2 – 4 jam.
2.2.8.3 Poliomielitis paralitik
1) Perawatan dirumah sakit
2) Istirahat total
3) Selama fase akut kebersihan mulut dijaga
4) Fisioterafi
5) Akupuntur
6) Interferon

Poliomielitis asimtomatis tidak perlu perawatan.


Poliomielitis asimtomatis diatasi dengan istirahat 7 hari jika tidak terdapat gejala
kelainan aktifitas dapat dimulai lagi. Poliomielitis paralitik/non paralitik diatasi
dengan istirahat mutlak paling sedikit 2 minggu perlu pemgawasan yang teliti
karena setiap saat dapat terjadi paralysis pernapasan.
19

1) Fase akut :
- Analgetik untuk rasa nyeri otot.
- Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (papan
penahan pada telapak kaki) agar kaki terletak pada sudut yang sesuai
terhadap tungkai.
- Pada poliomielitis tipe bulbar kadang-kadang reflek menelan terganggu
sehingga dapat timbul bahaya pneumonia aspirasi dalam hal ini kepala
anak harus ditekan lebih rendah dan dimiringkan kesalah satu sisi.
2) Sesudah fase akut :
Kontraktur atropi dan attoni otot dikurangi dengan fisioterafy. Tindakan
ini dilakukan setelah 2 hari demam hilang.
2.2.8.4 Rehabilitasi
Dilakukan dengan beristirahat dan menempatkan pasien ke tempat tidur,
memungkinkan anggota badan yang terkena harus benar-benar nyaman. Jika
organ pernapasan terkena, alat pernapasa terapi fisik mungkin diperlukan. Jika
kelumpuhan atau kelemahan berhubung pernapasan diperlukan perawatan intensif

2.2.9 Komplikasi
Adapun komplikasi dari Poliomyelitis diantaranya :
2.2.9.1 Hiperkalsuria
Yaitu terjadinya dekalsifikasi (kehilangan zat kapur dari tulang atau gigi)
akibat penderita tidak dapat bergerak.
2.2.9.2 Melena
Yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan tinja yang berwarna hitam
ataupun muntah yang berwarna kehitaman karena darah dari saluran cerna yang
menjadi hitam dibawah pengaruh asam klorida lambung dan akibat terjadinya
emosi pada permukaan lambung dapat tunggal atau multiple.
2.2.9.3 Pelebaran lambung akut
Keadaan ini terjadi pada masa akut atau konvalesen (dalam keadaan
pemulihan kesehatan/stadium menuju ke kesembuhan setelah serangan
penyakit/masa penyembuhan) disebabkan gangguan pernafasan.
2.2.9.4 Hipertensi ringan
Keadaan ini terjadi selama fase akibat gangguan pusat vasoregulator
2.2.9.5 Pneumonia
Disebabkan oleh terganggunya refleks batuk dan menurunnya gerakan
pernafasan.
20

2.2.9.6 Ulkus dekubitus dan emboli paru


Dapat terjadi akibat tirah baring yang lama ditempat tidur, sehingga terjadi
pembusukan pada daerah yang tidak ada pergerakan (atrofi otot) sehingga terjadi
kematian sel dan jaringan.

2.2.10 Pencegahan
Upaya pencegahan polio dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1) Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang manfaat pemberian
imunisasi sedini mungkin semasa anak-anak.
2) Pekan Imunisasi Nasional (PIN). Imunisasi dilakukan untuk memberikan
vaksin polio kepada balita. Vaksin polio yang diberikan ada dua jenis
vaksin polio yaitu:
 Vaksin polio oral (OPV) yang ditemukan Albert Sabin. OPV
diberikan ke dalam mulut yang berisi virus polio hidup yang telah
dilemahkan. OPV merangsang pembentukan antibodi baik antibodi di
dalam darah maupun antibodi lokal pada jonjot (vili) usus. OPV dapat
memberikan perlindungan kepada individu sebab jika diberikan
berulang kali, vaksin ini merangsang pembentukan antibodi dalam
darah yang memblokir penyebaran virus ke sistem saraf pusat dan
melindungi seorang anak seumur hidup. Cara memberikannya adalah
dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung kedalam
mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang dicampur dengan
gula manis.
 Vaksin polio yang dinonaktifkan/dimatikan (IPV) yang dikembangkan
Jonas Salk. Vaksin polio ini mengandung virus polio yang telah
dimatikan dan diberikan dengan cara disuntikkan. Baik OPV maupun
IPV kedua-duanya merangsang pembentukan kekebalan intestinal. Di
beberapa negara dikenal pula Tetravaccine yaitu kombinasi DPT dan
polio. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan
BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi Polio Dasar yang
lengkap adalah 4 kali, yaitu saat bayi lahir (Polio-), usia 3 bln (Polio-
1), usia 4 bln (Polio-2) dan usia 5 bln (Polio-3). Dengan lengkap 4 kali
21

dimaksudkan bayi dapat menyusun antibodinya dengan maksimal,


untuk suatu proteksi 5-10 thn. Imunisasi polio diberikan sebanyak
empat kali dengan selang waktu tidak kurang dari satu bulan.
Imunisasi ulangan dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah (5–6
tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 tahun) (Sulianti
Saroso, 2007).
3) Survailance Acute Flaccid Paralysis atau penemuan penderita yang
dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun harus diperiksa
tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan.
4) Melakukan Mopping Up artinya pemberian vaksinasi masal di daerah yang
ditemukan penderita polio terhadap anak usia di bawah 5 tahun tanpa
melihat status imunisasi polio sebelumnya.
5) Peningkatan sanitasi lingkungan dan higiena sanitasi perorangan. Karena
penyebaran virus polio ini melalui tinja, maka masyarakat dihimbau
menjaga kebersihan lebih baik lagi, terutama pada jamban di rumah-rumah
mereka serta selalu melakukan cuci tangan bila akan melakukan sesuatu
pekerjaan seperti makan.
6) Konsumsi makanan yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh seperti
vitamin C.
22

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa Penyakit
varicella adalah suatu penyakit infeksi virus akut dan menular, yang disebabkan
oleh Varicella Zoster Virus (VZV) dan menyerang kulit serta mukosa, ditandai
oleh adanya vesikel-vesikel. Varicella Zoster Virus (VZV), termasuk kelompok
Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut Capsid,
terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan
rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta yang
disusun dari 162 capsomir dan sangat infeksius.

Penyakit Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh


yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang
dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi
saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf
pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).
Penyebab polio adalah virus polio.Virus polio merupakan RNA virus dan
termasuk famili Picornavirus dari genus Enterovirus. Virus polio adalah virus
kecil dengan diameter 20-32 nm, berbentuk spheris dengan struktur utamanya
RNA yang terdiri dari 7.433 nukleotida, tahan pada pH 3-10, sehingga dapat tahan
terhadap asam lambung dan empedu. Virus tidak akan rusak dalam beberapa hari
pada temperatur 20 – 80 C, tahan terhadap gliserol, eter, fenol 1% dan bermacam-
macam detergen, tetapi mati pada suhu 500 – 550 C selama 30 menit, bahan
oksidator, formalin, klorin dan sinar ultraviolet. Selain itu, penyakit ini mudah
berjangkit di lingkungan dengan sanitasi yang buruk, melalui peralatan makan,
bahkan melalui ludah.
23

3.2 Saran
Pencegahan terhadap infeksi varisela zoster virus dapat dilakukan dengan
cara imunisasi vaksin varicella dan untuk pencegahan poliomielitis dengan
pemberian vaksin polio. Vaksin polio diberikan empat kali, yakni saat bayi baru
lahir, kemudian dilanjutkan pada bulan ke 2, 3, dan 4. Dosis penguat (booster)
diberikan saat mencapai usia 18 bulan. Bayi baru lahir diberikan OPV, kemudian
untuk vaksinasi polio berikutnya dapat diberikan IPV maupun OPV. Hanya saja,
setiap anak setidaknya harus mendapat satu dosis IPV.
Hal tersebut diatas merupakan saran yang baik untuk dijalankan bagi tiap
orang untuk menjaga kesehatan terutama terhindar dari penyakit varicella dan
poliomielitis.
24

Daftar Pustaka

Doengoes, Marilynn. E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.EGC : Jakarta.

Tarwoto dan Wartonah. (2000). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta.

Varisela . http://www.aventispasteur.co.id/news.asp?id7

Varisela Klinikku. http://www.klinikku.com/pustaka/medis/integ/varisela-


klinis.html

Cacar Air. http://www.medicastore.com/med/detail_pyk_php?id=&iddtl

Adhi Djuanda (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK
Universitas Indonesia, Jakarta, 1993.

June M. Thomson, et. al. (1986). Clinical Nursing Practice, The C.V. Mosby
Company, Toronto.

Lorden.blospot.com

Você também pode gostar