Você está na página 1de 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia memiliki kekayaan hayati yang beraneka ragam
dan memiliki manfaat bagi kehidupan. Tingginya
keanekaragaman hayati di Indonesia memungkinkan dapat
ditemukannya berbagai jenis senyawa kimia. Beberapa diantara
senyawa kimia telah banyak ditemukan dapat membantu
perkembangan kimia organik bahan alam (Supratman, 2008).
Keanekaragaman hayati Indonesia yang menjadikannya sebagai
lahan utama bagi mereka yang mengembangkan penemuan
berbagai senyawa kimia yang ditemukan di alam. Hal ini
memerlukan penelitian khusus untuk melakukan isolasi senyawa
kimia yang terkandung pada bahan alam tertentu, guna untuk
menambah pengetahuan tentang proses isolasi dan senyawa
kimia. Kandungan senyawa kimia dalam bahan alam tertentu
dapat digunakan dalam bidang kesehatan. Berbagai tumbuhan
dapat dijadikan sebagai sumber obat seperti kelompok sayur-
sayuran, buah-buahan, bumbu dapur dan bunga-bungaan serta
tumbuhan liar (Zacky dalam Isa 2008).
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang
terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal
dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis
tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada
tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan
pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit.
Selanjutnya dalam Meyer’s Conversation Lexicons tahun
1896 dinyatakan bahwa alkaloid terjadi secara karakteristik di
dalam tumbuh-tumbuhan, dan sering dibedakan berdasarkan
kereaktifan fisiologi yang khas. Senyawa ini terdiri atas karbon,
hidrogen, dan nitrogen, sebagian besar diantaranya mengandung
oksigen. Sesuai dengan namanya yang mirip dengan alkali
(bersifat basa) dikarenakan adanya sepasang elektron bebas
yang dimiliki oleh nitrogen sehingga dapat mendonorkan
sepasang elektronnya.
Sejarah alkaloid hampir setua peradaban manusia.
Manusia telah menggunakan obat-obatan yang mengandung
alkaloid dalam minuman, kedokteran, teh, tuan atau tapal, dan
racun selama 4000 tahun. Tidak ada usaha untuk mengisolasi
komponen aktif dari ramuan obat-obatan hingga permulaan abad
ke sembilan belas.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan alkaloid?
b. Bagaimana cara ekstraksi alkaloid?
c. Bagaimana cara pemisahan alkaloid?
d. Bagaimana cara karakterisasi alkaloid?

1.3. Tujuan
a. Mengetahui apa itu alkaloid.
b. Mengetahui cara ekstraksi alkaloid
c. Mengetahui cara pemisahan alkaloid
d. Mengetahui cara karakterisasi alkaloid.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Alkaloid


Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang
terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari
tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis
tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada
tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan
pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit.
Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam
bersifat basa atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena
adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut dalam
struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan dalam dosis kecil
dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan.
Selain itu ada beberapa pengecualian, dimana termasuk golongan
alkaloid tapi atom N (Nitrogen)nya terdapat di dalam rantai lurus
atau alifatis.
Agar lebih dipahami, alkaloid di bagi menjadi beberapa
kelompok menurut atom Nitrogennya. Yaitu; Alkaloid sebenarnya,
protoalkaloid dan pseudoalkaloid. Dan berdasarkan intinya
penyusunnya (basa organiknya) diklasifikasikan menjadi 12
kelompok yaitu; Benzena, Piridina, Piperidina, Kuinolina,
Isokuinolina, Fenantren, Pirolidina Siklo pentano perhidro
fenantren, Imidazol, Indol, Purin dan Tropan.

2.2. Pemurnian Alkaloida


Metode pemurnian dan karakterisasi alkaloid umumnya
mengandalkan sifat kimia alkaloid yang paling penting yaitu
kebasaannya, dan pendekatan khusus harus dikembangkan untuk
beberapa alkaloid (misalnya rutaekarpina, kolkisina, risinina) yang
tidak bersifat basa. Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara
mengekstrasi bahan tumbuhan memakai asam yang
melarutkan alkaloid sebagai garam, atau bahan tumbuhan dapat
dibasakan dengan natrium karbonat dan sebagainya lalu basa
bebas diekstraksi dengan pelarut organik seperti kloroform, eter,
dan sebagainya. Beberapa alkaloid jadian/sintesis dapat terbentuk
jika kita menggunakan pelarut reaktif. Untuk alkaloid yang dapat
menguap seperti nikotina dapat dimurnikan dengan cara
penyulingan uap dari larutan yang dibasakan. Larutan dalam air
yang bersifat asam dan mengandung alkaloid dapat dibasakan
kemudian alkaloid diekstraksi
dengan pelarut organik sehingga senyawa netral dan asam yang
mudah larut dalam air tertinggal dalam air (Padmawinata, 1995).
Garam alkaloid berbeda sifatnya dengan alkaloid bebas. Alkaloid
bebas biasanya tidak larut dalam air (beberapa dari golongan
pseudo dan protoalkaloid larut), tetapi mudah larut dalam pelarut
organik agak polar (seperti benzena, eter, kloroform). Dalam
bentuk garamnya, alkaloid mudah larut dalam pelarut organik polar
(Cordell, 1981).
Hingga kini belum ada pendefinisian tunggal dan
penggolongan yang jelas dari alkaloid. Dalam bukunya, Matsjeh
(2002) menerangkan beberapa klasifikasi alkaloid, diantaranya
yaitu berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam struktur alkaloid
dan berdasarkan asal mula kejadiannya (biosintesis) dan
hubungannya dengan asam amino. Berdasarkan lokasi atom
nitrogen di dalam struktur alkaloid, alkaloid dapat dibagi atas 5
golongan:

1. Alkaloid heterosiklis
2. Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis
3. Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina
4. Alkaloid peptida
5. Alkaloid terpena
Dari lima golongan di atas, alkaloid heterosiklis adalah yang
terbesar dan yang terkecil adalah alkaloid putressina, spermidina,
dan spermina. Ini dapat dilihat dari jumlah anggota dari masing-
masing golongan seperti diterangkan di bawah ini:
1. Alkaloid heterosiklis

Alkaloid heterosiklis merupakan alkaloid dengan atom nitrogennya


terdapatdalam cincin heterosiklis. Alkaloid hetrosiklis dibagi menjadi:

a. Alkaloid pirolidin
b. Alkaloid indol
c. Alkaloid piperidin
d. Alkaloid piridin
e. Alkaloid tropan dan basa yang berhubungan
f. Alkaloid histamin, imidazol dan guanidin
g. Alkaloid isokuinolin
h. Alkaloid kuinolin
i. Alkaloid akridin
j. Alkaloid kuinazolin
k. Alkaloid izidin

2. Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis


a) Eritrofleum
b) Fenilalkilamina
c) Kapsaisin
d) Alkaloid dari jenis kolkina

3. Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina


4. Alkaloid peptida
5. Alkaloid terpena dan steroid

Sedangkan berdasarkan asal mulanya (biogenesis) dan


hubungannya dengan asam amino, alkaloid dibagi menjadi tiga kelas,
yaitu: (1) Truealkaloid, (2) Proto alkaloid, dan (3) Pseudo alkaloid. Ciri-
ciri dari ketiga kelas alkaloid adalah sebagai berikut:

1) True alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; toksik, perbedaan keaktifan
fisiologis yang besar, basa, biasanya mengandung atom
nitrogen di dalam cincin heterosiklis, turunan asam amino,
distribusinya terbatas dan biasanya terbentuk di dalam
tumbuhan sebagai garam dari asam organik. Tetapi ada
beberapa alkaloid ini yang tidak bersifat basa, tidak
mempunyai cincin heterosiklis dan termasuk alkaloid
kuartener yang lebih condong bersifat asam. Contoh dari
alkaloid ini adalah koridin dan serotonin.
2) Proto alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri mempunyai struktur amina
yang sederhana, di mana atom nitrogen dari asam aminonya
tidak berada di dalam cincin heterosiklis, biosintesis berasal
dari asam amino dan basa, istilah biologycal amine sering
digunakan untuk alkaloid ini. Contoh dari alkaloid ini adalah
meskalina dan efedrina.
3) Pseudo alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; tidak diturunkan dari asam
amino dan umumnya bersifat basa. Contohnya adalah
kafeina.

3.1 Ekstrasi Alkaloid

1. ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID DARI


DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL)
Nilda Apriyati Tengo, Nurhayati Bialangi, Nita Suleman
Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA
Universitas Negeri Gorontalo

Ekstraksi
Pada tahap ekstraksi sampel berupa serbuk halus daun alpukat
diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol. Tahap
Maserasi dilakukan selama 4 x 24 jam, setiap 24 jam dilakukan
penyaringan dan dimaserasi kembali dengan memakai metanol yang
baru. Maserat yang diperoleh disatukan dan dievaporasi pada suhu 30-
400C dengan menggunakan alat penguap vakum dan diperoleh ekstrak
kental metanol.
Tahap selanjutnya, ekstrak kental metanol disuspensi dengan
metanol-air dan dipartisi dengan pelarut n-heksan, diperoleh fraksi n-
heksan dan fraksi air. Fraksi n-heksan dievaporasi menghasilkan
ekstrak n-heksan. Fraksi air dipartisi dengan pelarut etil asetat diperoleh
fraksi air dan fraksi etil asetat. Hasil Partisi dari fraksi-fraksi dievaporasi
pada suhu 30-40°C sampai diperoleh ekstrak air dan ekstrak etil asetat.
Masing-masing ekstrak diuji fitokimia.

Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia
yang terdapat didalam sampel tumbuhan tersebut dengan
menggunakan modifikasi metode Farnsworth (Sermakkani dan V.
Thangapandian 2010). Daun alpukat diuji fitokimia untuk melihat
kandungan metabolit sekunder. Uji Fitokimia meliputi uji flavonoid, uji
alkaloid, uji steroid, terpenoid dan saponin.
a. Uji Flavonoid
Ekstrak kental metanol 0,1 gr diencerkan dengan menggunakan
metanol 10 mL dan dibagi menjadi 4 tabung reaksi yang berbeda.
Tabung pertama sebagai kontrol, tabung kedua ditambahkan
lempengan Mg dan larutan HCl pekat, tabung ketiga ditambahkan
H2SO4 pekat, tabung keempat ditambahkan NaOH pekat. Hasil uji
positif flavonoid jika terjadi perubahan warna larutan (Harbone, 1987).
Pada jurnal didapatkan hasil positif dari ekstrak etil asetat dan n-heksan
hasil dari fraksinasi menunjukkan positif Flavonoida.
b. Uji Alkaloid
Ekstrak kental metanol sebanyak 0,1 gr dilarutkan dengan 10 mL
kloroform amoniak lalu hasilnya dibagi menjadi dua bagian yang sama.
Untuk bagian pertama ditambahkan asam sulfat (H2SO4) 2 N
perbandingan volumenya sama. Lapisan asam diambil dan dibagi
menjadi tiga bagian dan dilakukan pengujian menggunakan pereaksi
fitokimia yaitu pereaksi Mayer, pereaksi Dragendroff, dan pereaksi
Wagner. Untuk bagian kedua diuji menggunakan pereaksi Hager. Hasil
uji positif mangandung alkaloid jika terbentuk endapan. Ekstrak etil-
asetat dan ekstrak n-hexan menunjukkan hasil positif karena ada
endapan hijau diperkirakan ini ialah kompleks kalium-alkaloid.
c. Uji Steroid, terpenoid, Saponin
Ekstrak kental metanol 0,1 g, dilarutkan dalam 10 mL dietil eter. Bagian
ekstrak yang larut dalam dietil eter diberi perlakuan uji dengan
menggunakan pereaksi Lieberman Bauchard (asam asetat anhidrida :
asam sulfat pekat). Terbentuknya warna hijau kebiruan menunjukkan
adanya steroid, sedangkan warna merah kecoklatan menunjukan uji ini
positif mengandung terpenoid. Bagian yang tidak larut dalam dietil eter,
diuji dengan cara menambahkan aquadest panas sebanyak 2 mL. Hasil
menunjukkan adanya saponin, jika setelah penambahan aquadest
panas terbentuk buih/busa yang stabil (15 menit setelah penambahan
aquadest panas). Filtrat yang berada dibagian bawah buih/busa di ambil
lalu ditambahkan HCl pekat, dilakukan proses penguapan hingga kering
dan terbentuk kerak. Dilanjutkan dengan uji menggunakan pereaksi
Liebarman Bauchard. Jika terdapat warna hijau kebiruan menunjukkan
adanya kandungan senyawa steroid. Untuk pembentukan warna merah
kecoklatan menunjukan adanya senyawa terpenoid. Dalam jurnal tidak
mendapatkan hasil positif pada uji ini.

2. ISOLASI SENYAWA ALKALOID DARI EKSTRAK METANOL


DAUN TUMBUHAN JAMBU KELING
Philippus H Siregar
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Sebelum diekstraksi dilakukan destruksi terlebih dahulu,


destruksi sendiri adalah perlakuan untuk melarutkan atau mengubah
sampel menjadi bentuk marteri yang dapat diukur sehingga kandungan
berupa unsur-unsur di dalamnya dapat dianalisis.
Dekstruksi: Daun Jambu keeling didestruksi basah dengan HCL dalam
methanol lalu kemudian dinetralisasi dengan penambahan basa NH4OH
dan terjadi padatan berupa endapan
Ekstraksi: Endapan dikeringkan dan diektraksi dan direndam dalam
khloroform dan dipekatkan dengan alat rota-evaporator.

3. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID DARI DAUN


TUMBUHAN SENGUGU (Clerodendron serratum Spreng)
Ita Emilia
Dosen Jurusan Biologi FMIPA Universitas PGRI Palembang
Ekstraksi dilakukan secara sinambung menggunakan alat soxlet
dengan kepolaran pelarut bertingkat yaitu dengan pelarut n-heksan, etil
asetat dan metanol sehingga diperoleh ekstrak cair dari ketiga pelarut.
Berdasarkan hasil ekstraksi secara sinambung dengan menggunakan
alat soxhlet menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol
terhadap daun senggugu (Clerodendron seratum), didapatkan berat
masing-masing ekstrak pada tabel:

Dari hasil penelitian didapatkan hasil ekstraksi daun senggugu


sebanyak 120 gr diperoleh ekstrak nheksan sebanyak 16 gr (13.3%),
ekstrak etil asetat 16 gr (13.3%), dan Ekstrak metanol 62 gr (51.6%),
pelarut-pelarut yang digunakan mempunyai kemampuan untuk menarik
senyawa yang terdapat dalam simplisia secara berbeda-berbeda.
Pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar, pelarut
semi polar akan melarutkan senyawa semi polar dan pelarut polar akan
melarutkan senyawa polar. Dari hasil ekstraksi, terdapat perbedaan
berat yang dihasilkan dari masing-masing ekstrak. Di dalam ekstrak
kemungkinan terdapat senyawa dari golongan senyawa kimia yang
berbeda-beda sesuai kepolaranya.

4. ISOLASI, IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID TOTAL DAUN


TEMPUYUNG (Sonchus arvensis Linn) DAN UJI SITOTOKSIK
DENGAN METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)
Yazid Murtadlo, Dra. Dewi Kusrini, M.Si, Dra. Enny Fachriyah,
M.Si
Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas
Diponegoro
Jalan Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang 50275, Telepon (024)
7474754

Ekstraksi: Ekstrak etanol daun tempuyung mengandung alkaloid dan


flavonoid (Wadekar, J., Sawant, R., dkk.,2012). Akar tempuyung
mengandung senyawa alkaloid total sebanyak 0,5 % (Anonim, 2011)

Isolasi Alkaloid Total: Serbuk daun tempuyung kering 650 g


dimaserasi dengan pelarut etanol 96% selama 24 jam. Kemudian
dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental
dan ditambahkan asam asetat 10% hingga suasana menjadi asam.
Ekstrak larutan asam ini selanjutnya diekstraksi dengan etil asetat
sehingga diperoleh dua lapisan, lapisan etil asetat dan lapisan asam. Ke
dalam lapisan asam kemudian ditambahkan ammonium hidroksida
pekat sampai suasana basa, dilanjutkan ekstraksi dengan etil asetat
kembali. Dari perlakuan ini diperoleh lapisan basa dan lapisan etil
asetat. Lapisan etil asetat inilah yang mengandung senyawa alkaloid
total. Daun tempuyung yang sudah kering di potong dan dihaluskan
menggunakan blender untuk memperluas permukaan pada saat
maserasi. Sehingga senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada
daun dapat teisolasi dengan baik. Sebanyak 650 gram daun tempuyung
yang sudah halus di maserasi menggunakan pelarut etanol. Isolat yang
didapatkan kemudian diuapkan pelarutnya menggunakan rotary
evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh
sebanyak 8 garam. Kemudian dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui
senyawa yang terkandung pada ekstrak daun tempuyung. Hasil uji
fitokimia memberikan uji positif terhadap senyawa alkaloid, flavonoid,
saponin dan negatif terhadap senyawa saponin, fenolik, terpenoid dan
steroid.

3.2 Fraksinasi Alkaloid


1. ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID DARI
DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL)

Pemisahan Uji Alkaloid, Steroid, Saponin,Terpenoid:


Ekstrak metanol yang akan dipisahkan, terlebih dahulu dianalisis
menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) untuk mencari eluen yang
sesuai, sebagai fasa gerak pada pemisahan kromatografi kolom.
Selanjutnya ekstrak metanol sebanyak 4 gr dipisahkan dengan
kromatografi kolom dengan fase diam silika gel GF60 dan dieluasi
berturut-turut menggunakan pelarut organik seperti n-heksan, methanol,
etil asetat dengan perbandingan tertentu. Fraksi-fraksi yang diperoleh
dari tahapan kromatografi kolom dilakukan proses kromatografi lapis
tipis kembali untuk mengabungkan fraksi-fraksi yang sama harga Rf-
nya. Pola noda akan terbentuk pada setiap fraksi. Jika isolat tetap
menunjukan pola noda tunggal, maka isolat telah murni.
Anilisis dengan KLT ini, fasa diam yang digunakan berupa silika
gel (70-220 Mesh) dan fasa gerak n-heksan : etil asetat dan etil asetat :
metanol secara bergradien. Tahap kromatografi kolom menghasilkan
220 fraksi dan dilakukan KLT. Didapatkan hasil penggabungan yang
memiliki harga Rf-nya yang terdiri dari N1 – N17 mendapatkan isolat
murni. Pemilihan fraksi N12 untuk di pisahkan mempertimbangkan
beberapa hal yaitu berat fraksi, pola noda hasil KLT dan fraksi ini
menghasilkan kristal jarum berwarna hijau. Tahap pemisahan
kromatografi kolom fraksi N12 dengan berat 0,07 gr didapatkan 83
fraksi. Proses Kromatografi kolom kedua ini dielusi secara bergradien
10 % dengan eluen n-heksan : etil asetat dan etil asetat : metanol. Dari
83 fraksi ini di KLT dan dihitung nilai Rf dari setiap fraksi. Berdasarkan
hasil kromatografi kolom kedua ini, fraksi 7 menghasilkan kristal jarum.
Hasil Kromatografi lapis tipis terhadap fraksi ini menunjukkan pola noda
tunggal pada eluen n-heksan : etil asetat. Fraksi 7 yang berbentuk
kristal jarum berwarna hijau dipisahkan kembali untuk memperoleh
isolat murni dengan manggunakan kromatografi lapis tipis berbagai
eluen.

Pemisahan Uji Fitokimia:


Ekstrak kental metanol dikromatografi lapis tipis dengan
menggunakan perbandingan eluen tertentu. Tahapan Kromatografi lapis
tipis merupakan langkah awal mencari eluen yang cocok untuk
digunakan pada pemisahan kromatografi kolom. Kromatografi lapis tipis
adalah kromatografi serapan yang fasa diamnya berupa zat padat yang
disebut adsorben (penyerap) dan fasa gerak berupa zat cair (Gritter,
1991). Setelah diperoleh eluen yang cocok, ekstrak kental metanol
dipisahkan dengan kromatografi kolom.
Ekstrak Kental metanol dilakukan pemisahan dengan cara
kromatografi kolom gravitasi dengan menggunakan fasa diam berupa
silika gel (70-220 Mesh) dan fasa gerak n-heksan : etil asetat dan etil
asetat : metanol secara bergradien. Tahap kromatografi kolom
menghasilkan 220 fraksi dan fraksi yang diperoleh dari kolom ini
dilakukan kromatografi lapis tipis. KLT ini dilakukan untuk
menggabungkan fraksi-fraksi yang mempunyai nilai Rf yang sama. Hasil
Penggabungan fraksi terdiri dari N1 – N17. Dari hasil penggabungan
fraksi, fraksi N12 dipilih untuk dipisahkan lagi menggunakan
kromatografi kolom gravitasi. Tujuan dilakukan pemisahan kromatografi
kolom kedua ini untuk mendapatkan isolat murni. Pemilihan fraksi N12
untuk di pisahkan mempertimbangkan beberapa hal yaitu berat fraksi,
pola noda hasil kromatografi lapis tipis dan fraksi ini menghasilkan
kristal jarum berwarna hijau
Tahap pemisahan kromatografi kolom fraksi N12 dengan berat
0,07 gr menghasilkan 83 fraksi. Proses Kromatografi kolom kedua ini
dielusi secara bergradien 10 % dengan eluen n-heksan : etil asetat dan
etil asetat : metanol. Dari 83 fraksi ini di KLT dan dihitung nilai R f dari
setiap fraksi. Berdasarkan hasil kromatografi kolom kedua ini, fraksi 7
menghasilkan kristal jarum. Hasil Kromatografi lapis tipis terhadap fraksi
ini menunjukkan pola noda tunggal pada eluen n-heksan : etil asetat.
Fraksi 7 yang berbentuk kristal jarum berwarna hijau dipisahkan kembali
untuk memperoleh isolat murni dengan manggunakan kromatografi lapis
tipis berbagai eluen.

2. ISOLASI SENYAWA ALKALOID DARI EKSTRAK METANOL


DAUN TUMBUHAN JAMBU KELING
Pemisahan Alkaloid: Daun jambu Keling (Eugenia cumini (L.)
Druce)
Ekstrak pekat khloroform sebanyak 2g di lakukan pemisahan
dengan cara khromatografi kolom. Menggunakan fasa diam silika gel 60
sebanyak 60 gram. Fasa gerak khloroform : metanol dengan menaikkan
kepolaran bertingkat. Fraksi yang keluar kolom khromatografi ditampung
menggunakan vial serta dimonitor dengan khromatografi lapis tipis.
Fraksi dengan Rf yang sama dan positip dengan pereaksi Mayer yang
ditandai dengan munculnya warna putih, digabung. Selanjutnya,
diuapkan pelarutnya. Kemudian fraksi ini direkristalisasi untuk
memperoleh kristal murni. Dari hasil destruksi dan netralisasi didapat
padatan lalu pemisahan dengam pemurnian serbuk Daun jambu Keling
(Eugenia cumini (L.) Druce) diperoleh kristal berwarna kuning dengan
titik leleh 293⁰C-295⁰C.
3. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID DARI DAUN
TUMBUHAN SENGUGU (Clerodendron serratum Spreng)

Fraksinasi (pemisahan) Metanol dari Senyawa Alkaloida


Ekstrak aktif difraksinasi (dilakukan pemisahan) dengan metode
kromatografi cair vakum (KCV) dengan penyerapan silika gel. Fase
gerak menggunakan larutan n-heksana 100%, n-heksana 80%, n-
heksana 60%, n-heksana 40%, n-heksana 20%, etil asetat 100%, etil
asetat 80%, etil asetat 60%, etil asetat 40%, etil asetat 20%, dan
methanol 100%. Masing-masing persentase diberikan volume larutan
sebanyak 100 ml. Fraksi yang aktif diuji secara bioautografi dan diisolasi
senyawa aktifnya (Picman et al. 1998 dalam Salni 2003).

4. ISOLASI, IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID TOTAL DAUN


TEMPUYUNG (Sonchus arvensis Linn) DAN UJI SITOTOKSIK
DENGAN METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)

Isolasi Alkaloid Total :


Serbuk daun tempuyung kering 650 g dimaserasi dengan pelarut
etanol 96% selama 24 jam. Kemudian dipekatkan dengan rotary
evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental dan ditambahkan asam
asetat 10% hingga suasana menjadi asam. Ekstrak larutan asam ini
selanjutnya diekstraksi dengan etil asetat sehingga diperoleh dua
lapisan, lapisan etil asetat dan lapisan asam. Ke dalam lapisan asam
kemudian ditambahkan ammonium hidroksida pekat sampai suasana
basa, dilanjutkan ekstraksi dengan etil asetat kembali. Dari perlakuan ini
diperoleh lapisan basa dan lapisan etil asetat. Lapisan etil asetat inilah
yang mengandung senyawa alkaloid total.

Pemisahan Alkaloid Total :


Isolat alkaloid diidentifikasi dengan pereaksi Dragendorrf. Setelah
itu dianalisis menggunakan kromatografi lapis tipis untuk mencari eluen
yang cocok untuk mengisolasi alkaloid murni dengan KLT preparatif dan
untuk mengetahui jumlah komponen yang ada pada isolate alkaloid
total. Fase gerak KLT menggunakan eluen etil asetat : etanol : n-heksan
(2:1:30), sedangkan fase diamnya menggunakan silica gel 60GF254.

3.3 Karakterisasi Alkaloid


1. ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID DARI
DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL)

Karakterisasi Senyawa Isolasi: Karakterisasi dari senyawa hasil


isolasi dapat dilakukan dengan menggunakan analisis spektrofotometer
Infra Red (IR) dan spektrofotometer UV-Vis.

Spektrofotometer Infra Red (IR):


Berdasarkan analisis spektrum infra red (IR) dari isolat fraksi 7,
kemungkinan terdapat beberapa gugus fungsi seperti gugus fungsi N-H
pada daerah serapan bilangan gelombang 3311,55 cm -1emiliki intensitas
kuat. Adanya pita tajam dengan intensitas kuat mengindikasikan
keberadaan uluran gugus C-H pada serapan bilangan gelombang
2921,96 cm-1 dan 2850,59 cm-1 dan dapat didukung oleh adanya C-H
alifatik (tekuk) dengan bilangan gelombang 1467,73 cm -1 dan 1433,01
cm-1. Berikut ini spektrum Infrared dari fraksi 7 yang disajikan dalam
gambar 1.
Regangan C=C muncul didaerah bilangan gelombang 1506,30
-1
cm . Regang Gugus C=O (keton) intensitas kuat muncul pada daerah
serapan bilangan gelombang 1641,31 cm-1 dan diperkuat oleh gugus
C=O lainnya yang ditemukan di daerah serapan bilangan gelombang
1735,81 cm-1. Gugus C-N regang ditemukan pada daerah serapan
1130,21 cm-1; 1068,49 cm-1; 1012,56 cm-1. Gugus ini memiliki intensitas
kuat dan pita tajam. Gugus C-N lainnnya dengan intensitas lemah
berada didaerah serapan bilangan gelombang 1240,14 cm -1 dan
1176,50 cm-1. Hal ini diperkuat dengan adanya gugus N-C=O pada
serapan 580,53 cm-1. Gugus C-H aromatik berada di serapan

gelombang 910,34 cm-1, 846,69 cm-1 dan 719,40 cm-1.


Gambar 1: Spektrum Infra Red dari Isolat

Interpretasi data spektrum infra red (IR) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1: Interpretasi data Infra Red (IR) isolat Fraksi 7

Bilangan Gelombang (cm-1)


No Alkaloid Pustak Bentuk Intensitas Kemungkinan
Isolat ** „ a * dan Pita Gugus
1. 3311,5 3425,3 “3300-3500” Tajam Kuat Fungsi-N-H
Regang
5
2. 2921,9 2927,7 2700-3000” Tajam Kuat Regan
6 C-H
3. 1735,8 1658,7 1650-1900” Lebar Lemah Regang C=O
4. 1
1641,3 1562,2 1540- Tajam Kuat Tekuk C=O
5. 1506,3
1 1500-1675”
1870* Lebar Lemah Regang C=C
6. 0
1467,7 Tajam Kuat Tekuk
1423,4 1300-
3 1475” C-H Alifatik
7. 1433,0
1369,3 Tajam Kuat Tekuk C-H
1309,6 1300-
7 # 1475”
8. 1240,1 Lebar Lemah Regang C-N
4 1112,9# 1020-
1250*
9. 1130,2 1110,9 Tajam Kuat Regang C-N
1 1020-
1068,4 1250*
9
1012,5
6

10. 910,34 Tajam Kuat Tekuk C-H


846,69 Aromatik
719,40
- 650-1000”

1 580,53 621,9 570-630* Tajam lemah -N-C=O


1.
Ket : ** Jurnal Santi (2010), * Silverstein, dkk (1984) dan “ Creswell,
dkk (2005)
# Skripsi Yusuf (2011)
Spektrofotometer UV-Vis: Hasil spektrum spektrofotometer UV-Vis
isolat fraksi 7 memberikan serapan pada panjang gelombang 238,5
nm dengan absorbansi 0,405. Serapan panjang gelombang 238,5 nm
diakibatkan oleh adanya transisi elektron n  π* dan nσ*. Dugaan
ini diperkuat oleh interpretasi data IR yang menghasilkan gugus C=O
dan N-H yang memiliki elektron sunyi. Senyawa yang mengalami
transisi elektron nσ* disebabkan oleh adanya kromofor yang tidak
terkonjugasi yang dapat mengabsorbsi cahaya pada panjang
gelombang sekitar 200 nm. Sedangkan untuk senyawa yang memiliki
transisi nπ* dapat menunjukkan adanya gugus N-H dan
mengabsorbsi didaerah ultraviolet kuarsa (200-400 nm) Penyebab
terjadinya transisi elektron nσ* dan nπ* adalah kromofor.
Kromofor adalah suatu gugus atom yang menyebabkan terjadinya
absorbsi cahaya. Transisi nσ* memerlukan energi terbesar dan
memiliki panjang gelombang berbanding terbalik dengan energy

(Creswell dkk,2005). Sedangkan untuk transisi nπ* meliputi transisi


elektron-elektron tak berikatan ke orbital anti ikatan (π*).Serapan ini
terjadi pada panjang gelombang cahaya yang besar dan intensitasnya
rendah (Sastroamidjojo,2001). Berikut ini spektrum UV-Vis dari isolate
Fraksi 7:
Gambar 2. Spektrum UV-Vis dari Isolat Fraksi 7
SIMPULAN: Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh
kesimpulan bahwa isolat fraksi 7 dari daun alpukat (Persea Americana
Mill) yang ada dalam ekstrak kental metanol diduga merupakan
senyawa alkaloid aromatik. Senyawa alkaloid aromatik memiliki
karakteristik: N-H (3311,55 cm-1), C-H alifatik (2921,96 cm-1), C-N
(1130,21 cm-1), C=O (1735,81 cm-1), C-H aromatik, gugus N-C=O
(580,53 cm-1), dan didukung oleh data spektrofotometer UV-Vis dengan
serapan panjang gelombang 238,5 nm serta hasil dari transisi elektron
nπ* dan nσ* yang mengindikasikan adanya gugus C=O dan gugus
N-H.

2. ISOLASI SENYAWA ALKALOID DARI EKSTRAK METANOL DAUN


TUMBUHAN JAMBU KELING

Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi: Terhadap kristal hasil isolasi


dilakukan analisis Spektroskopi IR, 1H- NMR dan 13C-NMR dan
penentuan titik leleh untuk menentukan senyawa hasil isolasi.

Hasil Dan Pembahasan:


Gambar 1. FTIR Isolasi Daun Jambu

Dari hasil destruksi dan netralisasi dan didapat padatan lalu pemisahan
dan pemurnian serbuk daun jambu Keling (Eugenia cumini (L.) Druce)
diperoleh kristal berwarna kuning dengan titik leleh 293°C – 295°C.
Analisa Spektrum IR (Gambar 1). Pada daerah paling utama dari
senyawa alkaloid munculnya bilangan gelombang 1635,78 cm -1 dengan
puncak tajam menunjukkan serapan kharakteristik N-C=C dari
rentangan -C=C atau vinil serta bilangan 1541,26 –1508,47 cm -1 dengan
puncak lemah menunjukkan serapan kharakteristik –NH 3, NH2 dari –
NH+ sedangkan pada bilangan gelombang 3443,25 cm -1 dengan puncak
melebar menunjukkan adanya vibrasi O-H dengan puncak tajam
menunjukkan vibrasi C=O pada bilangan gelombang 2959,07 cm -1.

Analisa spektrum 1H-NMR (Gambar 2) terlihat adanya pergeseran kimia


1,18 – 1,28 ppm multiplet –CH 3, pergeseran kimia pada daerah 1,97 –
2,07 ppm terdapat puncak kuartet ini menunjukkan adanya proton dari
karbon CH3 –(C=C) pergeseran kimia 3,29 –5,41 ppm merupakan
puncak multiplet ini menunjukkan proton yang terikat pada atom N,
H(N)-aromatis dan juga pada 6,14 ppm adanya atom N yang terjadi
pada senyawa alkaloid.

3. ISOLASI, IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID TOTAL DAUN


TEMPUYUNG (Sonchus arvensis Linn) DAN UJI SITOTOKSIK
DENGAN METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)

Gambar II. (A), (B) Hasil KLT dengan berbagai campuran eluen (C)
KLT dua dimensi pada lampu UV λ365 nm

Pada gambar II menunjukan isolat yang dihasilkan sudah murni.


Hal ini dapat dilihat dari hasil KLT dengan berbagai campuran eluen (A)
n-heksan : etil asetat : etanol (30:2:1), (B) kloroform : aseton : methanol
(20:3:2), dan KLT dua dimensi dengan eluen (1) n-heksan : etil asetat :
etanol (30:2:1), (2) kloroform : aseton : methanol (20:3:2) pada lampu
UV λ365 nm menghasilkan noda tunggal yang berwarna biru.
Isolat alkaloid murni kemudian dianalisis menggunakn
spektrofotometer UV-Vis, FTIR, dan LC-MS. Hasil analisis
menggunakan spektrofotometer UV-Vis didapatkan serapan pada
panjang gelombang 225 nm, 253 nm, 352 nm merupakan serapan dari
ikatan terkonjugasi dan merupakan serapan alkaloid yang mempunyai
kerangka dasar isokuinolin, menurut cordrell (1981) alkaloid yang
mengandung kerangka dasar isokuinolin mempunyai panjang
gelombang pada daerah 230 nm, 266 nm, 351 nm. Hasil
spektrofotometer UV-Vis dapat dilihat pada gambar III sebagai berikut:

Gambar III Spektra UV-Vis isolat alkaloid daun tempuyung

Hasil analisis menggunakan spektrofotometer FTIR memberikan


bilangan gelombang sebesar 3448,72 cm -1 (vibrasi ulur OH), 1627,92
cm-1 (vibrasi ulur C=N) yang diperkuat dengan serapan 1103,28 cm -1
(vibrasi tekuk C-N yang simetri dengan vibrasi ulur C-O), 2924,09 cm -1
dan 2854,65 cm-1 (vibrasi ulur C-H alifatik), 1472,67 cm -1 dan 1347,4 cm-
1
(gugus C-H), 1720,50 cm-1 (vibrasi ulur C=O), 1650,92 cm-1 (vibrasi
ulur C=C terkonjugasi), 794,67 cm -1 (C-H alifatik keluar bidang). Hasil
spektrofotometer FTIR dapat dilihat pada gambar IV.
Gambar IV. Spektogram FTIR isolatalkaloid daun tempuyung

Hasil analisis menggunakan LC-MS menunjukan adanya tiga


puncak, ini berarti isolat belum murni. Pada T 2,6 menghasilkan
spektogram MS alkaloid daun tempuyung dengan berat molekul
sebesar 444 g/mol. Hasil spektrofotometer LC-MS dapat dilihat pada
gambar V sebagai berikut:
Gambar V. Spektrogram LC-MS isolatalkaloid daun tempuyung

Berdasarkan hasil analisis menggunakan spektrofotometer UV-


Vis, FTIR dan LC-MS dapat diketahui suatu senyawa alkaloid yang
terkandung dalam daun tempuyung termasuk alkaloid dengan
keranangka dasar isokuinolin yang mempunyai panjang gelombang
225nm, 253 nm, 352 nm, memiliki gugus fungsi C=N, O-H, C-O, C=C
terkonjugasi, C=O, CH2, CH3 dan berat molekul senyawa sebesar
444,84 g/mol. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui
bentuk struktur dari senyawa alkaloid ini.
Hasil uji aktifitas sitotoksik daun tempuyung menggunakan
metode BSLT diperoleh harga LC50 dari ekstrak etanol dan isolat
alkaloid total masing-masing sebesar 61,410 ppm dan 523,634 ppm. Ini
berarti bahwa ekstrak etanol bersifat sedikit toksik dan isolat alkaloid
total bersifat tidak toksik.
Tabel 1. Hasil Uji Sitotoksik

B. Biosintesis Alkaloid

Biosintesis alkaloid mula-mula didasarkan pada hasil analisa terhadap


ciri struktur tertentu yeng sama-sama terdapat dalam berbagai molekul alkaloid.
Alkaloid aromatik mempunyai satu unit struktur yaitu ß-ariletilamina. Alkaloid-
alkaloid tertentu dari jenis 1- benzilisokuinolin seperti laudonosin mengandung
dua unit ß-ariletilamina yang saling berkondensasi. Kondensasi antara dua unit
ß-ariletilamina tidak lain adalah reaksi kondensasi Mannich. Dengan reaksi
sebagai berikut: (CH3)2NH + HCHO + CH3COCH3(CH3)2NCH2CH2COCH3 +
H2O. Menurut reaksi ini, suatu aldehid berkondensasi dengan suatu amina
menghasilkan suatu ikatan karbon-nitrogan dalam bentuk imina atau garam
iminium, diikuti oleh serangan suatu atom karbon nukleofilik ini dapat berupa
suatu enol atau fenol.
Dari percobaan menunjukkan bahwa ß-ariletilamina berasal dari asam-
asam amino fenil alanin dan tirosin yang dapat mengalami dekarboksilasi
menghasilkan amina. Asam-asam aminom ini, dapat menyingkirkan gugus-
gugus amini (deaminasi oksidatif) diikuti oleh dekarboksilasi menghasilkan
aldehid. Kedua hasil transformasi ini yaitu amina dan aldehid melakukan
kondensasi Mannich. Disamping reaksi-reaksi dasar ini, biosintesa alkaloida
melibatkan reaksi-reaksi sekunder yang menyebabkab terbentuknya berbagai
jenis struktur alkaloida. Salah satu dari reaksi sekunder ini yang terpenting
adalah reaksi rangkap oksidatif fenol pada posisi orto atau para dari gugus
fenol. Reaksi ini berlangsung dengan mekanisme radikal bebas.
Reaksi-reaksi sekunder lain seperti metilasi dari atom oksigen
menghasilkan gugus metoksil dan metilasi nitrogen menghasilkan gugus N-
metil ataupun oksidasi dari gugus amina. Keragaman struktur alkaloid
disebabkan oleh keterlibatan fragmen-fragmen kecil yang berasal dari jalur
mevalonat, fenilpropanoid dan poliasetat.
Adapun salah satu contohnya adalah pembentukan alkaloid oleh tirosin.
Tirosin merupakan produk awal dari sebagian besar golongan alkaloid. Produk
pertama yang penting adalah antara dopamin yang merupakan produk awal dari
pembentukan senyawa dari berberine, papaverine dan juga morfin.
o Sintesis Benzylisoquinolin, Dimulai Dengan Dua Molekul Tirosin

 Cincin Tirosin Mengalami Kondensasi dan Membentuk Struktur Dasar Dari


Morfin

Biosintesis
Prekursor Biologi alkaloid kebanyakan asam amino , seperti ornithine ,
lisin , fenilalanin , tirosin , triptofan , histidin , asam aspartat , dan asam
antranilat . Asam nikotinat dapat disintesis dari triptofan atau asam aspartat.
Cara biosintesis alkaloid terlalu banyak dan tidak dapat dengan mudah
diklasifikasikan. Namun, ada reaksi yang khas yang terlibat dalam biosintesis
berbagai kelas alkaloid, termasuk sintesis basa Schiff dan reaksi Mannich .
Sintesis basa Schiff
Artikel utama: basis Schiff
Basa Schiff dapat diperoleh dengan mereaksikan amina dengan keton
atau aldehida. Reaksi-reaksi adalah metode umum memproduksi C = N
obligasi.

Dalam biosintesis alkaloid, reaksi tersebut dapat berlangsung dalam


molekul, seperti dalam sintesis piperidin:

TANAMAN YANG MENGANDUNG ALKALOID

Você também pode gostar