Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
LAPORAN PENDAHULUAN
I. DEFINISI
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat
dialihkatakan sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.
Deficiency : kekurangan
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan
dengan infeksi Human Immunodefciency Virus (HIV). (Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare).
Sedangkan di dalam kamus kedokteran Dorlan (2002), menyebutkan bahwa AIDS adalah suatu
penyakit retrovirus epidemik menular, yang disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat
bermanifestasi sebagai depresi berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok risiko tertentu,
termasuk pria homoseksual atau biseksual, penyalahgunaan obat intravena, penderita hemofilia,
dan penerima transfusi darah lainnya, hubungan seksual dari individu yang terinfeksi virus
tersebut.
Menurut Center for Disease Control and Prevention, AIDS merupakan bentuk paling hebat dari
infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata
hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa
kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi.
II. ETIOLOGI
1. Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual). (WHO, 2003)
3. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik.
4. Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu berhubungan kelamin dengan
orang yang terinfeksi HIV.
5. Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi HIV, berarti setiap
orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfusi atau jarum suntik yang
terkontaminasi.
1. Seks Bebas
2. Berganti-ganti pasangan
3. Pengguna Narkoba suntik
4. Penerima transfuse darah
5. Tenaga medis
Ibu hamil-bayi
Penularan melalui :
1. Antepartum/ in utero
2. Inpartum
3. Postpartum/ melalui ASI
Ibu
Anak
MK: Ansietas dan isolasi sosial
Efek obat
Sel epitel usus
Sistem imun
Sel hepar dan lien
Infeksi pneomocytis carinii
Mual/muntah
Diare kronis
Imunitas ↓
MK : Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh
MK : Nyeri
MK : Defisit volume cairan dan kerusakan integritas kulit
Gampang Sakit
Pada bayi gg. Tumbuh kembang
hepatosplenomegali
MK : Nyeri
Pneumonia
Sersak
MK : Pola Nafas tidak efektif
MK : Resti infeksi oportunistik
V. Cara Penularan HIV/AIDS dari Ibu ke Anak
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian besar
masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang terjadi pada saat kehamilan
(Richard, et al., 1997). Selain itu juga karena terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah
terinfeksi HIV/AIDS karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat
terjadi dalam 3 periode:
1. Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini disebabkan karena
terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu sendiri. Oksigen, makanan,
antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta
justru melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:
1. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada plasenta selama
kehamilan.
2. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus pada saat itu.
3. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
4. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung berkontribusi untuk
terjadinya penularan dari ibu ke anak.
5. Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika dibandingkan periode
kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau
membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama
proses persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena itu, lamanya
persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.
Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak selama proses persalinan
adalah:Lama robeknya membran.
Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI. Berdasarkan data penelitian
De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang menyusui bayinya mempunyai resiko
menularkan HIV sebesar 10- 15% dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Risiko
penularan melalui ASI tergantung dari:
1. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan kurang berisiko
dibanding dengan pemberian campuran.
2. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susu dan infeksi
payudara lainnya.
3. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.
4. Status gizi ibu yang buruk
Kelompok orang yang berisiko tinggi terinfeksi Virus HIV sebagai berikut :
1. Janin dengan ibu yang terjangkit HIV
2. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik.
3. Pekerja seks komersial
4. Pasangan yang heteroseks dengan adanya penyakit kelamin
1. VII. PEMERIKSAAN
2. VCT (Voluntary Counseling Testing)
VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor
dan kliennya untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral, informasi, serta
dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga , dan lingkungannya. Tujuan VCT :
Tes blot western untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap beberapa protein spesifik HIV.
1. Pemeriksaan histologis, sitologis urin ,darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan
sekresi.
2. Tes neurologis: EEG, MRI, CT Scan otak, EMG.
3. Tes lainnya: sinar X dada menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCV tahap
lanjut atau adanya komplikasi lain; tes fungsi pulmonal untuk deteksi awal pneumonia
interstisial; Scan gallium; biopsy; branskokopi.
4. Tes Antibodi
1. Tes ELISA, untuk menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi
HIV.
2. Western blot asay/ Indirect Fluorescent Antibody (IFA), untuk mengenali antibodi
HIV dan memastikan seropositifitas HIV.
3. Indirect immunoflouresence, sebagai pengganti pemerikasaan western blot untuk
memastikan seropositifitas.
4. Radio immuno precipitation assay, mendeteksi protein pada antibodi.
5. Pendeteksian HIV
Dilakukan dengan pemeriksaan P24 antigen capture assay dengan kadar yang sangat rendah.
Bisa juga dengan pemerikasaan kultur HIV atau kultur plasma kuantitatif untuk mengevaluasi
efek anti virus, dan pemeriksaan viremia plasma untuk mengukur beban virus (viral burden).
1. VIII. PENATALAKSANAAN
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) maka
terapinya yaitu :
Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV denngan menghambat enzim pembalik
transcriptase.
Untuk meningkatkan aktivitas system immune dengan menghambat replikasi virus atau
memutuskan rantai reproduksi virus padan proses nya.obat- obat ini adalah : didanosina,
ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD4 dapat larut.
IX. PENCEGAHAN
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga cara, dan bisa dilakukan
mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah persalinan. Cara tersebut yaitu:
1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan untuk bayi yang
baru dilahirkan.
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah sehingga jumlah virus
yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Resiko penularan
akan sangat rendah (1-2%) apabila terapi ARV ini dipakai. Namun jika ibu tidak memakai ARV
sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua cara yang dapat mengurangi separuh penularan ini.
AZT dan 3TC dipakai selama waktu persalinan, dan untuk ibu dan bayi selama satu minggu
setelah lahir. Satu tablet nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi
diberi pada bayi 2–3 hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan
mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen. Namun, resistansi terhadap nevirapine dapat
muncul pada hingga 20 persen perempuan yang memakai satu tablet waktu hamil. Hal ini
mengurangi keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu. Resistansi ini juga dapat
disebarkan pada bayi waktu menyusui. Walaupun begitu, terapi jangka pendek ini lebih
terjangkau di negara berkembang.
Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio caesaria karena metode ini
terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%. Apabila pembedahan ini
disertai dengan penggunaan terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai 87%.
Walaupun demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko karena kondisi imunitas ibu yang
rendah yang bisa memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena itu, persalinan per vagina atau
sectio caesaria harus dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain.
Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan untuk bayi dengan ibu yang
positif HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian, didapatkan bahwa ± 14 % bayi terinfeksi
HIV melalui ASI yang terinfeksi.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara keseluruhan.
Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan data, pengelompakan data atau analisa
data dan perumusan diagnose keperawatan (Depkes RI, 1991 ).
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun imformasi (data-data) dari klien.
Data yang dapat dikumpulkan pada klien yaitu data sebelum dan selama kehamilan
1. Identitas pasien
2. Riwayat Kesehatan
– Masa lalu
– Sekarang
– Menstruasi
– Reproduksi
1. Keluhan Utama
2. Data Psikologi
Kondisi ibu hamil dengan HIV /AIDS takut akan penularan pada bayi yang dikandungnya. Bagi
keluarga pasien cenderung untuk menjauh sehingga akan menambah tekanan psikologis pasien.
1. Pemeriksaan fisik
1. Breating
Kaji pernafasan bumil, apabila ibu telah terinfeksi sistem pernafasan maka sepanjang jalr
pernafasan akan mengalami gangguan. Misal RR meningkat, kebersihan jalan nafas.
1. Blood
Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan virus HIV/AIDS. Penurunan sel T limfosit; jumlah sel
T4 helper; jumlah sel T8 dengan perbandingan 2:1 dengan sel T4; peningkatan nilai kuantitatif
P24 (protein pembungkus HIV); peningkatan kadar IgG, Ig M dan Ig A; reaksi rantai polymerase
untuk mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler; serta tes
PHS (pembungkus hepatitis B dan antibodi,sifilis, CMV mungkin positif).
1. Brain
Tingkat kesadaran bumil dengan HIV/AIDS terkadang mengalami penurunan karena proses
penyakit. Hal itu dapat disebabkan oleh gangguan imunitas pada bumil.
1. Bowel
Keadaan sisitem pencernaan pada bumil akan mengalami gangguan. Kebanyakan gangguan
tersebut adalah diare yang lama. Hal itu disebabkan oleh penurunan sistem imun yang berada di
tubuh sehingga bakteri yang ada di saluran pencernaan akan mengalami gangguan. Hal itu dapat
menyebabkan infeksi saluran pencernaan.
1. Bladder
Kaji tingkat urin klien apakah ada kondisi patologis seperti perubahan warna urin, jumlah dan
bau. Hal itu dapan mengidentifikasikan bahwa ada gangguan pada sistem perkemian. Biasanya
saat imunitas menurun resiko infeksi pada uretra klien.
1. Bone
Kaji respon klien, apakah mengalami kesulitan bergerak,reflek pergerakan. pada ibu hamil
kebutuhan akan kalsium meningkat,periksa apabila ada resiko osteoporosis. Hal itu dapat
memburuk dengan bumil HIV/AIDS.
Analisa Data
DO :
Q: nyeri
S: skala nyeri 8
masyarakat
1. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang berlebihan ( muntah
dan diare berat )
6. Resiko tinggi isolasi sosial b.d persepsi tentang tidak akan diterima dalam masyarakat
1. C. INTERVENSI
Tujuan :
– Mempertahankan hidrasi
Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda vital, termasuk CVP 1. Indikator dari volume cairan
bila terpasang. Catat hipertensi,
termasuk perubahan postural.
2. Catat peningkatan suhu andurasi
demam. Berikan kompres hangat sesuai
indikasi. Pertahankan pakaian tetap
kering. Pertahankan kenyamanan suhu 1. Meningkatkan kebutuhan
lingkungan metabolism dan diaphoresis yang
berlebihan yang dihubungkan
dengan demam dalam
meningkatkan kehilangan cairan
1. Kaji turgor kulit, membran mukosa, dan 2. Indikator tidak langsung dari
rasa haus status cairan
2. Ukur haluan urine dan berat jenis urine. 3. Peningkatan berat jenis
Ukur/kaji jumlah kehilangan diare. Catat urin/penurunan haluaran urin
kehilangan kasat mata menunjukkan perubahan perfusi
ginjal/volume sirkulasi. Catatan :
pemantauan keseimbangan sulit
karena kehilangan melalui
gastrointestinal/tak kasat mata
4. Meskipun kehilangan berat
badan dapat
menunjukkanpenggunaan otot,
fluktuasi tibatiba menunjukkan
status hidrasi. Kehilangan cairan
1. Timbang berat badan sesuai indikasi berkenaan dengan diare dapat
dengan cepat menyebabkan
krisis dan mengancam hidup.
5. Mempertahankan keseimbangan
cairan, mengurangi rasa haus,
dan melembabkan membrane
mukosa
6. Meningkatkan pemasukan.
Cairan tertentu mungkin ter
rlalu menimbulkan nyeri untuk
dikonsumsi (misal, jeruk asam)
karena lesi pada mulut.
7. Mungkin dapat mengurangi
diare.
Tujuan:
Intervensi Rasional
1. Tentukan berat badan umum sebelum 1. Penurunan berat badan dini bukan ketentuan
pasien didiagnosa HIV pasti grafik berat badan dan tinggi badan
normal. Karenanya penentuan berat badan
l terakhir dalam hubungannya berat badan dan
pra-diagnosa lebih bermanfaat.
Tujuan:
Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, 1. Mengindikasikan kebutuhan untuk
intensitas (skala 1-10), frekuensi, dan intervensi dan juga. Tanda-tanda
waktu. Menandai gejala nonverbal misal perkembangan/ resolusi komplikasi. Catatan:
gelisah, takikardia, meringitas. sakit yang kronis tidak menimbulkan
perubahan autonomic.
4. Lakukan tindakan paliatif, mis., 5. Injeksi ini diketahui sebagai penyebab rasa
pengubahan posisi, masase, rentang gerak sakit dan abses steril.
pada sendi yang sakit.
6. Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat.
5. Berikan kompres hangat/lembab pada Dapat menurunkan kebutuhan narkotik
sisi injeksi pentamidin/IV selama 20 analgesik (depresan SSP) dimana telah terjadi
menit setelah pemberian. proses degenaratif neuro/motor. Mungkin
tidak berhasil jika muncul demensia,
6. Instruksikan pasien/dorong untuk meskipun minor.
menggunakan visualisasi/bimbingan
imajinasi, relaksasi progresif, teknik 7. Ulserasi/lesi oral mungkin menyebabkan
napas dalam. ketidak nyamanan yang sangat.
Tujuan:
Intervensi Rasional
1. Kaji kulit setiap hari. Catat warna, 1. Menentukan garis dasar diamana perubahan
turgor, sirkulasi, dan sensasi. lambarkan pada status dapat dibandingkan dan melakukan
lesi dan amati perubahan. intervensi yang tepat.
2. Secara teratur ubah posisi, ganti seprei 2. Mengurangi stress pada titik tekannan,
sesuai kebutuhan. Dorongn pemindahan meningkatkan aliran darah ke jaringan dan
berat badan secara periodik. Lindungi meningkatkan proses kesembuhan.
penonjolan tulang dengan bantal, bantalan
tumit/siku, kulit domba.
3. Pertahankan seprei bersih, kering, dan 3. Fiksasi kulit disebabkan oleh kain yang
tidak berkerut berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi
dan potensial terhadap infeksi.
1. D. EVALUASI
1. Pasien menunjukkan tingkah laku/teknik untuk mencegah kerusakan
kulit/meningkatkan kesembuhan.
2. Menunjukkan kemajuan pada luka/penyembuhan lesi.
3. Keluhan hilangnya/terkontrolnya rasa sakit
4. Menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks
5. Dapat tidur/beristirahat adekuat
6. Membran mukosa pasien lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil,
haluaran urine adekuat
7. menunjukkan nilai laboratorium dalam batas normal
8. melaporkan perbaikan tingkat energi
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam dan dwi,Ninuk. 2008. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta.
Salemba medika.
Yasmine Flores, Swabina.2007. Anak dan HIV/AIDS. Jakarta.
ibu-hamil-dengan-aids.html