Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) 54% kematian bayi dan anak terkait
dengan gizi kurang dan gizi buruk. Berbagai penelitian telah membuktikan
bahwa ada hubungan yang sangat erat antara kematian balita dengan
kekurangan gizi. Keadaan gizi yang kurang atau buruk akan menurunkan daya
tahan anak sehingga anak mudah sakit hingga bisa berakibat pada kematian
(Depkes, 2010).
berkualitas (Depkes RI, 2009). Gizi sebagai faktor yang berpengaruh terhadap
baik secara kalitas maupun kuantitas (Moersintowati dkk, 2010). Zat gizi
pertumbuhan dan perkembangan otak anak pada masa bawah lima tahun
(Balita). Periode kritis perkembangan otak anak yaitu sejak masa kehamilan
hingga 3 tahun pertama kehidupan. Masa ini disebut juga sebagai windows of
opportunity, yang berdampak buruk bila tidak diperhatikan, tetapi berdampak
Zat gizi sangat penting bagi kehidupan dan memegang peranan penting
bagi pertumbuhan dan perkembangan otak anak pada masa bawah lima tahun
(Balita). Periode kritis perkembangan otak anak yaitu sejak masa kehamilan
hingga 3 tahun pertama kehidupan. Masa ini disebut juga sebagai windows of
SDM rendah. Jadi anak usia dini haruslah diberi jatah utama dalam distribusi
(Sediaoetama, 2009). Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada
masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya yang
sulit diperbaiki (Hadi, 2005). Dan apabila ketidakcukupan zat gizi tersebut
dengan penurunan berat badan, dan akan terjadi perubahan secara anatomi
membutuhkan perhatian khusus dan perlu penanganan sejak dini. Hal ini
infeksi meningkat serta risiko terjadinya kematian pada balita (Hong dkk.,
2006). Kekurangan gizi biasanya memberikan dampak yang besar pada anak
pra-sekolah. Jumlah angka kematian untuk anak usia di bawah 5 tahun akibat
malnutrisi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap status gizi
Status gizi balita memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan
sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan dating. Satus gizi
usia dini tergantung pada asupan zat gizi yang diterima. Semakain rendah
asupan zat gizi yang diterima, semakin rendah pula status gizi dan kesehatan
anak. Gizi kurang atau buruk pada masa bayi dan anak-anak terutama pada
dalam MDGs adalah status gizi. Status gizi diukur berdasarkan umur (U),
berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Variabel BB dab TB ini
menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat
dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang
Status gizi baik apabila tubuh memperoleh zat-zat gizi yang seimbang
dalam jumlah yang cukup. Status gizi kurang apabila terjadi kekurangan
karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Status gizi lebih jika terdapat
(Nilsapril, 2008).
Konsumsi gizi yang baik dan cukup seringkali tidak bisa dipenuhi oleh
cukup untuk membeli makanan. Sedangkan faktor internal adalah faktor yang
terdapat didalam diri anak yang secara psikologis muncul sebagai problema
termasuk negara yang memiliki masalah gizi yang kompleks. Hal ini
ditunjukan dengan tingginya prevalensi stunting, prevalensi wasting, dan
Prevalensi nasional gizi buruk pada balita Indonesia adalah 5,4% dan Gizi
Kurang pada balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target
2015 (18,5%) telah tercapai pada tahun 2007. Namun demikian, sebanyak 19
provinsi mempunyai prevalensi gizi buruk dan gizi kurang diatas prevalensi
nasional, kabupaten/kota dengan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada
dengan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada Balita terendah adalah kota
Tomohon (4,8%). Prevalensi Nasional gizi lebih pada balita adalah 4,3%.
Bengkulu, Bangka belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali,
Balita Pendek dan Balita Sangat Pendek diatas prevalensi nasional, yaitu DI
Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat (Naurarc, 2012).
Berdasarkan pemantauan status gizi tahun 2016, ditjen. Kesehatan
masyarakat, kemenkes RI, 2017 prevalensi status gizi balita usia 0-59 bulan
BB/TB atau BB/PB WHO NCHS gizi buruk sebesar 19,6% gizi kurang 19,2%
gizi baik 69,2% dan gizi lebih sebesar 3,4%. Dari 33 provinsi di Indonesia,
status gizi balita. Ini menunjukan bahwa masalah kurang gizi masih menjadi
Faktor faktor yang mempengaruhi status gizi ada dua yaitu faktor tidak
langsung dan faktor langsung. Faktor tidak langsung antara lain adalah
pangan dan pelayanan kesehatan. Faktor langsung antara lain asupan makanan
dan penyakit infeksi. Kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi status gizi
pendidikan terakhir, pekerjaan, agama dan suku merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi status gizi. Jumlah anggota keluarga yang banyak akan
dan suku juga berperan penting. Agama dan suku tertentu biasanya memiliki
tua yang memiliki kontrol dalam memilih makanan yang baik bagi
keluarganya.
badan yang optimal. Dan pertumbuhan badan yang optimal ini mencakup pula
mengenai gizi-gizi yang harus dipenuhi anak pada masa pertumbuhan. Ibu
biasanya justru membelikan makanan yang enak kepada anaknya tanpa tahu
apakah makanan tersebut mengandung gizi-gizi yang cukup atau tidak, dan
penyakit. Penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain. Penyebab utama
saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit.
Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan kurang gizi adalah hubungan sebab
akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi
yang jelek dapat mempermudah infeksi. Penyakit yang umum terkait dengan
masalah gizi antara lain diare, tuberculosis, campak dan batuk (Supariasa
infeksi merupakan penyebab kematian utama. Dari 9 juta kematian pada balita
ISPA.WHO melaporkan lebih dari 50% kasus penyakit infeksi berada di Asia
Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Dilaporkan, tiga per empat kasus penyakit
Terbukti, angka kesakitan dan angka kematian anak akibat penyakit tersebut
masih cukup tinggi. Daya tahan tubuh balita yang masih rendah
juta orang memerlukan kesediaan pangan hewani bermutu tinggi, halal dan
aman dikonsumsi. Rataan konsumsi pangan hewani asal daging, susu dan telur
rendah dari angka konsumsi standar Wijaya Karya Nasional Pangan dan Gizi
ibu tentang gizi dan kesehatan. Pengetahuan ibu yang baik tentang gizi dan
pengadaan pangan. Pada kasus tertentu, seperti dalam keadaan krisis (bencana
dan mutunya.
Berdasarkan Laporan Tahunan Badan Ketahanan Pangan Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2013 skor PPH provinsi Kalimantan Selatan Tahun
2013 mencapai 91,61% yang berarti masih berada di bawah skor maksimal
jumlah dan jenis yang cukup serta pola asuh yang dipengaruhi oleh faktor
penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita adalah akibat pola asuh anak
pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak
usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan
suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Kekurangan
gizi pada masa ini dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara
fisik, mental, sosial dan intelektual yang sifatnya menetap dan terus dibawa
sampai anak menjadi dewasa. Secara lebih spesifik, kekurangan gizi dapat
rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Pada masa ini juga,
paru, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), demam berdarah dengue (DBD),
malaria, dan lain-lain yang terkait dengan faktor sanitasi lingkungan. Keadaan
jenis penyakit infeksi yang akhirnya dapat mempengaruhi status gizi. Sanitasi
jenis lantai rumah serta kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga.
Semakin tersedia air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, semakin kecil risiko
kerusakan.
ekonomi sebesar 5,7% dan mengalami penurunan pada tahun 2006 menjadi
terus mengalami peningkatan pada tahun 2008 yaitu sebesar 6,1% lebih tinggi
dari tahun 2007, dan pada tahun 2009 meningkat sebesar 4,5%, dan meningkat
konsumsi pangan dan gizi terutama pada balita rendah dan hal ini
mempengaruhi status gizi pada anak balita (Supariasa, Bakri, & Fajar, 2012).
kualitas gizi yang diberikan oleh keluarga mempengaruhi status gizi balita dan
terdapat faktor faktor, antara lain saling berkaitan satu sama lain. Dari faktor
pengetahuannya luas, usia ibu dan pekerjaan ibu. Dari semua faktor ini sangat
berumur 6 bulan umumnya lebih cerdas dan memiliki daya tahan tubuh lebih
angka kematian bayi, mengganggu sistem pencernaan pada bayi, dan apabila
2010). Makanan Pendamping ASI (MPASI) perlu diberikan tepat waktu. Bila
terlalu dini, berikut dampak negatifnya karena dapat menyebabkan diare atau
susah BAB, Obesitas, Kram usus, Alergi makanan, konstipasi dan apabila
suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat di katakana bahwa kesiapan yang
Salah satu perilaku yang berkaitan dengan kesehatan adalah PHBS. PHBS
masyarakat. ( Naura,2012).
serta perilaku hidup bersih dan sehat Lingkungan dengan Status Gizi pada
Anak Balita di Desa Sinar Baru, Kecamatan Rantau Bedauh Kabupaten Barito
Kuala.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan antara asupan makanan dengan status gizi balita di
2. Apakah ada hubungan penyakit infeksi dengan status gizi pada balita di
4. Apakah ada hubungan pola asuh ibu dengan status gizi anak balita di Desa
5. Apakah ada hubungan kesehatan lingkungan dengan status gizi pada anak
Kuala ?
Kuala ?
7. Apakah ada hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi balita di Desa
Barito Kuala ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menilai status gizi balita di Desa Sinar Baru, Kecamatan Rantau
j. Untuk mengetahui hubungan asupan zat gizi dengan status gizi balita
Kuala.
Barito Kuala.
Barito Kuala.
m. Untuk mengetahui hubungan pola asuh ibu dengan status gizi anak
Barito Kuala.
status gizi pada balita di Desa Sinar Baru, Kecamatan Rantau Bedauh
Kuala.
q. Untuk mengetahui hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat
D. Hipotesis
1. Ada hubungan antara asupan makan dengan status gizi balita di Desa Sinar
2. Ada hubungan antara penyakit infeksi terhadap status gizi balita di Desa
4. Ada hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi anak balita di Desa
5. Ada hubungan kesehatan lingkungan dengan status gizi pada anak balita di
7. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi balita di
8. Ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan status gizi di
1. Bagi Pemerintah
Penelitian ini diharapkan menjadi masukkan dan bahan pertimbangan
masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun
atau lebih popular dengan pengertian usia anak dibawah lima tahun (Muaris.
H, 2012). Menurut Sutomo. B. Dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah
istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5
tahun). Saat usia balita , anak masih tergantung penuh kepada orang tua
untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.
Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik, namun
kemampuan lain masih terbatas.
B. Status Gizi
1. Pengertian Gizi
keadaan sehat dan baik secara fisik atau mental. Serta mampu
2013).
keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang
dan lainnya) (Suyanto, 2009). Status gizi dapat pula diartikan sebagai
energi yang masuk dan yang dikeluarkan oleh tubuh (Marmi, 2013).
a. Energi
yang kurang aktif dapat menjadi kelebihan berat badan (BB) atau
mungkin obesitas. Asupan energy yang rendah menyebabkan
b. Protein
umur.
c. Lemak
jenuh tak tunggal (minyak olive), asam lemak tak jenuh ganda
d. Karbohidrat
(Soetjiningsih, 2004).
e. Serat
pengeluaran dari tubuh. Sumber yang baik dari diet adalah, produk
f. Mineral
zat besi, dan seng, khususnya penting pada masa pertumbuhan dan
g. Vitamin
adalah, karoten (sayur daun hijau tua, buah dan sayur kuning dan
remaja usia 11-14 tahun pada laki-laki, dan 60 mg/hari untuk usia
segar seperti jeruk, tomat, kentang, sayur hijau tua dan strawberi
(Soetjiningsih, 2004).
d. Z-Score
Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan Indeks
a. Asupan Energi
(Irianto, 2007).
b. Asupan Karbohidrat
Normal 90 – 119%
c. Asupan Lemak
densitas energi lebih tinggi dibandingkan zat gizi makro lain. Satu
Normal 90 – 119%
Total Kalori
Sumber : Karyadi, E. dan Kolopaking, R. (2007).
a. Pengolahan
Keamanan pangan untuk balita tidak cukup hanya
menjaga kebersihan tetapi juga perlu diperhatikan selama
proses pengolahan. Proses pengolahan pangan memberikan
beberapa keuntungan, misalnya memperbaiki nilai gizi dan
daya cerna, memperbaiki cita rasa maupun aroma, serta
memperpanjang daya simpan (Auliana, 1999).
Bahan makanan yang akan diolah disamping
kebersihannya juga dalam penyiapan seperti dalam
membuat potongan bahan perlu diperhatikan. Hal ini
karena proses mengunyah dan refleks menelan balita belum
sempurna sehingga anak sering tersedak. Penggunaan
bumbu dalam pengolahan juga perlu diperhatikan. Menurut
Uripi, V (2004) pemakaian bumbu yang merangsang perlu
dihindari karena dapat membahayakan saluran pencernaan
dan pada umumnya anak tidak menyukai makanan yang
beraroma tajam. Pengolahan makanan untuk balita adalah
yang menghasilkan tekstur lunak dengan kandungan air
tinggi yaitu direbus, diungkep atau dikukus. Untuk
pengolahan dengan dipanggang atau digoreng yang tidak
menghasilkan tekstur keras dapat dikenalkan tetapi dalam
jumlah yang terbatas.Disamping itu dapat pula dilakukan
pengolahan dengan cara kombinasi misal direbus dahulu
baru kemudian dipanggang atau direbus/diungkep baru
kemudian digoreng.
b. Penyajian
Penyajian makanan salah satu hal yang dapat dapat
menggugah selera makan anak.Penyajian makanan dapat
dibuat menarik baik dari variasi bentuk, warna dan
rasa.Variasi bentuk makanan misalnya dapat dibuat bola-
bola, kotak, atau bentuk bunga. Penggunaan kombinasi
bentuk, warna dan rasa dari makanan yang disajikan
tersebut dapat diterapkan baik dari bahan yang berbeda
maupun yang sama. Disamping itu juga depat menggunakan
alat saji atau alat makan yang lucu sehingga selain anak
tergugah untuk makan, anak tertarik untuk dapat berlatih
makan sendiri.
c. Cara Pemberian Makanan untuk Anak
Anak balita sudah dapat makan seperti anggota keluarga
lainnya dengan frekuensi yang sama yaitu pagi, siang dan
malam serta 2 kali makan selingan yaitu menjelang siang
dan pada sore hari. Meski demikian cara pemberiannya
dengan porsi kecil, teratur dan jangan dipaksa karena dapat
menyebabkan anak menolak makanan. Waktu makan dapat
dijadikan sebagai kesempatan untuk belajar bagi anak
balita, seperti menanamkan kebiasaan makan yang baik,
belajar keterampilan makan dan belajar mengenai makanan.
Orang tua dapat membuat waktu makan sebagai proses
pembelajaran kebiasaan makan yang baik seperti makan
teratur pada jam yang sama setiap harinya, makan di ruang
makan sambil duduk bukan digendongan atau sambil jalan-
jalan. Makan bersama keluarga dapat memberikan
kesempatan bagi balita untuk mengobservasi anggota
keluarga yang lain dalam makan.
Anak dapat belajar cara menggunakan peralatan makan
dan cara memakan makanan tertentu. Anak usia ini mulai
mengetahui cara makan sendiri meskipun masih mengalami
kesulitan untuk mengambil atau menyendok makanan
dengan demikian anak dilatih untuk dapat mengeksplorasi
keterampilan makan tanpa bantuan.Untuk menumbuhkan
keterampilan makan anak secara mandiri anak jangan
dibiasakan untuk selalu disuapi oleh orang tua atau
pengasuhnya.Acara makan bersama juga dapat mengajarkan
balita mengenai makanan. Secara umum anak lebih suka
memakan makanan yang dimakan orang tuanya. Seiring
bertambahnya usia anak balita mulai tertarik dengan
makanan yang dimakan oleh teman-temannya. Dengan
demikian, orang tua sangat berperan dalam memberikan
model atau contoh bagi anak dengan memilih makanan
yang sehat dan bergizi.
3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makan
Balita
a. Pengetahuan Ibu tentang Gizi Balita
Pengetahuan gizi merupakan suatu proses belajar
tentang pangan,bagaimana tubuh menggunakan dan
mengapa pangan diperlukan untuk kesehatan.
Pengetahuan pangan dan gizi orang tua terutama ibu
berpengaruh terhadap jenis pangan yang dikonsumsi
sebagai refleksi dari praktek dan perilaku yang berkaitan
dengan gizi (Zulkarnaen,dkk.,2000).
Adanya pengetahuan gizi diharapkan seseorang
dapat mengubah perilaku yang kurang benar sehingga
dapat memilih bahan makanan bergizi serta menyusun
menu seimbang sesuai dengan kebutuhan dan selera serta
akan mengetahui akibat apabila terjadi kurang gizi.
Pengetahuan tentang pangan dan gizi dapat
diperoleh melalui berbagai media baik cetak (majalah,
tabloid) maupun elektronik (radio, televisi, internet)
disamping dari buku-buku.Selain itu juga bisa diperoleh
melalui pelayanan kesehatan seperti posyandu,
puskesmas.
Sumber informasi yang dapat menambah
pengetahuan ibu di luar pendidikan formal yang sering
dipergunakan dan menarik sebagian besar ibu rumah
tangga di pedesaan, sehingga memungkinkan informasi
termasuk pengetahuan pangan, gizi dan kesehatan adalah
media elektronik diantaranya televise dan radio. Namun,
menurut penelitian Zulkarnaen,dkk (2000) untuk ibu-ibu
rumah tangga di desa keberadaan posyandu justru lebih
banyak dimanfaatkan sebagai sumber informasi pangan,
gizi dan kesehatan. Hal ini karena disamping adanya
kegiatankegiatan penyuluhan (penyampaian pesan-pesan
gizi), posyandu juga merupakan tempat pertemuan ibu-
ibu yang memiliki balita sehingga sangat memungkinkan
adanya pertukaran informasi dan pengalaman dalam
mengasuh balitanya.
B. Pendidikan
Menurut UU No.2 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada bab I pasal 1 menyatakan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan pendidikan, pengajaran dan
latihan bagi peranannya di masa yang akandatang.
Berkaitan dengan jenjang atau tingkatan yang ada dalam
pendidikan sekolah, sikap dan kepribadian seseorang akan
berubahsetelah memperoleh pendidikan sesuai dengan
jenjang pendidikan yang berbeda- beda.
Menurut Kusumawati, Yuli (2004) latar belakang
pendidikan seseorang berhubungan dengan tingkat
pengetahuan. Tingkat pendidikan itu sangat
mempengaruhi kemampuan penerimaan informasi gizi.
Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah
akan lebih baik mempertahankan tradisi-tradisi yang
berhubungan dengan makanan sehingga sulit menerima
informasi baru bidang gizi. Tingkat pendidikan ikut
menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya
seseorang menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi
pendidikan maka seseorang akan lebih mudah menerima
informasi-informasi gizi.
Pendidikan ibu disamping merupakan modal utama
dalam menunjang perekonomian rumah tangga juga
berperan dalam pola penyusunan makanan untuk rumah
tangga.Wahidah (2005) menyatakan bahwa tingkat
pendidikan formal ibu rumah tangga berhubungan positif
dengan perbaikan pola konsumsi pangan keluarga dan
pola pemberian makanan pada bayi dan anak. Hal ini
dikarenakan tingkat pendidikan akan mempengaruhi
konsumsi melalui pemilihan bahan pangan.
C. Pendapatan RumahTangga
Pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa
uang maupun barang dari pihak lain maupun hasi sendiri
dengan jalan dinilai dengan uang atas dasar harga saat itu
(Mulyono,dkk 1985). Berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik pendapatan per kapita masyarakat Indonesia tahun
2007 naik 17% menjadi US$ 1.946 atau sekitar 17,9 juta
rupiah per tahun (kurs 9.200), berarti pendapatan per kapita
rata – rata masyarakat Indonesia per bulan sekitar 1,46 juta
rupiah.
Struktur pendapatan rumah tangga di pedesaan
bervariasi tergantung pada keragaman sumber daya
pertanian.Variasi itu tidak hanya disebabkan oleh faktor
potensi daerah, tetapi juga karakteristik rumah tangga.Akses
ke daerah perkotaan yang merupakan pusat kegiatan
ekonomi seringkali merupakan faktor dominan terhadap
variasi struktur pendapatan rumah tangga pedesaan.Secara
garis besar ada dua sumber pendapatan rumah tangga
pedesaan yaitu sektor pertanian dan non- pertanian.Struktur
dan besarnya pendapatan dari sektor pertanian berasal dari
usaha tani/ternak dan berburuh tani.Sedangkan dari sektor
nonpertanian berasal dari usaha nonpertanian, profesional,
buruh non pertanian dan pekerjaan lainnya di sektor non
pertanian.
Pada umumnya jika tingkat pendapatan naik, jumlah
dan jenis makanan cenderung untuk membaik juga.Akan
tetapi mutu makanan tidak selalu membaik jika diterapkan
pada tanaman perdagangan.
Tanaman perdagangan menggantikan produksi
pangan untuk rumah tangga dan pendapatan yang diperoleh
dari tanaman perdagangan itu atau peningkatan pendapatan
yang lain mungkin tidak digunakan untuk membeli pangan
atau bahan-bahan berkualitas gizi tinggi. Pendapatan
keluarga menurut Wahidah (2005) adalah jumlah semua
hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam
bentuk uang sebagai hasil pekerjaannya. Pendapatan
keluarga mempunyai peran yang penting terutama dalam
memberikan pengaruh dalam taraf hidup keluarga.
Pengaruh di sini lebih diorientasikan pada
kesejahteraan dan kesehatan, dimana perbaikan pendapatan
akan meningkatkan tingkat gizi masyarakat. Pendapatan
akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas
lain (pendidikan, perumahan, kesehatan, dll) yang dapat
mempengaruhi status gizi.
D. Besar Keluarga
Wahidah (2005) menyatakan bahwa besar keluarga yaitu
banyaknya anggota suatu keluarga akan mempengaruhi
pengeluaran rumah tangga. Termasuk dalam hal ini
akanmempengaruhi konsumsi pangan. Sehingga jumlah
anggota keluarga yang semakin besar akan menyebabkan
pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata
tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan.
Menurut Zulkarnaen,dkk (2000) jumlah anggota rumah
tangga yang sedikit akan lebih mudah meningkatkan
kesejahteraan, pemenuhan pangan dan sandang serta upaya
meningkatkan pendidikannya lebih tinggi. Keluarga miskin
dengan jumlah anak yang banyak akan lebih sulit untuk
memenuhi kebutuhan pangannya jika dibandingkan keluarga
dengan jumlah anak yang sedikit. Jika besar keluarga
bertambah maka pangan untuk setiap anak berkurang dan
banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang
sangat muda memerlukan pangan relatif lebih banyak dari
pada anak yang lebih tua.
E. Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan diartikan sebagai cara individu atau
kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsinya
sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik,
sosial dan budaya (Suhardjo, 2003). Mengembangkan
kebiasaan makan, berarti mempelajari cara yang berhubungan
dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak
bentuk atau jenis pangan tertentu dimulai dari permulaan
hidupnya dan akan menjadi perilaku yang berakar diantara
kelompok penduduk. Kebiasaan makan adalah suatu gejala
budaya dan sosial yang dapat memberi gambaran perilaku
dari nilai – nilai yang dianut oleh seseorang atau suatu
kelompok masyarakat. Pada masyarakat kota modern dimana
hampir semua orang menghabiskan waktu dari pagi sampai
sore di tempat kerja sudah tentu tidak banyak mempunyai
waktu untuk memasak makanan. Biasanya pada masyarakat
seperti ini akan berkembang kebiasaan makan di restoran
cepat saji dimana nilai gizi yang terkandung dalam makanan
belum tentu sesuai dengan kebutuhan. Hal sebaliknya terjadi
pada masyarakat pedesaan dimana kebiasaan makan keluarga
dari makanan yang diolah dan dimasak sendiri. Kebiasaan
makan seseorang terbentuk dari proses belajar (learning
behavior). Apabila sejak dini orang tua tidak
memperkenalkan atau membiasakan makan dengan benar
maka hal itu akan terbawa hingga anak dewasa. Hal ini
karena bersamaan dengan pangan yang disajikan dan diterima
baik langsung atau tidak langsung, anak-anak menerima
pula informasi yang berkembang menjadi perasaan, sikap dan
tingkah laku serta kebiasaan yang dapat mereka kaitkan
dengan pangan.
F. Penilaian Pola Pemberian Makan
Menurut jurnal tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Status Gizi Anak Usia Prasekolah Di Taman Kanak-
Kanak Nurul Huda Kecamatan Indra Jaya Kabupaten Pidie
Tahun 2012 oleh Junaidi penilaian pola pemberian makan
dapat dilakukan menggunakan rumus:
𝑆𝑝
𝑁 = 𝑆𝑚 × 100 %
Keterangan:
Sm : skor maksimum
G. Perilaku
1 Pengertian
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu
stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan
mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik
disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan
berbagai faktor yang saling berinteraksi (Wawan & Dewi,
2010).
Perilaku manusia pada dasarnya adalah suatu
aktivitas dari pada manusia itu sendiri sehingga perilaku
manusia mempunyai bentangan yang sangat luas
mencangkup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan
lain sebagainya.
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada
kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor
genetik (keturunan) dan lingkungan.
2 Faktor – faktor dibalik Perilaku Manusia
Perilaku manusia cenderung bersifat holistik
(menyeluruh), sebagai arah analisa kita terdapat tiga aspek
yaitu aspek fisiologi, psikologi dan sosial. Perilaku manusia
adalah merupakan refleksi dari pada berbagai gejala
kejiwaan seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan,
emosi, berpikir sikap, motivasi, dan reaksi. Faktor lain yang
berhubungan dengan perilaku adalah pengalaman,
keyakinan, sarana fisik dan sosial. Hal ini dapat di
ilustrasikan sebagai berikut (Notoatmodjo,2003):
3 Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan
suatu respons organisme atau seseorang terhadap
rangsangan (stimulus) dari luar subyek tersebut. Respon ini
terbentuk dua macam yakni (Notoatmodjo,2003):
a. Bentuk Pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi
didalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat
terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan
atau sikap batin dan pengetahuan.
b. Bentuk Aktif yaitu apabila perilaku tersebut jelas dapat
diobservasi secara langsung.
4 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu
respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit, penyakit,sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan lingkungan. Respon atau reaksi
manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan
sikap) maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata)
sedangkan stimulus atau rangsangan disini terdiri dari
empat unsur pokok yakni sakit, penyakit, sistem pelayanan
kesehatan dan lingkungan (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003) mengemukakan secara lebih
rinci perilaku kesehatan yaitu :
perilaku seseorang terhadap sakit atau penyakit, yaitu
bagaimana manusia berespons, baik secara pasif
mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa
sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun
aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan
penyakit dan sakit tersebut.
2.3.8 PHBS
A. PENGERTIAN
PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar/
menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat, dengan membuka jalan komunikasi, memberikan informasi
dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (social
support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sehingga dapat
menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara
dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Dinkes, 2006). Sebagai suatu
upaya untuk membantu masyarakat mengenai dan mengatasi masalahnya
sendiri, dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara
hidup sehat dalam rangka menjaga memelihara dan meningkatkan
kesehatannya (Dinkes Lampung, 2003).
B. TUJUAN PHBS
Tujuan PHBS adalah: meningkatkan rumah tangga sehat
diseluruh masyarakat Indonesia, meningkatkan pengetahuan, kesadaran
dan kemauan masyarakat agar hidup sehat, meningkatkan peran aktif
masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha, dalam upaya
mewujudkan derajat hidup yang optimal (Dinkes, 2006).
C. MANFAAT PHBS
1. Bagi rumah tangga: semua anggota keluarga menjadi sehat dan
tidak mudah sakit, anak tumbuh sehat dan cerdas dan
pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk
memenuhi gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk
menambah pendapatan keluarga.
2. Bagi masyarakat: masyarakat mampu mengupayakan
lingkungan yang sehat, masyarakat mampu mencegah dan
menanggulangi masalah-masalah kesehatan dan masyarakat
mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber
Masyarakat (UBKM) seperti Posyandu, tabungan ibu bersalin,
arisan jamban, ambulan desa dan lain-lain (Depkes RI, 2008).
D. SASARAN PHBS
Tatanan Rumah Tangga, sasaran PHBS di rumah tangga adalah seluruh
anggota keluarga secara keseluruhan dan terbagi dalam:
Penyakit infeksi
Ketersediaan pangan
Tingkat pendapatan
Pengetahuan ibu
TB/U :
Sangat Pendek
: <-3SD
Pendek : -3SD
sampai -2SD
Normal : -2SD
sampai 2SD
Tinggi : >2SD
BB/TB :
Sangat Kurus :
<-3SD
Kurus : -3SD
sampai <-2SD
Normal : -2SD
sampai 2SD
Gemuk : >2SD
METODE PENELITIAN
b. Data Sekunder
Data yang didapatkan dari puskesmas, kecamatan, dan kantor di Desa
Sinar Baru, Kecamatan Rantau Bedauh Kabupaten Barito Kuala.
2) Data sekunder
Data sekunder dikumpulkan dengan cara mempelajari
catatan dokumen yang ada di dinas kesehatan, puskesmas,
kecamatan, dan kantor di Desa Sinar Baru, Kecamatan Rantau
Bedauh Kabupaten Barito Kuala.
3. Cara Pengolahan Data
1. Pengolahan Data Status Gizi
Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
badan dimasukkan ke dalam aplikasi program Nutri 2008.
Dikategorikan menjadi :
BB/U : TB/U : BB/TB :
Gizi Buruk : <-3 SD Sangat Pendek : <- Sangat Kurus : <-3SD
Gizi Kurang : -3SD 3SD Kurus : -3SD sampai
sampai <-2SD Pendek : -3SD <-2SD
Gizi Baik : -2SD sampai -2SD Normal : -2SD
sampai 2SD Normal : -2SD sampai 2SD
Gizi Lebih : >2SD sampai 2SD Gemuk : >2SD
Tinggi : >2SD
1. Terdapatnya ventalasi
- Ada : Skor 2
- Tidak : Skor 1
2. Pembagian Ruangan
- Ada : Skor 2
- Tidak : Skor 1
5. Pembuangan Sampah
- TPS : Skor 4
- Dibakar : Skor 3
- Selokan : Skor 3
- Sungai : Skor 1
2. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan terhadap dua variable yang
diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2002).
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variable bebas
(Status Gizi) dengan Variabel terikat (Penyakit Infeksi), data
tersebut kemudian ditabulasikan. Untuk menguji hipotesis
dilakukan dengan uji Spearman dengan menggunakan bantuan
kompeter.
1. Analisis Univariat
Data diolah dalam table distribusi frekuensi untuk tiap variable.
Jumlah
No Status Gizi balita (BB/U)
N %
1 Gizi lebih
2 Gizi baik
3 Gizi kurang
4 Gizi buruk
Jumlah
Gemuk : > 2 SD
Normal : > -2 SD s/d 2 SD
Kurus : < -2 SD s/d -3 SD
Kurus sekali : < -3 SD
Jumlah
No Status Gizi balita (BB/TB)
N %
1 Gemuk
2 Normal
3 Kurus
4 Kurus Sekali
Jumlah
Normal : -2 SD s/d 2 SD
Pendek : < -2 SD
Jumlah
No Status Gizi balita (TB/U)
N %
1 Normal
2 Pendek
Jumlah
1. Baik
2. Sedang
3. Kurang
4. Defisit
Jumlah
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariate dilakukan untuk mencari hubungan
antara variable yang diteliti dengan status gizi balita. Analisis
menggunakan SPSS 18 dengan uji statistic korelasi spearman
dengan tingkat signifikansi 95% (α 0,05).
P = 1 - 6Σbi2
n(n2-1)
(Sugiyono, 2009)
1. Analisis Univariat
Analisis Univariat adalah analisis yang digunakan untuk
mendriskipsikan variabel yang disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.
2. Analisis Univariat
Analisis Bivariat adalah analisis yang digunkan untuk
(alpha=5%).
6 ⅀ 𝑑²
Rumus : rs = 1 - 𝑛 (𝑛2 −1)
Keterangan :
(Hidayat,2009) :
atau lebih.
2003) :
y) dirangking.
variabel x dan y.
2007) :
lemah
balita
Jumlah
No Status Gizi balita (BB/U)
N %
1 Gizi lebih
2 Gizi baik
3 Gizi kurang
4 Gizi buruk
Jumlah
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛
𝑍𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒𝑇𝐵/𝑈 =
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑠𝑝. 𝑏𝑎𝑘𝑢
a. Gemuk : > 2 SD
b. Normal : > -2 SD s/d 2 SD
c. Kurus : < -2 SD s/d -3 SD
d. Kurus sekali : < -3 SD
Tabel 1.2 Distribusi Status Gizi Responden
Berdasarkan Berat Badan Menurut Tinggi Badan
(BB/TB)
1 Gemuk
2 Normal
3 Kurus/
4 Kurus Sekali
Jumlah
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛
𝑍𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒𝑇𝐵/𝑈 =
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑠𝑝. 𝑏𝑎𝑘𝑢
1) Normal : -2 SD s/d 2 SD
2) Pendek : < -2 SD
1 Normal
2 Pendek
Jumlah
c. Sanitasi
Pengolahan data kesehatan lingkungan yaitu dengan cara
member skor pada hasil wawancara kuesioner.
1. Terdapatnya ventalasi
Ada : Skor 1
Tidak : Skor 0
2. Pembagian Ruangan
Ada : a. Ruang tamu : skor 1
g. Jamban/wc : skor 1
h. Gudang : skor 1
Tidak : Skor 0
2. Analisis Bivariat
P = 1 - 6Σbi2
n(n2-1)
(Sugiyono, 2009)