Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Sektor pertanian adalah sektor terpenting dan merupakan penggerak utama dalam
perekonomian Kabupaten Maros. Pemanfaatan lahan yang di bedakan menjadi lahan
pertanian (lahan sawah dan lahan bukan sawah) dan lahan bukan pertanian yang pada tahun
2012 sebagian besar lahan yang ada. digunakan sebagai lahan pertanian yaitu sebesar 79,32
persen ( tidak termasuk hutan rakyat). Hal inilah yang menjadikan sektor pertanian (termasuk
kehutanan didalamnya) terhadap peningkatan PDRB (Product Domestic Regional Bruto)
Kabupaten Maros pada tahun 2012 cukup tinggi yaitu 33,34 persen dan menjadi sektor yang
dominan peranannya terhadap struktur perekonomian Kabupaten Maros dengan nilai
pertumbuhan ekonomi selama dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mengalami
pertumbuhan rata-rata sebesar 6,21 persen per tahun.
Penentuan komoditas unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal menuju
pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan
konparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan yang dihadapi.
Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas yang mempunyai
keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi luas panen, produksi, dan penawaran maupun
permintaan.
Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan ekonomi daerah melalui
sektor pertanian pada era otonomi daerah saat ini adalah melalui pengembangan komoditas
unggulan daerah. Pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan diharapkan dapat
memacu pertumbuhan suatu wilayah yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat. Pemanfaatan potensi daerah unggulan dan potensial secara optimal dan terpadu
merupakan syarat yang perlu diperhatikan agar kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat
dapat dicapai (Mubyarto, 2000).
Penetapan suatu komoditas sebagai komoditas unggulan daerah harus disesuaikan dengan
potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki oleh daerah. Komoditas
yang dipilih sebagai komoditas unggulan daerah adalah komoditas yang memiliki
produktifitas yang tinggi dan dapat memberikan nilai tambah sehingga berdampak positif
bagi kesejahteraan masyarakat. Selain itu penetapan komoditas unggulan daerah juga harus
mempertimbangkan kontribusi suatu komoditas terhadap pertumbuhan ekonomi dan aspek
pemerataan pembangunan pada suatu daerah (Syahroni, 2005).
TINJAUAN PUSTAKA
A. Analisis Location Quotient (LQ)
Metode Location Quotient (LQ) bertujuan untuk mengidentifikasi suatu komoditas unggulan
(Miller dan Wright.1991) dalam Darmawansyah(2003). dan metode Analisis komoditas yang
ada pada suatu wilayah apakah termasuk ke dalam suatu basis atau non basis. Setiap metode
analisis memiliki kelebihan dan keterbatasan. begitu juga dengan metode LQ.
Kelebihan metode LQ dalam menganalisis komoditas unggulan yaitu penerapannya yang
sederhana. mudah. tidak memerlukan program pengolahan data yang rumit.
memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung serta dapat diterapkan pada
data historik untuk mengetahui trend yang sedang berlangsung. Keterbatasan metode LQ
antara lain diperlukan akurasi data untuk mendapatkan hasil yang valid. Selain itu pada saat
deliniasi wilayah kajian untuk menetapkan bahasan wilayah yang dikaji dan ruang lingkup
aktivitas. metode ini tidak memiliki acuan yang jelas oleh karena itu data yang dijadikan
sumber penelitian perlu diklarifikasi agar mendapatkan hasil yang akurat. Kelemahan
lainnya, dalam menggunakan metode LQ perlu berasumsi bahwa pola permintaan di setiap
daerah identik dengan pola permintaan bangsa, bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap
sektor regional sama dengan produktivitas tiap pekerja dalam industri-industri nasional dan
tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi. Untuk menghindari bias musiman dan
tahunan diperlukan nilai rata-rata data series yang cukup panjang, sehingga sangat dianjurkan
untuk menggunakaan data tidak kurang dari 5 (lima) tahun.
B. Kerangka Berpikir
METODE PENELITIAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang di peroleh dari pemerintah daerah Kabupaten
Maros, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Maros, dan buku-buku referensi . Metode
yang digunakan yaitu metode exploratory dalam menganalisis data literatur. data sekunder
melalui studi pustaka dengan mengkaji referensi terpilih dan mengumpulkan data dan
informasi terkait dengan bidang penelitian. Masing-masing data 5 tahun terakhir. Penelitian
ini dilaksanakan dimulai dari bulan Pebruari 2014 sampai bulan April 2014
B. Analisis Data
1. Menghitung LQ Produksi dan Luas Panen
Merupakan langkah terahkhir dalam perhitungan nilai LQ yaitu dengan memasukkan notasi-
notasi yang dipe roleh kedalam Rumus LQ yaitu sebagai pembilang dan sebagai penyebut.
Atau dengan Rumus :
dimana:
LQ = Location Quotient
pi= Produksi (luas panen ) jenis komoditas i pada tingkat kecamatan
pt= Produksi (luas panen) tanaman pangan semua komoditas j pada tingkat kecamatan
Pi= Produksi (luas panen ) jenis komoditas i pada tingkat kabupaten
Pt= Produksi (luas panen) tanaman pangan komoditasi j pada tingkat kabupaten
2. Indikator/Pengambilan keputusan
LQ = 1 merupakan sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki
keunggulan komparatif. produksi komoditas yang dihasilkan hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan sendiri dalam wilayah itu.
LQ < 1. merupakan sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki
keunggulan komparatif, produksi komoditas i di wilayah itu tidak dapat memenuhi kebutuhan
sendiri dan harus mendapat pasokan dari luar wilayah. Komoditas yang menghasilkan nilai
LQ > 1 merupakan strandar normative untuk ditetapkan sebagai komoditas unggulan. Dan
jika banyak komoditas yang menghasilkan nilai LQ > 1 maka derajat keunggulan komparatif
ditentukan berdasarkan nilai LQ yang lebih tinggi di suatu wilayah, karena makin tinggi nilai
LQ maka menunjukkan semakin tinggi pula potensi keunggulan komoditas tersebut..
2. Kecamatan Moncongloe
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Moncongloe ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu ubi kayu
(5,08), ubi jalar (2,24), jagung (1,63) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi
Nlai LQ dari ketiga komoditi tersebut ubi kayu, ubi jalar, jagung yaitu tergolong basis.
Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11
menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu ubi kayu (6,70), ubi jalar (3,00),
jagung (2,17) padi ladang (1,3) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa ketiga komoditi
tersebut tergolong basis.
Ubi kayu, ubi jalar, jagung adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Moncongloe,
sedangkang, padi sawah, padi ladang, kedelai, kacang tanah, kacang hijau yang mempunyai
Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis. Namun
komoditi padi ladang dari segi luas panen mempunyai LQ > 1 yaitu (1,33) tetapi dari segi
produksi termasuk dalam non basis.
4. Kecamatan Marusu
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Marusu ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu ubi jalar
(1,66), padi ladang (1,32), ubi kayu (1,17), padi sawah (1,05) dan pada tabel 5.10
menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari keempat komoditi tersebut yaitu ubi jalar, padi
ladang, ubi kayu, padi sawah tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai
Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1
yaitu ubi jalar (1,76), padi ladang (1,37), ubi kayu (1,22), padi sawah (1,12) dan pada Tabel
5.12 menunjukkan bahwa kempat komoditi tersebut tergolong basis.
Ubi jalar, padi ladang, ubi kayu, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di
Kecamatan Marusu, sedangkang jagung, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau , yang
mempunyai nilai LQ Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan
non basis.;
5. Kecamatan Turikale
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Turikale ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang
hijau (2,68), padi sawah (1,26) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ
dari kedua komoditi tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai
Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1
yaitu kacang hijau (2,82), padi sawah (1,25) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa kedua
komoditi tersebut tergolong basis.
Kacang hijau, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Turikale,
sedangkang kedelai, ubi jalar yang mempunyai nilai LQ Nilai LQ < 1 belum merupakan
komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;.
6. Kecamatan Lau
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Lau ditinjau dari segi produksi
pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang hijau
(1,66), padi sawah (1,27) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari
kedua komoditi tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location
Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang
hijau (1,69), padi sawah (1,27) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa kedua komoditi
tersebut tergolong basis.
Kacang hijau, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Lau,
sedangkang jagung dan ubi jalar yang mempunyai nilai LQ Nilai LQ < 1 belum merupakan
komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;
7. Kecamatan Bontoa
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Bontoa ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu padi
sawah (1,27) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari padi sawah
tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ)
pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu padi sawah (1,29) dan
pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Bontoa, sedangkang kacang
hijau yang mempunyai Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong
dalan non basis.;
8. Kecamatan Bantimurung
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Bantimurung ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu padi
sawah (1,26) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari padi sawah
tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ)
pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu padi sawah (1,25) dan
pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Bantimurung, sedangkang
jagung, kedelai, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar yang mempunyai Nilai LQ < 1 belum
merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;
9. Kecamatan Simbang
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Simbang ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kedelai
(3,31), padi sawah (1,16) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari
kedelai, padi sawah tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai
Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa kedua komoditi tersebut dengan
yang Nilai LQ > 1 yaitu kedelai (2,94), padi sawah (1,06) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan
bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Kedelai, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Simbang,
sedangkang padi ladang, jagung, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar yang mempunyai Nilai
LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;
14. Kecamatan Mallawa Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan
Mallawa ditinjau dari segi produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang
Nilai LQ > 1 yaitu kacang tanah (2,22),ubi jalar (1,74), jagung(1,17), padi sawah (1.06) dan
pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari kacang tanah, ubi jalar, jagung,
padi sawah tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location
Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa kedua komoditi tersebut dengan yang
Nilai LQ > 1 yaitu kacang tanah (2,05), ubi jalar (1,76), jagung(1,08), padi sawah (1.02) dan
pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Kacang tanah, ubi jalar, jagung, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di
Kecamatan Mallawa, sedangkang padi ladang, kedelai, kacang hijau, ubi kayu dan ubi kayu
yang mempunyai Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non
basis.;
B. Saran
Berdasarkan analisis-analisis yang diuraikan diatas maka dapat direkomdasikan sebagai
berikut :
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2009.
Pemerintahan Kabupaten Maros. Maros.
______________________. 2010. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2010.
Pemerintahan Kabupaten Maros. Maros
_____________________. 2011. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2011. Pemerintahan
Kabupaten Maros. Maros
_____________________. 2012. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2012. Pemerintahan
Kabupaten Maros. Maros
______________________. 2012. Statistik Penggunaan Lahan 2012 Ksbupaten Maros .
Pemerintahan Kabupaten Maros. Maros
______________________. 2013. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2013.
Pemerintahan Kabupaten Maros. Maros
Darmawansyah. 2003. Pengembangan Komoditi Unggulan Sebagai Basis Ekonomi Daerah.
Tesis S-2 Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Mubyarto. 2000. Pengembangan Wilayah Pembangunan Pedesaan dan Otonomi Daerah.
Direktorat Kebijaksanaan Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah. Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi. Jakarta.
Syahroni. Muhammad. 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan
Agribisnis di Kabupaten Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat.