Você está na página 1de 13

ANALISIS LOCATION QUOTIENT (LQ) DALAM

PENENTUAN KOMODITI UNGGULAN KECAMATAN


DI KABUPATEN MAROS.
Oleh
Ir. Pangerang, MP (Penyuluh Pertanian Kabupaten pada BPP-KP Kabupaten Maros)
Email AgronomiPertanian@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komoditi unggulan pada setiap kecamatan di
Kabupaten Maros. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Maros yang dimulai dari bulan
Pebuarisampai bulan April 2014 dengan Metode analisis data yang digunakan adalah Analisis
Location Quotient (LQ).
Hasil penelitian Analisis Location Quotient (LQ) berdasarkan rata-rata produksi dan rata-rata
luas panen lima tahun terakhir dari komoditi tanaman pangan pada setiap Kecamatan di
Kabupaten Maros menghasilkan komoditi unggulan yang terpilih didasarkan pada Nilai LQ
>1 dengan tingkat keunggulan berdasarkan nilai LQ tertinggi pada masing-masing komoditi
pada setiap kecamatan. Hasil penentuan komoditi unggulan dengan urutan nilai LQ tertinggi
berdasarkan rata-rata produksi lima tahun terakhir sebagai berikut : 1). Kecamatan Mandai
dengan komoditi unggulan terpilih: padi ladang (1,23), padi sawah (1,14); 2). Kecamatan
Moncongloe dengan komoditi unggulan terpilih: ubi kayu (5,08), ubi jalar (2,24), jagung
(1,63); 3). Kecamatan Maros Baru dengan komoditi unggulan terpilih; kacang hijau (14,60),
padi sawah (1,18), ubi jalar (1,05); 4). Kecamatan Marusu dengan komoditi unggulan
terpilih: ubi jalar (1,66), padi ladang (1,32), ubi kayu (1,17), padi sawah (1,05); 5).
Kecamatan Turikale dengan komoditi unggulan terpilih: kacang hijau (2,68), padi sawah
(1,26); 6). Kecamatan Lau dengan komoditi unggulan terpilih: kacang hijau (1,66), padi
sawah (1,27); 7). Kecamatan Bontoa dengan komoditi unggulan terpilih: padi sawah (1,27);
8). Kecamatan Bantimurung dengan komoditi unggulan terpilih: padi sawah (1,26); 9).
Kecamatan Simbang dengan komoditi unggulan terpilih: kedelai (3,31), padi sawah (1,16);
10). Kecamatan Tanralili dengan komoditi unggulan terpilih: ubi jalar (2,30), ubi kayu (2,16),
jagung (1,42), kedelai (1,11), padi ladang (1,07); 11). Kecamatan Tompobulu dengan
komoditi unggulan terpilih: padi ladang (4,52), jagung (3,85), kedelai (3,62), ubi kayu (1,71),
kacang tanah (1,52) ,ubi jalar (1,43); 12). Kecamatan Camba dengan komoditi unggulan
terpilih: kacang tanah (6,48), jagung (1,60), ubi jalar (1,56,) padi ladang (1,26),; 13).
Kecamatan Cenrana dengan komoditi unggulan terpilih: kacang tanah (3,37), padi sawah
(1.03); 14). Kecamatan Mallawa dengan komoditi unggulan terpilih: kacang tanah (2,22),ubi
jalar (1,74), jagung(1,17), padi sawah (1.06). Kata kunci: Location Quotient, Komoditi
Unggulan, Kabupaten Maros

PENDAHULUAN

Sektor pertanian adalah sektor terpenting dan merupakan penggerak utama dalam
perekonomian Kabupaten Maros. Pemanfaatan lahan yang di bedakan menjadi lahan
pertanian (lahan sawah dan lahan bukan sawah) dan lahan bukan pertanian yang pada tahun
2012 sebagian besar lahan yang ada. digunakan sebagai lahan pertanian yaitu sebesar 79,32
persen ( tidak termasuk hutan rakyat). Hal inilah yang menjadikan sektor pertanian (termasuk
kehutanan didalamnya) terhadap peningkatan PDRB (Product Domestic Regional Bruto)
Kabupaten Maros pada tahun 2012 cukup tinggi yaitu 33,34 persen dan menjadi sektor yang
dominan peranannya terhadap struktur perekonomian Kabupaten Maros dengan nilai
pertumbuhan ekonomi selama dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mengalami
pertumbuhan rata-rata sebesar 6,21 persen per tahun.
Penentuan komoditas unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal menuju
pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan
konparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan yang dihadapi.
Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas yang mempunyai
keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi luas panen, produksi, dan penawaran maupun
permintaan.
Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan ekonomi daerah melalui
sektor pertanian pada era otonomi daerah saat ini adalah melalui pengembangan komoditas
unggulan daerah. Pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan diharapkan dapat
memacu pertumbuhan suatu wilayah yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat. Pemanfaatan potensi daerah unggulan dan potensial secara optimal dan terpadu
merupakan syarat yang perlu diperhatikan agar kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat
dapat dicapai (Mubyarto, 2000).

Penetapan suatu komoditas sebagai komoditas unggulan daerah harus disesuaikan dengan
potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki oleh daerah. Komoditas
yang dipilih sebagai komoditas unggulan daerah adalah komoditas yang memiliki
produktifitas yang tinggi dan dapat memberikan nilai tambah sehingga berdampak positif
bagi kesejahteraan masyarakat. Selain itu penetapan komoditas unggulan daerah juga harus
mempertimbangkan kontribusi suatu komoditas terhadap pertumbuhan ekonomi dan aspek
pemerataan pembangunan pada suatu daerah (Syahroni, 2005).

TINJAUAN PUSTAKA
A. Analisis Location Quotient (LQ)
Metode Location Quotient (LQ) bertujuan untuk mengidentifikasi suatu komoditas unggulan
(Miller dan Wright.1991) dalam Darmawansyah(2003). dan metode Analisis komoditas yang
ada pada suatu wilayah apakah termasuk ke dalam suatu basis atau non basis. Setiap metode
analisis memiliki kelebihan dan keterbatasan. begitu juga dengan metode LQ.
Kelebihan metode LQ dalam menganalisis komoditas unggulan yaitu penerapannya yang
sederhana. mudah. tidak memerlukan program pengolahan data yang rumit.
memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung serta dapat diterapkan pada
data historik untuk mengetahui trend yang sedang berlangsung. Keterbatasan metode LQ
antara lain diperlukan akurasi data untuk mendapatkan hasil yang valid. Selain itu pada saat
deliniasi wilayah kajian untuk menetapkan bahasan wilayah yang dikaji dan ruang lingkup
aktivitas. metode ini tidak memiliki acuan yang jelas oleh karena itu data yang dijadikan
sumber penelitian perlu diklarifikasi agar mendapatkan hasil yang akurat. Kelemahan
lainnya, dalam menggunakan metode LQ perlu berasumsi bahwa pola permintaan di setiap
daerah identik dengan pola permintaan bangsa, bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap
sektor regional sama dengan produktivitas tiap pekerja dalam industri-industri nasional dan
tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi. Untuk menghindari bias musiman dan
tahunan diperlukan nilai rata-rata data series yang cukup panjang, sehingga sangat dianjurkan
untuk menggunakaan data tidak kurang dari 5 (lima) tahun.

B. Kerangka Berpikir
METODE PENELITIAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang di peroleh dari pemerintah daerah Kabupaten
Maros, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Maros, dan buku-buku referensi . Metode
yang digunakan yaitu metode exploratory dalam menganalisis data literatur. data sekunder
melalui studi pustaka dengan mengkaji referensi terpilih dan mengumpulkan data dan
informasi terkait dengan bidang penelitian. Masing-masing data 5 tahun terakhir. Penelitian
ini dilaksanakan dimulai dari bulan Pebruari 2014 sampai bulan April 2014

B. Analisis Data
1. Menghitung LQ Produksi dan Luas Panen
Merupakan langkah terahkhir dalam perhitungan nilai LQ yaitu dengan memasukkan notasi-
notasi yang dipe roleh kedalam Rumus LQ yaitu sebagai pembilang dan sebagai penyebut.
Atau dengan Rumus :
dimana:
LQ = Location Quotient
pi= Produksi (luas panen ) jenis komoditas i pada tingkat kecamatan
pt= Produksi (luas panen) tanaman pangan semua komoditas j pada tingkat kecamatan
Pi= Produksi (luas panen ) jenis komoditas i pada tingkat kabupaten
Pt= Produksi (luas panen) tanaman pangan komoditasi j pada tingkat kabupaten

2. Indikator/Pengambilan keputusan

LQ > 1 menunjukkan terdapat konsentrasi relative disuatu wilayah dibandingkan dengan


keseluruhan wilayah. Hal ini berarti komoditas i disuatu wilayah merupakan sektor basis
yang berarti komoditas i di wilayah itu memiliki keunggulam komparatif.

LQ = 1 merupakan sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki
keunggulan komparatif. produksi komoditas yang dihasilkan hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan sendiri dalam wilayah itu.

LQ < 1. merupakan sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki
keunggulan komparatif, produksi komoditas i di wilayah itu tidak dapat memenuhi kebutuhan
sendiri dan harus mendapat pasokan dari luar wilayah. Komoditas yang menghasilkan nilai
LQ > 1 merupakan strandar normative untuk ditetapkan sebagai komoditas unggulan. Dan
jika banyak komoditas yang menghasilkan nilai LQ > 1 maka derajat keunggulan komparatif
ditentukan berdasarkan nilai LQ yang lebih tinggi di suatu wilayah, karena makin tinggi nilai
LQ maka menunjukkan semakin tinggi pula potensi keunggulan komoditas tersebut..

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Analisis Location Quotient (LQ)
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) terhadap rata-rata produksi dan rata-rata luas
panen tanaman pangan disajikan pada Tabel 5.9 dan Tabel 5.11.
Sedangkan klasifikasi Nilai Location Quotient (LQ) terhadap rata-rata produksi dan rata-rata
luas panen tanaman pangan di sajikan pada Tabel 5.10 dan Tabel 5.12.
1. Kecamatan Mandai
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Mandai ditinjau dari segi
produksi seperti pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 padi
ladang (1,23), padi sawah (1,14) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ
dari kedua komoditi tersebut padi ladang, padi sawah tergolong basis. Sedangkan ditinjau
dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi
yang Nilai LQ > 1 yaitu padi ladang (1,25), padi sawah (1,17) dan pada Tebel 5.12
menunjukkan bahwa kedua komoditi tersebut tergolong basis.
Padi ladang dan padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Mandai,
sedangkang jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar yang mempunyai nilai LQ Nilai LQ < 1
belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.

2. Kecamatan Moncongloe
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Moncongloe ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu ubi kayu
(5,08), ubi jalar (2,24), jagung (1,63) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi
Nlai LQ dari ketiga komoditi tersebut ubi kayu, ubi jalar, jagung yaitu tergolong basis.
Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11
menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu ubi kayu (6,70), ubi jalar (3,00),
jagung (2,17) padi ladang (1,3) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa ketiga komoditi
tersebut tergolong basis.
Ubi kayu, ubi jalar, jagung adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Moncongloe,
sedangkang, padi sawah, padi ladang, kedelai, kacang tanah, kacang hijau yang mempunyai
Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis. Namun
komoditi padi ladang dari segi luas panen mempunyai LQ > 1 yaitu (1,33) tetapi dari segi
produksi termasuk dalam non basis.

3. Kecamatan Maros Baru


Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Maros Baru ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang
hijau (14,60), padi sawah (1,18), ubi jalar (1,05) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa
klasifikasi Nlai LQ dari ketiga komoditi tersebut kacang hijau, padi sawah, ubi jalar
tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel
5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang hijau (13,79), padi sawah
(1,11), ubi jalar (1,03) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa ketiga komoditi tersebut
tergolong basis.
Kacang hijau , padi sawah, ubi jalar adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan
Maros Baru, sedangkang jagung, kedelai, kacang tanah dan ubi kayu yang mempunyai nilai
LQ Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;

4. Kecamatan Marusu
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Marusu ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu ubi jalar
(1,66), padi ladang (1,32), ubi kayu (1,17), padi sawah (1,05) dan pada tabel 5.10
menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari keempat komoditi tersebut yaitu ubi jalar, padi
ladang, ubi kayu, padi sawah tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai
Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1
yaitu ubi jalar (1,76), padi ladang (1,37), ubi kayu (1,22), padi sawah (1,12) dan pada Tabel
5.12 menunjukkan bahwa kempat komoditi tersebut tergolong basis.
Ubi jalar, padi ladang, ubi kayu, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di
Kecamatan Marusu, sedangkang jagung, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau , yang
mempunyai nilai LQ Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan
non basis.;

5. Kecamatan Turikale
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Turikale ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang
hijau (2,68), padi sawah (1,26) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ
dari kedua komoditi tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai
Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1
yaitu kacang hijau (2,82), padi sawah (1,25) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa kedua
komoditi tersebut tergolong basis.
Kacang hijau, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Turikale,
sedangkang kedelai, ubi jalar yang mempunyai nilai LQ Nilai LQ < 1 belum merupakan
komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;.
6. Kecamatan Lau
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Lau ditinjau dari segi produksi
pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang hijau
(1,66), padi sawah (1,27) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari
kedua komoditi tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location
Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang
hijau (1,69), padi sawah (1,27) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa kedua komoditi
tersebut tergolong basis.
Kacang hijau, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Lau,
sedangkang jagung dan ubi jalar yang mempunyai nilai LQ Nilai LQ < 1 belum merupakan
komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;

7. Kecamatan Bontoa
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Bontoa ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu padi
sawah (1,27) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari padi sawah
tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ)
pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu padi sawah (1,29) dan
pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Bontoa, sedangkang kacang
hijau yang mempunyai Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong
dalan non basis.;

8. Kecamatan Bantimurung
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Bantimurung ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu padi
sawah (1,26) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari padi sawah
tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ)
pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu padi sawah (1,25) dan
pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Bantimurung, sedangkang
jagung, kedelai, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar yang mempunyai Nilai LQ < 1 belum
merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;

9. Kecamatan Simbang
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Simbang ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kedelai
(3,31), padi sawah (1,16) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari
kedelai, padi sawah tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai
Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa kedua komoditi tersebut dengan
yang Nilai LQ > 1 yaitu kedelai (2,94), padi sawah (1,06) dan pada Tabel 5.12 menunjukkan
bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Kedelai, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Simbang,
sedangkang padi ladang, jagung, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar yang mempunyai Nilai
LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;

10. Kecamatan Tanralili


Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Tanralili ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu ubi jalar
(2,30), ubi kayu (2,16), jagung (1,42), kedelai (1,11), padi ladang (1,07) dan pada tabel 5.10
menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari ubi jalar , ubi kayu , jagung, kedelai, padi
ladang tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient
(LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa kedua komoditi tersebut dengan yang Nilai LQ > 1
yaitu ubi jalar (2,40), ubi kayu (2,31), jagung (1,51), kedelai (1,16), padi ladang (1,13) dan
pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Ubi jalar , ubi kayu , jagung, kedelai, padi ladang adalah merupakan komoditi unggulan di
Kecamatan Tanralili, sedangkang padi, kacang hijau, kacang hijau, yang mempunyai Nilai
LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;
11. Kecamatan Tompobulu
Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Tompobulu ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu padi
ladang (4,52), jagung (3,85), kedelai (3,62), ubi kayu (1,71), kacang tanah (1,52) ,ubi jalar
(1,43), dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari padi ladang, jagung,
kedelai, ubi kayu, kacang tanah, ubi jalar, tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari
luas panen Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa kedua
komoditi tersebut dengan yang Nilai LQ > 1 yaitu padi ladang (4,16), jagung (3,51), kedelai
(3,40), ubi kayu (1,59), kacang tanah (1,47) ,ubi jalar (1,29) dan pada Tabel 5.12
menunjukkan bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Padi ladang, jagung, kedelai, ubi kayu), kacang tanah, ubi jalar adalah merupakan komoditi
unggulan di Kecamatan Tompobulu, sedangkang padi, kacang hijau, padi sawah, kacang
hijau, yang mempunyai Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong
dalan non basis.;

12. Kecamatan Camba


Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Camba ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang
tanah (6,48), jagung (1,60), ubi jalar (1,56,) padi ladang (1,26), dan pada tabel 5.10
menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari kacang tanah , jagung, ubi jalar, padi ladang,
tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location Quotient (LQ)
pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa kedua komoditi tersebut dengan yang Nilai LQ > 1 yaitu
kacang tanah (5,50), jagung (1,46), ubi jalar (1,33) padi ladang (1,10) dan pada Tabel 5.12
menunjukkan bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Kacang tanah , jagung, ubi jalar, padi ladang, adalah merupakan komoditi unggulan di
Kecamatan Camba, sedangkang padi, kacang hijau, padi sawah, kedelai, kacang hijau, dan
ubi kayu yang mempunyai Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong
dalan non basis.;

13. Kecamatan Cenrana


Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan Cenrana ditinjau dari segi
produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang
tanah (3,37), padi sawah (1.03) dan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ
dari kacang tanah, padi sawah tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen
Nilai Location Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa kedua komoditi tersebut
dengan yang Nilai LQ > 1 yaitu kacang tanah (3,21), padi sawah (1.02) dan pada Tabel 5.12
menunjukkan bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
kacang tanah, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di Kecamatan Cenrana,
sedangkang padi ladang, jagung,kedelai ubi kayu dan ubi jalar yang mempunyai Nilai LQ < 1
belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non basis.;

14. Kecamatan Mallawa Hasil analisis Nilai Location Quotient (LQ) pada Kecamatan
Mallawa ditinjau dari segi produksi pada tabel 5.9 yang menunjukkan bahwa komoditi yang
Nilai LQ > 1 yaitu kacang tanah (2,22),ubi jalar (1,74), jagung(1,17), padi sawah (1.06) dan
pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa klasifikasi Nlai LQ dari kacang tanah, ubi jalar, jagung,
padi sawah tersebut tergolong basis. Sedangkan ditinjau dari luas panen Nilai Location
Quotient (LQ) pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa kedua komoditi tersebut dengan yang
Nilai LQ > 1 yaitu kacang tanah (2,05), ubi jalar (1,76), jagung(1,08), padi sawah (1.02) dan
pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa komoditi tersebut tergolong basis.
Kacang tanah, ubi jalar, jagung, padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan di
Kecamatan Mallawa, sedangkang padi ladang, kedelai, kacang hijau, ubi kayu dan ubi kayu
yang mempunyai Nilai LQ < 1 belum merupakan komoditi unggulan dan tergolong dalan non
basis.;

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan
Berdasarkan hasil Analisis Location Quotients (LQ) dapat disimpulkan bahwa setiap
kecamatan mempunyai komoditi unggulan (One Disctrik and one comodity), yang diurut
berdasarkan nilai LQ tertinggi pada setiap kecamatan dan yang tercetak tebal adalah komoditi
unggulan utama pada setiap kecamatan sebagai berikut :

1. Mandai : Padi Ladang, Padi Sawah;


2. Moncongloe : Ubi Kayu, Ubi Jalar, jagung
3. Maros Baru : Kacang Hijau, Padi Sawah, Ubi Jalar;
4. Marusu : Ubi Jalar, Padi Landang, Ubi kayu, Padi Sawah;
5. Turikale : Kacang Hijau, Padi Sawah;
6. Lau : Kacang Hijau, Padi Sawah;
7. Bontoa : Padi Sawah;
8. Bantimurung : Padi Sawah;
9. Simbang : Kedelai, Padi Sawah;
10. Tanralili : Ubi Jalar ,Ubi Kayu, Jagung, Kedelai, Padi Ladang;
11. Tompobulu : Padi Ladang, Jagung. Kedelai, Ubi Kayu, Kacang Tanah, Ubi Jalar;
12. Camba : Kacang Tanah, Jagung. Ubi Jalar, Padi Ladang;
13. Cenrana : Kacang Tanah, Padi Sawah;
14. Mallawa : Kacang Tanah, Ubi Jalar, Jagung, Padi Sawah.

B. Saran
Berdasarkan analisis-analisis yang diuraikan diatas maka dapat direkomdasikan sebagai
berikut :

1. Pemerintah daerah diharapkan dapat mempertahankan dan mengembangkan komoditi


yang menjadi unggulan pada setiap kecamatan untuk peningkatan pendapatan daerah,
sehingga komoditi unggulan pertanian diharapkan juga dapat merangsang komoditi
lain yang kurang memberikan kontribusinya terhadap pembangunan daerah
Kabupaten Maros.
2. Komoditi yang belum unggul pada beberapa kecamatan maka perlu dilakukan
identifikasi tentang penyebab merosotnya jumlah luas panen dan nilai produksi
sehingga bisa diketahui masalah-masalah yang dihadapi para petani dan bisa dicari
solusi yang menguntungkan.
3. Pemerintah daerah diharapkan dapat mengembangkan sarana dan prasarana untuk
pengembangan usaha pertanian yaitu dengan pengembangan teknologi, membangun
sarana irigasi. ketersediaan lahan. Penyediaan, modal bagi pelaku produsen,dan
sarana pendukung seperti transportasi dan komunikasi;
4. Pemerintah daerah hendaknya menggerakkan pembangunan pertanian yaitu dengan
memasarkan hasil-hasil komoditi pertanian seperti menjalin kerjasama atau kemitraan
dengan pengusaha sehingga dapat meningkat nilai tambah dari hasil pertanian;
5. Meningkatkan SDM Pembina dan pelaku usaha dalam penguasaan teknologi
produksi, teknologi informasi, manajemen usaha atau kewirausahaan kelompok, dan
peningkatan kelas kemampuan kelompok tani, pembentukan gabungan kelompok tani
, fasilitasi kemitraan antara kelompok tani dengan pihak ketiga, studi banding dengan
petani atau daerah yang sudah berhasil dalam manajemen komoditi unggulan dan
mengadakan pelatihan manajemen
6. Informasi ini dapat dipergunakan untuk menentukan komoditi yang menjadi unggulan
atau andalan pada setiap kecamatan sehingga setiap kecamatan minimal mempunyai
satu komoditas unggulan (One Distric One Commodity ), sehingga dalam
pembangunan pertanian yang mengarah spesialisasi komoditas akan mengefisienkan
penggunaan sumberdaya;
7. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari komoditi unggulan di tingkat desa
“One Village One Commodity“

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2009.
Pemerintahan Kabupaten Maros. Maros.
______________________. 2010. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2010.
Pemerintahan Kabupaten Maros. Maros
_____________________. 2011. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2011. Pemerintahan
Kabupaten Maros. Maros
_____________________. 2012. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2012. Pemerintahan
Kabupaten Maros. Maros
______________________. 2012. Statistik Penggunaan Lahan 2012 Ksbupaten Maros .
Pemerintahan Kabupaten Maros. Maros
______________________. 2013. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2013.
Pemerintahan Kabupaten Maros. Maros
Darmawansyah. 2003. Pengembangan Komoditi Unggulan Sebagai Basis Ekonomi Daerah.
Tesis S-2 Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Mubyarto. 2000. Pengembangan Wilayah Pembangunan Pedesaan dan Otonomi Daerah.
Direktorat Kebijaksanaan Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah. Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi. Jakarta.
Syahroni. Muhammad. 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan
Agribisnis di Kabupaten Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Você também pode gostar