Você está na página 1de 55

PENGARUH PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG VULVA HYGIENE

DALAM MENANGANI KEPUTIHAN DI PONDOK PESANTREN


PUTRI HM AL-MAHRUSIYAH LIRBOYO KEDIRI

PROPOSAL SKRIPSI

ZULFI FAUZIAH RAHMAN

NIM P17321185058

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2018
2

PENGARUH PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG VULVA


HYGIENE DALAM MENANGANI KEPUTIHAN DI PONDOK
PESANTREN
PUTRI HM AL-MAHRUSIYAH LIRBOYO KEDIRI
TAHUN 2018

ZULFI FAUZIAH RAHMAN

INTISARI

Latar Belakang : Berdasarkan data penelitian tentang kesehatan reproduksi


wanita menunjukkan 3 dari 4 wanita di dunia pernah mengalami keputihan,
paling tidak sekali dalam hidupnya. Vulva hygiene merupakan salah satu
perilaku untuk meminimalisir terjadinya keabnormalan akibat keputihan.
Faktanya, banyak remaja putri yang belum mengerti dan peduli bagaimana
merawat organ reproduksinya. Masalahnya adalah kejadian keputihan
abnormal yang dialami oleh sebagian remaja putri di Pondok Pesantren
Putri HM Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri.
Tujuan : Mengetahui tingkat pengetahuan remaja putri tentang vulva
hygiene dalam menangani keputihan di Pondok Pesantren Putri HM Al-
Mahrusiyah Lirboyo Kediri.
Metodologi : Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif.
Subyek penelitian ini adalah 80 remaja putri di Pondok Pesantren Putri HM
Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri. Pengambilan data dilakukan dengan
pengisian kuesioner yang telah diujicobakan.
Hasil Penelitian : Lebih dari setengah responden yaitu sebesar 63,75%
responden memiliki tingkat pengetahuan kategori cukup tentang vulva
hygiene dalam menangani keputihan, disertai sebesar 51,25% responden
mendapatkan informasi tentang vulva hygiene dalam menangani keputihan
berasal dari guru dan sebesar 58,75% responden memiliki pengalaman saat
mengalami keputihan yaitu mencari solusi sendiri.
Simpulan : Tingkat pengetahuan remaja putri tentang vulva hygiene dalam
menangani keputihan di Pondok Pesantren Putri HM Al-Mahrusiyah
Lirboyo Kediri memiliki prosentase tertinggi pada kategori cukup.

Kata kunci : pengetahuan, remaja putri, vulva hygiene, keputihan.


3

KNOWLEDGE FEMALE ADOLESCENCES ABOUT VULVA HYGIENE TO


HANDLE OF LEUCORRHOEAE OF PONDOK PESANTREN
PUTRI HM AL-MAHRUSIYAH LIRBOYO KEDIRI
ON 2018

ZULFI FAUZIAH RAHMAN

ABSTRACT

Introduction : Research shows that 3 of 4 woman worldwide suffer leucorrhoeae


at least once in their life. Vulva hygiene is one of action to prevent of abnormal
leucorrhoeae. Unfortunataly, the fact shows that many young women do not have
sufficient knowledge in taking care of their reproduction organs. The problem in
this research is incident of abnormal leucorrhoeae on female adolescences in
Pondok Pesantren Putri HM Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri.
Objectif : To know the knowledge level on female adolescences about vulva
hygiene to handle of leucorrhoeae in Pondok Pesantren Putri HM Al-Mahrusiyah
Lirboyo Kediri.
Method ; Descriptive research. This research recruited 80 female adolescences of
Pondok Pesantren Putri HM Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri. The collected data,
which was the primary data, collected by filling a questionnaire that has been
tested guided.
Result : More than half of respondents (63,75%) have phase knowledge on
enough category about vulva hygiene to handle leucorrhoeae, also 51,25% of
respondents got some information about vulva hygiene to handle leucorrhoeae
flom theacher and 58,75% of respondents had method experience to handle
leucchoroeae sought solution by herself.
Conclusion : Phase knowledge on female adolescences about vulva hygiene to
handle leucorrhoeae of Pondok Pesantren Putri HM Al-Mahrusiyah Lirboyo
Kediri have highest prosentage on enaught category.

Keyword ; Knowledge, female adolescences, vulva hygiene, leucorrhoeae.


4

DAFTAR ISI

Halaman :

Halaman Judul ………………………………………………… i

Pernyataan Keaslian……………………………………………… ii

Halaman Persetujuan Pembimbing ……………………………… iii

Halaman Pengesahan …………………………………………... iv

Halaman Abstrak ………………………………………………. v

Kata Pengantar ……………………………………………… vii

Halaman Daftar Isi ……………………………………………. viii

Halaman Daftar Tabel …………………………………………. x

Halaman Daftar Gambar ……………………………………… xi

Halaman Daftar Lampiran …………………………………….... xii

Halaman Daftar Singkatan ……………………………………... xiii

Halaman Daftar Istilah …………………………………………. xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………. 1


A. Latar Belakang …………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………… 3
C. Tujuan Penelitian ……………………………………… 3
D. Manfaat Penelitian……………………………………… 3
E. Penelitian yang Relevan………………………………… 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………….. 6


A. Tinjauan Pustaka ……………………………………… 6
B. Kerangka Konseptual …………………………………… 35

BAB 3 METODE PENELITIAN …………………………….. 36


A. Desain Penelitian ……………………………………….. 36
B. Kerangka Operasional……………………….………….. 37
C. Populasi, Sampel dan Sampling………………………… 38
D. Kriteria Sampel ……………………………………….. 40
E. Variabel Penelitian.………………………………………. 41
F. Definisi Operasional……………………………………… 41
ix
5

G. Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………... 42


H. Prosedur Pengumpulan Data……………………………… 42
I. Alat/Instrumen yang Digunakan…………………………. 43
J. Teknik Pengolahan/Analisa Data………………………… 44
K. Etika Penelitian …………………………………………. 46
L. Keterbatasan ……………………………………………… 47

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………. 54

LAMPIRAN
6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fluor albus/Leucorrhoe (keputihan) merupakan cairan yang keluar dari

vagina yang bersifat berlebihan dan bukan berupa darah. Secara normal

seseorang wanita selalu mengeluarkan cairan dari alat kemaluannya yang

berasal dari : transudat dinding vagina, lendir serviks, lendir kelenjar-kelenjar

Bartholini dan Skene. Cairan di atas disebut luar biasa kalau : menimbulkan

bercak-bercak pada celana dalam (berwarna kuning atau hijau), berbau,

menyebabkan keluhan-keluhan seperti perasaan gatal dan panas pada vulva

(Sastrawinata, 2009). Masalah keputihan merupakan masalah yang sejak lama

menjadi persoalan dan belum banyak diketahui kaum wanita. Mereka

menganggap ringan persoalan tersebut, padahal jika keputihan tidak ditangani

dengan cara yang benar dapat menyebabkan banyak risiko gangguan

kewanitaan. Vulva hygiene merupakan salah satu perilaku untuk menjaga

kesehatan genitalia wanita untuk meminimalisir terjadinya keabnormalan

akibat keputihan (Kusmiati, 2007).

Menurut Marjono dalam Astuti (2010) menyebutkan bahwa 3 dari 4

wanita di dunia ternyata pernah mengalami keputihan. Selain itu informasi lain

menyebutkan sekurang-kurangnya 1 antara 2 wanita mengalami keputihan

minimal satu kali dalam hidupnya. Maka dapat disimpulkan ada sekitar 90

juta wanita Indonesia yang berpotensi terserang gangguan kewanitaan

khusunya keputihan . Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada

1
7

tanggal 1 Januari 2013, pada 15 responden remaja putri di Pondok Pesantren

Putri HM Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri, didapatkan data bahwa 100%

responden pernah mengalami keputihan. Dimana yang mengalami keputihan

dengan konsistensi bening sebanyak 13,3%, konsistensi hijau 6,6%, konsistensi

putih, gatal 33,3%, konsistensi kuning, bau 6,6%, konsistensi putih, gatal 6,6%

serta konsistensi putih, hijau, dan gatal sebanyak 6,6%, konsistensi kuning,

gatal 6,6%, konsistensi bening, gatal 6,6% dan konsistensi bening, putih,

kuning, hijau, bau disertai gatal sebanyak 13,3%.

Menurut Wahyurini dalam Mariyatul (2010) menyebutkan penyebab

fluor albus/leucorrhoe/keputihan terkait dengan cara kita merawat organ

reproduksi. Misalnya personal hygiene yang kurang tepat, menggunakan

celana yang tidak menyerap keringat, jarang mengganti celana dalam, sering

tidak mengganti pembalut saat menstruasi. Para remaja harus waspada terhadap

gejala keputihan. Keputihan yang lama walau dengan gejala biasa-biasa saja,

lama kelamaan dapat merusak selaput dara sampai hampir habis, sehingga pada

saat hubungan badan yang pertama mengeluarkan darah. Jika keputihan banyak

dan baunya menyengat atau berwarna kuning/abu-abu (beberapa penyakit

kelamin servicitis, vaginitis) (Kusmiyati, 2008).

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah keputihan dapat

dicegah dengan cara selalu menjaga kebersihan diri, terutama kebersihan alat

kelamin. Membiasakan membasuh vagina dengan cara yang benar, yaitu

dengan gerakan dari depan ke arah belakang, cuci dengan air bersih setiap

buang air dan mandi. Menghindari penggunaan talk di sekitar vagina, cairan

pembersih vagina yang berlebihan karena mematikan flora normal vagina,


8

tissue harum, atau tissue toilet yang menyebabkan iritasi. Hindari penggunaan

celana dalam yang ketat, gunakan celana dalam yang mampu menyerap

keringat, gunakan perlengkapan mandi pribadi, pola diet seimbang, olahraga

teratur, istirahat cukup, hindari rokok dan alkohol serta hindari stress

berkepanjangan (Kusmiati, 2008).

B. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai “Bagaimanakah pengaruh pengetahuan remaja putri tentang vulva

hygiene dalam menangani keputihan di Pondok Pesantren Putri HM Al-

Mahrusiyah Lirboyo Kediri?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengaruh remaja putri

tentang vulva hygiene dalam menangani keputihan di Pondok Pesantren Putri

HM Al-Mahrusiyah Kediri.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Menambah kepustakaan tentang penelitian mengenai pengetahuan

remaja putri tentang vulva hygiene dalam menangani keputihan dan untuk

bahan informasi jika terdapat penelitian selanjutnya dengan tema yang

serupa.
9

2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Mengetahui kejadian keputihan yang dialami remaja putri serta

menjadikan acuan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan mengenai

kesehatan reproduksi khususnya dalam menangani keputihan yang dialami

remaja putri.

3. Bagi Tempat Penelitian

Menjadi bahan bacaan remaja putri untuk menambah pengetahuan

tentang keputihan baik pengertian, penyebab, dampak, pencegahan, dan

cara menangani keputihan, serta merubah perilaku mengenai upaya

menangani keputihan khususnya teknik vulva hygiene yang benar.

4. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai gambaran

pengetahuan remaja putri tentang vulva hygiene dalam menangani

keputihan di Pondok Pesantren Putri HM Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri.

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian pengetahuan remaja putri tentang vulva hygiene dalam

menangani keputihan telah banyak dilakukan baik dengan menggunakan data

primer maupun sekunder. Beberapa penelitian yang telah dilakukan antara lain:

Ayuningtyas (2010) meneliti tentang “Hubungan Antara Pengetahuan

dan Perilaku Menjaga Kebersihan Genitalia Eksterna dengan Kejadian

Keputihan pada Siswi SMA Negeri 4 Semarang”. Variabel yang diteliti adalah
10

pengetahuan dan perilaku menjaga kebersihan genetalia serta kejadian

keputihan. Metode yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan

cross sectional dan hasilnya ada hubungan antara pengetahuan menjaga

kebersihan genitalia eksterna dengan kejadian keputihan pada siswi dan tidak

ada hubungan antara perilaku menjaga kebersihan genitalia eksterna dengan

kejadian keputihan pada siswi SMA Negeri 4 Semarang.

<http://www.pdfsearch365.com/?query=jurnal%20kebidanan%20kesehatan%2

0reproduksi%20tentang>,di akses pada hari Sabtu, 29 Desember 2012, pukul

08.15 WIB. Persamaan penelitian yaitu terletak pada masalah penelitian.

Perbedaannya terletak pada metode, responden, waktu dan lokasi penelitian.

Astuti (2010) meneliti tentang “Hubungan Perilaku Vulva Hygiene

dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Putri Kelas X di SMU Negeri 2

Ungaran Semarang”. Variabel yang diteliti adalah perilaku vulva hygiene dan

kejadian keputihan. Metode penelitian yang digunakan adalah analitik dengan

pendekatan cross sectional dan hasilnya ada hubungan antara perilaku vulva

hygiene dengan kejadian keputihan remaja putri kelas X di SMU Negeri

Ungaran Semarang. <http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/42085965.pdf>, di

akses pada hari Sabtu, 29 Desember 2012, pukul 08.40 WIB. Persamaan dari

penelitian di atas tentang masalah penelitian. Sedangkan perbedaannya terletak

pada metode, responden, waktu dan lokasi penelitian.


11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan

terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia di peroleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal,

termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara

sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang malakukan

kontak atau pengamatan terhadap suatu obyek tertentu (Mubarak. 2011).

Menurut Notoatmodjo dalam Wawan (2011) menjelaskan

mengenai pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.


12

b. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan memiliki cakupan domain kognitif 6 tingkatan

(Notoatmodjo, 2007).

1. Tahu (Know)

Tahu di artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di

pelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap situasi yang sangat spesifik dari

seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah di terima. Oleh

sebab itu, ini adalah merupakan tingkatan pengetahuan yang paling

rendah.

2. Memahami (Comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan

materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham harus dapat

menjelaskan, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi adalah kemampuan menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi nyata. Aplikasi dapat diartikan sebagai

penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus, metode-metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat

menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil

penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah

kesehatan dari kasus yang diberikan.


13

4. Analisis (Analysis)

Suatu kemampuan menjabarkan materi atau kedalam komponen-

komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada

kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat diteliti dari

penggantian kata seperti dapat menggambarkan (menurut bagian),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Syntesis)

Menunjukkan kepada suatu komponen untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam satu bentuk keseluruhan yang

baru. Merupakan kemampuan menyusun, merencanakan, meringkaskan,

menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan

yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau penelitian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada misalnya : dapat membandingkan antara remaja putri yang

memiliki pengetahuan baik dengan remaja putri yang memiliki

pengetahuan kurang tentang vulva hygiene yang benar dengan tingkat

kejadian keputihan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari

pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang


14

tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers dalam Mubarak (2011)

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru

(berperilaku baru), di dalam diri seseorang tersebut terjadi proses yang

berurutan, yakni :

1) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus objek.

2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini

sikap subjek sudah mulai timbul.

3) Evalution (menimbang-nimbang) terhadap baik atau buruknya stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik

lagi.

4) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan

apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

c. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan sepanjang sejarah dapat

dikelompokkan menjadi dua berdasarkan cara yang tetah digunakan untuk

memperoleh kebenaran, yaitu :

1) Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

a) Cara coba-coba salah (Trial dan Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan dan

bahkan mungkin sebelum adanya peradapan yang dilakukan dengan


15

menggunakan kemungkinaan yang lain sampai masalah dapat

dipecahkan.

b) Cara kekuasaan atau otoriter

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-

pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama,

pemegang pemerintahan. Prinsip ini adalah orang lain menerima

pendapat yang dikemukakan oleh orang yang punya otoriter, tanpa

terlebih dahulu membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta

empiris maupun berdasarkan masa lalu.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya

memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang

kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapkan pada masa lalu.

d) Melalui jalan pikiran

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah

menggunakan jalan pikiran, baik melalui induksi maupun deduksi.

Apabila proses pembuatan kesimpulan itu melalui pernyataan-

pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan induksi, sedangkan

deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan

umum kepada yang khusus.

2) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah“ atau lebih populer

disebut metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh


16

Franeuis Bacor (1561-1626) kemudian dikembangkan oleh Deobold van

Dallien akhirnya lahir suatu cara penelitian yang dewasa ini kita kenal

sebagai metodologi penelitian ilmiah.

d. Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

Menurut berbagai sumber dari berbagai literatur yang berhubungan,

berikut adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan

seseorang tentang sesuatu hal :

1) Umur

Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat

ia akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.

Semakin orang memiliki banyak pengalaman, maka tingkat kedewasaan

dan kematangan jiwanya akan lebih baik dan dapat dipercaya

dibandingkan dengan orang yang belum memiliki banyak pengalaman.

2) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu.

Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah dalam

menerima informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang

dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat

perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenal.

3) Lingkungan

Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia

dan berpengaruh terhadap perkembangan dan perilaku orang atau


17

kelompok. Lingkungan merupakan salah satu faktor eksternal yang

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Dimana seseorang yang

berada dalam lingkungan lebih luas dan modern akan memiliki tingkat

pengetahuan lebih baik dibandingkan seseorang yang berada dalam

lingkungan sempit dan kurang modern.

4) Sosial Ekonomi

Variabel ini sering dilihat angka kesakitan dan kematian, variabel

ini menggambarkan tingkat kehidupan seseorang yang ditentukan unsur

seperti pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan banyak contoh serta

ditentukan pula oleh tempat tinggal karena hal ini dapat mempengaruhi

berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan.

5) Informasi yang diperoleh

Informasi dapat diperoleh di rumah, di sekolah, lembaga

organisasi, media cetak dan tempat pelayanan kesehatan. Ilmu

pengetahuan dan teknologi yang modern menghasilkan informasi yang

baru. Dengan banyaknya perkembangan dalam ilmu pengetahuan maka

pemberian informasi seperti cara-cara pencapaian hidup sehat akan

meningkatkan pengetahuan masyarakat yang dapat menambah kesadaran

untuk berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.

6) Pengalaman

Merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh

kebenaran dan pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang

kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang

dihadapi di masa lalu. Orang yang memiliki pengalaman akan mempunyai


18

pengetahuan yang baik bila dibandingkan dengan orang yang tidak

memiliki pengalaman dalam segi apapun (Mubarak, 2011).

e. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket, menyatakan isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian

atau responden. Ukuran pengetahuan menurut Arikunto dalam Wawan

(2010) :

1) Pengetahuan baik = 76 – 100%,

2) Pengetahuan cukup = 56 – 75%,

3) Pengetahuan kurang = < 56%.

2. Konsep Remaja

a) Pengertian

Pubertas ( 12-15 tahun) menggambarkan fase peralihan dari masa

kanak-kanak ke masa dewasa (Prawirohardjo, 2007).

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-

kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12-24

tahun (Mubarak, 2011).

Remaja atau “adolescences” (inggris), berasal dari bahasa latin

”adolescere” yang berarti tumbuh ke arah kematangan (Widyastuti, 2009).

Istilah adolescence atau remaja berasal dan kata latin adolescere

(kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh”

atau “tumbuh menjadi dewasa” (Widyastuti, 2009).


19

b) Fase Remaja

Masa remaja terdiri dari tiga fase yaitu:

1) Pra Pubertas (10-12 tahun)

2) Masa Pubertas (14-17 tahun)

3) Adolesensi (17-21 tahun)

Batasan remaja :

1) Remaja awal (Early Adolescense)

Adalah masa yang ditandai dengan berbagai perubahan tubuh

yang cepat, sering mengakibatkan kesulitan dalam menyesuaikan diri,

dan pada saat ini remaja mulai mencari identitas diri.

2) Remaja Pertengahan (Middle Adolescense)

Dengan bentuk tubuh yang sudah menyerupai orang dewasa.

Oleh karena itu, remaja sering kali diharapkan dapat berperilaku seperti

orang dewasa, meskipun belum siap secara psikologi.

3) Remaja Akhir (Late Adolescense)

Ditandai dengan pertumbuhan biologis yang sudah melambat,

tetapi masih berlangsung ditempat-tempat lain. Emosi, minat,

konsentrasi, dan cara berfikir remaja akhir mulai stabil. Kemampuan

untuk menyelesaikan masalah sudah mulai meningkat.

Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12-24 tahun. Menurut

Depkes RI adalah antara 10-19 tahun dan belum kawin. Sedangkan

menurut BKKBN adalah 10-19 tahun (Widyastuti, 2009).


20

c) Psikologi Remaja

Menurut Monks dalam Widyastuti (2009) perkembangan

psikologis adalah suatu proses yang menuju kedepan dan tidak dapat

diulang kembali dengan proses yang dinamis, dimana proses tersebut

antara individu dan sifat lingkungan akhirnya menentukan tingkah laku

apa yang akan diaktualisasi dan dimanifestasi. Perkembangan psikologis

ini disebabkan oleh faktor-faktor umum yang mempengaruhi proses

perkembangan atau perubahan yang terjadi dalam diri pribadi seseorang.

Perkembangan psikologi diketahui dari tingkah laku manusia yang

ditemukan atau dimulai dengan periode masa bayi, anak bermain, anak

sekolah, masa remaja, sampai periode adolesens menjelang dewasa.

Dilihat dari ilmu psikologi, memang banyak perubahan pada diri seseorang

sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya

merupakan suatu tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan

keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi

oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai

dimensi kehidupan dalam diri mereka.

Perubahan kejiwaan pada masa remaja :

(1) Perubahan emosi

Perubahan tersebut berupa kondisi :


21

(a) Sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan

sebaliknya bila tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering

terjadi pada remaja putri, lebih-lebih menjelang menstruasi.

(b) Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan

luar yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya mudah terjadi

perkelahian. Suka mencari perhatian dan bertindak tanpa berfikir

terlebih dahulu.

(c) Ada kecenderungan tidak patuh terhadap orang tua dan lebih

senang pergi dengan temannya daripada tinggal di rumah.

(2) Perkembangan intelegensia

Pada perkembangan ini menyebabkan remaja :

(a) Cenderung mengembangkan cara berfikir abstrak, suka

memberikan kritik.

(b) Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul

perilaku ingin mencoba-coba.

Proses perubahan kejiwaan tersebut berlangsung lebih lambat

dibandingkan perubahan fisiknya (Widyastuti, 2009).

d) Perubahan Fisik Remaja Putri

Perkembangan fisik mulai pada periode awal hingga periode

remaja akhir terlihat lebih sedikit mengalami penurunan. Penurunan

terutama terjadi pada perkembangan eksternal (Manuaba, 2009).


22

(1) Perubahan Eksternal

(a) Tinggi dan berat badan

Penambahan tinggi badan remaja putri rata-rata pada usia

17-18 tahun.

(b) Organ seks dan ciri-ciri sekunder

Perkembangan organ-organ seksual akan mencapai ukuran

yang matang ketika masa remaja akhir. Akan tetapi, fungsi-

fungsinya belumlah matang atau sempurna hingga beberapa tahun.

Sementara untuk perkembangan ciri-ciri seks sekunder akan

sempurna matang pada remaja akhir. Rambut kemaluan pada

wanita tumbuh setelah pinggul dan payudara mulai berkembang.

Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah mulai tampak setelah haid.

Payudara mulai berkembang, membesar dan putting susu menonjol

(Widyastuti, 2009).

(c) Proporsi tubuh

Untuk beberapa dari bagian anggota tubuh secara perlahan-

lahan akan mencapai perbandingan proporsi tubuh yang lebih

seimbang, misalnya untuk badan, dimana badan akan semakin

melebar dan memanjang sehingga bentuk tubuh mereka tidak lagi

kelihatan panjang seperti masa pubertas. Pinggul mulai

berkembang, membesar dan membulat. Otot semakin membesar

dan kuat, akibatnya akan membentuk bahu, lengan dan tungkai

kaki.
23

(d) Kulit

Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, pori-pori membesar.

(e) Kelenjar lemak dan kelenjar keringat

Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif.

Sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar

keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama masa haid.

(f) Suara

Suara berubah semakin merdu. Suara serak jarang terjadi

pada wanita (Widyastuti, 2009).

(2) Perubahan Internal

(a) Sistem pencernaan

Secara fisik bentuk perut lebih panjang dan tidak lagi

berbentuk pipa. Usus bertambah panjang dan besar, otot-otot perut

dan dinding perut usus menjadi lebih kuat dan tebal.

(b) Sistem peredaran darah dan pernapasan

Ketika remaja memasuki usia 17-18 tahun perkembangan

jantung sangat cepat. Demikian juga dengan panjang dan tebal

dinding pembuluh darah akan meningkat dan mencapai

kematangan seiring dengan bertambah matangnya kekuatan otot

jantung.

(c) Sistem endokrin dan jaringan tubuh

Ketika masa remaja gonad yang meningkat menyebabkan

terjadinya ketidakseimbangan sementara pada seluruh endokrin.


24

Kondisi ini menyebabkan kelenjar seksual yang berkembang pesat

dan semakin berfungsi hingga tahap remaja akhir dan awal dewasa.

3. Konsep Vulva Hygiene

a. Pengertian

Vulva hygiene yaitu membasuh vagina dari depan ke arah belakang

agar kuman dari anus tidak masuk ke dalam vagina (Fauziah, 2011).

Vulva hygiene merupakan tindakan pencucian vagina dengan sabun

dari depan ke arah belakang (Kusmiyati, 2008).

Vulva hygiene adalah tindakan membersihkan vulva dan vagina

menggunakan kapas DTT yang diusapkan pada vulva dan vagina ke arah

anus (Kusmiyati, 2007).

Vulva hygiene adalah tindakan pada pasien yang tidak mampu

membersihkan vulva sendiri (Hidayat, 2006).

b. Tujuan Vulva Hygiene

Menurut Hidayat (2006), tujuan vulva hygiene yaitu mencegah terjadinya

infeksi pada vulva dan menjaga kebersihan vulva.

Tujuan vulva hygiene :

1) Mencegah terjadinya infeksi,

2) Menjaga kebersihan pasien,

3) Memberi rasa nyaman pasien ( Bobak, 2005),

4) Perawatan vulva,

5) Menyembuhkan luka pada genitalia (Kusyati, 2003).


25

c. Teknik Vulva Hygiene

Menurut Verawaty (2011), teknik vulva hygiene yakni :

1) Cucilah vulva dan sekitarnya dengan air bersih dari depan ke arah

belakang untuk menghindari masuknya bakteri dari anus ke dalam

vagina.

2) Hindari penggunaan sabun, spray ataupun deodoran yang akan

membuat kulit vulva kering dan membuat tingkat keasaman vagina

tidak seimbang sehingga mengarah ke arah infeksi.

3) Keringkan vulva dan vagina setelah dibersihkan sebelum memakai

celana dalam.

Menurut Indsrofa (2010), teknik vulva hygiene yakni :

1) Basuhlah vagina dan sekitarnya menggunakan air hangat dan sabun

yang tidak mengandung pewangi atau bahan kimia berbahaya.

2) Hindari penggunaan produk-produk kewanitaan seperti sabun sehat,

bedak, bahkan parfum untuk membersihkan vagina karena dapat

menyebabkan rasa sakit, gatal, luka, bau tidak sedap, rasa sakit saat

BAK dan keputihan abnormal.

Prosedur tindakan vulva hygiene (Hidayat, 2006) :

1) Persiapan alat dan bahan :

a) Kapas sublimat atau desinfektan,

b) Pinset,

c) Bengkok,

d) Pispot,

e) Tempat membersihkan (cebok) yang berisi larutan desinfektan


26

f) Desinfektan sesuai dengan kebutuhan,

g) Pengalas,

h) Sarung tangan.

2) Prosedur Kerja :

a) Jelaskan pada pasien tentang prosedur yang akan dilakukan,

b) Cuci tangan,

c) Atur posisi pasien dengan posisi dorsal recumbent,

d) Pasang pengalas dan pispot, kemudian letakkan di bawah glutea

pasien,

e) Gunakan sarung tangan,

f) Lakukan tindakan perawatan kebersihan vulva dengan tangan kiri

membuka vulva memakai kapas sublimat dan tangan kanan

menyiram vulva dengan larutan desinfektan,

g) Kemudian ambil kapas sublimat dengan pinset, lalu bersihkan vulva

dari atas ke bawah. Kapas yang telah kotor dibuang ke bengkok.

Hal ini dilakukan hingga bersih,

h) Setelah selesai, ambil pispot dan atur posisi pasien,

i) Cuci tangan.

Prosedur vulva hygiene (Bobak, 2005) :

1) Persiapan :

a) 2 bengkok,

b) Sarung tangan,

c) Kapas DTT,

d) Selimut mandi,
27

e) 2 waslap,

f) Pispot dan pengguyur,

g) Tissue,

h) Sampiran.

2) Pelaksanaan :

a) Memberitahu klien mengenai tindakan yang akan dilakukan,

b) Mendekatkan alat,

c) Memasang sampiran,

d) Mencuci tangan,

e) Menggunakan sarung tangan,

f) Mengganti selimut klien dengan selimut mandi,

g) Memposisikan klien dorsal recumbent,

h) Melepas celana dalam klien,

i) Memasang perlak dan pengalas di bawah bokong klien,

j) Meletakkan pispot di bawah bokong serta mempersilahkan klien

untuk buang air kecil,

k) Mengguyur dengan air hangat dari vulva ke perineum.

l) Angkat pispot dari bawah bokong klien,

m) Dekatkan kom berisi kapas DTT dan bengkok di antara kedua kaki

klien,

n) Gunakan sarung tangan,

o) Tangan kiri membuka labia dan tangan kanan mengambil kapas DTT

membersihkan labia mayora, labia minora, vestibulum, perineum ke

anus ( dari atas ke bawah).


28

p) Membersihkan pantat klien dengan menggunakan waslap,

q) Memakaikan celana dalam,

r) Mengambil perlak pengalas,

s) Mengganti selimut mandi dengan selimut pasien,

t) Membereskan alat,

u) Melepas sarung tangan,

v) Mencuci tangan,

w) Mendokumentasikan tindakan.

4. Konsep Keputihan

a. Pengertian

Keputihan adalah nama gejala yang diberikan kepada cairan yang

di keluarkan dari alat–alat genital yang tidak berupa darah (Prawirohardjo,

2005).

Keputihan adalah semua pengeluaran cairan alat genetalia yang

bukan darah. Keputihan bukan penyakit tersendiri, tetapi merupakan

manifestasi gejala dari hampir semua penyakit kandungan (Manuaba,

2005).

Keputihan menggambarkan adanya cairan atau lendir yang keluar

dari vagina (Fauziah, 2011). Keputihan adalah cairan yang keluar dari

vagina. Dalam keadaan biasa, cairan ini tidak sampai keluar dan belum

tentu bersifat patologis. Pengertian lain:

1) Setiap cairan yang keluar dari vagina selain darah, dapat berupa sekret,

transudasi, atau eksudat dari organ atau lesi di saluran genital.


29

2) Cairan normal vagina yang berlebih, jadi hanya meliputi sekresi dan

transudasi yang berlebih, tidak termasuk eksudat.

Sumber cairan ini dapat berasal dari sekresi vulva, cairan vagina,

sekresi serviks, sekresi uterus, atau sekresi tuba falopii, yang dipengaruhi

fungsi ovarium (Mansjoer, 2003).

Keputihan bukan penyakit melainkan gejala yang sering dijumpai

dalam ginekologi. Keputihan adalah cairan yang keluar dari vagina yang

bersifat berlebihan dan bukan berupa darah. Secara normal, seorang wanita

mengeluarkan cairan dari kemaluannya yang berasal dari : transudat

dinding vagina, lendir serviks dan lendir kelenjar-kelenjar bartholini dan

skene.

Cairan tersebut bersifat patologi jika:

1) Menimbulkan bercak-bercak pada celana dalam (kuning, hijau);

2) Berbau;

3) Menyebabkan keluhan gatal dan panas (Sastrawinata, 2009).

Leukorrhea adalah secret yang putih dan kental dari vagina dan

rongga uterus (Kamus Saku Kedokteran).

Keputihan (Fluor Albus) adalah cairan yang keluar dari vagina,

bukan darah dengan sifat yang bermacam-macam, baik warna, bau

maupun jumlahnya (Manuaba, 2009).

b. Pembagian Fluor Albus

Menurut Manuaba (2008), jenis Fluor Albus dibagi menjadi dua macam,

yaitu :
30

1) Fluor Albus fisiologis.

Keputihan fisiologis yakni keputihan yang tidak gatal dan tidak

berbau. Selain itu warnanya putih atau bening dan seperti krim. Cairan

yang kadang– kadang berupa mukus yang mengandung banyak epitel

dengan leukosit yang sedikit (Prawirohardjo, 2009).

2) Fluor Albus patologis.

Keputihan patologis yakni keputihan yang memiliki jumlah yang

berlebih dan berubah warna (putih keabu-abuan atau hijau kekuning-

kuningan dengan gelembung, kekuningan dan purulen, biasanya berwarna

kecoklatan atau bercampur dengan darah). Sifat khas fluor albus patologis

yakni kental, jumlah banyak, berbusa dan purulen atau lengket. Jika

infeksi berasal dari jamur, memiliki ciri-ciri tidak berbau. Jika infeksi

berasal dari bakteri, parasit atau virus, memiliki bau agak atau sangat

menusuk dan gatal. Cairan yang kadang– kadang berupa mukus yang

mengandung banyak epitel dengan leukosit yang banyak (Prawirohardjo,

2009).

c. Gejala Keputihan

1) Keputihan normal :

a) Cairan yang keluar encer;

b) Berwarna bening atau krem;

c) Tidak berbau;

d) Tidak gatal;

e) Jumlahnya sedikit.
31

2) Keputihan abnormal :

a) Cairan yang keluar bersifat kental;

b) Berwarna putih susu, kuning atau hijau;

c) Terasa gatal;

d) Berbau tidak sedap;

e) Menyisakan bercak pada pakaian dalam;

f) Jumlahnya banyak.

d. Etiologi

1) Faktor Endogen

Menurut Sugi dalam Manuaba (2009) penyebab keputihan (Fluor

Albus) yaitu kelainan pada lubang kemaluan, diantaranya:

a) Bibir kemaluan belum berkembang;

b) Kemaluan belum ditumbuhi rambut;

c) Letak lubang kemaluan yang dekat dengan anus;

d) pH atau keasaman vagina yang cenderung netral dan basa (alkalis).

2) Faktor Eksogen

a) Infeksi

(1) Bakteri

Faktor eksogen karena infeksi bakteri, disebabkan oleh bakteri

seperti di bawah:

(a) Gonococcus

Cairan yang keluar dari vagina pada infeksi yang lebih

dikenal dengan nama Gonorrhoea ini berwarna kekuning-

kuningan yang sebetulnya merupakan nanah yang terdiri


32

dari sel darah putih yang mengandung

Neisseriagonorrhoea berbentuk pasangan pada sitoplasma

sel. Gambaran ini kadang dapat dilihat pada pemeriksaan

Pap smear, tetapi biasanya bakteri ini diketahui pada

pemeriksaan sediaan apus dengan pewarnaan gram.

Bakteri ini mudah mati, bila terkena sabun, alkohol,

detergen dan sinar matahari. Cara penularan penyakit

kelamin ini melalui senggama.

(b) Clamydia trakhomatis

Bakteri ini sering menyebabkan penyakit mata yang

dikenal dengan trakhoma. Bakteri ini dapat juga

ditemukan pada cairan vagina dan terlihat melalui

mikroskop setelah diwarnai dengan pewarnaan giemsa.

Bakteri ini membentuk suatu badan inklusi yang berada

dalam sitoplasma sel-sel vagina. Pada pemeriksaan Pap

smear sukar ditemukan adanya perubahan sel akibat

infeksi Clamydia ini karena siklus hidupnya yang tidak

mudah dilacak.

(c) Gardnerella vaginalis

Gardnerella vaginalis menyebabkan peradangan vagina

yang tidak spesifik dan kadang dianggap sebagai bagian

dari mikro organisme normal dalam vagina karena

seringnya ditemukan. Bakteri ini biasanya mengisi penuh

sel epitel vagina dengan membentuk bentukan khas dan


33

disebut sebagai Clue sel. Gardnerella vaginalis

menghasilkan asam amino yang diubah menjadi senyawa

amin yang menimbulkan bau amis seperti ikan.

Cairan vagina tampak berwarna keabu-abuan.

(d) Treponema Pallidum

Bakteri ini merupakan penyebab penyakit Sifilis. Pada

perkembangan penyakit dapat terlihat sebagai kutil-kutil

kecil di vulva dan vagina yang disebut kondiloma lata.

Bakteri berbentuk spiral dan tampak bergerak aktif pada

pemeriksaan mikroskopis lapangan gelap.

(e) Corynebacterium Vaginae

Bakteri ini menyebabkan Servicitis dan Vaginitis. Cairan

Vagina berwarna seperti susu, kental, lengket, sangat

banyak, tidak berbau.

(2) Jamur

Jamur yang menyebabkan Fluor Albus adalah dari spesies

Candida albican. Cairan yang keluar dari vagina biasanya encer,

berwarna putih dan sering disertai rasa gatal, berbau apek,

tampak kemerahan akibat proses peradangan. Dengan KOH

10% tampak sel ragi (Blastospora) atau hifa semu. Beberapa

keadaan yang ada merupakan tempat yang subur bagi

pertumbuhan jamur ini adalah kehamilan, penyakit diabetes

mellitus, pemakai pil kontrasepsi. Suami atau pasangan

penderita biasanya juga akan menderita penyakit jamur ini.


34

Keadaan yang saling menularkan antara pasangan suami istri ini

disebut sebagai fenomena pingpong (Manuaba, 2009)

(3) Parasit

Etiologi Fluor Albus terbanyak karena parasit biasanya

disebabkan Trichomonas vaginalis. Parasit ini berbentuk

lonjong dan mempunyai bulu getar dan dapat bergerak berputar-

putar dengan cepat. Gerakan ini dapat dipantau dengan

mikroskop. Cara penularan penyakit ini melalui senggama.

Walaupun jarang dapat juga ditularkan melalui perlengkapan

mandi, seperti handuk atau bibir kloset. Cairan yang ke luar dari

vagina biasanya banyak, berbuih menyerupai air sabun,

berwarna kuning kehijauan dan berbau busuk. Fluor Albus oleh

parasit ini tidak terlalu gatal, tetapi vagina tampak kemerahan

dan timbul rasa nyeri bila ditekan atau perih bila berkemih

(Manuaba, 2009).

(4) Virus

Fluor Albus akibat infeksi virus sering disebabkan oleh

Kondiloma akuminata dan Herpes simpleks tipe 2. Kondiloma

ditandai dengan tumbuhnya kutil-kutil yang kadang sangat

banyak dan dapat bersatu membentuk jengger ayam yang

berukuran besar. Penyebabnya adalah Human Papiloma Virus.

Cairan di vagina sering berbau, tanpa rasa gatal. Penyakit ini

ditularkan melalui senggama dengan gambaran secara klinis

menjadi lebih buruk bila disertai dengan gangguan sistem imun


35

tubuh, seperti kehamilan, pemakaian steroid yang lama seperti

pada pasien dengan gagal ginjal atau setelah transplantasi

ginjal, serta penderita AIDS. Virus lain yang

menyebabkan Fluor Albus adalah virus Herpes simpleks tipe 2,

yang juga merupakan penyakit yang ditularkan melalui

senggama. Pada awal infeksi tampak kelainan kulit seperti

melepuh terkena air panas yang kemudian pecah dan

menimbulkan luka seperti borok, dan pasien merasa sakit

(Manuaba, 2009).

(5) Neoplasma atau Keganasan

Kanker akan menyebabkan Fluor Albus patologis akibat

gangguan pertumbuhan sel normal yang berlebihan sehingga

menyebabkan sel bertumbuh sangat cepat secara abnormal dan

mudah rusak, akibatnya terjadi pembusukan dan perdarahan

akibat pecahnya pembuluh darah yang bertambah untuk

memberikan makanan dan oksigen pada sel kanker tersebut.

Pada keadaan seperti ini, akan terjadi pengeluaran cairan yang

banyak disertai bau busuk akibat terjadinya proses pembusukan

tadi dan sering kali diserta oleh adanya darah yang tidak segar

(Manuaba, 2009).

(6) Non Infeksi

Faktor eksogen karena non infeksi, sebagai berikut:


36

(a) Personal Hygiene

Cebok tidak bersih, celana dalam yang lembab, sehingga

menibulkan tumbuhnya jamur, yang merupakan

penyebab Fluor Albus.

(b) Sistem Imun Tubuh

Beberapa penelitian telah dilakukan tentang hubungan Fluor

Albus dan sistem imun tubuh. Sistem imun (imunologi)

adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari kekebalan tubuh

serta interaksinya dengan benda asing (imunogen atau

antigen). Kekebalan (imunitas) tubuh terhadap benda asing,

diperlukan untuk melindungi tubuh kita dari berbagai

patogen. Sistem imun terdiri atas komponen sel dan molekul

yang tersebar di seluruh tubuh dan bekerja sama satu dengan

yang lainnya secara terkoordinir. Peranan sistem imun, jelas

terlihat pada penyakit infeksi, reaksi dalam penolakan

jaringan dalam transplantasi, eliminasi sel tumor, dan lain-

lain. Gangguan sistem imun yang mengakibatkan ketidak

seimbangan respon imun, juga dapat menimbulkan kelainan,

seperti terlihat pada reaksi hipersensitifitas, alergi atau

penyakit auto imun.

(c) Kelainan endokrin atau hormon

Kelainan endokrin terjadi pada penderita diabetes mellitus.

(d) Kondisi Tubuh (Stres)


37

Kondisi tubuh yang selalu tegang, cemas, dan kurang

istirahat, dapat menyebabkan Fluor Albus.

(e) Kelelahan kronis.

e. Dampak Keputihan

1) Keputihan kental berwarna kekuningan yang disebabkan Nisseria

Gonnoreae dapat menyebabkan Gonorhoe (GO) (Widyastuti, 2009).

2) Keputihan encer, berwarna kekuning-kuningan, berbusa dan berbau

busuk disebabkan protozoa disebut Trichomonas vaginalis mengacu pada

penyakit Trichomoniasis vaginalis.

3) Keputihan encer berwarna putih kekuningan disebabkan Chlamidia

trachomatis mengacu pada penyakit klamidia.

4) Keputihan seperti susu kental, lengket, sangat banyak, bau (-) bisa

mengacu pada penyakit servisitis dan vaginitis (Mansjoer, 2008).

5) Keputihan dengan konsistensi coklat, seperti air, sangat banyak dan

lembab bisa mengacu pada penyakit vaginitis, servisitis, stenosis serviks,

endometritis, dan neoplasma pasca radiasi (Mansjoer, 2008).

6) Keputihan dengan konsistensi abu-abu dengan garis darah, encer, sangat

banyak, dan bau busuk dapat mengacu pada vaginitis, servisitis plogenik,

neoplasma ganas/jinak (Mansjoer, 2008).

7) Jika hasil pemeriksaan keputihan dengan sediaan apus dua kali berturut-

turut negatif dapat mengacu pada vulvovaginitis psikosomatik (Mansjoer,

2008).
38

f. Pencegahan Keputihan

1) Membersihkan vulva dan sekitar vagina dengan air sabun, membasuh

vagina dari depan ke arah belakang menuju anus.

2) Membatasi penggunaan antibiotik.

3) Gunakan pakaian dalam dari katun yang dapat menyerap keringat.

4) Olahraga teratur.

5) Diet makanan gizi seimbang.

6) Sering mengganti pembalut saat menstruasi (Sastrawinata, 2009).

g. Penanganan Keputihan

1) Tanpa Obat

a) Menjaga kebersihan genitalia dengan teknik vulva hygiene yaitu

membersihkan vulva dan sekitar vagina dengan sabun dari depan

ke arah belakang.

b) Menggunakan celana dalam berbahan katun, menyerap keringat

dan tidak ketat.

c) Menjaga keadaan genitalia senantiasa tidak terlalu lembab

(Kusmiyati, 2008).

d) Menghindari pekerjaan yang berat hingga mengeluarkan banyak

keringat.

e) Mencari hiburan untuk mengurangi stress.

f) Olahraga teratur.

g) Diet makanan gizi seimbang.

h) Sering mengganti pembalut jika menstruasi (Sastrawinata, 2009).


39

2) Dengan Obat

a) Konsultasikan keluhan keputihan ke dokter yang akan memberikan

terapi obat sesuai jenis keputihan yang dialami.

b) Bila suatu keputihan yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa

(antibiotika dan anti jamur) harus dipikirkan keputihan tersebut

disebabkan oleh suatu penyakit keganasan seperti kanker leher

rahim. Ini biasanya ditandai dengan cairan banyak, bau busuk,

sering disertai darah tak segar (Fauziah, 2011).


40

B. KERANGKA KONSEPTUAL

Pengetahuan tentang
Remaja putri di Semakin baik Dengan perilaku
Vulva Hygiene dalam
Pondok Pesantren pengetahuan vulva hygiene
menangani keputihan : seseorang tentang yang benar dalam
Putri HM Al- 1. Definisi Keputihan vulva hygiene menangani
Mahrusiyah 2. Penggolongan dalam menangani keputihan, maka
Keputihan keputihan, maka kejadian
3. Gejala Keputihan kejadian gangguan
4. Penyebab keputihan reproduksi
abnormal dapat kewanitaan yang
Keputihan
dicegah. mengarah
5. Dampak komplikasi dapat
Faktor-faktor :
Keputihan dicegah.
1. Umur
2. Pendidikan 6. Pencegahan
3. Lingkungan Keputihan
4. Sosial 7. Penanganan
Ekonomi Keputihan
5. Informasi yang 8. Definisi Vulva
diperoleh Hygiene
6. Pengalaman
9. Teknik Vulva
Hygiene

Baik : 76-100%
Cukup : 56-75%
Kurang : < 56%

Keterangan :

: diteliti

: tidak diteliti

: berhubungan

: berpengaruh

Gambar 2.1 Kerangka konsep teori tentang pengetahuan, ukuran pengetahuan,


ramaja, vulva hygiene dalam menangani keputihan modifikasi dari
Notoatmodjo (2007), Wawan (2010), Kusmiyati, (2008) dan
Verawati (2011).
41

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian,

yang memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang biasa

mempengaruhi akurasi suatu data (Nursalam, 2003).

Desain penelitian pada hakekatnya merupakan suatu strategi untuk

mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai

pedoman atau penuntun dalam proses penelitian (Notoatmodjo, 2007).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif, yakni jenis penelitian yang mempunyai tujuan untuk

menggambarkan suatu fenomena sosial tertentu (Arikunto, 2010).

Deskriptif yaitu untuk mendapatkan gambaran suatu kejadian atau

keadaan tanpa menghubungkan dengan variabel lainnya (Arikunto, 2010).

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif (Notoatmodjo,

2007) yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan membuat gambaran atau

deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif, dimana data yang terkumpul

dianalisis, dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan remaja

putri tentang vulva hygiene dalam menangani keputihan.

36
42

B. Kerangka Operasional

Kerangka kerja merupakan tahapan dalam suatu penelitian, terutama

variabel yang akan digunakan dalam penelitian (Nursalam, 2003).

Populasi
280 remaja putri di Pondok Pesantren Putri HM Al-Mahrusiyah

Simple Random Sampling


(Teknik Undian)

Sampel
80 remaja putri di Pondok Pesantren Putri HM Al-Mahrusiyah

Variabel
Pengetahuan remaja putri tentang vulva hygiene
dalam menangani keputihan

Pengolahan Data
Editing, Coding, Scoring, Tabulating, Cleaning

Analisis

Hasil

Kesimpulan

Gambar 3.1 Kerangka operasional pengetahuan remaja putri tentang vulva


hygiene dalam menangani keputihan di Pondok Pesantren Putri
HM Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri
43

C. Populasi, Sampel dan Sampling

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti. Dalam mempelajari karakteristik populasi ada 2 metode :

a) Survey : studi populasi lewat sampel.

b) Sensus : studi populasi dimana setiap obyek dalam populasi

diperiksa (Notoatmodjo, 2007).

Populasi adalah keseluruhan kelompok subyek dapat berupa

manusia, hewan percobaan, dan lain-lain yang ciri-cirinya akan diteliti

(Notoatmodjo, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah 280 remaja putri di Pondok Pesantren

Putri HM Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel

penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagian sumber

datanya dan dapat mewakili seluruh data (Sugiono, 2007).

Langkah-langkah dalam mengambil sampel :

a) Menentukan tujuan penelitian.

b) Menentukan populasi penelitian.

c) Menentukan jenis data yang diperlukan.

d) Menentukan teknik sampling.

e) Menentukan besar sampel.

f) Menentukan unit sampling yang diperlukan.

g) Memilih sampel (Notoatmodjo, 2007).


44

Jika sampel > 100 maka diambil 10 % - 15 % atau 20% - 25 % dari

jumlah keseluruhan tergantung dari :

a) Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana.

b) Sempit dan luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena

hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.

c) Besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti (Arikunto, 2010).

Rumus n = N x 25%

Keterangan :

n : besar sampel

N : besar populasi

Dalam penelitian ini besar populasi adalah 280 remaja putri, sehingga

besar sampel yakni :

n = N x 25%

= 280 x 0,25 = 70 remaja putri

Dalam penelitian ini, peneliti menambahkan 10 responden untuk antisipasi

kurangnya jumlah responden sesuai dengan rencana yang dibutuhkan

karena factor-faktor tertentu, sehingga besar sampel dalam penelitian ini

adalah 80 remaja putri di Pondok Pesantren Putri HM Al-Mahrusiyah

Lirboyo Kediri yang dipilih dengan teknik undian.

3. Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi

untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2003).


45

Kegunaan sampling :

a) Menghemat biaya,

b) Mempercepat pelaksanaan penelitian,

c) Menghemat tenaga.

Dalam penelitian ini menggunakan metode simple random

sampling yaitu memilih 80 dari 280 remaja putri di Pondok Pesantren

Putri HM Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri yang dipilih secara acak dengan

teknik undian.

D. Kriteria Sampel

Kriteria sampel berfungsi untuk memudahkan proses sampling dan

pengendalian variabel luar, yang terdiri dari :

1. Kriteria Inklusi

Merupakan kriteria di mana subjek penelitian mewakili sampel penelitian

yang memenuhi syarat sebagai sampel. Pertimbangan ilmiah harus

menjadi pedoman dalam menentukan kriteria inklusi (Nursalam, 2003).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Remaja putri yang mengalami keputihan maupun tidak di Pondok

Pesantren Putri HM Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri.

b. Terpilih dalam teknik undian pemilihan responden.

c. Bersedia menjadi responden.

2. Kriteria Eksklusi

Merupakan kriteria di mana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel

karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel (Nursalam, 2003).


46

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Tidak terpilih dalam teknik undian pemilihan responden.

b. Tidak bersedia menjadi responden.

E. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu konsep

pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2007).

Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian

suatu penelitian (Arikunto, 2010).

Variabel adalah operasionalisasi suatu konsep yang mempunyai

bermacam-macam nilai, berarti menunjukkan variasi (Sugiono, 2007).

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel

tunggal, yakni pengetahuan remaja putri tentang vulva hygiene dalam

menangani keputihan dan skala pengukuran dalam penelitian ini menggunakan

skala ordinal.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2003).

Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variable yang

dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variable tersebut yang dapat

diamati (Notoatmodjo, 2007).


47

Tabel 3.1 Definisi Operasional Pengetahuan Remaja Putri Tentang Vulva Hygiene
dalam Menangani Keputihan di Pondok Pesantren Putri HM Al-
Mahrusiyah Lirboyo Kediri

No Variabel Definisi Operasional Indikator Alat Ukur Skala Scoring


Ukur

1 Pengetahuan - Pengetahuan tentang - Pengetahuan tentang Kuesioner Ordinal Jawaban :


remaja putri vulva hygiene dalam vulva hygiene dalam
Benar : skor 1
tentang menangani keputihan menangani keputihan :
vulva yakni membersihkan
Salah : skor 0
- Definisi Keputihan
hygiene vulva dan vagina dari
dalam depan ke arah
- Pembagian
menangani belakang menuju Keputihan Kriteria :
keputihan. anus (Kusmiyati,
2007). - Gejala Keputihan 1. A. Baik : 76-100%

- Penyebab Keputihan
2. B. Cukup : 56-75%

- Dampak Keputihan 3. C. Kurang : < 56%

- Pencegahan
Keputihan
(Wawan 2010)
- Penanganan
Keputihan

- Definisi Vulva
Hygiene

- Teknik vulva hygiene

G. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Pondok Pesantren Putri HM Al-Mahrusiyah Lirboyo

Kediri yang berada di Jl. KH. Abdul Karim No. 09 Mojoroto, Kota Kediri.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 Agustus 2018 – 23 Agustus 2018.


48

H. Prosedur Pengumpulan Data

Data yang diambil adalah data primer yang diperoleh secara langsung

dari responden dengan menggunakan angket atau kuesioner yang telah dibuat

oleh peneliti untuk pertanyaan pengetahuan dalam bentuk kuesioner pilihan

ganda (Arikunto, 2010).

Prosedur pengumpulan data oleh peneliti :

1. Memohon surat izin dari Direktur Poltekkes Kemenkes Malang prodi

kediri yang diajukan kepada ketua Pondok Pesantren untuk melakukan

penelitian pada remaja putri di Pondok Pesantren Putri HM Al-Mahrusiyah

Lirboyo Kediri.

2. Melakukan pendekatan terhadap para remaja putri agar bersedia menjadi

responden dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti.

3. Meminta persetujuan dengan menandatangani surat pernyataan

ketersediaan menjadi responden.

4. Penelitian dilakukan selama 4 hari, dimana responden terbagi menjadi 4

kelompok dan jumlah responden adalah 80 remaja putri yang dianjurkan

mengisi kuesioner sesuai dengan petunjuk yang disediakan.

I. Alat/Instrumen yang Digunakan

Instrumen adalah suatu alat yang selalu diperlukan dalam pengumpulan

data dengan cara apapun (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini

menggunakan instrumen berupa kuesioner dengan jumlah 20 soal. Jenis

kuesioner dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup, responden cukup

mengisi kuesioner dengan memberi tanda (X) pada jawaban yang dianggap

paling benar.
49

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan dan

kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2010).

Jika instrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur tersebut

dapat digunakan untuk apa yang seharusnya diukur (Sugiono, 2007).

J. Tehnik Pengolahan/Analisa Data

Pengolahan data adalah suatu proses pendekatan pada subyek dan

proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2003). Data yang sudah diolah selanjutnya menggunakan

analisa (Notoatmodjo, 2007).

Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan melihat prosentase

data. Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi,

analisa data dilanjutkan dengan membahas hasil penelitian dengan

menggunakan teori dan kepustakaan yang ada.

Pada penelitian ini untuk mengolah data yang telah terkumpul melalui

kuesioner ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :

1. Editing

Dilakukan dengan memeriksa kuesioner yang telah terisi. Bila

terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data,

dilakukan pengecekan ulang. Dengan tujuan agar data yang masuk

dapat diolah secara benar, sehingga pengolahan data dapat memberikan

hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti, kemudian data

dikelompokkan dengan aspek pengukuran.

2. Coding
50

Hasil jawaban dari setiap pertanyaan diberi kode sesuai dengan

petunjuk.

a. Pada data umum :

1) Sumber Informasi

Kode A : Guru

Kode B : Keluarga

Kode C : Teman

Kode D : Media Cetak

Kode E : Elektronik

2) Pengalaman Saat Mengalami Keputihan

Kode A : Konsultasi kepada orang lain

Kode B : Mencari solusi sendiri

Kode C : Tidak peduli

b. Pada data khusus pengetahuan dilakukan coding setelah melakukan

scoring.

Kode A : 76-100%

Kode B : 56-75%

Kode C : < 56%

3. Scoring

Pertanyaan yang diberikan yakni pertanyaan tentang vulva

hygiene dalam menangani keputihan oleh remaja putri. Tahap ini

meliputi nilai untuk masing-masing pertanyaan dan penjumlahan hasil

scoring dari pertanyaan tentang data khusus pengetahuan. Untuk setiap


51

jawaban yang benar diberi skor 1 dan salah skor 0. Kemudian dinilai

menggunakan rumus spearman rank :

SP
N  100%
SM

Keterangan:

N : Prosentase

SP : Nilai yang didapatkan responden

SM : Nilai maksimal atau tertinggi.

4. Tabulating

Untuk mempermudah analisa data dan pengolahan data serta

pengambilan kesimpulan, data dimasukkan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi dan memberikan skor terhadap soal-soal yang diberikan

kepada responden. Pada penelitian ini menggunakan tabulasi data umum

yakni data sumber informasi dan pengalaman yang dilakukan saat

mengalami keputihan, serta dan khusus yakni pengetahuan tentang vulva

hygiene dalam menangani keputihan.

5. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah

dientry, dilakukan apabila terdapat kesalahan dalam memasukkan data

yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang

diteliti (Arikunto, 2010).

K. Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan izin untuk

melakukan pengambilan data awal dalam rangka pengajuan proposal penelitian

kepada Ketua Pondok Pesantren Putri HM Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri


52

untuk mendapatkan persetujuan, kemudian kuesioner di kirim ke subyek yang

diteliti dengan menekankan masalah etika yang meliputi:

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

Informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan

penelitian, serta mengetahui dampaknya.

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika kebidanan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur.

Hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah – masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada

hasil riset (Sugiono, 2007).

L. Keterbatasan

Adapun beberapa keterbatasan dalam penelitian :

1. Keadaan responden yang memiliki perbedaan kelas pendidikan yaitu

terdapat responden yang kelas X, XI dan XII tingkat SMA dan kesibukan
53

masing-masing responden berbeda, sehingga penelitian tidak dapat

dilaksanakan serempak pada waktu yang sama.

2. Waktu penelitian yang tidak dilaksanakan pada waktu yang sama serta

banyaknya kegiatan institusi pondok yang harus dilaksanakan oleh

responden, sehingga waktu sharing pasca penelitian tentang pokok

masalah tidak dapat dilaksanakan dengan cara yang optimal.


54

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rineka Cipta
Astuti, A.W. 2010. “Jurnal Kebidanan dan Keperawatan : Hubungan Perilaku
Vulva Hygiene dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Putri Kelas X di
SMU Negeri 2 Ungaran Semarang”. di akses pada hari Sabtu, 29
Desember 2012, pukul 08.15 WIB.
Ayuningtyas, D.N. & Lewie, S. 2010. “Jurnal Kedokteran : Hubungan Antara
Pengetahuan dan Perilaku Menjaaga Kebersihan Genetalia Eksterna
dengan Kejadian Keputihan pada Siswi SMA Negeri 4 Semarang”. di
akses pada hari Sabtu, 29 Desember 2012, pukul 08.40 WIB.
Bobak, K. J. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Fauziah, N., Ratna I. S. & Titis N. S. 2011. Majalah Kesehatan Keluarga Dokter
Kita : Solusi Tepat Atasi Problem Keputihan. 3. 12-19. Jakarta : PT.
Temprint
Hidayat, A. A. A. 2006. Keterampilan Dasar Praktek Klinik Kebidanan ed. 2.
Jakarta : Salemba Medika
Indsrofa, A. 2010. Fakta-fakta Unik Perempuan. Jogjakarta: KATAHATI

Kusmiyati, Y., Heni P. W. & Sujiyatini. 2008. Perawatan Ibu Hamil (Asuhan Ibu
Hamil). Jogjakarta: Fitramaya
Kusmiyati, Y. 2007. Penuntun Belajar Keterampilan Dasar Praktek Klinik
Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya
Kusyati, E. et al. 2003. Keterampilan dan Prosedur Keperawatan Dasar.
Semarang : Kilat Press
Mansjoer, A., Kuspuji T. & Rakhmi S. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Media Aesculapius
Manuaba, I.A.C. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC

Mariyatul. 2010. Jurnal Kebidanan : Gambaran Faktor-faktor yang


Melatarbelakangi Kejadian Keputihan di SMP Negeri 1 Tambaktoyo
Tuban. diakses pada hari Kamis, 23 Desember 2012, pukul 19.20 WIB
Mubarak, W.I. 2011. Promosi Kesehatan Untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika

54
55

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Salemba


Medika
______________. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Prawirohardjo, S. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:
YBP-SP
______________. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP
______________. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP

Sastrawinata, S. 2009. Ginekologi. Bandung: Elstar Offset

Sugiono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: IKAPI

Verawaty, S. N. 2011. Merawat dan Menjaga Kesehatan Seksual Wanita.


Bandung : Grafindo Media Pratama
Wawan, A. & Dewi M. 2010. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia Dilengkapi Contoh Kuesioner. Yogyakarta: Nuha
Medika
Widyastuti, Y. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya

Você também pode gostar