Você está na página 1de 21

ANALISA JURNAL

PELAKSANAAN TERAPI SENAM ANTI HIPERTENSI DI RUMAH


PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA MARGO MUKTI REMBANG

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Stase Gerontik

Disusun Oleh:

Muhammad Subkhi Rahma Listianawati


Umi Kholifah umi Khabibah
Vivin Khoirun Nisa Wiwid Cahyani
Fela Fatmawati Riyan Ade Sudarlan

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS

2017 / 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan di bidang kesehatan, meningkatnya sosial ekonomi dan peningkatan
pengetahuan masyarakat yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan akan
meningkatkan usia harapan hidup. Peningkatan usia harapan hidup ini
mrngindikasikan bahwa jumlah penduduk lanjut usia (Lansia) dari tahun ke tahun
akan semakin meningkat.
Lansia di Indonesia berjumlah 17,303 juta jiwa, meningkat sekitar 7,4% dari
tahun 2000 yang sebanyak 15,882 juta jiwa dan diperkirakan jumlah penduduk lansia
di Indonesia akan terus bertambah sekitar 450.000 jiwa per tahun (Badan Pusat
Statistik, 2010). Jika dilihat sebaran penduduk lansia menurut provinsi, persentase
penduduk Lansia di atas 10% sekaligus paling tinggi ada di Provinsi DI Yogyakarta
(13,04%), Jawa Timur (10,40%) dan Jawa Tengah (10,34%) (Depkes, 2013;
Gitahafas, 2011; Gustia, 2010). Pada lansia terjadi proses penuaan (aging process)
merupakan suatu proses yang alami ditandai dengan adanya penurunan atau
perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial dalam berinteraksi dengan orang
lain (Handayani, dkk, 2013).
Proses menua dapat mengakibatkan perubahan psikososial, yaitu depresi.
Depresi sangat merugikan bagi kesehatan lansia, baik bagi kesehatan fisik maupun
mentalnya (jiwanya). Prevalensi depresi di Indonesia cukup tinggi yaitu sebesar
17,8% dan hasil sensus tahun 2010 menunjukkan jumlah lansia yang tinggal di
perkotaan lebih besar yaitu sebanyak 11,20% dibandingkan dengan yang tinggal di
pedesaan yaitu sebesar 10,21%. Permasalahan yang dialami lansia adalah gangguan
fisik, mental, dan sosial (Nurullah, 2015). Berdasarkan hasil cake up dan pemeriksaan
tekanan darah pada lansia di 4 asrama di dapatkan hasil bahwa sebanyak 30 lasia di
panti margo mukti rembang tekanan darahnya lebih dari 140 mmHg.
Reminiscence adalah teknik yang digunakan untuk mengingat dan
membicarakan tentang kehidupan seseorang tentang masa lalu (Stinson,2006).
Pelaksanaan kegiatan terapi secara kelompok memberi kesempatan kepada lansia
untuk membagi pengalamannya pada anggota kelompok, meningkatkan kemampuan
komunikasi dan sosialisasi dalam kelompok serta efesiensi biaya maupun efektifitas
waktu.
Terapi reminiscence telah banyak dilakukan penelitian dari beberapa ahli.
Yang menunjukkan bahwa terapi reminiscence ini dapat mengurangi skala depresi
pada lansia. Penelitian yang dilakukan oleh Laili Nur Hidayati, Mustikasari dan
Yossie Susanti Eka Putri dengan judul Terapi Individu Reminiscence Menurunkan
Tingkat Depresi Pada Lansia di Panti Sosial dengan hasil penelitian bahwa terapi
reminiscence memiliki pengaruh yang bermakna terhadap penurunan depresi pada
kelompok intervensi. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Rahayuni, Utami dan
Swedarma dengan judul pengaruh terapi reminiscence terhadap Stres Lansia Dibanjar
Luwus Baturiti Tabanan Bali dengan hasil penelitian ada pengaruh yang signifikan
terapi reminiscence terhadap stress lansia. selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh
Hardimansyah Putra dengan judul Pengaruh Terapi Reminiscence Terhadap Depresi
Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang dengan hasil
penelitian ada pengaruh Terapi Reminiscence terhadap depresi pada lansia di unit
rehabilitasi sosial pucang gading semarang.
Dari Latar belakang tersebut penyusun tertarik untuk menganalisa jurnal
tentang Terapi Reminiscence Pada Lansia Di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Margo Mukti Rembang.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami dan mengaplikasikan tentang terapi reminiscence
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui konsep teori Lansia
b. Mahasiswa dapat mengetahui konsep teori Depresi
c. Mahasiswa dapat mengetahui konsep teori Terapi Reminiscence.
d. Mahasiswa dapat mengetahui aplikasi terapi reminiscence pada lansia
di rumah pelayanan sosial lanjut usia Margo Mukti Rembang.
BAB II
INTISARI JURNAL
Komponen Hasil Analisa
Jurnal
Judul TERAPI INDIVIDU REMINISCENCE PENGARUH TERAPI REMINISCENCE PENGARUH TERAPI
MENURUNKAN TINGKAT DEPRESI TERHADAP STRES LANSIA DI REMINISCENCE (MENGENANG
PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL BANJAR LUWUS BATURITI TABANAN MASA LALU YANG
BALI MENYENANGKAN) TERHADAP
DEPRESI PADA LANSIA DI UNIT
REHABILITASI SOSIAL PUCANG
GADING SEMARANG 2014
Pendahuluan/ Prevalensi lansia di Indonesia semakin Proses penuaan menyangkut terjadinya Proses menjadi lanjut usia
Latar meningkat. Hal yang serupa juga ditandai berbagai perubahan yang akan berdampak merupakan proses alamiah sesuai
Belakang dengan peningkatan depresi pada lansia. pada penurunan kondisi fisik, mental, dengan peningkatan usia seseorang
Insiden terjadinya depresi pada lansia psikososial, perubahan yang berkaitan ( Darmojo & Martono, 2004). Dalam
dihubungkan dengan status kesehatan yang dengan pekerjaan dan peran sosial lansia. proses menua ini dapat terjadi
buruk. Intervensi psikoterapi pada lansia Lansia dapat mengalami penurunan beberapa perubahan yang
secara individu dan kelompok keduanya kemandirian lansia oleh karena keterbatasan menyangkut biologis, psikologis,
memberikan manfaat yang positif untuk mobilitas, kelemahan, timbulnya masalah sosial, spritual. Perubahan-perubahan
mengatasi depresi dan cemas pada lansia. mental atau fisik, dan penurunan status ini pada setiap individu dapat
salah satu intervensi psikoterapi adalah sosial ekonomi oleh karena pensiun, atau berbeda-beda, namun tetap
terapi reminiscence yang mampu mengalami kecacatan.Keadaan tersebut mengalami proses perubahan yang
menurunkan depresi pada lansia yang cenderungberpotensi menimbulkan masalah sama. Shives (2005) menyatakan
tinggal di rumah perawatan. Keuntungan kesehatan secara umum maupun kesehatan bahwa psikodinamik yang umum
terapi reminiscence adalah lansia dapat jiwa secara khusus pada lansia.Salah satu terjadi pada lansia adalah
membagi pengalamannya di masa lalu, masalah kesehatan jiwa yang dapat dialami kecemasan, kesepian, rasa bersalah,
sehingga dapat mengurangi rasa kehilangan, lansia adalah stres. Terapi dengan depresi, keluhan somatik, reaksi
terpisah jarak yang jauh dan keterbatasan pendekatan perilaku-kognitif salah satunya paranoid, demensia, dan delerium.
fisik yang dialami lansia. yaitu terapi Reminiscence atau terapi Sehingga lansia dapat mengalami
kenangan. Terapi Reminiscence merupakan masalah psikososial depresi yang
salah satu intervensi yang menggunakan disebabkan oleh karena adanya
memori untuk memelihara kesehatan mental penyakit fisik, stress, kurangnya atau
dan meningkatkan kualitas hidup tidak adanya dukungan sosial dan
sumber ekonomi yang kurang
memadai. Pelayanan
keperawatanpsikososial baik
intervensi keperawatan yang bersifat
standar (generalis) maupun
intervensi keperawatan spesialis
belum dilaksanakan termasuk Terapi
Reminiscence.
Metode Desain penelitian menggunakan quasi Jenis penelitian ini adalah quasi- Penelitian ini dilakukan dengan cara
Penelitian eksperimental sebelum dan sesudah tes experimental dengan desain nonequivalent Quasi Experiment Non Equivalent
dengan kelompok kontrol. Kelompok control group design dimana kelompok Control Grup Design, rancangan
intervensi diberikan terapi generalis dan
perlakuan dan kelompok kontrol tidak penelitian ini mengobservasi
spesialis: reminiscence individu, sementara
dipilih secara acak. Tempat penelitian di sebanyak dua kali yaitu sebelum dan
kelompok kontrol diberikan terapi generalis
Banjar Luwus Desa. Besar sampel dalam sesudah, peneliti membagi responden
saja. Populasi penelitian ini lansia yang
penelitian ini adalah 34 orang. Sampel menjadi dua kelompok yaitu
tinggal di PSTW Provinsi DIY. Metode dibagi menjadi dua kelompok. kelompok yang diberi terapi
sampling yang digunakan yaitu total reminiscence sebagai kelompok
sampling dengan beberapa kriteria inklusi. perlakuan dan kelompok yang tidak
Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 60 diberi terapi reminiscence sebagai
responden yang dibagi menjadi 31 kelompok kontrol. Pengambilan
responden pada kelompok intervensi dan 29 sampel dalam penelitian ini
responden pada kelompok kontrol. Kondisi dilakukan dengan cara purposive
depresi lansia diukur dengan menggunakan sampling. Jadi dalam penelitian ini
Geriatric Depression Scale (GDS) short jumlah sampel yang digunakan 17
form. Instrumen kuesioner C digunakan responden untuk setiap masing
untuk mengukur harga diri responden masing kelompok intervensi dan
dengan menggunakan instrumen yang kelompok kontrol dan tidak ada yang
dikembangkan oleh Rosenberg (1965) yaitu droup out.
Rosenberg Self Esteem Scale (RSES).
Hasil dan Analisis perbedaan nilai median kondisi Hasil pengamatan terhadap stres pada pada kelompok intervensi rata-rata
Pembahasan depresi sebelum dan sesudah intervensi kelompok kontrol sebelum terapi skor depresi lansia sebesar 8,76
pada kelompok intervensi dengan reminiscence didapatkan bahwa 35,3% sebelum diberikan Terapi
menggunakan uji Wilcoxon menghasilkan p responden mengalami stres ringan dan Reminiscence (Mengenang
value sebesar 0,008. nalisis statistik 64,7% responden mengalami stres sedang. masa lalu yang menyenangkan),
perbedaan perubahan kondisi depresi antara Lansia tidak bisa dijauhkan dari kemudian sesudah diberikan Terapi
kelompok intervensi dan kontrol setelah peningkatan risiko gangguan fisik dan Reminiscence (Mengenang masa lalu
selesai dilakukan terapi individupsikologis. Selain itu, lansia yang tinggal yang menyenangkan) rata-rata skor
reminiscence dianalisis dengan uji
dirumah terkadang akan merasa bosan depresi lansia sebesar 6,47. Hasil
nonparametrik Mann-Whitney. Hasil ini dengan kegiatan sehari-hari yang mereka analisis dapat disimpulkan bahwa
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang lakukan. Hasil uji statistik parametrik ada perbedaan yang signifikan
bermakna kondisi depresi antara lansia yang dengan uji t dua sampel berpasangan depresi lansia pada kelompok
mendapatkan dan tidak mendapatkan terapi (paired samples t-test) pada kelompok intervensi di Unit Rehabilitasi Sosial
individu reminiscence sesudah dilakukan perlakuan diperoleh nilai Asymp.Sig (2- Pucang Gading Semarang sebelum
terapi individu reminiscence pada kelompok tailed) sebesar 0,000 yang berarti ada dan sesudah diberikan Terapi
intervensi dengan nilai p value (0,034) < α pengaruh terapi reminiscence terhadap stres Reminiscence (Mengenang masa lalu
(0,05). Kelompok intervensi terjadi pada kelompok perlakuan. Terapi yang menyenangkan), dengan p-
penurunan skor depresi dengan diberikan Reminiscence yang sederhana dapat Value = 0,000 (α = 0,05). Sedangkan
terapi generalis sebesar 0,84 poin ditambah menjadi suatu mekanisme koping untuk pada kelompok kontrol, Berdasarkan
terapi spesialis individu Reminiscence menghadapi stres. Hasil analisa data nilai tabel 5.7, menunjukkan bahwa pada
penurunan sebesar 4,23 poin sehingga Asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,000 yang kelompok kontrol rata-rata skor
terjadi penurunan kondisi depresi sebesar memiliki nilai lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) depresi lansia sebesar 8,82 sebelum
5,07. Sedangkan pada kelompok kontrol yang berarti ada perbedaan stres pada Terapi Reminiscence (Mengenang
penurunan skor depresi pada pemberian Kelompok Perlakuan dan Kontrol setelah masa lalu yang menyenangkan),
terapi generalis pertama sebesar 0,17 dan Terapi Reminiscence. Penurunan skor stres kemudian sesudah Terapi
pada akhir setelah kelompok intervensi yang terjadi pada kelompok perlakuan Reminiscence (Mengenang masa lalu
mendapatkan terapi individu Reminiscence merupakan pengaruh dari terapi yang menyenangkan) rata-rata skor
penurunan sebesar 0,14 sehingga penurunan reminiscence. Terapi reminiscence depresi lansia sebesar 9,00.
kondisi depresi hanya sebesar 0,31. merupakan salah satu intervensi yang
menggunakan memori untuk memelihara
kesehatan mental dan meningkatkan
kualitas hidup
Kesimpulan Terapi individu Reminiscence yang Terapi reminiscence berpengaruh terhadap Ada pengaruh Terapi Reminiscience
diberikan pada depresi lansia menurunkan penurunan tingkat stres lansia. Terapi (mengenang masa lalu yang
kondisi depresi secara bermakna. Perbedaan reminiscence merupakan kegiatan yang menyenangkan) terhadap depresi
penurunan kondisi depresi pada lansia yang menarik bagi lansia, sangat mudah untuk pada lansia di URESOS Pucang
mendapatkan terapi individu Reminiscence dilakukan dan memiliki manfaat positif Gading Semarang, dengan p-Value =
lebih besar secara bermakna dibandingkan terhadap psikologis lansia sehingga 0,005 (α = 0,05).
lansia yang tidak mendapatkan terapi diharapkan terapi ini dapat diterapkan
individu Reminiscence. dalam kehidupan sehari-hari lansia.
BAB III
KONSEP TEORI
A. Lansia
1. Pengertian Lansia
Usia lanjut atau lansia adalah bagian akhir dari perkembangan hidup
manusia. Usia lanjut usia merupakan tahap perkembangan psikososial yang
terakhir (kedelapan) dalam teori Erik Erikson. Perkembangan psikososial lansia
adalah tercapainya integritas diri yang utuh (Keliat, dkk. 2006)

2. Klasifikasi Lansia
World Health Organization (WHO) membagi usia lanjut menjadi 11 empat
kriteria meliputi, usia pertengahan (middle age) ialah usia 45-59 tahun, lansia
(elderly) ialah usia 60-74 tahun, lansia tua (old) ialah usia 75-90 tahun, usia sangat
tua (very old) ialah di atas 90 tahun (Efendi & Makhfudli, 2009).

3. Perubahan yang terjadi pada Lansia


Perubahan-perubahan yang terjadi meliputi perubahan fisik, perubahan
mental dan psikologis, perubahan sosial, dan spiritual.
a. Perubahan Fisik
Perubahan fisik yang terjadi pada lansia menurut Nugroho (2008), yaitu:
1) Sistem Persarafan
Perubahan pada sistem saraf yaitu terjadi penurunan berat otak sebesar 10-
20%, penurunan hubungan persarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk
bereaksi khususnya stres, mengecilnya saraf panca indra, dan penurunan
sensitifitas terhadap sentuhan.
2) Sistem Pendengaran
Dapat terjadi gangguan dalam pendengaran (presbiakusis), sulit mengerti
kata-kata, terjadi pengumpulan serumen yang dapat mengeras akibat
meningkatnya keratin, dan penurunan pendengaran pada lansia akibat
ketegangan jiwa/stres
3) Sistem Penglihatan
Mulai terjadi kekeruhan pada lensa dan menyebabkan katarak, daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam gelap, hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta menurunnya daya
membedakan warna biru atau hijau.
4) Sistem Integumen
Kulit mengkerut dan keriput akibat kehilangan jaringan lemak, elastisitas
berkurang akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi
lebih keras dan rapuh, serta penurunan jumlah dan fungsi dari kelenjar
keringat.
5) Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan density (cairan) dan semakin rapuh, bungkuk (kifosis),
pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas, persendian membesar dan
menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sclerosis, serta serabut otot
mengalami atrofi.
6) Sistem Gastrointestinal
Terjadi kehilangan gigi, hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah
terhadap rasa manis, asin, asam, atau pahit, rasa lapar menurun, asam
lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi,
melemahnya daya absorbsi dan lansia mudah mengalami gizi yang buruk.
7) Sistem Pernapasan
Otot-otot pernafasan mengalami penurunan kekuatan dan menjadi kaku,
penurunan aktivitas dari silia, elastisitas paru-paru menurun, kapasitas
pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun,
kemampuan kekuatan otot pernafasan menurun, menarik nafas menjadi lebih
berat, kemampuan untuk batuk berkurang.
8) Sistem Reproduksi
Terjadi penciutan pada ovari dan uterus, penurunan lendir vagina, serta atrofi
payudara, sedangkan pada laki-laki, testis masih dapat memproduksi
spermatozoa meskipun secara berangsur-angsur akan menurun.
9) Sistem Perkemihan
Terjadi atrofi nefron dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, filtrasi
di glomerulus menurun dan fungsi tubulus menurun, otot-otot vesika urinaria
menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan terkadang
menyebabkan retensi urin pada pria.
10) Sistem Endokrin
Terjadi penurunan semua produksi hormon, mencakup penurunan aktivitas
tiroid, berkurangnya ACTH, TSH, FSH, BMR, menurunnya daya pertukaran
zat, penurunan produksi aldosteron, progesterone, estrogen, dan testosterone.
11) Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa
darah menurun, elastisitas pembuluh darah menurun, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.
b. Perubahan Mental dan Psikologis
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah perubahan
perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas),
lingkungan, tingkat kecerdasan (intelligence quotient-I.Q), dan kenangan
(memory) (Efendi & Makhfudli, 2009). Perubahan psikologis pada lansia
meliputi perubahan fungsi kognitif, afektif, psikomotor dan kepribadian.
Perubahan fungsi kognitif yaitu perubahan pada kemampuan belajar,
kemampuan pemahaman, kinerja, pemecahan masalah, daya ingat, motivasi,
pengambilan keputusan, dan kebijaksanaan. Sementara itu, perubahan fungsi
afektif (emosi atau perasaan) akan nampak jelas pada lansia yang sangat tua
(diatas 90 tahun), penurunan tersebut sering diikuti oleh tingkah laku regresi dan
penurunan fungsi mental yang semakin buruk dan sering tidak tertolong dengan
upaya terapi. Perubahan pada psikomotor dimana lansia umumnya masih
memiliki dorongan dan kemauan untuk melakukan kegiatan atau memenuhi
activity daily living, akan tetapi kadang-kadang realisasinya tidak dapat
dilaksanakan, karena kesiapan/ kemampuan organ dan fungsi tubuh yang
berkurang (Kuntjoro, 2002).
c. Perubahan Sosial
Perubahan sosial yang dapat dialami lansia yaitu perubahan status dan perannya
dalam kelompok atau masyarakat, kehilangan pasangan hidup, serta kehilangan
sistem dukungan dari keluarga, teman dan tetangga (Ebersole, 2005 dalam
Syarniah, 2010). Perubahan dalam peran sosial di masyarakat akibat
berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada
lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang,
penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan.
(Kuntjoro, 2007 dalam Kartinah & Sudaryanto, 2008).
d. Perubahan Spiritual
Perubahan spiritual yang terjadi pada lansia (Potter & Perry, 2005), yaitu:
1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan.
2) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam
berpikir dan bertindak sehari-hari.
B. Depresi
1. Pengertian depresi
Depresi merupakan masalah utama pada lansia. Menurut Nugroho (2008)
depresi adalah perasaan sedih, ketidakberdayaan dan pesimis yang berhubungan
dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan kepada diri
sendiri atau perasaan marah yang dalam.
Sue (1986, dalam Supriyanto, 2009) mendefinisikan depresi sebagai suatu
keadaan emosi yang mempunyai karakteristik seperti perasaan sedih, perasaan
gagal dan tidak berharga, dan menarik diri dari orang lain ataupun lingkungan.
Sepresi merupakan bagian dari gangguan alam perasaan atau mood. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat didefinisikan depresi pada lansia adalah suatu gangguan
alam perasaan berupa perasaan berupa perasaan sedih atau keputusasaan yang
ekstrim yang dapat mempengaruhi aktivitas dan kualitas hidup lansia.
2. Penyebab Depresi
Menurut Ibrahim (2011) terjadinya depresi pada usia lanjut selalu merupakan
interaksi antara faktor biologik, fisik, psikologik dan sosial, yaitu:
a. Faktor Biologik
Faktor biologik yang merupakan predisposisi mendasari terjadinya depresi
pada usia lanjut ini antara lain akibat berkurangnya produksi neurotransmitter
catecholamine, disertai dengan bertambahnya enzim mono – amoni – oksidase
di susunan saraf pusat yang akan menambah berat manifestasi depresi pada
usia lanjut. Faktor biologik lainnya ialah akibat heredito konstitusional, dan
pernah menderita depresi sebelumnya.
b. Faktor Fisik
Faktor fisik terjadinya depresi pada usia lanjut antara lain dengan adanya
penyakit fisik tertentu (baik gangguan metabolik, endokrin, infeksi maupun
sistem lainnya). Selain itu juga karena gangguan penyakit kronis yang dapat
berbentuk bermacam-macam, deprivasi sensorik (penglihatan, pendengaran,
dan lain-lain) kehilangan fungsi-fungsi fisik tertentu akibat penyakit lain
(stroke, patah tulang, dan lain sebagainya) serta karena pemakaian obat-obat
tertentu.
c. Faktor Psikologik
Faktor psikologik antara lain ditandai dengan adanya konflik yang tidak
terselesaikan (cemas, rasa bersalah), kemunduran daya ingat/pikun serta
adanya gangguan kepribadian.
d. Faktor Sosial
Faktor sosial penyebab depresi pada usia lanjut disebabkan adanya isolasi
sosial, kehilangan kerabat dekat, kehilangan pekerjaan dari kegiatan harian,
serta kehilangan pendapatan. Faktor luar yang dapat memengaruhi terjadinya
depresi adalah kurangnya social support, dukungan keluarga dan tersedianya
komunitas untuk lansia (Lee,1999).
3. Gejala Depresi
Menurut Videbeck (2008) dan Indian Womens Health (2009) mengemukakan
tanda dan gejala umum yang terdapat pada individu yang mengalami depresi yaitu
kehilangan atau penurunan minat terhadap sesuatu yang biasanya disenangi,
merasa sangat sedih, putus asa atau hampa, merasa seperti ingin menangis atau
menangis tanpa alasan , merasa resah atau lambat, perubahan makan (terlalu
banyak atau terlalu sedkit), peningkatan atau penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan, memiliki pikiran kematian atau bunuh diri atau upaya untuk
bunuh diri, mempunyai perasaan bersalah yang berlebihan atau merasa tidak
berharga, mempunyai masalah dalam berkonsentrasi atau dalam membuat
keputusan, kesulitan dalam memulai tidur atau tidak bisa tidur atau ingin tidur
sepanjang waktu, merasa lelah, masalah pada pencernaan dan seksual, perasaan
keputusasaan dan pikiran negative, sakit kepala atau sakit pada bagian tubuh yang
lain, dan kecemasan atau ketakutan yang tidak dapat dijelaskan.
4. Penilaian Depresi
Penilaian tingkat depresi pada lansia, dapat diukur dengan Geriatric Depression
Scale (GDS). GDS ada dua bentuk, yakni bentuk panjang terdiri dari 30
pernyataan dan bentuk pendek yang terdiri dari 15 pernyataan. Dari hasil uji yang
dilakukan terhadap Geriatric Depression Scale (GDS) bentuk panjang dan pendek
pada populasi lansia di nursing home ditemukan bahwa Geriatric Depression
Scale (GDS) bentuk pendek yang terdiri dari 15 pernyataan hasilnya lebih
konsisten.
C. Terapi Reminiscence
1. Pengertian Terapi Reminiscence
Nursing Interventions Classification (NIC) mendefinisikan terapi
Reminiscence sebagai intervensi yang dilakukan dengan mengingat peristiwa masa
lalu, perasaan, dan pikiran untuk memfasilitasi kesenangan, kualitas hidup, dan
beradaptasi dengan kondisi saat ini. Fontaine dan Fletcher (2003, dalam Banon,
2011) menambahkan terapi ini dapat menjadi intervensi keperawatan untuk
mengatasi masalah psikososial. Terapi Reminiscence diterapkan pada lansia
melalui proses motivasi dan diskusi tentang pengalaman masa lalu yang dialami
dan upaya penyelesaian masalah yang dilakukan pada saat itu (Glod, 1998; Meiner
dan Lueckenotte, 2006 dalam Banon, 2011).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa terapi
Reminiscence merupakan suatu terapi yang dapat diberikan pada lansia sebagai
upaya untuk mengatasi masalah psikososial dengan cara memotivasi dan
memberikan perhatian terhadap kenangan atau pengalaman masa lalu dan upaya
penyelesaian masalah yang dilakukan pada saat itu serta dapat disharingkan
kepada keluarga, kelompok, ataupun staf keperawatan.
2. Manfaat terapi Reminiscence
Menurut Banon (2011), melalui proses mengenang, lansia dapat
mempromosikan diri, melestarikan kenangan pribadi maupun kenangan bersama,
mengatasi kekurangan materi dan keterbatasan fisik, mengidentifikasi tema
universal tentang kehidupan manusia, dan memperkuat mekanisme pertahanan diri.
Fontaine dan Fletcher (2003, dalam Syarniah, 2010) menambahkan bahwa terapi
Reminiscence bertujuan untuk meningkatkan harga diri dan membantu individu
mencapai kesadaran diri dan memahami diri, beradaptasi terhadap stres dan
melihat bagian dirinya dalam konteks sejarah dan budaya. Menurut Bohlmeijer
(2007 dalam Utami, 2013), terapi Reminiscence dapat menjadi treatment psikologis
yang menarik bagi para lansia karena membuat mereka mempunyai ikatan masa
lalu baik yang bersifat umum maupun yang khusus. Reminiscence juga dapat
berfokus pada mengevaluasi kembali, memecahkan konflik pada masa lalu,
menemukan arti kehidupan dan memperkirakan koping adaptif yang bisa dilakukan
sebelumnya.
Bohlmeijer (2007, dalam Utami, 2013), menambahkan bahwa terapi
reminiscence memiliki enam fungsi, yaitu integrative (menemukan arti dan
keberlanjutan kehidupan); instrumental (menggunakan pemecahan masalah masa
lalu untuk pemecahan masalah di masa kini); transmissive (menceritakan cerita
yang merupakan petunjuk-petunjuk kehidupan kepada anak muda); escapist
(mengingat keindahan masa lalu untuk melupakan sejenak hal-hal yang tidak
menyenangkan di masa sekarang); obsessive (memikirkan ulang permasalahan-
permasalahan tak terpecahkan pada masa lalu); dan narrative (mempertahankan
ingatan-ingatan mengenal orang-orang penting dalam kehidupan pribadi).

3. Tipe Terapi Terapi Reminiscence


Menurut Kennard (2006, dalam Syarniah, 2010), terapi Reminiscence dapat
dikategorikan menjadi tiga tipe, yaitu:
a. Simple atau Positive Reminiscence
Tipe ini merefleksikan informasi dari pengalaman dan perasaan yang
menyenangkan di masa lalu. Cara menggali pengalaman tersebut dengan
menggunakan pertanyaan langsung yang tampak seperti interaksi sosial antara
klien dan terapis yang bertujuan untuk meningkatkan adaptasi dan memelihara
harga diri
b. Evaluative Reminiscence
Tipe ini biasanya digunakan sebagai pendekatan dalam menyelesaikan masalah,
seperti pada terapi life review.
c. Offensive Defensive Reminiscence
Tipe ini dapat menggali informasi yang tidak menyenangkan dan dapat
menyebabkan atau menghasilkan perilaku dan emosi, serta menimbulkan
resolusi terhadap informasi yang penuh konflik dan tidak menyenangkan.
4. Pelaksanan terapi reminiscence
Terapi Reminiscence yang dikembangkan oleh Syarniah (2010) terdiri dari 5 sesi
yaitu:
a. Sesi 1: berbagi pengalaman masa anak-anak. Pada sesi ini pengalaman masa
anak lebih difokuskan pada pengalaman yang berkaitan dengan permainan yang
paling disenangi dan pengalaman tentang guru yang paling disenangi pada
waktu sekolah dasar atau setingkat SD pada masa tersebut.
b. Sesi 2: berbagi pengalaman masa remaja. Dalam sesi ini topik yang
didiskusikan lebih ditujukan pada hobi yang dilakukan bersama teman-teman
sebaya dan pengalaman rekreasi bersama teman pada masa remaja tersebut.
c. Sesi 3: berbagi pengalaman masa dewasa. Focus pada sesi ini adalah
pengalaman yang berkaitan dengan pekerjaan dan makanan yang disukai.
d. Sesi 4: berbagi pengalaman keluarga di rumah. Pada sesi ini topik kegiatan
terapi menakup pengalaman merayakan hari raya agama bersama anggota
keluarga dan bergaul dengan tetangga.
e. Sesi 5: evaluasi integritas diri. Pada sesi ini kegiatan yang dilakukan adalah
mengevaluasi pencapaian integritas diri lansia. Kegiatan ini meliputi berbagi
pengalaman yang di dapat setelah melakukan kegiatan sesi 1 sampai 4 untuk
mencapai peningkatan harga diri, penerimaan diri sebagai lansia dan
meningkatkan interaksi lansia dengan orang lain.
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Aplikasi Terapi Reminiscence pada Lansia di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Margo Mukti Rembang
Terapi Reminiscence merupakan terapi yang dilakukan dengan mengingat dan
menceritkan tentang keadaan masa lalunya khususnya yang menyenangkan bagi
lansia. Terapi ini bertujuan untuk mengurrangi depresi dan juga menambah tingkat
bersosialisasi lansia dengan lansia lainya. Terapi ini terdiri dari 5 sesi yaitu Sesi
pertama bercerita tentang masa kanak-kanak, sesi kedua bercerita tentang masa
remaja, sesi ketiga bercerita tentang masa dewasa, sesi keempat bercerita tentang
pengalaman keluarga dirumah dan sesi kelima bercerita tentang integritas lansia
dimasa tuanya.
Pelaksanaan ini dilaksanakan pada tanggal 3- 7 oktober 2017 di Aula Rumah
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Margo Mukti Rembang. Terapi Reminiscence ini diikuti
oleh 6 lansia yang mengalami depresi sedang. Dalam penentuan tingkat depresi pada
lansia menggunakan Geriatric Depression Scale. Untuk pengukuran tingkat depresi
dilakukan sebelum dan setelah tindakan terapi reminiscence. Proses pelaksanaan PM
dan terapis duduk melingkar,terapi ini terdiri dari tahap persiapan, orientasi tahap
kerja dan terminasi. Berikut ini Proses Pelaksanaan terapi Reminiscence di Rumah
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Margo Mukti Rembang:
1. Jum’at, 03 November 2017
a. Memilih PM sesuai indikasi
b. Mempersiapkan alat dan tempat
c. Menjelaskan kepada PM pelaksanaan terapi reminiscence
d. Fasilitator menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu menceritakan
kembali masa lalu penerima manfaat pada masa kanak-kanak.
e. Terapis akan menyalakan musik, saat musik terdengar bola dipindahkan dari
satu penerima manfaat ke penerima manfaat lainnya. Saat musik dihentikan,
penerima manfaatmulai menceritakan masa lalunya pada masa kanak-kanak.
Mulai dari klien yang sebelah kanan, secara berurutan.
f. Lakukan kegiatan tersebut hingga semua pasien mendapat giliran.
Setelah dilakukan terapi reminiscence sesi 1 yaitu PM menceritakan
pengalaman masa kanak-kanak. Didapatkan hasil bahwa dari 6 lansia yang
menceritakan pengalaman masa kanak-kanak yang menyenangkan ada 1 lansia.
dan yang menceritakan pengalaman masa kanak-kanak yang menyedihkan ada 3
lansia, dan yang 2 lansia hanya menceritakan tentang perjalanan masa tuanya
sampai di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Margo Mukti Rembang.
2. Sabtu, 04 November 2017
a. Mempersiapkan alat dan tempat
b. menjelaskan kepada PM pelaksanaan terapi reminiscence
c. Fasilitator menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu menceritakan
kembali masa lalu penerima manfaat pada masa kanak-kanak.
d. Terapis akan menyalakan musik, saat musik terdengar bola dipindahkan dari
satu penerima manfaat ke penerima manfaat lainnya. Saat musik dihentikan,
penerima manfaatmulai menceritakan masa lalunya pada masa kanak-kanak.
Mulai dari klien yang sebelah kanan, secara berurutan.
e. Lakukan kegiatan tersebut hingga semua pasien mendapat giliran.
Setelah dilakukan terapi reminiscence sesi 2 yaitu PM menceritakan
pengalaman masa remaja. Didapatkan hasil bahwa dari 6 lansia yang menceritakan
pengalaman masa kanak-kanak yang menyenangkan ada 1 lansia. dan yang
menceritakan pengalaman masa kanak-kanak yang menyedihkan ada 3 lansia, dan
yang 2 lansia hanya menceritakan tentang perjalanan masa tuanya sampai di
Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Margo Mukti Rembang.
3. Senin, 06 November 2017
a. Mempersiapkan alat dan tempat
b. menjelaskan kepada PM pelaksanaan terapi reminiscence
c. Fasilitator menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu menceritakan
kembali masa lalu penerima manfaat pada masa kanak-kanak.
d. Terapis akan menyalakan musik, saat musik terdengar bola dipindahkan dari
satu penerima manfaat ke penerima manfaat lainnya. Saat musik dihentikan,
penerima manfaatmulai menceritakan masa lalunya pada masa kanak-kanak.
Mulai dari klien yang sebelah kanan, secara berurutan.
e. Lakukan kegiatan tersebut hingga semua pasien mendapat giliran.
Setelah dilakukan terapi reminiscence sesi 3 yaitu PM menceritakan
pengalaman masa Dewasa. Didapatkan hasil bahwa dari 6 lansia yang
menceritakan pengalaman masa kanak-kanak yang menyenangkan ada 1 lansia.
dan yang menceritakan pengalaman masa kanak-kanak yang menyedihkan ada 3
lansia, dan yang 2 lansia hanya menceritakan tentang perjalanan masa tuanya
sampai di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Margo Mukti Rembang.
4. Selasa, 07 November 2017
a. Mempersiapkan alat dan tempat
b. Menjelaskan kepada PM pelaksanaan terapi reminiscence
c. Fasilitator menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu menceritakan
kembali masa lalu penerima manfaat pada masa kanak-kanak.
d. Terapis akan menyalakan musik, saat musik terdengar bola dipindahkan dari
satu penerima manfaat ke penerima manfaat lainnya. Saat musik dihentikan,
penerima manfaatmulai menceritakan masa lalunya pada masa kanak-kanak.
Mulai dari klien yang sebelah kanan, secara berurutan.
e. Lakukan kegiatan tersebut hingga semua pasien mendapat giliran.
Setelah dilakukan terapi reminiscence sesi 4 dan 5 yaitu PM menceritakan
pengalaman masa remaja. Didapatkan hasil bahwa dari 6 lansia yang menceritakan
pengalaman keluarga di rumah dan integritas diri sebagai lansia. dari 6 lansia
menceritakan, mereka menerima keadaan sebagai lansia yang mengalami banyak
perubahan fisik,psikis, mental dan kognitif.
Dalam pelaksanaan para lansia menceritakan pengalaman dari masa kanak-
kanak sampai ke integritas dirinya di masa tuanya. Dari keenam lansia didapatkan
4 lansia yang dapat menceritakan dari awal sampai akhir dengan benar, tetapi dari
ke empat lansia tersebut 3 lansia menceritakan pengalaman yang membuat mereka
sedih. Dan terdapat 1 Lansia yang menceritakan pengalamannya yang paling
menyenangkan dan bisa membuat dia tertawa. Sebelum dilakukan terapi
reminiscence terlebih dahulu dilakukan pengukuran tingkat depresi menggunakan
Geriatric Depression Scale, didapatkan hasil rata-rata tingkat depresi skala 7 yaitu
depresi sedang dari 6 PM. Setelah dilakukan terapi ini selama 4 hari, dilakukan
pengukuran GDS kembali, didapatkan hasil rata-rata skala 4 yaitu depresi ringan.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa hanya 60% lansia yang dapat
berkurang rasa depresi yang dirasakannya. Terapi reminiscence ini sebenarnya bisa
dilaksanakan sebagai terapi aktivitas kelompok di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Margo mukti, tetapi masih banyak kendala yang harus diperhatikan. Kendala-
kendala dalam pelaksanaan terapi reminiscence ini adalah waktu yang
berkesinambungan, lansia yang tidak kooperatif, tidak mau menceritakan
pengalamanya, dan tidak semua lansia bisa mengikuti terapi reminiscence karena
ada yang mengalami keterbatasan fisik dan kognitif.

B. Analisa SWOT
1. Strenght (Kekuatan)
a. Terapi reminiscence ini dapat diterapkan pada pasien dengan gangguan depresi
sedang yang berada di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Margo Mukti
Rembang
b. Terapi reminiscence sangat mudah dilakukan, karena hanya menggali cerita
pengalaman masa lalu dari PM di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Margo
Mukti Rembang

2. Weakness (Kelemahan)
a. Waktu yang digunakan dalam terapi relatif lama karena berkesinambungan
b. Terapi ini bisa dilakukan apabila lansia kooperatif dan mau menceritakan
pengalaman masa lalunya.

3. Opportunity (Peluang)
Terapi reminiscence ini tidak harus dilakukan oleh ahli terapi, melainkan bisa oleh
semua pegawai di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Margo Mukti Rembang.
Selain itu, di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Margo Mukti Rembang terdapat banyak
lansia yang mengalami depresi.

4. Threat ( Ancaman)
Tidak semua lansia bisa mengikuti terapi reminiscence karena ada yang mengalami
keterbatasan fisik dan kognitif. Ini

Berdasarkan hasil analisa tersebut diatas dapat disimpulkan untuk melakukan


terapi reminiscence di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Margo Mukti Rembang
diperlukan untuk menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut :
What: Kegiatan yang dilakukan adalah terapi reminiscence
Who: Terapi reminiscence ini dilakukan oleh pegawai Rumah Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Margo Mukti Rembang
When: Kegiatan pelaksanaan terapi reminiscence ini dapat diagendakan setiap satu bulan
satu kali, untuk meningkatkan efektifitas terapi.
Why: Terapi tersebut disarankan untuk dilakukan karena menurut beberapa penelitian
terapi reminiscence dapat menurunkan depresi, dan menambah tingkat
bersosialisasi lnsia dengan lansianya lainnya.
Where: Kegiatan terapi tersebut dilakukan di Aula Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Margo Mukti Rembang.
How: Untuk melakukan terapi reminiscence, pegawai di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Margo Mukti Rembang harus meningkatkan interaksi para lansia. Terapi ini
harus dilakukan secara berkelanjutan dan dimasukkan dalam agenda mingguan
sehingga efek dari terapi ini menjadi optimal, pendokumentasi hasil terapi juga
harus dicatat.

BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Lansia atau masa tua merupakan tahapan terakhir perkembangan manusia.
Terdapat banyak gangguan pada masa lansia karena terjadi penurunan fungsi tubuh.
Salah satunya adalah depresi. Depresi merupakan masalah utama pada lansia,
perasaan sedih, ketidakberdayaan dan pesimis yang berhubungan dengan suatu
penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan kepada diri sendiri atau perasaan
marah yang dalam. Salah satu intervensi untuk menurunkan depresi adalah terapi
reminiscence. Terapi ini adalah terapi dengan pelaksanaan menceritakan pengalaman
masa lalu para lansia.
Dari pelaksanaan yang dilakukan di Rumah Pelayanan Lanjut Usia Margo
Mukti Rembang didapatkan bahwa hanya 60% lansia yang dapat berkurang rasa
depresi yang dirasakannya. Terapi reminiscence ini sebenarnya bisa dilaksanakan
sebagai terapi aktivitas kelompok di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Margo
mukti, tetapi masih banyak kendala yang harus diperhatikan. Kendala-kendala dalam
pelaksanaan terapi reminiscence ini adalah waktu yang berkesinambungan, lansia
yang tidak kooperatif, tidak mau menceritakan pengalamanya, dan Tidak semua lansia
bisa mengikuti terapi reminiscence karena ada yang mengalami keterbatasan fisik dan
kognitif.

B. Saran
1. Untuk Pegawai
Diharapkan pegawai Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Margo Mukti Rembang
dapat mendalami lebih lanjut tentang terapi reminiscence dan menerapkannya pada
perima manfaat di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Margo Mukti.
2. Untuk Pimpinan Panti Sosial Lanjut Usia Turus Gede dan Rumah Pelayanan Lanjut
Usia Margo Mukti
Diharapkan dapat memfasilitasi pegawai dalam melakukan terapi reminiscence di
Panti Sosial Lanjut Usia Turus Gede dan Rumah Pelayanan Lanjut Usia Margo
Mukti.

DAFTAR PUSTAKA
WHO .2010.Proposed Working Defininition of an Older Person in Africa for the MDS
Project, (www.who.int.html).
BPS .2010. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Nurullah, Afifah Fitri, Gemah Nuripah dan Miranti Kania Dewi. 2015. Hubungan Olahraga
Rutin dengan Tingkat Depresi Lansia di Kecamatan Coblong Kota Bandung.
Prosiding Pendidikan Dokter: ISSN 2460-657X
Keliat, B.A, dkk. 2006. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN(basic course).
BukuKedokteran. Jakarta: EGC
Hidayati, Laili Nur, Mustikasari dan Yossie Susanti Eka Putri. 2015. Terapi Individu
Reminiscence Menurunkan Tingkat Depresi Pada Lansia di Panti Sosial. Jurnal
Ners Vol. 10 No.2.
Putra, Hardimansyah. 2014. Pengaruh Terapi Reminiscence Terhadap Depresi pada Lansia
di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang. Semarang : UNRESOS
Pucang Gading Semarang.
Rahayuni, Utami, dan Swedarma. 2015. Pengaruh Terapi Reminiscence Terhadap Stres
Lansia Dibanjar Luwus Baturiti Tabanan Bali. Jurnal Keperawatan Sriwijaya,
Volume 2 - Nomor 2, Juli 2015, ISSN No 2355 5459.
Depkes. 2013. Profil Jumlah Penduudk Lansia Indonesia. Jakarta
Handayani, S. 2013. Perbedaan Kebugaran lansia Sebelum dan sesudah di lakukan Senam
Lansia di desa leyangan kecamatan ungaran timur kabupaten semarang .
semarang stikes ngudi waluyo
Banon ending. 2011. Pengaruh terapi reminiscence dan psikoedukasi keluarga terhadap
kondisi deprsi dan kualitas hidup lansia. Depok. Universitas Indonesia
Effendi & Makhfudli. 2009. Keperawatan kesehatan komunitas teori dan praktik dalam
keperawatan. Jakarta : salemba medika
Perry & potter. 2005. Buku Ajar Fundamental keperawatan : konsep, Proses, dan praktik edisi
4 vol 2. Jakarta : EGC
Kunjoro, H. Zaenudin Sri. 2002. Dukungan sosial pada lansia diakses pada tanggal 31
Oktober 2017
Nugroo, Wahyudi. 2008. Keperawatan gerontik dan geriatric edisi 3. Jakarta: EGC
Ibrahim, A.S. 2011. Keperawatan lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Você também pode gostar