Você está na página 1de 1

SEMIGALIA, KEKUASAAN, DAN KEHORMATAN

Ada satu film yang menarik. Judulnya King of Pagan (2018). Film bergenre sejarah abad
pertengahan ini bercerita tentang utusan Roma (Max) yang berusaha dengan berbagai
cara kotor untuk merebut kekuasaan kerajaan di wilayah yang dikuasai kaum Pagan di
Semigalia, Latvia. Dengan trik liciknya Max berusaha sebisa mungkin untuk memperoleh
cincin lambang kekuasaan raja Pagan dari Namejs, raja sah kaum Pagan. Max yakin
bahwa dengan memperoleh cincin kekuasaan itu ia bisa mendapatkan kehormatan
sebagai raja kaum Pagan di Semigalia.Yang menarik dari film ini adalah cara Namejs,
sang raja Pagan memperlakukan cincin lambang kekuasaan seorang raja. Ketika berada
dalam situasi di mana dia harus memilih menyerahkan cincin itu kepada musuh dengan
konsekuensi menjadi budak atau tetap mempertahankan cincin itu dengan konsekuensi
harus mempertaruhkan nyawa dalam perang, Namejs mengambil keputusan yang sangat
unik. Dia meminta para pandai besi untuk meleburkan cincinnya ke dalam api dan
menduplikat cicin tersebut sebanyak jumlah penduduk Semigalia sehingga semua orang
Semigalia bisa mengenakan cincin yang sama dengan sang raja. Aneh bukan. Taktik ini
memang membantu. Ketika perang berlangsung dan ada orang Semigalia yang terbunuh,
tentara musuh mendapati salah satu cincin. Mereka (musuh) beranggapan sudah bisa
mendapatkab tahta sah karena sudah mendapat cincin raja. Mereka kemudian kaget dan
heran karena kemudian mendapati cincin tersebut ada pada jari setiap orang Semigalia.
Mereka bingung menentukan cincin mana yang asli dan sah. Film ini diakhiri dengan
kemenangan kaum Semigalia mempertahankan kehormatan dan kebebasan mereka dari
ancaman perbudakan Roma.
Sejak awal Namejs mendapatkan cincin itu dari raja Semigalia sebelumnya, ia sudah
sadar bahwa cincin tersebut hanya sebuah simbol kehormatan dan tak boleh
dikeramatkan. Bahkan saat hendak pergi memimpin perang pertama kali sebagai seorang
raja, ia memberikan cincin itu kepada kekasihnya seakan-akan nilai cincin itu sama
seperti nilai hadiah pada umummnya. Pada saat yang bersamaan, musuhnya menganggap
bahwa cincin itu adalah harta tak ternilai yang memberikan kehormatan seorang raja.
Namejs berpikir lain. Bagi dia, memiliki cincin tersebut tak sama dengan memiliki
kehormatan seorang raja. Cincin itu hanya lambang kekuasaan, sebab itu tak memiliki
nilai kehormatan pada dirinya sendiri. Saat memberikan cincin itu kepada setiap
penduduk Semigalia Namejs sebenarnya sedang menantang mereka untuk membuktikan
kehormatan dan martabat mereka sebagai manusia bebas. Tantangan itu yang membuat
orang-orang Semigalia memiliki tekad yang kuat untuk mengalahkan tentara Roma
meskipun mereka tak memiliki pasokan senjata dan armada yang cukup.
Namejs yakin bahwa cincin itu cuma lambang kekuasaan sehingga jika musuh
mendapatkan cincin itu mereka cuma mendapatkan kekuasaan tapi tidak dengan
kehormatan. Kehormatan tidak tumbuh dengan sendirinya saat cincin itu dikenakan.
Kehormatan itu diperjuangkan dengan tekad yang kuat dan keteguhan pada nilai-nilai
kehidupan. Orang bisa mendapatan kekuasaan tapi itu tak langsung membuatnya jadi
terhormat. Sebaliknya, seseorang bisa mendapatkan kehormatan tanpa perlu berambisi
memiliki kekuasaan. Siapa yang gila kuasa, dia telah kehilangan kehormatan diri. Begitu
kira-kira moralnya.

Você também pode gostar