Você está na página 1de 14

ASUHAN KEBIDANAN IBU BERSALIN PATOLOGIS

PADA NY. R UMUR 41TAHUN G3P2A0H2


DENGAN GEMILI DAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)
DI RUANG PONEK RSUD PROF.DR.M.A HANAFIAH, SM BATUSANGKAR

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi laporan target
Praktik Klinik Kebidanan II (PKK II)

OLEH :
SOFIYATI 0612044
NINA ARDIKA SARI 0612034
NOVITA SANDRA 0612035

AKADEMI KEBIDANAN AR-RUM


SALATIGA
2014
HALAMAN PERSETUJUAN

Makalah ini telah diterima dan disetujui untuk diajukan dan dipertahankan di depan Pembimbing
Akademik PKK II dalam seminar, pada :
Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan Praktik

Atik Maria, S.SiT Titik Sutarsinah, S.ST


HALAMAN PENGESAHAN

Makalah ini telah diterima dan disahkan oleh Pembimbing Akademik PKK I dan PKK II, pada :

Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik

Atik Maria, S.SiT

Mengetahui,

Koordinator PKK I Koordinator PKK II


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ketuban Pecah Dini

A. Pengertian Ketuban Pecah Dini


Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses persalinan
yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu (Donald, 2002).
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang
memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.

B. Penyebab
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu
ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai
berikut :
 Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau
leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah
kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar (manuaba, 2002).
 Peninggian tekanan intra uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya:
1) Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
2) Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan gemelli
terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara
berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung
(selaput ketuban) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga
mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah (Saifudin, 2002).
3) Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia
menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada
intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban
menjadi teregang, tipis dan kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban
mudah pecah (Winkjosastro, 2006).
4) Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan
jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut
meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.
 Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang dan letak lintang.
 Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic
disproporsi).
 Korioamnionitis
Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaran organisme vagina
ke atas. Dua faktor predisposisi terpenting adalah pecahnya selaput ketuban > 24 jam dan
persalinan lama.
 Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme yang
meyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi menyebabkan terjadinya proses
biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban
pecah.
 Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah dan kelainan genetik).
 Riwayat KPD sebelumya.
 Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
 Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu.

C. Tanda dan Gejala


Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air
ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes
atau menetes, dengan ciri pucat dan warna darah bergaris. Cairan ini tidak akan berhenti atau
kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu bersalin duduk atau berdiri,
kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran
untuk sementara. Adapun tanda dan gejala yaitu demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut,
denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

D. Patofisiologi
Pada kondisi yang normal kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast,
jaringan retikuler korion dan trofoblas, sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol
oleh system aktifitas dan inhibisi interleukin -1 dan prostaglandin, tetapi karena ada infeksi dan
inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase
jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan
ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan sehingga terjadi ketuban pecah dini (Maria,
2009).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ketuban pecah dini adalah:
1. Keluarnya air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning atau kecoklatan sedikit-sedikit atau
sekaligus banyak.
2. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.
3. Janin mudah diraba.
4. Pada periksa dalam sepaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah bersih.
5. Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah
kering.

F. Komplikasi
1. Infeksi.
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi
Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia dan omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban Pecah Dini premature, infeksi lebih
sering dari pada aterm.
2. Persalinan prematur
Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan
antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu
persalinan terjadi dalam 1 minggu.
3. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi
asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
4. Syndrom deformitas janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal.

G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan leukosit darah: >15.000/ul bila terjadi infeksi.
2. Tes lakmus merah berubah menjadi biru.
3. Amniosentisis.

H. Pengaruh Ketuban Pecah Dini


1. Terhadap Janin
Pada saat ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena
infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala
pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan morrtalitas dan morbiditas perinatal.
2. Terhadap Ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartum, dan apabila terlalu
sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis atau nifas, peritonitis
dan septikemia, serta dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus
akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan akan timbul gejala-gejala infeksi.

I. Penatalaksanaan
1. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului kondisi ibu yang
menggigil.
2. Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum persalinan adalah tindakan yang
adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janin
elektronik secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin untuk melihat tanda gawat janin
akibat kompresi tali pusat atau induksi. Takikardia dapat mengindikasikan infeksi uteri.
3. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
4. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan hal-hal berikut:
 Dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
 Bau rabas atau cairan di sarung tangan
 Warna rabas atau cairan di sarung tangan
5. Beri perhatian lebih seksama terhadap penderita agar dapat diperoleh gambaran jelas dari setiap
infeksi yang timbul. Sering kali terjadi peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.

2.2 Sectio Caesarea


 Defenisi sectio caesarea
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin diatas 500 gram (Manuaba I.B.G, 2010).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut atau vagina atau Sectio Caesarea adalah suatu histerotomia untuk
melahirkan janin dalam rahim (Anita Lockhart & Lyndon S, 2014).
Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk pelahiran janin dengan insisi melalui
abdomen uterus (Sarwono P, 2010).
Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500
gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (Wiknjosastro H, 2010).
 Indikasi sectio caesarea
Adapun indikasi dilakukannya sectio caesarea adalah :
 Indikasi ibu
1) Plasenta previa
Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk sectio caesarea tanpa
menghiraukan faktor-faktor lainnya. Plasenta previa parsialis pada primigravida sangat
cenderung untuk sectio caesarea. Perdarahan banyak dan berulang merupakan indikasi mutlak
untuk sectio caesarea karena perdarahan itu biasanya disebabkan oleh plasenta previa yang lebih
tinggi derajatnya.
2) Panggul sempit
Pada panggul sempit tidak ada gunanya melakukan versi luar karena meskipun menjadi
presentasi kepala, akhirnya perlu dilakukan sectio caesarea. Batas terendah untuk melahirkan
janin vias naturalis adalah conjugata vera = 8 cm. Panggul dengan conjugata vera = 8 cm dapat
dipastikan tidak dapat melahirkan janin dengan normal dan harus diselesaikan dengan
sectio caesarea.
3) Disproporsi sefalopelvik
Disproporsi fetopelvik mencakup panggul sempit (contracted pelvis) fetus yang
tumbuhnya terlampau besar atau adanya ketidakseimbangan relatif antara ukuran bayi dan
ukuran pelvis yang ikut menimbulkan masalah disproporsi adalah bentuk pelvis, presentasi fetus
serta kemampuannya untuk moulage dan masuk panggul, kemampuan berdilatasi pada cervix,
dan efektifan kontraksi uterus.
4) Ruptura uteri mengancam
Pada persalinan dengan ruptur uteri harus dilakukan dengan cermat khususnya pada
persalinan dengan kemungkinan distosia dan pada persalinan wanita yang pernah mengalami
sectio caesarea atau pembedahan lain pada uterus sebelumnya. Karena adanya bahaya yang lebih
besar maka pengakhiran kehamilan dengan ruptura uteri mengancam perlu ditangani dengan
sectio caesarea.
5) Ketuban pecah dini (KPD)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan / sebelum
inpartu, pada pembukaan < 4 cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun
jauh sebelum waktunya melahirkan.
6) Partus lama
Persalinan yang berlangsung lebih lama dari 24 jam digolongkan sebagai persalinan lama
menimbulkan efek berbahaya baik terhadap ibu maupun anak dan dapat menyebabkan atonia
uteri, laserasi, perdarahan, infeksi, gawat janin dan kematian perinatal. Maka dari itu perlu segera
dilakukan sectio caesarea untuk penangannya.
7) Preeklamsia
Pada Preeklamsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam sejak gejala eklamsia
timbul. Telah diketahui bahwa kehamilan dengan preeklamsia dapat mengancam janin atau
persalinan tidak dapat terjadi dengan bahaya hipoksia dan pada persalinan bahaya ini semakin
besar. Pada gawat janin dalam kala I diperlukan tindakan sectio caesarea segera.
8) Distosia serviks
Pada distosia serviks primer penanganannya adalah pengawasan persalinan secara
seksama di rumah sakit. Sedangkan pada distosia serviks sekunder penangannya harus segera
dilakukan sectio caesarea sebelum jaringan parut serviks yang dapat menjalar ke atas sampai
segmen bawah uterus.
9) Pernah sectio caesarea sebelumnya
Pada wanita yang pernah mengalami sectio caesarea sebelumnya biasanya kembali
mengalami hal yang sama pada kehamilan dan persalinan berikutnya, hal ini disebabkan karena
mengingat adanya bahaya ruptur uteri karena sectio caesarea sebelumnya. Namun wanita yang
pernah mengalami sectio caesarea sebelumnya dapat diperbolehkan untuk bersalin pervaginam
kecuali jika sebab sectio caesarea sebelumya adalah mutlak karena adanya kesempitan
panggul (Manuaba, 2010).
 Indikasi janin
1) Gawat janin
Tindakan operasi dilakukan pada kasus gawat janin dalam rahim, gangguan pertumbuhan
janin dalam rahim, kematian janin dalam rahim, tali pusat janin menumbung.Pada kehamilan dan
persalinan kala I yang dapat menyebabkan gawat janin harus segera dilakukan
sectio caesarea (Manuaba, 2010).
2) Malpresentasi janin
a) Letak lintang
b) Letak sungsang
c) Presentasi dahi
d) Presentasi muka
e) Gemelli

 Kontra indikasi sectio caesarea


Mengenai kontra indikasi, perlu diingat bahwa sectio caesarea dilakukan baik untuk
kepentingan ibu maupun untuk kepentingan anak. Oleh sebab itu, sectio caesarea tidak dilakukan
kecuali dalam keadaan terpaksa apabila misalnya janin sudah meninggal dalam uterus atau
apabila janin terlalu kecil untuk hidup di luar kandungan, atau apabila janin terbukti menderita
cacat seperti hidrosefalus, anensefalus, dan sebagainya (Manuaba I.B.G, 2010).

D. Jenis-jenis sectio caesarea


o Sectio caesarea transperitonealis
1) Sectio caesarea klasik atau korporal dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus
uteri kira-kira sepanjang 10 cm.
2) Sectio caesarea ismika atau profunda dilakukan dengan membuat sayatan melintang pada segmen
bawah rahim kira-kira 10 cm.
o Sectio caesarea ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka peritonium parietalis, dengan
demikian tidak membuka kavum abdominal
(Anita Lockhart & Lyndon S, 2014).

E. Komplikasi sectio caesarea


 Infeksi nifas
1) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
2) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.
3) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus
terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah
terlalu lama. Penanganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit dan antibiotika yang
adekuat.
 Perdarahan, disebabkan oleh :
1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
2) Atonia uteri.
3) Perdarahan pada placental bed.
 Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu
tinggi.
 Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang
(Manuaba I.B.G, 2010).

F. Perawatan pre, intra dan pasca operasi sectio caesarea


 Perawatan pre operasi
1) Pemberian pendidikan kesehatan pra bedah
Pendidikan kesehatan yang perlu dijelaskan adalah berbagai informasi mengenai
tindakan pembedahan, diantaranya jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum dibedah, alat-alat
khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah, ruang pemulihan dan kemungkinan
pengobatan setelah dibedah.
2) Persiapan diet
Pasien yang akan dibedah memerlukan persiapan khusus dalam hal pengaturan diet,
pasien boleh menerima makanan biasa sehari sebelum bedah, tetapi 8 jam sebelum dibedah tidak
diperbolehkan makan sedangkan cairan tidak diperbolehkan 4 jam sebelum dioperasi, sebab
makanan dan cairan dalam lambung dapat menyebabkan aspirasi.
3) Persiapan kulit
Persiapan ini dilakukan dengan cara membebaskan daerah yang akan dibedah dari
mikroorganisme dengan cara menyiram kulit dengan sabun heksaklorofin atau sejenisnya sesuai
jenis pembedahan. Bila pada kulit terdapat rambut maka harus dicukur.
4) Latihan bernafas dan latihan batuk
Cara ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pengembangan paru sedangkan
batuk dapat menjadi kontraindikasi pada bedah intrakranial, mata, hidung, dan tenggorokan
karena dapat meningkatkan tekanan dan merusak jaringan dan melepaskan jahitan.
5) Pencegahan cedera
Untuk mengatasi risiko terjadinya cedera, tindakan yang perlu dilakukan adalah :
a) Cek identitas pasien.
b) Lepaskan perhiasan pada pasien yang dapat mengganggu misalnya, cincin, gelang, dan lain-lain.
c) Bersihkan cat kuku untuk memudahkan penilaian sirkulasi.
d) Lepaskan kontak lensa.
e) Lepaskan protesis.
f) Alat bantu pendengaran dapat dipergunakan jika pasien tidak dapat mendengar.
g) Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih.
h) Gunakan kaos kaki antiemboli bila pasien berisiko terjadi tromboplebitis.

 Perawatan intra operasi


1) Penggunaan baju seragam bedah didesain secara khusus dengan harapan dapat mencegah
kontaminasi dari luar, berprinsip bahwa semua baju dari luar harus diganti dengan baju bedah
steril menutupi atau baju harus dimasukkan ke dalam celana, atau harus menutupi pinggang
untuk mengurangi penyebaran bakteri, dan gunakan tutup kepala, masker, sarung tangan serta
celemek steril.
2) Mencuci tangan sebelum pembedahan.
3) Menerima pasien di daerah bedah.
4) Pengiriman dan pengaturan posisi kekamar bedah.
5) Pembersihan dan persiapan kulit atau lapangan operasi.
6) Penutupan daerah steril.
7) Pelaksanaan anastesi.
8) Pelaksanaan pembedahan setelah dilakukan anastesi, tim bedah akan melaksanakan pembedahan
sesuai dengan ketentuan pembedahan.
 Perawatan pasca operasi
1) Meningkatkan proses penyembuhan luka serta mengurangi rasa nyeri dapat dilakukan dengan cara
merawat luka dan memperbaiki asupan makanan tinggi protein dan vitamin C dapat membantu
pembentukan kolagen dan mempertankan integritas dinding kapiler.
2) Mempertahankan respirasi yang sempurna dengan cara latihan nafas selama 3 detik kemudian
hembuskan atau dapat pula dilakukan dengan cara menarik nafas dari hidung dengan
dihembuskan perlahan-lahan melalui mulut yang dikuncupkan.
3) Mempertahankan sirkulasi dengan cara gunakan stoking pada pasien yang berisiko tromboplebitis
atau pasien dilatih agar tidak duduk terlalu lama dan harus meninggikan kaki pada tempat guna
memperlancar vena balik.
4) Mempertahankan eliminasi dengan cara mempertahankan asupan dan output serta mencegah
terjadinya retensi urine.
5) Mempertahankan aktivitas dengan cara latihan memperkuat otot sebelum ambulatory.
6) Mengurangi kecemasan dengan cara melakukan komunikasi secara terapeutik (Anita Lockhart &
Lyndon S, 2014)
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan membahas tentang asuhan kebidanan ibu bersalin pada Ny. F dengan
induksi atas indikasi ketuban pecah dini dengan pendekatan manajemen SOAP mulai dari
subjektif sampai plann serta ada tidaknya kesenjangan antara teori dengan praktek yang dialami
penulis saat dilapangan.
1. Subjektif
Dalam langkah ini tahap pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan
studi dokumentasi. Untuk pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pada
langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber
yang berkaitan dengan kondisi pasien. Untuk memperoleh data, dilakukan melalui anamnesa.
Data yang dikumpulkan guna melengkapi data untuk menegakkan diagnosis. Pada
pengumpulan data subjektif Ny. F mengatakan ini kehamilan yang ke-3. Keluhan utama pada
waktu masuk ibu mengatakan keluar air-air dari kemaluan sejak jam 05.00 WIB, keluar lendir
bercampur darah dari kemaluan, nyeri pinggang menjalar keari-ari pukul 09.00 WIB, ibu
mengatakan hamil kembar.
2. Objektif
Melakukan pengkajian data objektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi,
perkusi.
Pada data objektif keadaan umum : baik, kesadaran : composmentis, TTV : TD :130/90
mmHg, N : 92x/menit, S : 37oC, RR : 24x/menit. Pengeluaran pervaginam : cairan berwarna
jernih dan berbau khas. Hasil VT : keadaan jalan lahir elastis, pembukaan 3-4 cm, ketuban (-)
jernih merembes.
Pada langkah pertama ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori
dengan kasus yang ada di lahan praktek.
3. Assesment
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap rumusan diagnosa, masalah, dan
kebutuhan pasien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.
Langkah awal dari perumusan diagnosis atau masalah adalah pengolahan data analisis dengan
menggabungkan data satu dengan yang lainnya sehingga tergambar fakta.
a. Diagnosa kebidanan
Ny. F G3P2A0H2 umur 41 tahun, umur kehamilan 38-39 minggu, janin kembar hidup intra
uterine, presentasi kepala, inpartu kala 1 fase laten dengan induksi atas indikasi ketuban pecah
dini.
b. Masalah
Masalah yang ada pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini yaitu ibu cemas dengan
keadaannya sekarang.
c. Kebutuhan
Kebutuhan ibu bersalin dengan ketuban pecah dini yaitu support mental dari bidan dan keluarga.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan kasus yang ada
dilahan praktek.
d. Identifikasi masalah/diagnosa potensial
Pada langkah ini penulis mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan
rangkaian masalah yang ada. Langkah ini membutuhkan antisipasi, apabila mungkin dilakukan
pencegahan. Pada ketuban pecah dini potensial terjadi infeksi intrapartum pada ibu. Pada bayi
bisa terjadi hypoxia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, asfiksia,
Pada kasus ini tidak terjadi diagnosa potensial pada ibu dan bayi, karena sudah dilakukan
penatalaksanaan yang benar.
Pada langkah ini, penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan kasus yang ada
dilahan praktek.
e. Identifikasi masalah kebutuhan tindakan segera,kolaborasi, dan rujukan
Tindakan segera: pemberian antibiotic
Kolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan.
4. Plann
Perencanaan asuhan pada pasien dengan ketuban pecah dini antara lain :
a. Observasi KU dan TTV
b. Pantau DJJ
c. Pasang cairan infus RL, RL drip MgSO4
d. Anjurkan ibu puasa
e. Pasang cateter follay
f. persiapan pasien dan petugas untuk SC
Pada langkah ini penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan kasus yang ada
dilahan praktek.
Pelaksanaan
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah di uraikan pada langkah kelima
dilaksanakan secara efisien dan aman.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan kasus yang ada di
lahan praktek.
Evaluasi
Untuk mengetahui keberhasilan asuhan yang sudah diberikan kepada pasien. Pada langkah ini
penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan kasus yang ada dilahan. Evaluasi atau
hasil dari asuhan yang sudah diberikan sesuai dengan hasil yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary, M.D. Obstetri Williams. Jakarta, EGC, 2002.


http://ebdosama.blogspot.com/2009/12/ketuban-pecah-dini-kpd.html tanggal 30 September 2014.
Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri. Jakarta, EGC, 2008.
Prawiroharjo, Sarwono: Ilmu Kebidanan, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka, 2011.

Você também pode gostar