Você está na página 1de 6

Nama : Resky Nuraziza

Nim : 170020102011009

Pertanyaan:
1. Harga transfer berdasarkan harga pasar dimana barang-barang yang diproduksi unit
penjual dihargai dengan harga yang sama dengan harga yang berlaku di pasar, pada sisi
penjual kemungkinan akan mendapatkan profit dari penjualan tersebut sedangkan dari
sii pembeli harga yang dibayarkan merupakan harga yang sewajarnya. Menurut
pendapat kelompok anda, bagaimana cara penjual menilai barang yang yang akan dijual
tidak tersedia di pasaran mengingat tidak semua barang yang dijual belikan tersedia di
pasar?
2. Masih berhubungan dengan pernyataan diatas, jika terjadi kasus misalnya barang yang
diproduksi salah satu unit dalam perusahaan ini ternyata ada di pasaran dengan
spesifikasi barang yang sama tetapi harganya lebih murah, bagaimana perusahaan
menyikapi hal tersebut? Apakah tetap dengan transfer pricing atau mengambi barang
dari luar perusahaan?
3. Dari ketiga jenis penentuan transfer pricing manakak yang lebih efektif digunakan?
Tolong sertakan alasan kelompok anda.

PENETAPAN HARGA TRANSFER DALAM KAJIAN PERPAJAKAN

Gusnardi. Penetepan Harga Transfer dalam Kajian Perpajakan. Pekbis Jurnal, Vol, 1 No. 1,
Maret 2009: 36 – 43

Transfer Pricing Dalam Akuntansi Manajemen


Transfer pricing didefenisikan sebagai suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran
antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi
pembeli (buying division). Tujuan utama dari transfer pricing adalah mengevaluasi dan
mengukur kinerja perusahaan. Tetapi sering juga transfer pricing digunakan oleh perusahaan-
perusahaan multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak yang dibayar melalui rekayasa
harga yang ditransfer antardivisi. Keberhasialn transfer pricing dari sisi perpajakan adalah
adanya transaksi karena adanya hubungan istimewa.
Tujuan Transfer Pricing
transfer pricing akan menjadi pedoman bagi manajer dalam membuat keputusan yang
berhubungan dengan membeli atau menjual produk dan jasa kepada divisi lain dalam satu
perusahaan atau kepada pihak luar. Selanjutnya menurut Horngren, pada akhirnya perusahaan
multinasional menggunakan transfer pricing untuk meminimalkan pajak perusahaan mereka
secara global.
Metode Penentuan Harga Transfer Pricing
Secara umum ada tiga cara menetukan harga tranfer pricing yaitu:
1. Penentuan hatga transfer atas dasar biaya. transfer pricing, karena jika pendekatan
actual Cost yang digunakan maka ketidakefisienan dalam produksi yang terjadi pada
divisi penjual akan terbawa kepada divisi pembeli sehingga nilainya tidak sesuai
dengan keadaan
2. Penentuan harga transfer atas dasar harga pasar. gukuran kinerja. Harga pasar diperoleh
dari daftar harga yang dipublikasikan untuk barang atau jasa yang sejenis dengan
produk atau jasa yang ditransfer atau diperoleh dari harga yang dibebankan oleh divisi
yang memproduksi jika divisi tersebut menjual kepada pihak luar, Horngren (2006).
3. Negosiasi. Penentuan harga transfer berdasarkan negosiasi jika setiap divisi atau
perusahaan dalam grup perusahaan multinasional memiliki komitmen otonomi atau
desentralisasi, maka setiap manajer akan melakukan negosiasi apabila akan dilakukan
transfer barang atau jasa. Dalam negosiasi manajer-manajer harus memperhatikan
biaya produksi (cost) dan harga pasar, dan mereka juga harus memiliki pengetahuan
yang bagus tentang keinginan perusahaan secara keseluruhan. Menurut pakar
manajeman yaitu Robert Anthony & Vijay Govindarajan (2006), kondisi yang harus
dipenuhi tersebut yaitu orang-orang yang kompeten menyangkut pelaksanaan dan
kebijakan biaya transfer, kondisi di dalam dan luar perushaan yang mndukung
kebijakan biaya transfer, harga pasar yang stabil sebagi pembanding dalam menentukan
harga, adanya ketersediaan pilihan uang ditemtimbangkan dalam membuat keputusan,
adanya batasan menyangkut keputusan yang diambil baik phak internal maupun
eksternal perusahaan dan adanya negosiasi agar tidak ada pihak yang dirugikan.
Motivasi dan Implikasi Pajak dala Transfer pricing
A. Motivasi pajak dalam transfer pricing. Motivasi pajak dalam transfer pricing pada
perusahaan multinasional tersebut dilaksanakan dengan cara sedapat mungkin
memindahkan penghasilan ke negara dengan beban pajak terendah atau minimal dimana
di negara tersebut ada grup perusahaan mereka yang beroperasi.Dengan adanya
pemindahan penghasilan tersebut maka pajak yang dibayar secara keseluruhan akan
rendah, sedangkan bagi negara yang menerapkan tarif pajak tinggi grup perusahaan
mereka yang ada di negara tersebut bisa saja dibuat rugi melalui kebijakan transfer pricing.
Akhirnya, total laba setelah pajak secara keseluruhan akan lebih besar jika dibandingkan
kalau tidak melakukan transfer pricing.
B. Implikasi Pajak Dalam Transfer pricing. Menurut Gunadi (2006) transfer pricing
menyebabkan ketidakadilan dalam perpajakan karena perbedaan struktur perusahaan.
Perusahaan yang dipecahpecah menjadi suatu grup dapat merekayasa laba sehingga
meminimalkan pajak. Sementara itu, perusahaan tunggal harus membayar pajak sesuai
yang harus dibayarkan. Unutk itu, dalam buku tax law Design ini dikatakan bahwa;
Pertama, dengan merumuskan dalam ketentuan domestik, suatu negara dapat mengambil
laba global grup dan mengalokasikan sebagian laba tersebut berdasar formula tertentu
kepada sumber yang berada di negaranya dan kemudian memajaki bagian laba dimaksud.
Kedua, suatu negara dapat menentukan laba dari cabang usaha (bentuk usaha tetap) atau
anak perusahaan yang beroperasi di negaranya terpisah dari grup berdasar harga yang
wajar yang seharusnya terjadi apabila transaksi dilakukan dengan pihak di luar grupnya
(arm's length price). Transaksi transfer pricing dapat dilakukan baik bersifat domestik
maupun global. Transaksi yang bersifat domestik tidak akan membawa implikasi pajak
yang signifikan atas pajak penghasilannya karena dilakukan pada yuridiksi pemajakan
yang sama. Selanjutnya menurut Yani (2001), karena adanya disparitas tarif pajak
penghasilan antarnegara, maka transfer pricing dilakukan untuk merekayasa harga transfer
agar diperoleh penghematan pajak global. Rekayasa transfer pricing dilakukan dengan
pertimbangan untuk menghindari pemajakan di suatu negara.
Aturan Perpajakn Tentang Transfer Pricing
Berdasarkan Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana dan
perubahan lainnya, terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan, Direktur Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk menentukan kembali
besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan kembali besarnya penghasilan dan
pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya jumlah
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa sesuai dengan
kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.
Dari pasal tersebut yang dimaksud dengan hubungan istimewa adalah sesuai dengan pasal 18
ayat (4) UU Pajak Penghasilan yaitu hubungan istimewa yang timbul karena adanya tiga hal,
yaitu:
a. adanya penyertaan modal baik langsung maupun tidak langsung dengan jumlah
minimal 25%, hal ini berlaku pula untuk hubungan antar wajib pajakwajib pajak yang
dimiliki oleh suatu dengan penyertaan masing-masing minimal 25%. Contoh : A
memiliki saham B sebesar 50% dan B memiliki saham C sebesar 50% maka A
dianggap memiliki C sebesar 0% dari 50% yaitu 25% sehingga masih masuk dalam
kategori hubungan istimewa. Contoh lain A memiliki saham B sebesar 25% dan A
memiliki C sebesar 25% maka B dan C dianggap memiliki hubungan istimewa.
b. Adanya penguasaan baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dimaksud
penguasaan di sini adalah manajemen dan teknologi.
c. Adanya hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus
atau samping satu derajat.
Dalam SE-04/PJ.7/1993 disebutkan contoh-contoh kekurangwajaran yang terjadi dalam suatu
transaksi antar pihak yang mempunyai hubungan istimewa yaitu:
a. dalam hal jual beli
b. dalam hal alokasi biaya administrasi dan umum
c. dalam hal pembebanan bunga atas pinjaman dari pemegang saham
d. dalam hal pembayaran komisi, lisensi, francise, sewa, royalty, imbalan atas jasa teknik
dan imbalan atas jasa lainnya
e. pembelian harta perusahaan dari pemegang saham atau pihak yang mempunyai
hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar
Jika terjadi kasus kekurangwajaran seperti disebutkan di atas, Undang-undang perpajakan kita
menganut asas material (substance over form), maksudnya adalah keadaan substansi transaksi
yang dijadikan dasar untuk melihat wajar atau tidaknya dari suatu transaksi. Sedangkan untuk
menghindari adanya penyeludupan pajak yang dilakukan oleh perusahaan multinasional
melalui transfer pricing, pemerintah Indonesia telah mengantisipasinya melalui kerjasama dan
pertukaran informasi dengan negara-negara lain.

KINERJA KEUANGAN HOTEL MARGA JAYA SAMARINDA

Dian Putri Pratama. 2012. Kiner keuangan Hotel Marga Jaya Samarinda. Universitas 17
Agustus 1945. Kalimantan Timur.

Hotel Marga Jaya Samarinda merupakan perusahaan yang bergerak di bidang


akomodasi yang menunjang sektor pariwisata di Kalimantan Timur pada umumnya. Supaya
tujuan pengembangan perusahaan dapat tercapai, maka diperlukan suatu manajemen yang baik
dilihat dari segi pemasaran maupun keuangannya, oleh karena setiap perusahaan pasti
mengharapkan keuntungan yang tinggi oleh sebab itu perencanaan dan pengendalian keuangan
perusahaan harus dipantau sedemikian rupa sehingga perkembangan perusahaan dapat
diketahui setiap tahunnya. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui kinerja keuangan Hotel Marga Jaya Samarinda ditinjau dari Return
On Investment tahun buku 2008 hingga tahun 2012.
Kinerja keuangan suatu perusahaan adalah tolak ukur keberhasilan perusahaan dalam
periode tertentu yang dapat dilihat dari rasio keuangan perusahaan yang bersangkutan, yaitu
dengan membandingkan antara Neraca dan Laporan Laba Rugi. Salah satu tolak ukur yang
dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan adalah Return On Investment (ROI) yaitu
salah satu bentuk dari profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk
operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Seperti yang dialami oleh Hotel Marga
Jaya Samarinda yang terus mengalami perkembengan dan renovasi. Hotel ini memiliki
berbagai jenis kamar seperti, standar, superior dan deluxe dengan penwaran harga sesuai
dengan fasilitas yang diberikan.
Laporan keuangan dibusr dengan maksud laporan kemajuan secara periodik yang
dilakukan pihak manajemen perushaan yang bersangkutan. Kemudian kinerja keuangan
Kinerja Keuangan menurut Mathis & Jackson (2002 : 78) terjemahan Wim Sahepatty
didefinisikan sebagi berikut :
“Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja
karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada
ornaisasi yang antara lain termasuk ; Kuantitas output, Kualitas output, Jangka waktu output,
Kehadiran di tempat kerja, Sikap koorperatif”. dapat disimpulkan bahwa pengukurab kinerja
adalah tindakan karyawan dalam mengukur kinerja perusahaan tersebut. Analisia rasio ini
merupakan cara yang paling penting dalam mengukur perkembangan suatu usaha dengan cara
para pesaingnya dan menyatakan hubungan-hubungan yang bernakna diantara komponen-
komponen dari laporan keuangan. Hipotesis dari penelitian ini mengungkapkan bahwa kinerja
keuangan Hotel Marga Jaya Samarinda ditinjau dari Return On Investment dari tahun 2008
hingga tahun 2012 semakin meningkat. Hal ini dibuktikan dengan alasan ROI (Return On
Investment) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan dapat
mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva
yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Rasio ini
menunjukan kemampuan laba bersih yang diukur dari modal / investasi yang dimiliki. Dengan
demikian, smeakin meningkatnya ROI suatu perusahaan makan pengembalian setipa modal
yang ditanamkan akan semakin tinggi dan dapat digunakan sebagai kriteria evaluasi suatu
investasi. Nilai Return On Investment pada tahun 2008 sebesar 11,99 % ini disebabkan karena
pada tahun 2008 pendapatan Hotel Marga Jaya Samarinda cukup besar yaitu sebesar Rp
3.778.977.140,00 dan laba bersih setelah pajaknya (Net Profit After Tax) pun cukup besar yaitu
sebesar Rp 1.268.991.436,30 dan total aktiva (Total Assets) tahun 2008 dan 2009 juga
meningkat dari Rp 10.585.921.165,85 menjadi Rp 11.101.403.656,82 yang menyebabkan
terjadi peningkatan perbandingan ROI dari tahun 2008 ke tahun 2009 sebesar 19%.
Peningkatan yang terjadi di tahun 2009 tetap dipertahankan di tahun 2010, di tahun ini ROI
Hotel Marga Jaya Samarinda meningkat sebesar 5,18% dan pertumbuhannya sebesar 36%,
peningkatan ini diperkirakan terjadi karena pendapatan Hotel di tahun 2009 ini sebesar Rp
4.271.472.601,32 dan laba bersihnya sebesar Rp 1.594.931.275,24 dan ROI yang terjadi di
tahun 2010 sebesar 19,55% dimana di tahun sebelumnya sebesar 14,37%. Peningkatan ROI
yang terjadi di tahun lalu menjadi acuan perusahaan untuk meningkatkan kinerja keuangan
perusahaan, hal ini dapat terbukti dengan adanya peningkatan ROI di tahun 2011 menjadi
20,16% dan pertumbuhan dari tahun sebelumnya sebesar 0,61%, ini dikarenakan terjadi
peningkatan pendapatan perusahaan tahun 2010 menjadi Rp 4.765.828.031,65 dan Net Profit
After Tax menjadi Rp 2.317.072.605,75 demikian juga di tahun 2011 pendapatannya sebesar
Rp 4.942.518.861,11 yang diimbangi peningkatan laba setelah pajak (Net Profit After Tax)
menjadi Rp 2.560.003.148,12 sehingga ROI pun meningkat Hal yang sama pun kembali terjadi
di tahun 2012 dapat dilihak bahwa perusahaan berhasil meningkatkan kinerja keuangan,
berdasarkan perhitungan ROI terjadi peningkatan nilai sebesar 1,16% dan pertumbuhan dari
tahun sebelumnya sebesar 0,2%, hal ini karena tahun 2012 pendapatan perusahaan meningkat
menjadi Rp 5.355.583.465,21 dan Net Profit After Tax Rp 3.000.399.449,37 yang juga
dipengaruhi peningkatan total aktiva (Total Assets) tahun 2011 dari Rp 12.698.306.817,81 dan
di tahun 2012 menjadi Rp 14.074.231.417,9. Peningkatan yang terus terjadi setiap tahunnya
ini disebabkan karena terjadi peningkatan pendapatan bersih perusahaan secara reguler dan
juga dari luar usaha pada perusahaan.
Kesimpulan dari pembahasan diatas adalah Samarinda yang dilihat dari Return On
Investment sejak tahun 2008 hingga tahun 2012 cenderung mengalami peningkatan.
Peningkatan nilai ini dapat dilihat dari terus meningkatnya pendapatan dan nilai penjualan
perusahaan, yang menggambarkan bahwa besar investasi yang berasal dari modal pribadi
maupun modal asing, sangat efisien dapat menunjang kemajuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan.

Você também pode gostar