Você está na página 1de 28

LAPORAN KASUS RADIOLOGI

PNEUMONIA KOMUNITAS

Disusun Oleh :
Natasya Sugianto / 00000006000

Pembimbing :
Dr. dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE - RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 19 FEBRUARI – 10 MARET 2018
TANGERANG
BAB I
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 24/12/1954
Usia : 63 Tahun
No. Rekam Medis : RSUS. 0079****
Rumah Sakit : Rumah Sakit Umum Siloam (RSUS)
Tanggal Masuk : 20/02/2018

ANAMNESA PASIEN
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis di Rumah Sakit Umum Siloam
(RSUS), pada tanggal 20 Februari 2018.

KELUHAN UTAMA
Pasien mengalami kesulitan bernapas sejak 2 hari yang lalu SMRS

KELUHAN TAMBAHAN
 Lemas sejak 1 minggu yang lalu SMRS
 Demam sejak 4 hari SMRS
 Batuk sejak 1 minggu yang lalu SMRS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Ny. E (63) datang diantar oleh anaknya ke RSUS pada tanggal 20 Februari
2018 dengan keluhan sulit bernapas sejak 2 hari yang lalu. Sesak yang dialami tidak
kunjung membaik dan membuat pasien sulit tidur selama 2 hari terakhir. Pasien juga
mengeluhkan demam sejak 4 hari terakhir. Demam yang pasien alami hilang timbul,
terkadang muncul di siang hari dan terkadang muncul di malam hari. Pasien mengaku
demamnya tidak diukur derajatnya tetapi pasien merasa demamnya semakin hari
semakin tinggi. Pasien mengaku skala keparahan demamnya 7/10 karena pasien juga
merasakan lemas yang sudah lebih dulu dirasakan sebelum demamnya, yaitu sejak 1
minggu yang lalu. Demam tidak membaik dengan mengonsumsi paracetamol dan
kemudian muncul lagi keesokan harinya.
Ny. E juga mengeluhkan batuk yang berdahak. Awalnya batuk kering pada 2
hari SMRS, namun menjadi berdahak pada hari ketiga hingga hari pasien masuk ke
rumah sakit. Dahak berkonsistensi kental, berwarna putih, dengan volume sekitar 1
sdt dan tidak ada darah pada dahak. Batuk disertai rasa sesak dan nyeri dada ketika
inspirasi. Batuk membaik jika beristirahat dan minum air hangat, namun memburuk
jika beraktivitas.
Selain itu, Ny. E juga mengeluhkan lemas pada seluruh tubuh sejak 1 minggu
yang lalu SMRS bersamaan dengan batuknya. Lemas muncul secara gradual dan
makin lama makin memburuk. Menurut pasien, lemas yang dirasakannya
mengganggu aktivitas.
Ny. E mengalami penurunan nafsu makan karena batuk dan sesak yang
dialaminya tetapi Ny. E tidak merasakan penurunan berat badan selama 1 minggu
terakhir. Pasien juga tidak mengalami gangguan pada BAB dan BAK, masih rutin
seperti biasanya.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Ny. E memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak 2003 dan tidak
mengonsumsi obat-obatan secara rutin. Pasien tidak mengidap diabetes melitus.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien menyangkal
riwayat penyakit asma, maag, alergi makanan, sendi, TB, dan penyakit kronis
(hiperdiabetes, kolesterol, hati, ginjal, jantung). Pasien tidak pernah dirawat di rumah
sakit sebelumnya.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada anggota keluarga Ny. E yang menderita penyakit serupa. Ny. E
menyangkal riwayat penyakit asma, kanker, trombosis, autoimun, serta penyakit
kronis (diabetes, kolesterol, hati, ginjal, jantung) di keluarga. Pasien menyangkal
riwayat alergi pada anggota keluarga.

RIWAYAT PENGOBATAN
Ny. E mengonsumsi Amlodipin 1x tablet 10 mg/hari tetapi tidak rutin. Ny. E
juga meminum obat paracetamol 3x tablet 500 mg /hari selama 4 hari terakhir SMRS
untuk meredakan demam.

RIWAYAT KEBIASAAN
Ny. E mengaku tidak pernah merokok, mengonsumsi alkohol, dan
Menggunakan obat-obatan terlarang. Ny. E tidak pernah terkena paparan abses dan
radiasi. Pasien mengaku telah menopause sejak tahun 2005.

RIWAYAT SOSIAL, EKONOMI, LINGKUNGAN


Ny. E menyangkal merasa depresi saat masuk rumah sakit. Ny. E hidup
dengan suaminya dan kedua anaknya. Ny. E bekerja sebagai Ibu rumah tangga.
Ekonomi keluarga Ny. E dari penghasilan suami. Kondisi ekonomi menengah ke atas.

RIWAYAT DIET/POLA MAKAN


Ny. E makan teratur 3x makan besar (nasi, sayuran, tahu/daging); 2x snack
(buah/sayur/kue) setiap hari. Asupan cairan sehari sekitar 2 liter.

PEMERIKSAAN FISIK PASIEN

Status generalis
– Tingkat kesadaran : Compos Mentis
– Keadaan umum : Sakit sedang
– Berat Badan :-
– Tinggi Badan :-
– BMI :-

Tanda-tanda vital
– Laju pernafasan : 35x/menit
– Laju nadi : 87x/menit (reguler, simetris, adekuat)
– Tekanan darah : 135/88 mmHg
– Suhu badan : 38.70C
– Sat. O2 : 97%
– GCS : 15 (E4M6V5)
Kulit keseluruhan : Sianosis (-), jaundice (-), kemerahan (-), edema (-),
elastisitas dan turgor normal, ulkus(-), diaphoresis (-)
Kepala
 Kulit : Bentuk kepala normal, lesi (-), massa (-), kemerahan (-
 Rambut : Hitam, tekstur halus, kuantitas banyak, distribusi
merata, tidak mudah rontok
 Mata : Mata normal, simetris, pupil bulat isokor, pergerakan
bola mata normal, tidak ada keterbatasan lapang
pandang, refleks pupil (+/+), konjungtiva pucat (-),
sklera ikteris (-), ptosis (-), strabismus (-), edema
palpebra (-)
THT
 Hidung : Hidung normal, sekret (-), deviasi nasal (-), polip /
massa (-), mukos hiperemis (-)
 Sinus : Nyeri tekan sinus (-)
 Telinga : Normotia, simetris, liang telinga normal,kemerahan(-),
nyeri tekan tragus dan mastoid (-), discharge(-)
 Tenggorokan : Palatum normal, celah langit-langit tidak terlihat,
uvula intak di tengah, faring hiperemis (-),
pembengkakan (-), tonsil hiperemis (-)
Gigi dan Mulut : Bibir normal, simetris, merah, lembab, sianosis (-),
gigi utuh, karies (-), kavitas (-), mukosa mulut normal,
massa (-), nodul (-), lidah normal, merah muda, bersih,
di tengah, gerakan normal, atrofi papil (-)
Leher dan KGB : Bentuk leher normal, Bekas luka (-), ruam (-), deviasi
trakea(-), pembesaran parotis(-), pembesaran tiroid(-)
Pembesaran KGB bilateral regio pre-auricular (-),
post-auricular (-), occipital (-), submandibular (+),
submental (-), anterior-posterior colli (-),
supraclavicular (+), infraclavicular (+), axillaris (-)
JVP 5 cm +/- 2
Jantung

 Inspeksi : Deformitas (-), bekas luka (-), bekas operasi (-), iktus
kordis (-)
 Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
 Perkusi : Batas jantung normal, kardiomegali (-)
 Auskultasi : S1/S2 tunggal regular, S3 (-), murmur (-), gallop (-),
aritmia (-), bunyi jantung tambahan (-)
Paru-paru

 Inspeksi : Bentuk dada simetris, gerakan nafas tidak simetris


statis dinamis, retraksi intercostal dan supraclavicular
(+), retraksi otot pernapasan abdomen (-), lesi (-),
massa (-), bekas luka (-), barrel chest (-), spider naevi
(-), pectus excavatum (-), pectus carinatum (-)
 Palpasi : Chest expansion kedua paru asimetris, taktil fremitus
kiri normal, taktil fremitus kanan meningkat
 Perkusi : Batas paru hepar normal, perkusi paru redup di paru
kanan, perkusi paru normal dan sonor di lapang paru
kiri
 Auskultasi : Bunyi nafas vesikular ↓/+, wheezing (-/-),ronchi (+/-),
crackles (+/-)
Abdomen

 Inspeksi : Bentuk dan kontur abdomen normal, Distensi (-), lesi


(-), ruam (-), bekas luka(-), massa (-),darm steifung (-),
dam Countur (-), striae (-), caput medusa (-), spider
naevi (-), turner sign (-) , cullen sign (-)
 Auskultasi : Bising usus 12x / menit kesan normal, bruit (-),
clicking sound (-), metallic sound (-)
 Perkusi : Timpani di seluruh bagian abdomen, shifting
dullness (-), chestboard phenomenon (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), murphy sign (-), mc
burney sign (-),rebound tenderness (-), ruang traube(-),
hepatomegali(-), splenomegali(-), ballotement test(-/-),
nyeri ketok CVA (-/-), guarding sign (-)
Ekstremitas atas

 Inspeksi : Ekstremitas simetris, deformitas (-), pucat(-), sianosis(-),


jaundice (-), lesi (-), petekiae (-), purpura (-), ekimosis
(-), rheumatoid nodule (-), clubbing finger (-)
 Palpasi : Ekstremitas hangat, edema (-), CRT < 2 detik, gerakan
aktif pasif normal, kekuatan normal
Ekstremitas bawah

 Inspeksi : Ekstremitas simetris, deformitas (-), pucat (-),


sianosis (-), jaundice (-), nekrosis kulit (-), skuama (-),
rheumatoid nodule (-), clubbing finger (-), petekiae(-),
purpura (-), ekimosis (-), pelebaran vena superfisialis (-)

 Palpasi : Ekstremitas hangat, edema (-), CRT < 2 detik, gerakan


aktif pasif normal, kekuatan normal, diameter gastroknemius
kiri 35 cm diameter gastroknemius kanan 36 cm

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- EKG : Sinus rhythm, HR : 88x /min, normal axis


- Laboratorium Results

Full Blood Count Value Unit  / Ref. Range

Hemoglobin 11.7 g/dL N 11.70 - 15.50

Hematocrit 33.6 %  35.00 - 47.00

Erythrocyte (RBC) 4.15 10^6/µL N 3.80 - 5.20

White Blood Count (WBC) 27.39 10^3/µL  3.60 - 11.00

Differential Count
• Basophil 0 % N 0-1
• Eosinophil 0 % N 1-3
• Band Neutrophil 3 % N 2-6
• Segment Neutrophil 86 %  50 - 70
• Lymphocyte 7 %  25 - 40
• Monocyte 8 % N 2-8
Platelet Count 366.00 10^3/µL N 150.00 - 440.00

ESR 88 mm/hours  0 - 20

MCV, MCH, MCHC


• MCV 81.00 fL N 80.00 - 100.00
• MCH 28.20 pg N 26.00 - 34.00
• MCHC 34.80 g/dL N 32.00 - 36.00
BIOCHEMISTRY

SGOT - SGPT
• SGOT (AST) 30 U/L N 0 - 32
• SGPT (ALT) 24 U/L N 0 - 33

UREUM 37.0 mg/dL N <50,00


CREATININE 0.80 mg/dL N 0.5 - 1.1
eGFR 67.2 mL/mnt/1.7 N >= 60
3 m^2
BLOOD GLUCOSE POCT
(0.1)
• DATE 20/02/18
• RESULTS 137 mg/dL N <200
ELECTROLYTE
• Sodium (Na) 137 mmol/L N 137 – 145
• Potassium (K) 3.8 mmol/L N 3.6 – 5.0
• Chloride (Cl) 102 mmol/L N 98 - 107
- X-Ray Thorax : dilakukan pada 20 Februari 2018

 Foto Thorax PA
 Jantung CTR 61%
 Aorta elongasi. Mediastinum superior tidak melebar
 Trakea di tengah. Kedua hilus tidak menebal
 Corakan bronkovaskular kedua paru normal
 Tampak fibroinfiltrat pada lapangan bawah paru kanan
 Infiltrat pada perihiler dan parakardial kiri --> gambaran pada
bronkopneumonia
 Kedua sinus kostofrenikus lancim, diafragma licin
 Tulang-tulang dinding dada intak
 Dextroscoliosis vertebra thoracalis
KESAN
 Kardiomegali
 Suspek Pneumonia
 Aorta Elongasi

RESUME
Ny.E datang dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari yang lalu. Sesak yang
dialami tidak kunjung membaik dan membuat pasien sulit tidur selama 2 hari terakhir.
Pasien juga mengeluhkan demam sejak 4 hari terakhir SMRS. Demamnya tidak
diukur hanya saja polanya berulang dan tidak menentu kapan waktunya. Pasien
mengonsumsi paracetamol 3x1 tablet 500 mg tetapi demam tidak membaik dari hari
ke hari. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak yang disertai dengan lemas selama
1 minggu terakhir. Dahak berkonsistensi kental, berwarna putih, dengan volume
sekitar 1 sdt dan tidak ada darah pada dahak. Batuk disertai rasa sesak dan nyeri dada
ketika inspirasi. Karena sakit yang dialaminya, pasien mengeluhkan penurunan nafsu
makan tanpa penurunan berat badan dan gangguan pencernaan. Pasien memiliki
riwayat penyakit hipertensi yang telah dideritanya sejak tahun 2003. Pasien telah
menerima pengobatan amlodipin tetapi tidak rutin dikonsumsi. Pasien telah
menopause sejak tahun 2005. Pasien menyangkal penyakit kronis dan keluhan serupa
sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi, rokok, dan penggunaan obat-
obatan terlarang. Pasien menyangkal riwayat perawatan di rumah sakit.

DIAGNOSIS KERJA
Suspek Community Acquired Pneumonia

DIAGNOSIS BANDING

 Tuberkulosis Paru
 COPD
TATALAKSANA
Medikamentosa

 Ceftazidine 3x1
 Ventolin – nebulizer
 Acethylcysteine

PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Pneumonia dideskripsikan sebagai proses inflamasi dan konsolidasi pada
jaringan ikat paru yang di sebabkan oleh suatu infeksi. Pneumonia yang terjadi diluar
rumah sakit disebut sebagai community acquired pneumonia (CAP). Pneumonia yang
terbentuk dalam 72 jam atau lebih setelah perawatan di rumah sakit disebut sebagai
nosokomial atau hospital acquired. 2

Epidemiologi
Pneumonia adalah penyakit yang sering ditemukan. Insiden setiap tahun
berkisar antara 2,7 dan 10 per 1000 orang dan belum mengalami perubahan dalam 10
5
tahun terakhir. Di Jerman, sekitar 250.000 pasien dirawat di rumah sakit setiap
tahunnya karena menderita CAP dan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama
ditemukan bahwa jumlah pasien CAP sebanyak dua kali lipatnya. 6 CAP juga masih
merupakan salah satu penyebab utama kematian prematur, terutama pada anak-anak
7
dan di negara berkembang. Pada orang dewasa, rata-rata orang yang terserang
pneumonia dan di rawat di rumah sakit berkisar dari usia 17 hingga 55 tahun. Di SMF
Paru RSUP Persahabatan tahun 2000 infeksi paru juga merupakan penyakit paru
utama, 68.9% diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 12.07%
diantaranya kasus nontuberkulosis. Pada rawat inap didapatkan sebesar 21.99%.8

Etiologi
Di era preantibiotic, Streptococcus pneumoniae menjadi 95% penyebab kasus
pneumonia. Pneumococcus tetap menjadi penyebab tersering dari CAP tetapi sudah
menurun dibandingkan sebelumnya, terbukti kasus rawat inap hanya terdeteksi
sebanyak 10-15% kasus di Amerika Serikat. Faktor yang dideteksi berkontribusi
dalam penurunan ini termasuk penggunaan vaksin pneumococcal polysaccharide
conjugate pada orang dewasa, vaksinasi pneumococcal polysaccharide conjugate dini
pada anak-anak, dan menurunnya penggunaan rokok. Bakteri lainnya yang
menyebabkan CAP yaitu Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Moraxella
catarrhalis, Pseudomonas aeruginosa, dan gram-negative bacilli lainnya. Selama
wabah influenza, virus influenza yang beredar menjadi penyebab CAP yang cukup
serius sehingga penderita membutuhkan rawat inap, infeksi sekunder oleh bakteri
sebagai penyebab utama. Respiratory syncytial virus, parainfluenza virus, human
metapneumovirus, adenovirus, coronavirus, dan rhinovirus sering terdeteksi pada
pasien dengan CAP, tetapi belum diketahu secara jelas sampai sejauh mana organisme
tersebut dapat menyebabkan penyakit atau menyebabkan infeksi sekunder oleh
bakteri patogen. Virus lain yang dapat menyebabkan CAP yaitu Middle East
respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV) dan avian- origin influenza A
(H7N9).

Gambar 3. Etiologi CAP 2

Nontuberculous mycobacteria dan fungi seperti spesies histoplasma dan


coccidioides area endemik dapat menyebabkan infeksi subakut yang ditandai dengan
bantuk, demam, dan infiltrat baru pada paru. Coxiella burnetii dapat menyebabkan
pneumonia akut yang ditandai dengan batuk, demam tinggi, sakit kepala hebat, dan
meningkatnya kadar aminotransferase. Tidak ada yang bisa mendeteksi seberapa
menginfeksinya bakteri penyebab pneumonia, hanya dapat dilihat dari gejala yang
ditimbulkan. 9

Patogenesis
Bakteri penyebab pneumonia ada dan hidup normal pada tenggorokan yang
sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan menginfeksi
paru-paru.
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut, pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus ataupun oramg yang sedang
menurun kekebalan tubuhnya.
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh patogen penyebab.
Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis
dapat secara langsung merusak sel-sel pada sistem pernapasan bawah. Masuknya
mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat melalui berbagai cara yaitu :
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring, orofaring dan isi
lambung
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain - Kolonisasi
4. Penyebaran secara hematogen
Pada pneumonia, mikroorganisme paling sering masuk dengan cara inhalasi
atau apsirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran napas bagian atas
sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian
tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama. 10
Bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus
terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi
pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas
bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi
dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi
pada orang normal saat sedang tidur. Aspirasi juga dapat terjadi saat orang dalam
keadaan penurunan kesadaran, mengonsumsi alkohol dan pemakai obat (drug abuse).
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya
antibodi.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh
lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan
dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan
cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.
Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia, yaitu:
1. Stadium Kongesti (4-12 jam pertama)
Stadium ini terjadi saat respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi (hiperemia). Hiperemia terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)
Stadium ini dimulai sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan
fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit
dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,
pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga penderita akan
bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera
dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium akhir (resolusi)
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara
enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru
kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan
normal.11
Klasifikasi
Berdasarkan klinis dan epidemiologi: 8
1. Pneumonia komuniti (Community-acquired Pneumonia/CAP)
2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia/HAP)
3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host

Berdasarkan lokasi infeksi: 12


1. Pneumonia lobaris
Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri
(Staphylococcus), jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi
pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi
bronkus misalnya pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. Pada
gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan konsolidasi berdensitas
tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang mengikutsertakan alveoli
yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat pada percabangan
bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika terlihat
adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris.
2. Bronkopneumonia (Pneumonia lobularis)
Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus
terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk
bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini
seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam
pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh.
Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai
infeksi primer.
3. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan
peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan
mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan
interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus
masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata
Manifestasi Klinis
Gejala umum yang pneumonia diantaranya adalah demam, meriang, pleuritic
chest pain, dan batuk. Batuk yang terjadi mungkin batuk kering, mucoid, ataupun
purulen. Dahak mungkin berwarna kecoklatan ataupun berdarah (pada pasien dengan
abses paru karena infeksi bakteri anaerob) dan juga bisa memiliki bau yang tidak
sedap. Pasien usia lanjut biasanya memiliki keluhan yang lebih sedikit dibandingkan
dengan pasien usia muda.2 Pada penderita pneumonia lobaris, pneumonia lobular
(bronkopneumonia), dan pneumonia interstitial gejala yang sering dialami tergantung
dari keparahan, patogen penyebab, dan juga komplikasi yang timbul. Gejala yang
biasanya timbul adalah batuk produktif, dyspnea, demam, menggigil, lemas, pleuritic
pain, dan terkadang hemoptisis. 13

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dada, terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernapas dengan suara napas bronkial kadang-kadang melemah. Pada pasien juga
didapatkan demam, beberapa mengalami hypothermic dan 20% pasien mengalami
afebril saat mengidap pneumonia. Pada auskultasi akan didapatkan rales pada lobus
atau segmen yang terinfeksi, ronki basah halus yang kemudian menjadi ronki basah
kasar pada stadium resolusi, whispering pectoriliquy (suara bisikan meningkat). Pada
perabaan ditemukan penurunan tactile fermitus dan bunyi dull pada perkusi lapang
paru. Pada 10% kasus ditemukan pasien mengalami pleural friction rub. 2

Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit lebih
dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitung jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan Laju Endap Darah. Kultuh darah
dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Kadang-kadang didapatkan
peningkatan kadar ureum darah, akan tetapi kreatinin dalam darah masih pada batas
normal. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. 2 8

Gambaran Radiologi
Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang yang penting. Foto toraks
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya menunjukan ke arah
diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan air bronchogram paling sering
disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae. Gambaran yang disebabkan oleh
Klebsiella pneumoniae menunjukan kosolidasi yang sering terjadi pada lobus atas
kanan, kadang-kadang dapat mengenai kedua lobus. Sensitivitas dan spesifisitas X-
Ray Thorax pada pneumonia adalah 93.1% (95% CI: 75.8-98.8) dan 0.0% (95% CI:
0.0-94.5). 22
Pneumonia Lobaris
Pada foto thorax polos penderita Pneumonia Lobaris, ditemukan gambaran
opasifikasi homogen dalam bentuk lobaris. Opasifikasi bisa saja terlihat jelas pada

Gambar 4. Foto Thorax Polos Lobaris Pneumonia 14


14
bagian fisura walaupun lebih sering terjadi kosolidasi segmental. Bagian bronkus
yang tidak teropasifikasi di daerah konsolidasi lobus akan muncul dalam bentuk air
bronchogram.
Pada CT Scan penderita lobar pneumonia, ditemukan pola focal ground-glass
opacity pada pola lobus ataupun segmental. Hal ini terjadi karena pengisian alveoli
yang tidak mencukupi dan juga karena proses konsolidasi. 15

Gambar 5. CT Scan Lobaris Pneumonia 15


Pneumonia Lobularis/Bronkopneumonia
Pada foto xray ditemukan multiple small nodular atau reticulonodular
opacities yang terlihat patchy dan/atau konfluen. Area paru yang diisi oleh patches
dari inflamasi terpisah dengan bagian paru normal oleh parenkim paru. 14 Biasanya
patches tersebar bilateral dan asimetris dan mengenai paru-paru bagian basis. 16

Gambar 6. Foto Thorax Polos Lobularis Pneumonia 16

Pada CT Scan penderita bronkopneumonia, multipel fokus ditemukan pada


pola lobular, dan berpusat di bronkiolus centrilobular. Hal ini dapat membentuk tree-
in-bud appearance. Konsolidasi fokus ini dapat saling tumpang tindih dan
membentuk area konsolidasi konfluen heterogen yang lebih besar atau patchwork
quilt' appearance. 17

Gambar 7. CT Scan Lobularis Pneumonia 17


Pneumonia Interstitial
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial
prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi
oleh perselubungan yang tidak merata. 16 17
Foto Thorax

Gambar 8. Foto Thorax Polos Pneumonia Interstitial 16

CT Scan

Gambar 8. CT Scan Pneumonia Interstitial 17

Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,
torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum
disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi. 2
Diagnosis
Diagnosis pneumonia komunitas didapatkan dari anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisis, foto toraks dan laboratorium. Diagnosis pneumonia komunitas
ditegakkan jika ditemukan pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat
progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini: 8
 Batuk-batuk bertambah
 Perubahan karakteristik dahak/purulen
 Suhu tubuh > 37,50C(oral)/riwayat demam
 Pemeriksaan fisis : ada ronki atau konsolidasi atau napas bronkial
 Leukosit > 10.000 atau < 4500

Penatalaksanaan
Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya.
Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. 18 19
1. Penderita yang tidak dirawat
a. Istirahat di tempat tidur, bila panas tinggi dikompres
b. Minum banyak
c. Obat-obat penurun panas, mukolitik dan ekspektoran
d. Antibiotika
2. Perawatan di Rumah Sakit
Indikasi rawat penderita pneumonia adalah penderita sangat muda atau tua,
keadaan klinis berat (misalnya sesak napas, kesadaran menurun. gambaran kelainan
foto toraks cukup luas), ada penyakit lain yang mendasari (seperti bronkiektasis,
bronkitis kronik), ada komplikasi dan tidak ada respons terhadap pengobatan yang
diberikan. Pada penderita yang dirawat penatalaksanaan terbagi menjadi:
a. Penatalaksanaan umum
- pemberian oksigen
- pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
- mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan
jalan napas
- obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan
suhu tinggi, takikardi atau terjadi kelainan jantung
- bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri
- obat-obat khusus pada keadaan tertentu
b. Pengobatan kausal
Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia
sebaiknya berdasarkan data MO (mikroorganisme) dan hasil uji
kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan :
- penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan
nyawa dipertimbangkan pemberian antibiotika walaupun
kuman belum dapat diisolasi
- kuman patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai
penyebab sakit, oleh karena itu diputuskan pemberian
antibiotika secara empirik. Pewarnaan gram sebaiknya
dilakukan pada semua sediaan yang dicurigai sebagai sumber
infeksi dan sebagai petunjuk pilihan pada pengobatan
pendahuluan perlu diketahui riwayat pemberian antibiotika
sebelumnya pada penderita.
BAB III
ANALISA KASUS

Ny.E datang dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari yang lalu. Sesak yang
dialami tidak kunjung membaik dan membuat pasien sulit tidur selama 2 hari terakhir.
Pasien juga mengeluhkan demam sejak 4 hari terakhir SMRS. Demamnya tidak
diukur hanya saja polanya berulang dan tidak menentu kapan waktunya. Pasien
mengonsumsi paracetamol 3x1 tablet 500 mg tetapi demam tidak membaik dari hari
ke hari. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak yang disertai dengan lemas selama
1 minggu terakhir. Dahak berkonsistensi kental, berwarna putih, dengan volume
sekitar 1 sdt dan tidak ada darah pada dahak. Batuk disertai rasa sesak dan nyeri dada
ketika inspirasi. Karena sakit yang dialaminya, pasien mengeluhkan penurunan nafsu
makan tanpa penurunan berat badan dan gangguan pencernaan.
Gejala yang timbul cukup mengarahkan kepada gejala penyakit yang
menyerang saluran pernapasan. Berdasarkan tinjauan pustaka, diketahui bahwa
pneumonia komuniti ditandai dengan gejala-gejala seperti demam, batuk
produktif/kering, sesak, dan juga meriang. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan
juga pemeriksaan penunjang kepada Ny.E yaitu dengan melakukan foto thoraks polos
dan juga pemeriksaan laboratorium. Dari pemeriksaan laboratorium didapati bahwa
terjadi peningkatan WBC, ESR dan leukositosis yang menandakan terjadinya proses
infeksi. Pada foto xray thoraks ditemukan bahwa terdapat Infiltrat pada perihiler dan
parakardial kiri, hal ini merupakan gambaran pada penderita bronkopneumonia.
Pemberian antibiotik merupakan tatalaksana yang benar dalam mengobati
pneumonia. Namun, untuk meningkatkan efektivitas obat, disarankan untuk
mengganti antibiotik ke golongan Makrolid atau Floroquinolon atau Doxycyclin.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1
Ho T-Y. Community-acquired pneumonia in elderly requiring hospitalization.
2
Fishman AP, Elias JA. Fishmans pulmonary diseases and disorders. New York:
McGraw-Hill Medical; 2008.
3
Crompton GK. Diagnosis and Management of respiratory disease. Oxford: Black
Scientific Publications;1980.
4
Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy & physiology. Hoboken, NJ: John
Wiley & Sons, Inc.; 2012.
5
Schnoor M, Hedicke J, Dalhoff K, et al.: Approaches to estimate the population-
based incidence of community acquired pneumonia. J Infect. 2007; 55(3): 233–9
6
Ewig S, Birkner N, Strauss R, et al.: New perspectives on community-acquired
pneumonia in 388 406 patients. Results from a nationwide mandatory performance
measurement programme in healthcare quality. Thorax.2009; 64(12): 1062–9.
7
GBD 2013 Mortality and Causes of Death Collaborators: Global, regional, and
national age-sex specific all-cause and cause-specific mortality for 240 causes of
death, 1990-2013: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study
2013. Lancet. 2015; 385(9963): 117–71
8
I. PENDAHULUAN [Internet]. KONSENSUS PNEUMONIA. [cited 2018Feb27].
Available from: http://www.klikpdpi.com/konsensus/Xsip/konsensus-
pneumonia/pneumonia.htm
9
Musher DM, Thorner AR. Community-Acquired Pneumonia. New England Journal
of Medicine. 2014;371(17):1619–28.
10.
Reynold HY. Host Defense Impairments That May Lead to Respiratory Infections
dalam Niederman MS ed. Clinic in Chest Medicine, Respiratory Infections,
Philadelphia, Tokyo: WB Saunders Co, 1987; 339-58.
11
Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.
12
Gharib AM, Stern EJ. Radiology of pneumonia. [Internet]. The Medical clinics of
North America. U.S. National Library of Medicine; 2001 [cited 2018Feb28].
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11680112
13
Talley NJ, OConnor S. Examination medicine: a guide to physician training.
Chatswood, N.S.W.: Elsevier Australia (a division of Reed International Books
Australia Pty Ltd); 2016.
14
Lange S, Walsh G. Radiology of chest diseases. Stuttgart: Thieme; 2007.
15
Müller NL, Franquet T, Lee KS, Silva CIS. Imaging of pulmonary infections.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
16
Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins and Cotran pathologic basis of disease.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2015.
17
Elicker BM, Webb WR. Fundamentals of High-Resolution Lung CT Common
Findings, Common Patterns, Common Diseases, and Differential Diagnosis:Common
Findings, Common Patterns, Common Diseases, and Differential Diagnosis.
Philadelphia: Wolters Kluwer Health; 2015.
18
Pennington J. Respiratory infections: diagnosis and management. New York:
Raven Press; 1994.
19
Cherniack RM. Current therapy of respiratory disease-2. Toronto: B.C. Decker;
1986.

Você também pode gostar