Você está na página 1de 23

Tentang Penerbitan

I. Definisi Penerbitan

Penerbitan merupakan kegiatan yang memerlukan proses panjang. Kegiatan


penerbitan akan melibatkan banyak banyak waktu dan orang. Sebagai kegiatan proses ,
penerbitan tidak berdiri sendiri karena memerlukan beberapa keahlian intelektual yang
terlibat dalam proses penerbitan. Penerbitan merupakan kegiatan intelektual dan
profesioanal dalam menyiapkan, menyunting, dan menghasilkan bebagai publikasi;
kemudian memperbanyak dan menyebarluaskannya untuk kepentingan umum.

Sedangkan dalam Leksikon Grafika, penerbitan adalah orang yang berusaha


mengeluarkan naskah sebagai barang cetakan, untuk disebarluaskan kepada pembaca dan
masyarakat, sehingga dapat menerbitkan hasil karya dari pengarang.

Dalam Penerbitan, kedudukan penerbitan merupakan pusat dari berbagai rencana


yang mempunyai hubungan dengan unsur-unsur lain. Penerbit menerima naskah dari
pengarang dengan menyediakan modalnya, Perusahaan itu juga mempekerja-kan
seniman, penerjemah, pemasara; menugaskan dan mengawasi pekerjaan cetak; memberi
petujuk penyaluran buku yang telah dicetak ke pasaran. Penerbit yang menekan tombol
untuk menggerakan peralatanpreses penerbitan buku.

Penggarapan naskah menjadi produk siap dibeli pembaca merupakan proses yang
memakan waktu panjang dan kerja intentif dan rumit. Dan pikiran/ide seseorang hingga
menjadi buku yang dibeli oleh pembaca. Tidak mengherankan bila menerbitkan adalah
suatu usaha yang membawa hal-hal yang sangat diwarnai oleh penerbitnya sendiri.

Kegiatan penerbitan secara eksternal merupakan sentral dari seluruh komponen


industri buku atau infomasi dan sejenisnya. Pengarang, percetakan, otko buku,
perpustakaan, menjadi rekan kerja penerbitan. Dalam industri buku mereka menjadi
“kelompok” yang menggerakan kegiatan industri buku sedangkan secara internal
penerbitan terdiri dari bagian-bagian utama seperti editor, produksi, pemasaran, dan
administrasi keuangan.

Gagasan mendirikan penerbitan tentunya bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu.


Ada banyak tujuan yang dapat dicapai dengan mendirikan penerbitan. Baik tujuan bagi
penerbitan itu sendiri maupun tujuan oarng/lembaga yang mendirikan penerbitan.

Namun secara umum tujuan penerbitan adalah


Ø Melakukan penyebaran dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Ø Menyajikan berbagai pengetahuan melalui berbagai produk terbitan yang disebarkan ke
masyarakat.
Ø Melakukan perdagangan dengan mencari keuntungan melalui penjualan produk
terbitannya.
Dalam ilmu penerbitan kualitas intelektual seseorang untuk mencapai atau masuk
kedalam dunia penerbitan itu dibagi menjadi 3 tahapan: Observer (pemula), Participant
(mulai berpartisipasi), dan Aktivis (aktif dalam dunia penerbitan). Saat ini sebagai
seorang yang baru mengenali dunia penerbitan saya masih berada di tahapan Observer,
dan ada 6 jurus bagi Observer yang ingin berkiprah dalam dunia penerbitan, antara lain
yaitu:

1. Menjadi Observer tetap. (terus bereksplorasi)

2. Menjadi Observer permanent.

3. Menjadi Participant dalam kebebasan.

4. Menjadi aktivis dalam berbagai selera.

5. Memahami arti tanggung jawab. (subyektif)

6. Mengenal profit dan benefit.

Tidak sembarang orang yang mampu memasuki dunia penerbitan, karena Penerbit
mempunyai tugas yang cukup berat baik secara internal maupun eksternal. Penerbit selalu
memiliki peran yang lebih baik daripada urusan finansial, karena yang dihasilkan penerbit
merupakan produk yang memiliki unsur-unsur epistemologi yang memperkaya khasanah
pengetahuan dan kebudayaan masyarakat.

Secara kasat mata fakta menunjukkan bahwa hampir semua pemilik atau pendiri
industri penerbitan nasional adalah orang-orang yang dikenal publik justru memiliki
kemampuan softskill lebih dominan ketimbang hardskill. Sekedar memberi contoh,
seperti: Yakob Utama (pendiri Gramedia Kompas) dengan softskill sebagai guru bahasa
dan sejarahnya, Sutan Takdir Alisyahbana (penerbit Pikiran Rakyat) dengan softskill
sastrawan dan ahli bahasanya, Dalan Iskan dan Surya Paloh (Grup Jawa Pos dan Media
Indonesia) dengan softskill kewartawanannya. Dari nama-nama tersebut setidaknya
menunjukkan fakta bahwa kontribusi knowledge based capital justru mempunyai potensi
yang lebih kuat menghadapi terpaan multi dimensi krisis dibandingkan industri lainnya
sehingga layak dipertimbangkan untuk terus didorong menjadi domain peningkatan
income perkapita negara.

Gambaran Industri Penerbitan

686 penerbit tergabung dalam Ikapi.edikitnya 10000 judul buku baru diterbitkan.
3600 Toko Buku (terdaftar) Sedikitnya 14 kali Pameran Buku per tahun.
Omset per bulan dari toko buku se Indonesia 1,1 trilyun.

II. Sejarah Perkembangan Dunia Penerbitan

Menelusuri dunia penerbitan maka kita akan dihadapkan pada sejarah, peradaban,
kebudayaan manusia yang kenyataannya satu dengan lainnya saling memiliki keterkaitan.
Dunia penerbitan yang sarat dengan berbagai informasi terlibat secara langsung dan
sekaligus menjadi katalisator kemajuan dan kemajemukan kebudayaan manusia. Dahulu
baik penggandaan maupun penyebaran buku-buku ilmu pengetahuan, naskah, ataupun
kitab suci masih dilakukan secara manual melalui tulisan tangan (manuskrip). Namun
pada tahun 1450 Mainz di Jerman, yang dipelopori oleh Johannes Gutenberg dan yang
menemukan teknologi cetak mencetak, Dengan ditemukannya teknologi cetak mencetak
itu hingga saat ini, proses penggandaan atau penyerbaran barang-barang media masa baik
buku-buku maupun lainnya menjadi lebih mudah. Dimasa lalu buku-buku merupakan
barang yang langka dan menjadi sumber pengetahuan, maka sudah tentu jumlah buku
pada saat itu yang tersebar masih sangat terbatas dan hanya dimiliki oleh orang-orang
tertentu saja. Buku memiliki arti yang sangat penting untuk menyalin setiap rangkuman
pengetahuan dan menjadi penghubung fase sejarah peradaban manusia. Jika pada masa
lalu dunia penerbitan lebih pada upaya penyebaran pengetahuan, membangun peradaban
dan memajukan kebudayaan, dewasa ini dunia penerbitan lebih berupaya untuk
meningkatkan apa yang telah diemban sebelumnya dengan lebih merata lagi.
Dunia penerbitan merupakan sebuah dunia yang khas dan memiliki karakteristik yang
menarik. Kekhasannya dapat dilihat dengan upaya-upaya dunia penerbitan dalam
penyebaran informasi melalui berbagai media cetak seperti; buku, majalah, surat kabar
dan sebagainya. Dunia penerbitan merupakan kegiatan yang memerlukan proses yang
panjang dan melibatkan banyak waktu dan banyak orang. Sebagai kegiatan proses, ilmu
penerbitan tidak berdiri sendiri karena memerlukan beberapa keahlian- keahlian
intelektual dan pendekatan keilmuan yang terlibat dalam prosesw penerbitan.

Penerbitan merupakan kegiatan intelektual dan profesional dalamm menyiapkan,


menyunting, dan menghsilakan berbagai jenis publikasi; kemudian memperbanyak dan
menyebarluakan kepada khalayak umum. Sejarah telah membuktikan, setiap bentuk
perubahan digagas dari buku yang merupakan produk dari penerbitan. Buku merupakan
matarantai peradaban dari masa lampau hingga kini. Dunia penerbitan melahirkan buku,
meliputi juga jenis terbitan-terbitan lainnya, dengan buku dilakukan penyebaran informasi
kepada audience yang membaca maupun mendengar.

Dewasa ini, penerbitan merupakan sebuah dunia usaha di mana tidak terlepas dari
hokum permintaan dan penawaran. Di balik itu banyak peran lain yang dilakukan dan
menjadi tanggung jawabnya sepeti mengusung tradisi membaca, memajukan kebudayaan,
membangun peradan, dan mendidik masyarakat.

Tokoh-tokoh yang berperan di dunia penerbitan

1. Johannes Gutenberg pada tahun 1440, di Mainz, Jerman.

2. Claude Garamond di Perancis, pada abad 19.

3. John Baskerville (Inggris), pada abad 19.

4. Giambata Bodoni, Italia, pada abad 19.


5. Coernelis de Houtman pada tahun 1596.

6. Taco Roorda pada tahun 1839

7. Johannes Ensshede pada tahun 1839.

III. Masalah yang Berkaitan Dengan Lap. Pekerjaan Posisi Penulis Lemah

Dalam industri penerbitan banyak terjadi masalah. Posisi penulis lemah dalam
rantai industri perbukuan. Hubungan antara penulis dan penerbit kerap hanya
berdasarkan kepercayaan dan penulis sering dirugikan oleh penerbit yang kurang
profesional, terutama dalam persoalan royalti hasil penjualan buku. Berkaitan dengan
rencana membentuk lembaga yang menangani hak cipta penulis buku, kebijakan
perbukuan harus secara komperhensif dibenahi. Pemerintah harus mendukung biaya
produksi buku murah dengan menghilangkan pajak-pajak terkait.

Penerbit sendiri harus transparansi dan memenuhi kewajibannya terhadap


penulis. Terkait dengan royalti, penulis bergantung kepada kejujuran dan transparansi
penerbit. Penulis sulit mengakases data penjualan buku. Kurang sumber daya menusia
guna memulai usaha penerbitan menjadi salah satu penyebab. Penerbitan merupakan
industri yang membutuhkan kreativitas, mulai dari mencari penulis berbakat,
menyeleksi naskah, hingga mengeditnya.

Apa yang diperoleh penulis?

Peningkatan finansial

· Royalti

· Diskon pembelian langsung

· Seminar/mengajar

Peningkatan karir

· Adanya kebutuhan peningkatan status jabatan

· Peluang karir di institusi atau perusahaankebutuhan batin

· Buku sebagai karya monumental yang akan dikenang sepanjang masa

Masalah-masalah lain yang dihadapi oleh penerbitan

Pembajakan buku

Kalangan penerbit buku yang tergabung dalam Ikatan Penerbit Buku


Indonesia atau Ikapi kembali meminta pemerintah agar benar- benar serius menangani
pembajakan buku yang merugikan industri perbukuan di Tanah Air.
"Selain berdampak terhadap menurunnya minat penerbit untuk menerbitkan buku-
buku berkualitas, pembajakan buku yang merajalela juga sudah sampai memengaruhi
kepercayaan penerbit buku di luar negeri yang bukunya hendak diterbitkan di
Indonesia," kata Ketua Ikapi Cabang DKI Jakarta Lucya Andam Dewi, Rabu (16/5) di
Jakarta.Oleh karena itu, Ikapi meminta pemerintah benar-benar memiliki komitmen
politik yang tinggi dalam menghadapi pembajakan buku yang sudah berkembang
menjadi industri yang hanya mengejar keuntungan. Selain penegakan hukum yang
memberi efek jera kepada para pembajak, juga sudah saatnya pemerintah
menciptakan infrastruktur yang memudahkan masyarakat mengakses buku yang
murah.Kegiatan pembajakan buku yang terus merajalela itu kembali terungkap berkat
keberhasilan Tim Penanggulangan Masalah Pembajakan Buku (PMPB) Ikapi DKI
Jakarta yang menggagalkan pembajakan salah satu buku terjemahan yang sangat laris,
The Da Vinci Code, karangan Dan Brown sebanyak 1.840 eksemplar.
Ribuan buku bajakan yang hak penerbitan sahnya dimiliki Penerbit Serambi itu
ditemukan saat dalam proses penjilidan kulit muka buku yang dilakukan di Sejahtera
Printing, Jalan Kalibaru Timur Dalam, Jakarta Pusat. Namun, hingga sejauh ini
pemesan dan perusahaan pencetak buku bajakan itu belum diketahui.
Pada Februari lalu, Tim PMPB juga berhasil menggerebek perusahaan penerbitan PT
Samudra Jaya di Bekasi, yang membajak buku-buku teks terbitan dalam dan luar
negeri, yang nilainya mencapai miliaran rupiah."Pembajakan buku sudah sangat
memprihatinkan penerbit buku dan penulis. Tentu kami tak mau tinggal diam.
Setidaknya, kami akan terus meminimalkan pembajakan buku dan ini butuh dukungan
dari pemerintah dan masyarakat," kata Lucya.
Menurut dia, keberhasilan Ikapi mengungkap pembajakan buku ternyata berpengaruh
terhadap kepercayaan penerbit luar negeri. Seperti penerbit Amerika Serikat dan
Singapura, mereka akan ikut mendesak Pemerintah Indonesia agar memberikan
perhatian terhadap masalah pembajakan buku.

IV. Hubungan Internasional

Dapat sebagai secercah motivasi, disini dikutip hasil amatan study benchmarking,
ketika Direktur Oxford Brookes International Centre for Publishing Studies (Angus
Phillips) dan Deputy Director International Academic Development University of the
Arts London (Collin Kerrigan) dalam pertemuan tanggal 09 dan 10 Juni 2008,
mengemukakan bahwa “salah satu alasan Inggris mendorong pertumbuhan Industri
Penerbitan melalui dunia pendidikan adalah karena secara ekonomi mikro diakui sulit
menandingi Jepang, China, Korea dan Taiwan.” Kalaulah Inggris sebagai negara
besar yang dalam motonya “Teach the World” terlihat begitu skeptis dalam
menghadapi persaingan bisnis global masa kini, kenapa Indonesia sebagai negara
yang hanya dikenal dunia lewat tari kecaknya (Bali) bergeming dengan Industri
berbasis pengetahuan (knowlegde base industry) sebagai cara tepat untuk
menggerakkan potensi yang dimiliki oleh setiap anak bangsa melalui fokus pada
pengembangan ide, inovasi, dan kreativitas budaya setempat.
Apabila setiap anak bangsa ini telah memiliki soft skill untuk selalu kreatif
mengembangkan inovasi dan gagasan-gagasan barunya maka sebentar lagi Bangsa ini
tentunya akan dilirik oleh masyarakat dunia sebagai knowledge base country (Negara
berbasis pengetahuan), dan tentunya dunia penerbitan berperan aktif untuk dapat
mewujudkannya.
V. Tentang Penerbitan

Dunia penerbitan buku bagi sebagian masyarakat di Indonesia seperti dunia


antah berantah, tak banyak yang paham seluk beluknya. Bahkan, masih kerap terjadi
orang awam mencampuradukkan pengertian penerbit dan percetakan. Padahal, secara
mudah dapat dibedakan bahwa penerbit ibarat desainer, sedangkan percetakan ibarat
tukang jahit.

Hal yang juga kabur tidak terkecuali tentang karier di penerbitan buku.
Banyak kisah para pekerja perbukuan adalah mereka yang tidak sengaja ”terjerumus”
ke dunia produksi barang intelektual tersebut. Jarang benar yang langsung sejak
menempuh pendidikan tinggi bercita-cita akan berkarier di penerbit buku.
Penerbitan buku adalah sebuah industri yang juga membutuhkan tenaga kerja
profesional untuk menggerakkan aktivitas produksinya. Walaupun demikian, kita akui
bahwa industri perbukuan di negeri ini tidaklah terlalu populer karena perkembangan
dunia penerbitan buku di Indonesia hanya baru dalam sepuluh tahun terakhir ini
terlihat dinamis dan menggeliat. Dibandingkan jumlah rakyat Indonesia sebanyak 200
juta lebih, produksi buku di Indonesia belumlah seimbang. Jumlah penerbit yang
tercatat di IKAPI masih di angka 600 penerbit, termasuk yang juga sudah vakum atau
gulung tikar. Itu pun sebagian besar masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Namun, jangan skeptis dulu untuk berkiprah di dunia buku karena masih banyak
peluang untuk bersinar di penerbit. Dunia penerbit buku di Indonesia belum banyak
menghasilkan ’para bintang’, baik itu dalam bidang redaksi, produksi, ataupun
pemasaran. Karena itu, peluang sangat terbuka untuk mereka di usia produktif muncul
sebagai ’rising star’ dalam dunia buku. Fenomenanya kini dunia penerbitan buku di
Indonesia akan berganti generasi. Mereka yang bersinar dalam kiprahnya pada tahun
70-an hingga 90-an kini sudah harus menyerahkan tongkat estafet kepada kaum muda
yang lebih progresif dan memiliki ide-ide segar.

Diposkan oleh C3LOT3H S@nG C@M@R di 19.12


Artikel, Penerbitan

PENERBITAN SEBAGAI ILMU (1)

by Mohammad Fauzy • August 12, 2012 • 1 Comment

Walau sudah tiga perguruan tinggi, — Jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan, Politeknik
Negeri Jakarta (PNJ), Politeknik Negeri Media Kreatif (PNMK), dan Unpad —
menyelenggarakan pendidikan bidang penerbitan, ilmu ini belum memperoleh tempat yang
sesuai dalam tatanan taksonomi ilmu-ilmu di Indonesia. Karena itu, tidak urung bidang
penerbitan, misalnya di PNJ, dimasukan dalam kategori ilmu jurnalistik. Memang tidak
mudah memperoleh pengakuan dan pengukuhan. Karena itu, perlu ditunjukan penerbitan
memang merupakan suatu ilmu. Bab ini merupakan bagian pertama, membahas makna
penerbitan. Selain tidak banyak yang mendefinisikan, membuat suatu terminologi memang
membutuhkan kehati-hatian. Tanpa suatu konsep yang jernih, sulit memperoleh pemahaman
mengenai makna penerbitan. Dalam bab ini, makna “penerbitan” berusaha diungkap melalui
makna “penerbit”. Kata-kata “penerbit” ini lebih banyak dan lebih mudah ditemukan dalam
berbagai literatur daripada “penerbitan”. Setelah itu, baru dipaparkan bab tentang penerbitan
sebagai ilmu.

A. MAKNA PENERBIT DAN PENERBITAN

Penerbit, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mengandung dua


pengertian: orang dan sebagainya yang menerbitkan atau perusahaan dan sebagainya yang
menerbitkan buku, majalah, dan sebagainya. Sedangkan makna penerbitan, masih menurut
KBBI, mengandung tiga makna: proses, cara, perbuatan menerbitkan atau pemunculan atau
urusan (pekerjaan dan sebagainya) menerbitkan (buku dan sebagainya).[1]

Penjelasan tersebut tak banyak membantu untuk memahami makna penerbitan. Walau secara
harfiah menjelaskan penerbitan merupakan suatu proses atau cara atau perbuatan seseorang
atau perusahaan yang menerbitkan, antara lain, buku dan majalah, KBBI tetap belum
menjelaskan mengenai proses, cara, atau perbuatan menerbitkan tersebut. Proses bagaimana?
Cara seperti apa? Perbuatan-perbuatan apa yang disebut penerbitan? Penerbitan, menurut
KBBI tidak lebih dari pada hanya kata bentukan, dari kata “penerbit” yang mendapat
akhiran “an”.

Dan Poynters mengatakan, “To Publish means to prepare and issue material for public
distribution or sale or “to place before the public.”[2] Maknanya, menerbitkan berarti
mempersiapkan dan mengeluarkan bahan-bahan untuk distribusi publik atau menjual. Makna
penerbitan ini begitu luas. Poynters tidak menjelaskan bahan-bahan apa yang disediakan dan
dikeluarkan untuk distribusi publik. Namun, tentu bahan-bahan yang dijual itu tidak boleh
berupa apa saja. Yang jelas, bukan makanan, bukan minuman. Karena itu, pendapat Woll
berikut ini perlu menjadi bandingan.

Penerbit, menurut Woll adalah, “….The company that acquires or creates an informational
product (book, audiotape, video, digital output, etc.) from the author or the creator and sells
that product through a variety of means (direct response, sales representatives, distributor,
wholesaler, or some other way) to customer (whether wholesaler, retailer, or
consumer).”[3] Penerbit merupakan perusahaan yang memperoleh atau menciptakan produk
informasi, antara lain, buku, audiotape, video, keluaran secara digital, dari para penulis atau
pencipta dan menjualnya melalui berbagai cara, antara lain, melalui distributor dan grosir, ke
konsumen.

Berdasar pendapat Woll mengenai penerbit maka penerbitan dapat dimaknakan sebagai
cara memperoleh atau menciptakan produk informasi dari penulis atau pencipta dan
menjualnya melalui berbagai cara ke konsumen. Membandingkan pendapat Woll dengan
Poynters, jelas Woll lebih definitif. Penerbitan bukan menyediakan dan mengeluarkan bahan-
bahan apa saja untuk distribusi publik, melainkan spesifik menyediakan dan mengeluarkan
informasi untuk publik. Dan yang utama, menurut Woll, keluaran-keluaran informasi itu bisa
juga dalam bentuk digital. Karena itu, penerbitan mencakup cara memperoleh, cara
mempersiapkan, atau cara menciptakan, dan cara menjual infromasi dari penulis atau
pencipta ke konsumen, baik secara tercetak, audio-visual, maupun secara digital.

Sebagai pelengkap, berikut ini pendapat almarhum Harjana, “Penerbitan adalah usaha untuk
menggandakan naskah dengan cara dicetak, dan menyebarkannya kepada masyarakat umum
sebagai media massa.”[4]

Pendapat ini tampak lebih fokus pada soal penggandaan naskah dan masalah distribusi, sama
sekali tidak memasukkan penulis sebagai titik awal dari proses penyebaran naskah ke
masyarakat. Selain itu, masalah penggandaan yang dikemukakan Harjana masih terbatas
dengan cara mencetak, padahal penggandaan naskah juga dapat dilakukan secara digital.
Yang agak baru dari Harjana, ia memasukkan penyebaran naskah sebagai media massa.
Media massa dalam arti komunikasi massa, menurut Onong Uchjana Effendy adalah surat
kabar, majalah, radio, televisi, atau film.[5] Tiga media terakhir tentu bukan produk
percetakan, melainkan (saat ini) telah menjadi media komunikasi secara digital. Karena itu,
informasi yang disebarkan tidak hanya melalui buku, melainkan juga melalui surat kabar,
majalah, radio, televisi, film, dan bahkan internet. Totok Djuroto menyebutkan, “Penerbitan
pers adalah surat kabar harian, surat kabar mingguan, majalah, buletin, berkala lainnya yang
diselenggarakan oleh perusahaan pers dan penerbitan kantor berita.”[6] Sampai di sini, jelas
penyebaran informasi melalui suratkabar, majalah, dan berkala lain disebut penerbitan pers.

Linda dan Jim mengemukakan, penerbit adalah “The company or person whose ISBN is
applied to the book, whose imprint appears on the title page, and who present the literary
product to public.” [7] Penerbit menurut mereka adalah perusahaan atau perorangan, yang
ISBN mereka tertera pada buku, yang diterbitkan pada halaman judul, dan mereka
menyajikan produk literer (berkaitan dengan kesusasteraan) ke publik. Pendapat ini agak
terbatas karena ISBN hanya untuk buku, begitu juga pencantumannya di halaman judul,
hanya berlaku untuk buku. Kalau untuk medium lain, misal suratkabar dan majalah, yang
dicantumkan ISSN. Selain itu, mereka tentu tak hanya menyajikan informasi berupa produk
literer (berkaitan dengan kesusasteraan) bersifat fiksi, namun juga menyajikan fakta ke publik
dalam bentuk berita.

Berdasar segenap uraian, dapat dirumuskan, penerbitan adalah cara perusahaan atau
perorangan memperoleh, mempersiapkan atau menciptakan dan menjual produk informasi
secara tercetak (antara lain, melalui buku, surat kabar, dan majalah) maupun secara digital
(radio, televisi, film, internet) dari penulis atau pencipta ke konsumen. (Bersambung)

[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2001.


[2] Dan Poynter’s, Self-Publishing Manual, ParaPublishing, Santa Barbara, California, USA,
2007, hal. 25.

[3] Thomas Woll, Publishing for Profit, Chicago Review Press, New York, 2006, hal. 8.

[4] Hardjana, Pernaskahan 1, Diktat, tanpa tahun, hal. 13.

[5] Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1990, hal. 20.

[6] Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, PT. Remaja Rosdkarya Bandung, 2004, hal.
4.

[7 ]Linda and Jim Salisbury, Smart Self-Publisihing, Tabby House, Florida, USA, 2003, hal.
219.

Tugas-tugas Penerbit

1. Menyeleksi naskah yang diterima


2. Mengedit naskah sebelum dicetak
3. Secara sendirian atau bersama penulis memegang hak cipta
4. Merencanakan format, tata wajah terbitan
5. Menyiapkan bahan-bahan seperti kertas, tinta dan lainnya
6. Membayar honorarium maupun royalti yang telah disepakati atau kewajaran kepada penulis

Lasa Hs. 1998. Kamus Istilah Perpustakaan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Kirimkan Ini lewat Email
PERKEMBANGAN DUNIA PENERBITAN INDONESIA

adalah industri yang berkonsentrasi memproduksi dan memperbanyak atau sebuah


Penerbitan
aktivitas membuat informasi yang
dapat dinikmati publik. Informasi yang dihasilkan dapat berupa media cetak dan media
elektronik.

Kebutuhan SDM di penerbitan di indonesia masih sangat minim,


terbukti jika kita melihat masih banyak buku yang belum terjual di pasaran, bahkan hanya
penulis-penulis terkenal saja yang bukunya laris di pasaran. Hal ini mungkin disebabkan
karena kurangnya kreatifitas dalam memproduksinya. Kebutuhan SDM pada penerbitan
meliputi; penulis, penyunting, editor, dan desainer. Seiring dengan berjalannya waktu,
kebutuhan non SDM berkembang sangat pesat, terbukti sekarang banyak software-software
media kreatif bermunculan. Sedangkan kebutuhan non SDM penerbitan meliputi media
yang digunakan untuk merealisasikan ide atau gagasan misalnya, komputer, software Adobe
Desktop Publishing, dan percetakan.

Pasar buku di indonesia menurut saya dalam beberapa tahun terakir ini mengalami
penurunan, hal ini mungkin disebabkan karena sudah ada media e-book di internet, bahkan
kebanyakan bisa di download secara gratis. Untuk kedepannya, mungkin pasar buku di
indonesia mulai gulung tikar. Kebanyakan masyarakat Indonesia menginginkan yang serba
praktis, mereka kemugkinan tidak lagi akan membawa buku lagi, seiring dengan
berkembangnya teknologi.

Labels: BISNIS

Dunia Penerbitan, Teknologi, dan Lingkungan


Posted on October 19, 2012 by Illumi Arzia
Sudah lama saya ingin berbicara tentang dunia penerbitan beserta hubungannya dengan
perkembangan teknologi dan lingkungan. Kebetulan hari ini (19/10/2012) ketika membuka
halaman situs VOA Indonesia, saya menemukan sebuah artikel yang menarik berjudul
“Setelah 79 Tahun, Majalah Newsweek Hentikan Edisi Cetak“ jadi saya memutuskan untuk
membuat tulisan ini.

Artikel dari VOA Indonesia tersebut menceritakan tentang keputusan majalah mingguan
Newsweek untuk menghentikan edisi cetak dan beralih ke format digital pada awal 2013
setelah terbit hampir 80 tahun. Salah satu penyebabnya adalah orang-orang tidak mau lagi
menunggu selama satu minggu untuk membaca analisis dan rangkuman berita, sedangkan
lewat internet, berita-berita tersebut semakin cepat dan mudah untuk didapatkan dengan biaya
yang bisa jauh lebih murah.

Ya, semakin pesatnya teknologi jaringan dan perangkat komunikasi elektronik telah
memaksa para penerbit untuk beralih ke media online. Tetapi hal ini bukanlah hal yang
buruk, justru sebaliknya, hal ini membawa kebaikan di beberapa bidang, salah satunya adalah
lingkungan.

Masalah Lingkungan.

Mungkin sebagian besar dari kita telah banyak yang mengetahui bahwa kita tengah
menghadapi masalah lingkungan yang sangat besar, dua diantaranya yakni pemanasan global
dan perambahan hutan.

Pemanasan Global adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan
permukaan bumi yang kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-
gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Sebagian sinar matahari yang masuk ke Bumi
seharusnya dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke luar atmosfer. Namun sebagian
besar sinar matahari yang dipantulkan bumi tertahan dan dipantulkan kembali ke bumi
oleh gas-gas rumah kaca tersebut sehingga menyebabkan suhu bumi menjadi lebih panas.

Ada dua cara untuk mengurangi pemanasan global yang sedang terjadi ini,yaitu dengan
mengurangi produksi gas rumah kaca dan mengurangi kadar gas rumah kaca di udara.

Salah satu gas rumah kaca yang banyak terdapat di udara adalah karbon dioksida. Cara yang
paling mudah untuk mengurangi kadar karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara
pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi karena pohon menyerap karbon dioksida
di udara dan menyimpannya dalam kayu.

Masalahnya tingkat perambahan hutan untuk produksi, pertanian dan perkebunan maupun
perumahan di seluruh dunia telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Hal ini selain
mengurangi jumlah pohon yang mampu menyerap karbon di udara juga mengakibatkan
berkurangnya habitat flora dan fauna liar yang dapat mengakibatkan kepunahan flora dan
fauna tersebut.

Hubungan Dunia Penerbitan, Teknologi, dan Lingkungan.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, perkembangan teknologi memaksa dunia


penerbitan terutama media berita cetak untuk mulai meninggalkan media kertas dan beralih
ke format digital. Hal ini berarti jumlah pohon yang ditebang untuk dijadikan bahan pembuat
kertas juga akan berkurang. Emisi karbon dioksida pun dapat dikurangi akibat dari
pengurangan dalam transportasi, seperti transportasi kayu dari hutan ke pabrik kertas,
transportasi kertas dari pabrik kertas ke percetakan, dsb.

Selain itu masalah sampah/limbah kertas dan zat kimia yang terkandung di dalamnya juga
dapat dikurangi.

*****

Saya bukannya anti terhadap penggunaan kertas untuk penerbitan. Karena walaupun telah
banyak orang yang memiliki perangkat komunikasi canggih seperti: komputer, laptop,
smartphone, maupun tablet pc masih banyak pula orang yang belum mendapatkan akses
terhapat teknologi komunikasi terbaru sehingga masih memerlukan media massa
konvensional seperti koran dan majalah.

Terus terang saya sendiri lebih memilih membeli dan membaca buku/novel dalam bentuk
kertas dari pada dalam bentuk digital karena selain lebih enak untuk dibaca, juga bisa
diwariskan dan digunakan sampai ratusan tahun bahkan mungkin ribuan tahun karena
konten/isi dari buku/novel yang biasanya berupa teori atau cerita yang menarik sehingga bisa
dinikmati, dipelajari dan digunakan siapa saja baik pada masa lampau, masa kini, maupun
masa yang akan datang, tidak terbatas pada suatu masa tertentu.

Berbeda dengan koran, tabloid, atau majalah yang isinya biasanya berupa berita/informasi
tentang kejadian-kejadian yang berlangsung dalam kurun waktu tertentu sebelum berita itu
ditulis yang hanya menarik untuk dibaca hanya sampai sesaat setelah berita/informasi itu
ditulis. Sehingga sering kali koran, tabloid, atau majalah tersebut berakhir menjadi sampah
yang mencemari lingkungan.

Jadi, kita perlu menyambut baik upaya-upaya dari berbagai media catak berita untuk
mulai beralih ke format digital karena akan berdampak positif bagi lingkungan.
BAB II
TINJAUAN TENTANG PENERBITAN BUKU
2.1 Pengertian Penerbitan Buku
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994: 91), kata penerbit diberikan
dibawah kata terbit. Terbit antara lain mengandung arti keluar untuk diedarkan
(tentang surat kabar, buku, dan sebagainya) kata penerbit sebagai bentukan kata terbit
mengandung arti orang atau perusahaan yang menerbitkan buku, majalah, dan
sebagainya. Pada mulanya, penerbitan adalah percetakan, yaitu sebagai kegiatan
pembuatan (
manufacturing
), dan belum berfungsi sebagai penyebarluasan. Lalu pada
abad ke-19, penerbit berfungsi sebagaimana fungsinya yang sekarang, yakni sebagai
promotor dari kata-kata tercetak.
Dunia penerbitan dan percetakan berkembang terus, baik cakupan
pekerjaannya maupun peralatan pendukungnya. Dalam dunia penerbitan semakin
banyak jenis buku yang diterbitkan, dalam berbagai bahasa, dan disebarkan
diberbagai negara. Maka terciptalah berbagai jenis penerbit yang mengkhususkan diri
menerbitkan buku tertentu, misalnya jenis buku anak-anak, buku pelajaran sekolah,
buku pariwisata. Adakalanya sebuah buku diterbitkan dalam bahasa tertentu.
Misalnya buku pariwisata Indonesia diterbitkan dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris.
Agar menarik, buku perlu dirancang secara khusus, sesuai dengan jenisnya.
Dalam dunia perbukuan, selain penerbit dan percetakan, dikenal pula pihak
perancang buku. Mereka inilah yang bertugas menangani penampilan buku agar
menarik dan sesuai dengan isinya. Di negara yang penerbitannya telah lebih maju,
pengkhususan bidang pekerjaan ini sudah lebih merinci. Sehinggga dikenal
perusahaan yang khusus menyiapkan naskah, merancang buku, mengatur
perbanyakan naskah, mencetak, menjilid,
mempromosikan. Mendistribusikan, dan
menjual buku. Masing-masing mempunyai tugas sendiri-sendiri. Di Indonesia, pada
umumnya semua tugas penerbitan penerbitan, perancangan, dan percetakan ini masih
dikelola dalam satu atau dua perusahaan saja.
Universitas
Sumatera
Utara
Perkembangan pekerjaan di dunia perbukuan ini juga diikuti oleh
perkembangan peralatan pendukungnya. Mesin tik biasa telah berkembang menjadi
mesin tik elektronik dengan berbagai macam kemampuan. Penemuan komputer
semakin memacu perkembangan peralatan penerbit dan percetakan. Pengetikan
naskah sudah tidak lagi menggunakan mesin tik, melainkan dengan memanfaatkan
kompoter dan program pengolah kata seperti WordStar dan WordPerfect. Merancang
halaman dan sampul buku pun sudah dikerjakan dengan komputer. Mesin cetak dan
mesin potong kertas sudah juga dikomputerkan.
Dengan semakin berkembangnya perincian pekerjaan dalam dunia perbukuan,
semakin berkembang juga masalah yang dihadapi. Di pihak penerbit, hak dan
kewajiban penulis maupun penyunting yang mewakili penerbit semakin menuntut
rincian yang lebih tegas. Demikian pula ke
terlibatan pihak lain seperti perancang,
percetakan, dan toko buku. Untuk mengatur kepentingan semua pihak itu diperlukan
serangkaian ketentuan. Maka diciptakanlah Surat Perjanjian Penerbitan, Undang-
Undang Hak Cipta, Uang Jasa Penulis, ISBN, dan sebagainya.
Menurut Pambudi (1981: 1) penerbitan adalah pencetakan, yaitu sebagai kegiatan
pembuatan (
manufacturing
), dan belum berfungsi sebagai penyebarluasan. Pada
abad kesembilan belas, pene
rbit berfungsi sepertti f
ungsinya yang sekarang.,
yaitu sebagai promotor sari kata-kata tercetak.
Mempublikasikan kepada umum, mengetengahkan kekhalayak ramai, kata dan
gambar yang telah diciptakan oleh jiwa-jiwa kreatif, kemudian disunting oleh
para penyunting unutk selanjutnya digandakan oleh para pencetak.
Altbach (2000: 45) mengemukakan pendapat bahwa penerbit buku merupakan
seorang investor dalam perbukuan. Penerbit adalah seorang yang mengeluarkan
uang untuk pengarang, penerjemah, penyunting, pencetak, pabrik kertas, dan
yang lain-lain untuk memproduksikan buku, dan untuk para penjual, pemasang
iklan, dan mereka yang membantu dalam pemasarannya, dan menerima uang dari
penjual buku dan yang lain-lain yang membeli buku tersebut atau yang membeli
hak untuk menggunakan isi buku itu dala
m berbagai cara. Penerbit berharap,
menerima uang lebih banyak daripada yang dikeluarkan.
Informasi dari salah satu media elektronik Wikipedia menyebutkan bahwa
penerbit atau penerbitan adalah industri yang berkonsentrasi memproduksi dan
Universitas
Sumatera
Utara
memperbanyak sebuah literatur dan in
formasi- atau sebuah aktivitas membuat
informasi yang dapat dinikmati publik.
Aminoedin (1989: 165) mengatakan, editor mula-mula berarti penerbit. Di
prancis sampai sekarang masih ditulis editeur pada kulit dan halaman judul buku.
Asal kata ini dari bahasa latin
editus
, bentuk past participle dari
edere
. Artinya
menerbitkan. Dahulu waktu penerbitan masih langka penerbit dan editor itu
diwakili oleh satu orang saja. Dia (pen
erbit dan editor) yang mencari naskah,
menyunting naskah, mempersiapkah naskah untuk percetakan, mencari bahan,
menjual buku, dan sebagainya. Penerbitan sekarang sudah berkembang dengan
pesat sekali. Tidak mungkin lagi semua itu dilakukan oleh satu orang. Sekarang
tugas dibagi-bagi. Ada pimpinan penerbit (selanjutnya disingkat dengan penerbit
saja), dan ada editor. Pekerjaan pimpinan penerbitan adalah mencari editor,
mencari langganan, bahan untuk proses percetakan buku, memikirkan penjualan,
penyimpanan stok dan sebagainya, biasanya hal-hal yang tidak langsung
mengenai suatu naskah. Pekerjaan yang berhubungan langsung dengan naskah
diserahkan kepada editor. Pekerjaan ini adalah menghubungi pengarang, kadang-
kadang juga mencari pengarang, menilai naskah, menghubungi pembaca ahli
kalau naskah diterima, menyunting naskah, mempersiapkannya untuk tipografi,
memikirkan cara-cara percetakan yang sesuai seperti pemakaian huruf-huruf,
penjilidannya, kertas yang akan dipakai, ukuran buku dan lain-lain,
mengumpulkan bahan untuk pengikalanan, mengawasi percetakan dan
sebagainya.
2.2 Perkembangan Dunia Tulis-Menulis
Manusia mulai mengenal bahan tertu
lis dari peninggalan batu bertulis,
kepingan batu yang bertatahkan rangkaian huruf yang mirip gambar, seperti
hieroglif
dari mesir serta tulisan dalam gulungan daun lontar dan papirus.
Sebagaimana diketahui bahwa sudah sejak barabad-abad yang lalu manusia
mengenal huruf. Menurut catatan sejarah adalah dengan dibawanya sejenis kertas dari
negeri Cina oleh para saudagar Eropa pada abad ke-15. Perkembangan lebih lanjut
adalah penemuan cikal bakal mesin cetak yang kita kenal sekarang oleh
Johann
Gutenberg
di Mainz, jerman sekitar tahun 1450. Sejak itulah mesin cetak berkembang
pesat dan sekarang sekitar enam tahun setengah abad sejak masa Gutenberg,
computer turut berperan dalam dunia tulis- menulis.
Universitas
Sumatera
Utara
Perkembangan pekerjaan dunia perbukuan diikuti oleh perkembangan
peralatan pendukungnya. Mesin tik biasa telah berkembang menjadi mesin tik
elektronik dengan berbagai macam kemampuan. Penemuan computer semakin
memacu perkembangan peralatan penerbitan dan percetakaan. Pengetikan naskah
sudah tidak lagi menggunakan mesin tik, melainkan dengan memanfaatkan computer
dengan program pengelolah kata dengan berbagai fasilitas yang tersedia. Selain itu
untuk merancang halaman dan sampul buku telah dilakukan dengan program ventura
dan coreldraw. Mesin cetak dan mesin pemotong juga telah menggunakan komouter.
Buku elektronik yaitu buku dalam bentuk cakram padat kini semakin dikenal, semua
kemajuan tehnologi semakin mempermudah pekerjaan penerbitan dan pendidikan.
Selain buku, masih banyak lagi jenis te
rbitan lain yang biasa diterbitkan oleh
sebuah penerbit. Seperti:
1. Jurnal
Jurnal adalah terbitan berkala yang berb
entuk pamflet berseri berisi bahan yang
sangat diminati orang saat diterbitkan . Bila dikaitkan dengan kata ilmiah di belakang
kata jurnal dapat terbitan berarti berkala yang berbentuk pamflet yang berisi bahan
ilmiah yang sangat diminati orang saat diterbitkan.
2. X- banner
Jika kita mengacu kepada kaidah dasar poster, X banner ini adalah karya seni atau
desain grafis yang memuat komposisi gambar dan huruf di atas kertas berukuran
besar. Pengaplikasiannya dengan ditempel di dinding atau permukaan datar lainnya
dengan sifat mencari perhatian mata sekuat mungkin. Karena itu X banner biasanya
dibuat dengan warna-warna kontras dan kuat.
Universitas
Sumatera
Utara
3. Brosur
Brosur adalah terbitan tidak berkala yang tidak dijilid keras, lengkap (dalam satu kali
terbitan), memiliki paling sedikit 5 halaman tetapi tidak lebih dari 48 halaman, di luar
perhitungan sampul.
Adanya perkembangan penerbitan buku dan sejenisnya semakin banyak masalah
yang dihadapi, dipihak penerbitan hak dan kewajiban penulis maupun penyuntingan
yang mewakili penerbitan dituntut untuk lebih berpotensi.
2.3 Penerbit dan Terbitannya
Dewasa ini jenis terbitan, dalam ha
l ini buku, sangat beraneka ragam,
sehingga pada umumnya pebnerbit mengkhususkan diri menerbitkan satu atau dua
macam terbitan saja.
2.3.1 Jenis Penerbit Me
nurut Buku Terbitannya
Secara lebih luas, penerbit dapat kita golongkan antara lain menurut jenis
terbitannya. Dari sudut ini kita mengenal ti
ga kelompok besar penerbit, yaitu penerbit
buku umum, penerbit buku anak-anak, dan penerbit khusus. Kelompok yang terakhir
ini dapat dibagi lagi menjadi penerbit buku pelqjqran sekolah dasar dan menengah,
penerbit buku universitas, dan penerbit buku ilmiah.
1.
Penerbit Buku Umum
Pembaca sasaran penerbit ini adalah khalayak ramai yang sudah tentu sangat
beragam, sukar dikenali, dan sukar diperkirakan. Porsi terbesar karya penerbit
jenis ini adalah buku fiksi. Dalam hal ini, pengarang yang sudah sukses dan
terkenal merupakan kekayaan penerbit yang tak ternilai. Puncak penjualan
buku umum biasanya dicapai pada setahun pertama penerbitan, yaitu pada
saat penerbit mempromosikan buku-buku terbitan terbarunya.
Universitas
Sumatera
Utara
2.
Penerbit Buku Anak-Anak
Pada penerbit jenbis ini, judul-judul
lama merupakan modal utama karena
pada umumnya buku anak-anak yang klasik selalu dicetak ulang. Agar
menarik buat pembaca yang masih kecil-kecil, buku anak-anak biasanya sarat
warna, sehingga biaya produksinya besar. Untuk mengatasi biaya besar itu,
penerbit sering bekerja sama dengan penerbit lain. Khusunya penerbit luar
negri untuk menerbitkan judul yang sama.
3.
Penerbit Buku Khusus
Dalam kelompok ini terdapat penerb
it buku pelajaran sekolah dasar dan
menengah (selanjutnya disebut penerbit buku sekolah), penerbit buku
universitas, dan penerbit buku ilmiah. Diperkirakan 65% penerbit di Indonesia
bergerak dalam penerbitan buku sekolah (termasuk buku anak-anak), dan
sekitar 15% menerbitkan buku universita
s. Penerbit buku ilmiah jumlahnya
sangat sedikit, diperkirakan tidak sampai 5% (ceramah ketua IKAPI, Juli
1990).
2.3.2 Jenis Penerbit
Menurut Statusnya
Penerbit dapat juga dikelompokkan menurut statusnya, yaitu penerbit swasta
dan penerbit pemerintah. Penerbit swasta dikelola oleh badan swasta, biasanya
mengutamakan keuntungan. Sebaliknya, penerbit pemerintah dikelola oleh lembaga
pemerintah, dan biasanya tidak terlalu menggutamakan keuntungan, melainkan lebih
menitikberatkan pemenuhan kebutuhan pemerintah.
2.3.3 Jenis Terbitan
Seperti juga penerbit, terbitan dapaat dikelompokkan. Pengelompokkan
pertama adalah menurut jenis barang yang diterbitkan, yaitu majalah, koran, dan
buku. Majalah dan jurnal ilmiah biasanya terbit dalam bentuk seperti buku, yaitu
mempunyai sampul dan isi. Keduanya terbit secara berkala, dapat mingguan, bulanan,
Universitas
Sumatera
Utara
tribulanan, dan sebagainya. Berbeda dengan koran dan majalah, buku tidak terbit
secara berkala. Sebuah buku dapat dicetak beberapa kali dengan isi yang tetap sama.
Buku yang dicetak pertama kali disebut cetakan pertama, yang kedua kali cetakan
kedua, dan seterusnya. Bila buku dipinda oleh pengarangnya, artinya ada perubahan
nyata dalam isinya, maka buku hasil pindaan itu disebut edisi baru. Jadi, buku
berjudul sama tetapi edisinya berbeda, tentu berbeda isinya, meskipun perbedaan itu
tidak selalu mencolok.
Menurut sampulnya, buku dapat dikelompokkan dalam dua bagian besar.
Buku bersampul tegar dan bersampul lembek. Dewasa ini, berkat kemajuan teknologi
di bidang perbukuan, jenis sampul sudah lebih beragam, ada yang terbuat dari sejenis
plastik atau kulit buatan. Jenis kertas sampulpun bermacam-macam, sehingga sampul
untuk buku bersampul lembek dapat dipilih sesuai dengan keinginan.
Kita juga mengenal kelompok buku fiksi dan nonfiksi. Buku fiksi adalah
rekaan pengarang, misalnya novel dan cerita pendek, serta buku rekaan ilmiah. Buku
nonfiksi adalah kebalikan buku fiksi, yaitu buku yang ditulis berdasarkan kejadian
nyata, fakta, atau hukum alam. Contohnya adalah biografi dan buku ilmu
pengetahuan.
Dari pembacanya kita mengenal pembaca dewasa, kaum wanita, kaum pria,
anak-anak, remaja, pelajar, mahasiswa, kelompok berpendidikan tinggi, kelompok
berpendidikan rendah, kaum profesional (orang yang mempunyai keahlian tertentu
yang diperlukan untuk kelancaran pekerjaannya, misalnya para manajer perusahaan,
ahli komputer, pakar olah raga, guru, juru masak), dan sebagainya.
Dari isinya buku dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok besar.
Jika kita pada jenis pengelompokkan pokok bahasan menurut sistem
Dewey
yang
lazim digunakan, maka kita mengenal kelompok buku yang membahas tentang
informasi, agama, ekonomi, sosial, matematika, fisika, kedokteran dan farmasi,
teknik, arsitektur dan sipil, sastra dan fiksi, dan geografi. Kelompok besar ini dapat
dibagi lagi menjadi kelompok yang lebih kecil, misalnya kelompok buku ekonomi
dirinci menjadi bisnis, manajemen, akuntansi, dan lain-lain.
Universitas
Sumatera
Utara
Perkembangan teknologi yang sangat pesat dalam dunia penerbitan dan
percetakan mendorong diciptakannya jenis terbitan yang tidak menggunakan kertas
sebagai wahananya. Di masa awal 1960-an sudah dikenal naskah dalam bentuk
gulungan film dan mikrofis. Untuk membaca naskah yang dimuat dalam bentuk
tersebut diperlukan alat pembaca khusus yang dilengkapi dengan sebuah layanan
seperti televisi. Di Indonesia alat seperti ini dapat dijumpai antara lain di
Perpustakaan Nasional, Peropustakaan PD
II, Perpustakaan The British Council,
Perpustakaan Pusat ITB.
Sejumlah buku, khususnya buku rujukan seperti kamus, buku katalog, dan
ensiklopedi, diterbitkaan dalam bentuk cakram keras, disebut CD-ROM (compac
disk- read only memory). Cakram tersebut dapat memuat data dalam jumlah yang
sangat besar, misalnya 18 jilid
Encyclopedia Britanica
yang tebalnya 200-an ribu
halaman dapat dimuat dalam satu cakram saja. Untuk membacannya, pembaca
memerlukan seperangkat alat khusus yang dapat menampilkan naskah dalam cakram
itu pada layar monitor.
Disamping buku dalam bentuk yang bermacam-macam tadi, penerbit juga
menyediakan alat pendukung lain seperti le
mbaran teransparansi untuk menyajikan
kuliah, bagan berbagai macam proses, slide, dan kaset video.
2.4 Sejarah Penerbitan Buku di Indonesia
Di Indonesia, awalnya bentuk buku masih berupa gulungan daun lontar.
Menurut Ajip Rosidi (sastrawan dan mantan ketua IKAPI), secara garis besar, usaha
penerbitan buku di Indonesia dibagi dalam tiga jalur, yaitu usaha penerbitan buku
pelajaran, usaha penerbitan buku bacaan umum (termasuk sastra dan hiburan), dan
usaha penerbitan buku agama.
Pada masa penjajahan Belanda, penulisan dan penerbitan buku sekolah
dikuasai orang Belanda. Kalaupun ada orang pribumi yang menulis buku pelajaran,
umumnya mereka hanya sebagai pembantu atau ditunjuk oleh orang Belanda.
Universitas
Sumatera
Utara
Usaha penerbitan buku agama dimulai dengan penerbitan buku-buku agama
Islam yang dilakukan orang Arab, sedangkan penerbitan buku –buku agama Kristen
umumnya dilakukan oleh orang-orang Belanda.
Penerbitan buku bacaan umum berbahasa Melayu pada masa itu dikuasai oleh
orang-orang Cina. Orang pribumi hanya bergerak dalam usaha penerbitan buku
berbahasa daerah. Usaha penerbitan buku bacaaan yang murni dilakukan oleh
pribumi, yaitu mulai dari penulisan hingga penerbitannya, hanya dilakukan oleh
orang-orang Sumatera Barat dan Medan. Karena khawatir dengan perkembangan
usaha penerbitan tersebut, pemerintah Beland
a lalu mendirikan pe
nerbit Buku Bacaan
Rakyat. Tujuannya untuk mengimbangi usaha penerbitan yang dilakukan kaum
pribumi. Pada tahun 1908, penerbit ini diubah namanya menjadi Balai Pustaka.
Hingga Jepang masuk ke Indonesia, Balai Pustaka belum pernah menerbitkan buku
pelajaran karena bidang ini dikuasai penerbit swasta belanda.
Sekitar tahun 1950-an, penerbit swasta nasional mulai bermunculan. Sebagian
besar berada di pulau Jawa dan selebihnya di Sumatera. Pada awalnya, mereka
bermotif politis dan idealis. Mereka ingin mengambil alih dominasi para penerbit
Belanda yang setelah penyerahan kedaulatan di tahun 1950 masih diijinkan berusaha
di Indonesia.
Pada tahun 1955, pemerintah Republik Indonesia mengambil alih dan
menasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia. Kemudian pemerintah
berusaha mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha penerbitan buku
nasional dengan jalan memberi subsidi dan bahan baku kertas bagi para penerbit buku
nasional sehingga penerbit diwajibkan menjual buku-bukunya denga harga murah.
Pemerintah kemudian mendirikan Yayasan Lektur yang bertugas mengatur
bantuan pemerintah kepada penerbit dan mengendalikan harga buku. Dengan adanya
yayasan ini, pertumbuhan dan perkembangan penerbitan nasional dapat meningkat
dengan cepat. Menurut Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) yang didirikan 1950,
penerbit yang menjadi anggota IKAPI yang semula berjumlah 13 pada tahun 1965
naik menjadi 600-an lebih.
Universitas
Sumatera
Utara
Pada tahun 1965 terjadi perubahan situasi politik di tanah air. Salah satu
akibat dari perubahan itu adalah keluarnya kebijakan baru pemerintah dalam bidang
politik, ekonomi dan moneter. Sejak akhir tahun 1965, subsidi bagi penerbit dihapus.
Akibatnya, karena hanya 25% penerbit yang bertahan, situasi perbukuan mengalami
kemunduran.
Sementara itu, pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Mashuri, kemudian menetapkan bahwa se
mua buku pelajaran disediakan oleh
pemerintah. Keadaan tidak bisa terus-menerus dipertahankan karena buku pelajaran
yang meningkat dari tahun ke tahun. Karena itu, diberikan hak pada Balai Pustaka
untuk mencetak buku-buku yang dibutuhkan di pasaran bebas. Para penerbit swasta
diberikan kesempatan menerbitkan buku-buku pelengkap dengan persetujuan tim
penilai.
Hal lain yang menonjol dalam masalah perbukuan selama Orde Baru adalah
penerbitan buku yang harus melalui sensor dan persetujuan kejaksaan agung. Tercatat
buku-buku karya Pramudya Ananta Toer, Utuj Tatang Sontani dan beberapa
pengarang lainnya, tidak dapat dipasarkan karena mereka dinyatakan terlibat
G30S/PKI. Sementara buku-buku “Siapa
Menabur Angin Akan Menuai Badai”,
kemudian “Era Baru, Pemimpin Baru” tidak bisa dipasarkan karena dianggap
menyesatkan, terutama mengenai cerita-cerita seputar pergantian kekuasaan pada
tahun 1966.
2.5 Tujuan Penerbitan Buku Universitas
Tujuan penerbitan buku universitas adalah :
1.
Menghasilkan buku-buku teks untuk mahasiswa yang dapat diandalkan dan
dapat pula merangsang kegiatan mahasiswa. Buku-buku ini memuat
informasi tentang hasil penelitian yang lama, renungan-renungan, pemikiran
dsn pendapat dari pengarangnya. Informasi ini sangat berharga sekali, bukan
saja untuk mahasiswa j
uga untuk para dosen.
Universitas
Sumatera
Utara
2.
Menghasilkan laporan-laporan hasil di
skusi ilmiah para ahli atau para
ilmuwan, yang dikumpulkan dan dibukukan.
3.
Menerbitkan judul-judul untuk pembaca umum yang bersifat deskriptif dan
analitis, serta edukatif. Isi buku-buku ini dapat merangsang para pembacanya
agar ingin mengetahui lebih banyak tentang permasalahan tersebut.
2.6 Proses Penerbitan Buku
Menurut Manik Purba yang dikutip dalam sebuah website mengemukakan
bahwa proses penerbitan buku adalah sebagai berikut :
1.
Misalkan anda sebagai pengarang ingin menegajukan naskah kumpulan puisi
ke penerbit A.
2.
Yang anda ajukan cukup naskahnya dalam bentuk ketikan (misalnya Ms.
Word) dan bisa disertai print outnya agar memudahkan penerbit dalam
memproses naskah tersebut. Penerbit biasanya memberikan banyak
kemudahan bagi pengarang yang sudah banyak mengarang buku. Penerbit
mau saja menerima kiriman naskah melalui email dan sebagainya.
3.
Penerbit akan menentukan apakah naskah tersebut layak diterbitkan dan kira-
kira dibutuhkan masyarakat (ada penilaian terhadap isi naskah maupun
kwalitas/bobot pengarangnya).
4.
Lalu penerbit akan mengontak pengarang dan membicarakan isi naskah
maupun honor.
5.
Sistem honor tergantung sistem yang dianut oleh penerbit. Bisa bersifat
langsam (seolah naskah tersebut dibeli oleh penerbit) dengan memberi harga
pada naskah tersebut, misalnya dibeli seharga Rp 3.000.000.- dan dibayar
secara sekaligus atau bertahap. Tergantung pengajuan penerbit dan disetujui
oleh pengarang.
6.
Kerugian sistem ini bagi pengarang adalah: penerbit bisa mencetak naskah
tersebut dalam jumlah banyak dan bisa dicetak beberapa kali, tanpa memberi
honor tambahan lagi kepada pengarang.
Universitas
Sumatera
Utara
7.
Bisa juga dengan sistem royalti dimana pengarang memperoleh persentase
terhadap harga naskah/ buku tersebut. Rata-rata nilai royalti: 10% s/d 15%
dari harga buku yang terjual. Pengarang-pengarang yang sudah terkenal sering
ditawari honor yang tinggi karena penerbit yakin buku karangannya bakal
laku keras. Misalnya: buku tersebut akan dicetak sebanyak 5.000
buah/eksamplar dan dijual dengan harga Rp 15.000.- per eksemplar. Maka
pengarang akan memperoleh honor (dianggap semua buku terjual): 10% x
5.000 x Rp 15.000.- Sering pembayaran ini pun
dilakukan secara bertahap misalnya 1 x 3 bulan atau 1 x 6 bulan.
Bila buku tersebut dicetak ulang lagi, maka penerbit membuat perjanjian lagi
dan pengarang akan memperoleh royalti lagi. Biasanya penerbit akan
mengontak pengarang lagi untuk cetak ulang (karena bisa jadi pengarang
tidak bersedia lagi dan mau pindah ke penerbit lain).
8.
Dengan menggunakan softcopy naskah yang diberikan dalam bentuk ketikan
Microsoft Word tersebut, penerbit akan mengolahnya dan mengatur layout
serta membuat desain covernya. Desain cover bisa juga diajukan oleh
pengarang bila pengarang juga seorang yang ahli dalam desain. Setelah desain
cover dan layout isi buku telah selesai, maka akan dimulai proses cetak.
9.
Proses cetak sering dimulai dengan mencetak contoh (
dummy
) dulu dan
melihat hasilnya agar kelak tidak terjadi kesalahan besar. Setelah itu akan
dilakukan proses cetak sejumlah yang diinginkan (misalnya: 5.000 buah
buku).
10.
Penerbit akan memberikan buku contoh hasil cetakan bagi pengarang untuk
file pribadinya dan kemudian penerbit akan melakukan pembayaran kepada
pengarang sesuai perjanjian yang telah disepakati/ditandatangani. Bila buku
tersebut ingin dicetak terus dan ternyata pengarangnya telah meninggal, maka
perjanjian dan hak pembayaran royalti akan diberikan kepada ahli waris (istri/
anaknya) dan seterusnya penerbit akan berurusan dengan ahli warisnya.
11.
Penerbit akan menyebarkan buku tersebut ke toko buku untuk dibeli oleh
masyarakat.
Universitas
Sumatera
Utara
12.
Perjanjian Royalti adalah antara pengarang dan penerbit, sedangkan Hak
Cipta adalah Hak Pengarang yang bisa diurus oleh pengarang dengan
mendaftarkannya ke Departement Kehakiman dan HAM, Direktorat Hak
Cipta. Penerbit tidak mengurus Hak Cipta karena Hak Cipta adalah urusan
pengarang (kecuali naskah tersebut telah dibeli oleh Penerbit dan sepenuhnya
menjadi hak milik penerbit). Tidak banyak buku yang didaftarkan Hak
Ciptanya oleh pengarang, biasanya buku-buku yang sangat terkenal atau buku
yang bakal dibutuhkan terus yang didaftarkan Hak Ciptanya oleh pengarang.
2.7 Pengadaan Naskah
Penerbitan buku akan berjalan denga
n lancar bila ada naskah. Naskah
merupakan bahan baku penerbit yang utama. Naskah, tentu saja ditulis oleh penulis
oleh penulis atau pengarang. Dengan demikian, pengarang, naskah, dan penerbitan
merupakan tiga bagian yang tak terpisahkan. Ketiganya merupakan degup jantung
yang menghidupkan penerbit.
Penerbit harus mengetahui buku-buku apa saja yang dibutuhkan oleh
pembaca, karena itu penerbit membutuhkan langkah-langkah yang berarti, dimana
langkah yang pertama adalah mencari buku yang harus diterbitkan dalam bidangnya,
contohnya adalah buku-buku sekolah dasar, maka dari itu buku yang dibutuhkan
adalah buku banyak menunjang pelajaran , naskah yang ditulis harus dapat
disesuiakan apabila terjadi penyempurnaan kurikulum, keluesan peyajian isi naskah
perlu diperhatikan, dsatu segi kedalaman dan keluasan badan. Metodologi dan sistem
evaluasinya harus sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku serta urutan
penyajian bahan disesuiakan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Langkah kedua adalah mencari pengarang yang mampu menulis buku yang
dimaksud. Menurut Paembonan (1990: 30) pengarang yang ditunjuk setidak-tidaknya
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.
Menguasai ilmu dan materi pelajaran yang akan ditulis.
2.
Memiliki pengetahuan yang memadai tentang psikologi belajar, didaktik, dan
metodik pengajaran yang bersangkutan .
Universitas
Sumatera
Utara
3.
Memiliki pengalaman mengajar dalam mata pelajaran yang akan ditulisnya.
4.
Memiliki kemahiran dan pengalaman menulis buku.
Akan tetapi, sejalan dengan semakin ketatnya persaingan antar penerbit,
maka cara lama dengan menunggu naskah ini sudah mulai ditinggalkan. Penerbit
sudah mulai gesit mencari gagasan dan mewujudkannya menjadi buku. Dalam badan
penerbitan, tugas mengadakan naskah ini dibedakan kepada penyunting, khususnya
penyunting pengada naskah. Adapun yang harus diperhatikan dalam pengadaan
naskah ini adalah sebagai berikut:
1.
Sumber Naskah
Naskah yang terbaru harus dicari oleh seorang penyunting, ia dapat
menemukan gagasan naskah melalui pameran buku, reuni, pertemuan antar pakar
bidang ilmu tertentu dan lain sebagain
ya. Maka dicarilah penulis yang mampu
menuangkan gagasannya itu dalam bentuk tertulis. Penulis dapat diketahui dari daftar
nma pengarang yang sesui dengan daftar penulis/pengarang yang dimiliki penerbit.
Selain itu dapat pula dengan cara mencari pengrang buku sejenis yang telah beredar.
Cara lain untuk mendapatkan naskah adalah penerbit melakukan seyembara
mengarang ataupun menghubungi langsung orang yang ahli dalam bidang ilmu
pengetahuan yang tertentu.
Penggunaan buku berbahasa asing dibutuhkan penerjemah naskah. Seorang
penerjemah harus menguasai bahasa asing tersebut dengan baik. Penerbitan harus
pandai memilih judul serta memilih penerjemah yang berkemampuan baik dan
mendapatkan izin penerjemahan dari pemilik hak cipta buku yang asli.
2.
Penilain Naskah
Penyunting bertugas menentukan apakah sebuah naskah akan diterima untuk
diterbitkan atau ditolak. Penyunting menilai naskah antara lain dari isinya,
cakupannya, penyusunan isi, cara penyajian dan bahasa. Bila penyunting tidak dapat
member penilain tentang isi dan cakupan naskah, maka ia dapat meminta bantuan
Universitas
Sumatera
Utara
seorang penelaah ataupun pakar dalam bidang ilmu yang berhubungan dengan buku
tersebut.
2.8 Penyuntingan
Bagian penyuntingan merupakan inti sebuah penerbitan, karena fungsinya
yang utama mengembangkan naskah, dibagian inilah bahan baku penerbitan yang
berupa naskah diolah dan dipersiapkan sehingga naskah yang tadinya masih mentah
menjadi siap dan layak terbit. Yang paling bertanggung jawab atas isi sebuah buku
tentu pengarang, namun penerbit yang baik akan menerbitkan naskah yang
seharusnya memerlukan penyuntingan atau belum layak terbit.
Pekerjaan penyuntingan naskah disebuah penerbitan yang besar terdiri dari:
1.
Kontrak Penerbitan
Penerimaan naskah oleh penerbitan harus benar-benar hasil karya pengarang
yang bersangkutan, bukan hasil jiplikan. Ja
minan pengarang dalam hal ini sangat
penting dan harus tertuang dalam kontrak penerbitan naskahnya. Kontrak atau surat
perjanjian penerbitan itu harus ditanda tangani oleh pengrang dan pihak penerbit
sebelum naskah tersebut diolah lebih lanjut.
2.
Penyerahan Naskah
Naskah biasanya diserahkan oleh pengarang pada pihak penerbit dalam
bentuk tertulis, ketikan maupun disket. Naskah diserahkan rangkap satu dan untuk
pengarang biasanya memiliki arsipnya.
3.
Ketaat Asasan
Naskah disebut taat asas bila penyajiannya mengikuti pola tertentu dengan
tetap. Di indonesia belum ada pedoman yang mantap mengenai asasan sebuah
naskah,namun sebagai patokan penerbit dapat berpedoma Ejaan Yang
Disempurnakan terbitan pusat pengembangan dan pembinaan bahasa.
Universitas
Sumatera
Utara

Você também pode gostar