Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Nama : M
Usia : 50 Tahun
Alamat : Blitar
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SMU
Status : Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
2.2 Anamnesis
Deskripsi :
Pasien mengeluh lemas badan sejak 3 hari sebelum MRS. Perlahan dan memberat.
Pasien pertama kali merasa tubuhnya lemas sejak 1 tahun yang lalu hingga tidak mampu bekerja
di toko. Pasien tampak pucat dan kuning. Pasien dibawa ke RS Tulungagung dan dikatakan
hemoglobinnya rendah, pasien kemudian MRS di sana dan mendapatkan transfusi darah. 3 bulan
setelah MRS, pasien mengalami gejala lemas dan pucat yang sama, pasien dibawa ke RS Mardi
Waluyo dan dilakukan aspirasi sumsum tulang. Pasien didiagnosa mengalami anemia akibat
kegagalan produksi sumsum tulang. Pasien mendapatkan transfusi darah. 1 bulan kemudian
pasien MRS di RSSA dengan gejala yang sama dan mendapatkan transfusi darah. Sampai
sekarang pasien sudah mendapatkan transfusi darah sebanyak 3 kali.
1 tahun yang lalu pasien merasa perutnya sebelah kiri membesar, terasa penuh, dan mual bila
sedang makan. Nafsu makan pasien tetap baik, namun pasien mengalami penurunan berat badan
sebesar 10 kg dalam beberapa tahun terakhir. Pasien berobat ke dokter umum dan dikatakan
hanya mengalami maag biasa dan hanya diberi obat. Karena gejala tidak membaik, pasien
memeriksakan diri ke dokter spesialis, dilakukan USG abdomen dan hasilnya menunjukkan
limpa pasien membesar. Pasien hanya diberi obat jalan.
Pasien kadang-kadang BAB berwarna merah atau hitam, menurut pasien timbul tergantung
makanannya. Riwayat perdarahan lainnya disangkal.
Saat badannya terasa lemas, pasien juga merasa pusing, pandangan berkunang-kunang dan
mengalami panas badan.
Pasien telah bekerja selama 10 tahun dengan berjualan bahan-bahan kimia untuk pertanian.
Menurut dokter, penyakit pasien ditimbulkan oleh paparan bahan-bahan kimia tersebut.
Riwayat Pribadi :
REVIEW OF SYSTEMS
DESKRIPSI UMUM :
Gizi : Cukup
BB : 60 kg
TB : 168 cm
TANDA VITAL :
Nadi : 82 x/menit,reguler
Kulit
Inspeksi: pigmentasi, tekstur, turgor, rash, luka, infeksi, tumor,
Tekstur kenyal, turgor
petekie, hematom, ekskoriasi, ikterus, kuku, rambut
normal, rash (-), hematom (-
)
Palpasi: nodul, atrofi, sklerosis
Kepala dan Leher
Inspeksi: Bentuk kepala, sikatrik, pembengkakan
Palpasi: Kelenjar limfe, pembengkakan, nyeri tekan, tiroid, trakea, Anemis +/+, icteric -/-,
pulsasi vena
JVP R+0 cm H2O
Auskultasi: Bruit
Pemeriksaan: JVP, Kaku kuduk
Telinga
Inspeksi: Serumen, infeksi, membran timpani, tophi
Tidak ditemukan kelainan
Palpasi: Mastoid, massa
Hidung
Inspeksi: septum, mukosa, sekret, perdarahan, polip
Tidak ditemukan kelainan
Palpasi: nyeri
Rongga Mulut dan Tenggorok
Inspeksi: pigmentasi, leukoplakia, ulkus, tumor, gusi, gigi, lidah,
faring, tonsil
Tidak ditemukan kelainan
Palpasi: Nyeri, tumor, kelenjar ludah
Mata
Konjungtiva anemic +/+.
Inspeksi: Ptosis, sklera, ikterus, pucat, kornea, arkus, merah,
Sklera ikterik-/-
infeksi, air mata, tumor, perdarahan, pupil (kanan dan kiri),
lapangan pandang
Pupil isokor, ⍉ 3/3 mm
Palpasi: tonometri
Tidak dievaluasi
Fundoskopi
Tidak dievaluasi
Toraks
I : Simetris, D=S,regular
P : SF D = S
Inspeksi: simetri, gerakan, respirasi, irama, payudara, tumor
P:SS
Palpasi: Stem fremitus
SS
Perkusi: resonansi
SS
Auskultasi: suara nafas, rales, ronki, wheezing, bronkofoni,
A : V V Rh : – – Wh: – –
pectoryloquy
VV––––
VV––––
Jantung
I : ictus invisible
Inspeksi: iktus
P : ictus palpable at MCL S
Palpasi: iktus, thrill
ICS V
Perkusi: batas kiri, batas kanan, pinggang jantung P : RHM ~ SL D
Auskultasi: denyut jantung (frekuensi, irama) S1, S2, S3, S4, LHM ~ ictus
gallop, murmur, efection click, friction rub
A : S1 dan S2 single,
murmur (-),
Abdomen
Inspeks i: kontur, striae, sikatrik, vena, caput medusae, hernia
Convex, soefl, met (-)
Palpasi : nyeri, defans/rigiditas, massa, hernia, hati, limpa, ginjal
Liver span 10 cm
Perkusi : resonansi, shifting dullness, undulasi
Traube space dullness
Auskultas i: peristaltik usus, bruit, rub
Punggung
Inspeksi: postur, mobilitas, skoliosis, kifosis, lordosis
Tidak ditemukan kelainan
Palpasi: nyeri, gybus, tumor
Extremitas
Inspeksi: gerak sendi, pembengkakan, merah, deformitas, simetri,
Anemis +/+
edema, sianosis, pucat, ulkus, varises, kuku
+/+
Palpasi: panas, nyeri, massa, edema, denyut nadi perifer
Alat Kelamin
Laki-laki: sirkumsisi, rash, ulkus, secret, massa, nyeri Tidak ditemukan kelainan
Rektum
Hemoroid, fisura, kondiloma, darah, sfingter ani, massa, prostat Tidak ditemukan kelainan
Neurologi
Berdiri, gaya jalan, tremor, koordinasi, kelemahan, flaksid, spatik,
Tidak ditemukan kelainan
paralisis, fasikulasi, saraf kranial, reflek fisiologis, reflek patologis
Bicara
Disartria, apraksia, afasia Tidak ditemukan kelainan
Darah Lengkap
Leukosit : 1.640
Hb : 2,1
Hct : 7,5%
Trombosit : 72.000
Kimia Darah
GDA : 165
Ureum : 39,2
Creatinin : 1,82
SGOT : 21
SGPT : 32
Albumin : 3,61
Faal Hemostasis
Urine Lengkap
SG/BJ : 1.015
PH : 6
Lekosit : –
Nitrit : –
Protein / Alb : –
Glucose : –
Keton : –
Urobilinogen : –
Bilirubin : –
Eritrosit : –
Mikroskopik Sedimen
10 x epitel : (+)
– Silinder : –
– Hialin : –
– Granuler : –
– Lekosit : –
– Eritrosit : –
– Lain-lain : –
40 x eritrosit : (-)
– Kristal : –
– Bakteri : –
– Lain-lain : –
– Lain-lain : –
Selularitas: hiposeluler
Riwayat terdiagnosa
anemia aplastik
Riwayat transfusi
darah sebanyak 3x
Pemeriksaan fisik:
konjungtiva anemis
ekstremitas pucat
Laboratorium:
Hemoglobin : 2,1
g/dl
Hematokrit : 7,5 %
Leukosit : 1640
/mm3
Trombosit :
72.000/mm3
Tn. M/50 tahun 2. Anemia FOBT Transfusi PRC Darah
aplastik 2 labu/hari lengkap
Pasien mengeluh ECG target Hb 10
lemas badan Subjektif
SE
Perut membesar Tanda
perdarahan
BAB merah/hitam
pusing
pandangan
berkunang-kunang
panas badan
Riwayat bekerja
berjualan bahan-
bahan kimia untuk
pertanian
Riwayat terdiagnosa
anemia aplastik
Riwayat transfusi
darah sebanyak 3x
Pemeriksaan fisik:
konjungtiva anemis
USG Abdomen:
Splenomegali ringan
Laboratorium:
Leukosit : 1640
/mm3
Hemoglobin : 2,1
g/dl
Hematokrit : 7,5 %
Trombosit :
72.000/mm3
BMP: mengesankan
aplastik anemia
Tn. M/50 tahun 3. Anemia SI Po Sulfas Darah
defisiensi ferosus 3×50 lengkap
Pasien mengeluh besi TIBC mg
lemas badan Subjektif
Serum feritin
pusing SI
pandangan TIBC
berkunang-kunang
Serum feritin
Pemeriksaan fisik:
konjungtiva anemis
ekstremitas pucat
Laboratorium:
Hemoglobin : 2,1
g/dl
Hematokrit : 7,5 %
MCV : 77,3
MCH : 26,8
2.6 Follow Up
INR: 0,86
FOBT:
Coklat lembek
Hb 10,0
PCV 29,8
Trombosit
82.000
BAB 3
PEMBAHASAN
Anemia aplastik adalah suatu kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang
mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentuk darah dalam sumsum
(Sacharin, 2002). Penyakit ini ditandai dengan adanya pansitopenia, di mana terjadi kondisi
defisit sel darah pada jaringan tubuh. Biasanya hal ini juga dikaitkan dengan kurangnya jumlah
sel induk pluripoten, defek pada limfosit T helper, defisiensi regulator humoral atau selular, atau
faktor-faktor lainnya. Umumnya pasien anemia aplastik yang mendapat terapi transplantasi
sumsum tulang dari saudara kembar identik dapat sembuh dari penyakit tersebut. Di samping itu,
anemia aplastik dapat disebabkan oleh induksi obat atau induksi toksin yang menyebabkan
kerusakan sel induk. Penyebab kasus lainnya adalah infeksi virus. Angka kejadian anemia
aplastik sangat rendah, pertahunnya kira-kira 2 – 5 kasus/juta penduduk/tahun (Howard M.R, J
Hamilton, 2008).
sistem eritopoetik.
Agranulositosis (anemia hipoplastik) yaitu aplasia yang mengenai sistem
agranulopoetik.
trombopoetik.
(Ngastiyah, 2005)
1. Faktor kongenital
Sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus,
anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.
b. Obat : Obat-obatan yang dapat menyebabkan depresi pada sumsum tulang dapat dibagi dua:
a) Sitostatika
c. Radiasi : dapat mengakibatkan kerusakan pada sel induk atau lingkungannya. Contoh radiasi
yang dimaksud antara lain pajanan sinar X yang berlebihan ataupun jatuhan radioaktif (misalnya
dari ledakan bom nuklir).
d. Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan sebagainya. Zat-zat kimia yang sering
menjadi penyebab anemia aplastik misalnya benzen, arsen, insektisida, dan lain-lain. Zat-zat
kimia tersebut biasanya masuk melalui kontak kulit pada individu sehingga terjadi akumulasi
bahan-bahan myelotoksik yang diabsorbsi melalui kulit dalam jangka waktu yang lama.
e. Infeksi (misalnya Hepatitis C, EBV, CMV, parvovirus, HIV, dengue), keganasan, gangguan
endokrin.
. (PAPDI,2007)
Ada 3 hal yang menjadi patofisiologi pada anemia aplastik (PAPDI, 2007):
Gangguan pada sel induk pluripoten merupakan penyebab utama terjadinya anemia aplastik. Sel
induk pluripoten yang mengalami gangguan gagal membentuk atau berkembang menjadi sel
darah yang baru. Umumnya hal ini disebabkan kurangnya jumlah atau menurunnya fungsi sel
induk pluripoten. Penanganan yang tepat untuk individu anemia aplastik yang disebabkan oleh
gangguan pada sel induk adalah transplantasi sumsum tulang.
Gangguan pada mikrovaskuler, faktor humoral (misal eritropoetin) atau bahan penghambat
pertumbuhan sel mengakibatkan gagalnya jaringan sumsum tulang berkembang. Gangguan pada
microenvironment menyebabkan hilangnya kemampuan sel tersebut menjadi sel-sel darah. Selain
itu, pada beberapa penderita anemia aplastik ditemukan hambatan pertumbuhan sel. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya limfosit T yang menghambat pertumbuhan sel-sel sumsum tulang.
3. Proses autoimun
Adanya reaksi autoimunitas pada anemia aplastik dibuktikan oleh percobaan in vitro yang
memperlihatkan bahwa limfosit dapat menghambat pembentukan koloni hemopoetik alogenik
dan autologous. Setelah itu, diketahui bahwa limfosit T sitotoksik memerantarai destruksi sel-sel
asal hemopoetik pada kelainan ini. Sel-sel T efektor tampak lebih jelas di sumsum tulang
dibandingkan dengan darah tepi pasien anemia aplastik. Sel-sel tersebut menghasilkan IFN-γ dan
TNF-α yang merupakan inhibitor langsung hemopoesis dan meningkatkan ekspresi Fas pada sel-
sel CD34+. Klon sel-sel T immortal yang positif CD4 dan CD8 dari pasien anemia aplastik juga
mensekresi sitokin Th1 yang bersifat toksik langsung ke sel CD34 positif autologous.
Pada penderita anemia aplastik dapat ditemukan tiga tanda utama yaitu, anemia,
trombositopenia, dan leucopenia (pansitopenia). Ketiga tanda ini disertai dengan gejala sebagai
berikut:
Anemia ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit. Penurunan
Hemoglobin menyebabkan penurunan jumlah oksigen yang dikirimkan ke jaringan,
biasanya ditandai dengan kelemahan, kelelahan, dispnea, takikardia, ekstremitas dingin
dan pucat. Anemia ini berlangsung kronis sehingga pada tubuh telah terjadi proses
adaptasi dan kompensasi agar pasien dapat bertahan hidup dalam kondisi anemia berat
(Howard M.R, J Hamilton, 2008).
Leukopenia atau menurunnya jumlah leukosit kurang dari 4500/mm3 menyebabkan
agranulositosis yang dapat menekan respon inflamasi. Respon inflamasi yang tertekan
akan menyebabkan penurunan sistem imun sehingga mudah terjadi infeksi pada selaput
lendir, kulit, silia saluran nafas (Howard M.R, J Hamilton, 2008).
Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit di bawah 100.000/mm3 yang
ditandai dengan ekimosis, ptekie, epistaksis, perdarahan saluran kemih, perdarahan
susunan saraf dan perdarahan saluran cerna. Gejala dari perdarahan saluran cerna adalah
anoreksia, nausea, konstipasi, diare, stomatitis, atau hematemesis melena (Howard M.R, J
Hamilton, 2008).
Selain itu, hepatosplenomegali dan limfadenopati juga dapat ditemukan pada penderita anemia
aplastikini meski sangat jarang terjadi (Howard M.R, J Hamilton, 2008).
Ada dua jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis anemia aplastik, yaitu
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium.
– Pucat
– Tanda anemia Fanconi, yaitu bintik Café au lait dan postur tubuh yang pendek.
1) Darah Tepi
2) Sumsum Tulang
Dalam kasus yang dibahas ditemukan pasien laki-laki 50 tahun yang datang dengan keluhan
lemasbadan sejak 3 hari sebelum MRS, perlahan dan memberat, sejak 1 tahun yang lalu.
Pasien tampak pucat, kemudiandibawa ke RS Tulungagung dan dikatakan hemoglobinnya
rendah. Setelah 3 bulan, pasien dibawa ke RS Mardi Waluyokarena mengalami gejala yang
sama dan dilakukan aspirasi sumsum tulang. Pasien didiagnosa anemia akibat kegagalan
produksi sumsum tulang dan mendapatkan transfusi darah. Pasien MRS RSSA 1 bulan
kemudian – mendapatkan transfusi darah. Sampai sekarang pasien sudah mendapatkan transfusi
darah sebanyak 3 kali.(tetap saja pansitopenia). 1 tahun yang lalu pasien merasa perutnya
sebelah kiri membesar, terasa penuh, dan mual bila sedang makan, dilakukan USG abdomen
dan hasilnya menunjukkan limpa pasien membesar. Nafsu makan pasien tetap baik, namun
pasien mengalami penurunan berat badan sebesar 10 kg dalam beberapa tahun terakhir. Riwayat
perdarahan disangkal. Saat badannya terasa lemas, pasien juga merasa pusing, pandangan
berkunang-kunang dan mengalami panas badan.Pasien telah bekerja selama 10 tahun dengan
berjualan bahan-bahan kimia untuk pertanian.Dari pemeriksaan fisik ditemukan anemia
konjunctiva dan ekstrimitas, serta traube space dullness. Dari pemeriksaan laboratorium
darah lengkap didapatkan pansitopenia dengan eritrosit yang hipokrom
mikrositik.Berdasarkan hasil pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang yang hiposeluler
tanpa sel dismorfik mengesankan suatu aplastik anemia, dengan cadangan besi negatif..
Dasar terapi anemia aplastik adalah suportif dan definitif dengan transplantasi sumsum tulang.
Anemia aplastik memiliki tingkat mortalitas lebih dari 70% pada penatalaksanaan yang bersifat
suportif saja. Pengobatan spesifik bergantung kepada pemilihan terapi, apakah bersifat suportif
saja, terapi imunosupresan, atau transplantasi sumsum tulang. Rawat inap bagi pasien dengan
anemia aplastik kemungkinan diperlukan saat periode infeksi serta saat pemberian terapi spesifik
seperti antithymocyte globulin (ATG) atau BMT (bone marrow transplant). Dengan
imunosupresan, sepertiga dari jumlah pasien tidak memberikan respon.
Anemia aplastik parah yang didapat mampu disembuhkan dengan penggantian ketiadaan sel
hematopoetik (dan sistem imun) oleh transplan stem cell, atau dapat dijinakkan dengan
penekanan sistem imun sehingga pasien dapat pulih dengan sisa fungsi sumsum tulang. Faktor
tumbuh hematopoetik memiliki kegunaan yang terbatas, dan glucocorticoid tidak bernilai.
Seseorang dengan dugaan terpapar bahan kimia atau obat-obatan harus segera dihentikan,
meskipun sangat jarang terjadi pemulihan spontan dari depresi hitung darah (Fauci, et al, 2011;
Medscape, 2011).
Transplantasi Stem Sel Hematopoetic merupakan pilihan yang terbaik bagi pasien yang lebih
muda dengan donor saudara kandung yang memiliki kecocokan histologis secara penuh.Human
Leukocyte Antigen (HLA) typing harus segera dilakukan secepatnya, segera saat diagnosa anemia
aplastik telah tegak pada anak atau dewasa muda. Bagi kandidat transplan, tranfusi darah dari
anggota keluarga harus dihindari untuk mencegah sensitisasi dari antigen histocompatibility,
namun jumlah produk darah yang terbatas mungkin tidak secara hebat mempengaruhi hasil
terapi. Bagi transplan allogenik dari saudara kandung yang cocok secara keseluruhan, angka
harapan hidup pada anak dapat mencapai kurang lebih 90%. Mortalitas dan morbiditas
meningkat pada dewasa, seringkali disebabkan oleh GVHD kronis dan infeksi serius (Fauci, et
al, 2011; Medscape, 2011).
Pasien berusia lebih dari 20 tahun dengan hitung neutrofil 200 – 500 /mm3 tampaknya lebih
mendapat manfaat dari imunosupresi daripada transplantasi sumsum tulang. Meskipun pada
pasien yang hitungnya sangat rendah, secara umum terapi yang lebih baik untuk diberikan adalah
transplantasi karena dibutuhkan waktu yang lebih pendek untuk resolusi neutropenia. Pasien
neutropenia yang mendapat terapi imunosupresif mungkin baru akan membaik setelah 6 bulan
(Fauci, et al, 2011; Medscape, 2011; PAPDI,2007).
Terapi imunosupresif merupakan modalitas terapi terpenting untuk sebagian besar pasien anemia
aplastik. Obat-obatannya mencakup antara lain antithymocyte globulin (ATG) atau
antilymphocyte Globulin (ALG) dan Cyclosporin (CSA). Mekanisme kerja ATG ata ALG pada
kegagalan sumsum tulang tidak diketahui dan mungkin melalui koreksi terhadap destruksi T-cell
immunomediated pada sel asal, dan stimulasi langsung atau tidak langsung terhadap
hemopoeisis. Terapi ini terutama diberikan pada anemia aplastik yang disebabkan oleh proses
autoimun. Regimen standar ATG yang dikombinasi dengan cyclosporine menginduksi
pemulihan hematologis (lepas mandiri dari tranfusi dan hitung leukosit yang adekuat untuk
mencegah infeksi) pada 60 – 66% dari pasien. Anak-anak dapat berefek dengan baik sedangkan
pada dewasa tua seringkali menderita komplikasi yang diakibatkan munculnya komorbiditas.
Relaps (pansitopeni berulang) seringkali terjadi, terutama saat terputusnya cyclosporine;
kebanyakan pasien dapat merespon dengan pengulangan imunosupresan, namun beberapa pasien
menjadi tergantung kepada pemberian cyclosporine yang terus menerus. Perkembangan MDS,
dengan morfologis sumsum tulang khusus atau gambaran abnormal sitogenetik, terjadi pada 15%
pasien yang mendapatkan penanganan. Pada beberapa pasien, dapat berkembang menjadi
leukemia. Diagnosa laboratorium PNH dapat secara umum dibuat pada waktu munculnya anemia
aplastik dengan alat ukur flow cytometry.
ATG atau ALG diindikasikan pada : 1) Anemia aplastik bukan berat, 2).Pasien tidak memiliki
donor sum-sum tulang yang cocok, 3) Anemia aplastik berat yang berusia lebih dari 20 tahun,
dan pada saat pengobatan tidak terdapat infeksi atau perdarahan atau dengan granulosit lebih dari
200/mm3.
ATG kuda (20 mg/kg/hari) atau antilymphocyte globulin (ALG) kelinci (3,5 mg/kg/hari)
dimasukkan per infus intravena selama 4 atau 5 hari ditambah CsA (12-15 mg/kg/hari) hingga 6
bulan. ATG berikatan dengan sel darah perifer, sehingga hitung platelet dan granulosit dapat
menurun lebih jauh saat terapi aktif. Serum sickness, gejala yang menyerupai flu dengan
karakteristik erupsi kutan serta arthralgia, seringkali terjadi kira – kira 10 hari sejak dimulainya
terapi. Methylprednisolone, 1 mg/kgBB/ hari selama 2 minggu, dapat menjinakkan akibat
imunologis dari infus protein heterolog. Terapi glucocorticoid yang berlebihan atau
berkepanjangan dapat berkaitan dengan nekrosis sendi avaskular. Cyclosporine dimasukkan per
oral pada dosis awal yang tinggi, dengan penyesuaian lebih lanjut sesuai dengan tingkatnya
dalam darah yang didapat setiap 2 minggunya, secara kasar kadarnya harus berkisar antara 150
hingga 200 ng/ml. Efek sampingnya yang paling penting adalah nefrotoksik, hipertensi, kejang,
dan infeksi oportunistik, khususnya Pneumocystis carinii (direkomendasikan untuk memberikan
terapi profilaksis bulanan pentamide per inhalasi) (Fauci, et al, 2011; Medscape, 2011;
PAPDI,2007)..
Steroid anabolik digunakan secara luas untuk terapi anemia aplastik sebelum penemuan terapi
imunosupresif.Androgen merangsang terbentuknya eritropoetin dan sel-sel induk sumsum
tulang. Hormon seksual dapat memberikan efek upregulasi aktifitas gen telomerase secara in
vitro, kemungkinan mekanisme aksinya dalam memperbaiki fungsi sum-sum tulang. Saat ini,
androgen hanya dipakai sebagai terapi penyelamatan pada pasien dengan respon refrakter yang
mendapat terapi imunosupresif. Androgen yang tersedia saat ini antara lain oxymethylone dan
danazol. Komplikasi utama adalah virilisasi dan hepatotoksisitas (Fauci, et al, 2011; Medscape,
2011; PAPDI,2007)..
Pada pasien dengan keparahan sedang atau dengan pansitopenia parah dimana imunosupresan
telah gagal, percobaan pengobatan selama 3 – 4 bulan adalah tindakan yang tepat. Hematopoetic
Growth Factors (HGFs) tidak direkomendasikan sebagai terapi awal untuk anemia aplastik
parah, bahkan perannya sebagai tambahan bagi imunosupresan masih tidaklah jelas (Fauci, et al,
2011; Medscape, 2011; PAPDI,2007).
Pada anemia kronis, kelasi besi, deferoxamine dan defeasirox, harus ditambahkan setiap kira-kira
tranfusi kelima belas untuk menghindari hemochromatosis sekunder (Fauci, et al, 2011;
Medscape, 2011; PAPDI,2007).
Cara lain untuk meningkatkan jumlah sel darah pada anemia aplastik adalah dengan terapi
eritropoietin. Terapi ini dapat digunakan dengan syarat terdapat cadangan besi yang cukup, tidak
boleh terdapat hipertensi berat, dan kadar hemoglobinnya berkisar 8 mg/dl. Namun demikian,
kemungkinan keberhasilan terapi ini kurang baik pada anemia aplastik yang disebabkan oleh
defek sumsum tulang, sedangkan untuk anemia aplastik karena penyebab lainnya terapi ini masih
dapat digunakan (Fauci,et al,2011).
Infeksi adalah penyebab utama mortalitas. Faktor resiko mencakup neutropenia berkepanjangan
dan penggunaan kateter jangka panjang untuk terapi spesifik. Infeksi fungal, khususnya yang
disebabkan oleh spesies Aspergillus, sebagai resiko paling besar. Terapi antibiotik spektrum luas
empiris harus diberikan, di mana mencakup sensitif terhadap gram-negatif dan positif (Fauci,et
al,2011).
Mencuci tangan, metode satu-satunya yang paling baik untuk mencegah tersebarnya infeksi,
tetap menjadi praktik yang seringkali dilupakan. Antibiotik yang tidak diabsorbsi untuk
dekontaminasi saluran cerna sangat rendah ditoleransi dan tidak memiliki nilai yang terbukti.
Isolasi total tidak mengurangi mortalitas dari infeksi.
Aspirin dan jenis NSAID yang menghambat fungsi dari platelet harus dihindari (Fauci, et al,
2011; Medscape, 2011; PAPDI,2007).
Gizi bagi pasien dengan anemia aplastik yang memiliki neutropenia atau yang sedang mendapat
terapi imunosupresif harus sangat diperhatikan untuk tidak mengkonsumsi buah-buah mentah,
produk peternakan, atau buah, dan sayur-sayuran yang tidak higienis yang memungkinkan
kolonisasi bakteri, fungus, atau pun molds. Lebih jauh lagi, diet rendah garam direkomendasikan
selama terapi dengan steroid atau CSA (cyclosporin).
Pasien harus menghindari aktifitas yang meningkatkan resiko trauma selama periode
thrombocytopenia.Resiko CAI (Community AcquiredInfection) meningkat selama periode
neutropenia.
Kontrol pasien diperlukan untuk memantau hitung darah dan kejadian yang tidak diinginkan dari
efek berbagai obat.
Secara keseluruhan pemberian terapi pasien pada laporan kasus masih mencakup
penatalaksanaan simptomatis saja, karena mengutamakan perbaikan masalah anemia serta
perbaikan kondisi umum pasien. Sedangkan permasalahan yang belum manjadi perhatian adalah
terapi definitif dari anemia aplastik.
Dalam problem oriented medical record pasien ini, tercantum 3 masalah yang harus diterapi
antara lain : 1). General weakness weakness due to anemia, 2).Anemia Aplastic. 3). Anemia
defisiensi besi.
General Weakness due to anemia diterapi dengan pemberian cairan parenteral normal saline
0,9% dengan 20 tetes tiap menit, pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein 2100 kcal/hari,
pemberian tablet per oral yaitu B6/B12 (3 x 1 tab per hari) dan asam folat (1x 3 tab per hari).
Pemberian normal saline 0,9% (NS 0,9%) ditujukan untuk memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh dan asupan nutrisi tambahan. NS 0,9% merupakan cairan kristaloid yang
memiliki berat jenis rendah (<8000 dalton) tanpa kandungan glukosa sebagai tambahan, Cairan
jenis ini memiliki tekanan onkotik yang rendah sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang
ekstra seluler.
Diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP) adalah diet yang mengandung energi dan protein di atas
kebutuhan normal. Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa ditambah bahan makanan sumber
protein tinggi seperti susu, telur, dan daging, atau dalam bentuk minuman enteral energi tnggi
protein tinggi. Pemberian diet ini bila pasien telah memiliki cukup nafsu makan dan dapat
menerima makanan lengkap. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein
yang meningkat dan mencegah atau mengurangi kerusakan jaringan tubuh, menambah berat
badan hingga mencapai berat badan normal. Syarat-syarat diet tinggi kalori tinggi protein adalah
1).Energi tinggi, yaitu 40 – 45 kkal/kg, 2).Protein tinggi, yaitu 2,0 – 2,5 g/kg, 3).Lemak cukup,
yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total., 4).Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi
total, 5).Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan normal. 6). Makanan diberikan dalam
bentuk mudah cerna. Indikasi pemberian diet ini adalah kepada pasien yang : 1). Kurang energi
protein (KEP) 2).Sebelum dan sesudah operasi tertentu, serta selama radioterapi dan kemoterapi.
3). Luka bakar berat dan baru sembuh dari penyakit dengan panas tinggi, 4). Hipertiroid, hamil,
post-partum atau keadaan lemas badan dimana kebutuhan energi meningkat., 5) Anemia oleh
karena berbagai sebab. Pada pasien ini, harapannya dengan pemberian asupan tinggi kalori dan
protein, dapat membantu perbaikan kondisi pasien.
Pemberian suplemen vitamin B6, B12, serta asam folat berguna dalam pembentukan sel darah
merah. Asam folat memiliki mekanisme partisipasi dalam sintesa DNA dan eritropoesis,
meskipun penggunaan vitamin ini tidak efekif secara tunggal pada kondisi anemia pernisiosa,
aplastik atau anemia normositik. Suplemen ini banyak digunakan pada anemia megaloblastik
oleh karena kekurangan asam folat, anemia yang bersumber dari nutrisi, kehamilan, dan
peningkatan serum homocysteine. Pyridoxine (vitamin B6) adalah suplemen lainnya yang juga
bermanfaat dalam memperbaiki kondisi anemia. Kekurangan zat ini terbukti dapat menyebabkan
anemia, confusion, depresi, kecemasan, inflamasi mulut, bibir, dan lidah, meski sangat jarang
namun dapat mengakibatkan kejang. Defisiensi cyanocobalamin (vitamin B12) dapat
mengakibatkan anemia makrositik, kerusakan saraf, dan demensia. Cyanocobalamin memiliki
fungsi dalam fungsi dan reaksi fisiologis dalam tubuh. Pemakaian kombinasi antara asam folat /
cyanocobalamin (B12) / pyridoxine (B6) sebagai suplemen nutrisi pada gagal ginjal stadium
akhir, dialisis, hiperhomosisteinemia, homosistinemia, sindrom malabsorbsi, dan defisiensi diet.
Anemia Aplastik diterapi dengan transfusi PRC (Packed Red Cell) 2 labu per hari hingga
mencapai target Hb lebih dari sama dengan 10 g/dl. Tranfusi yang dilakukan terutama untuk
memperbaiki kondisi penurunan Hb akibat pansitopeni anemia aplastik (kondisi pasien : Hb : 2,1
g/dl, Hematokrit : 7,5 %, Leukosit: 1640 /mm3, Trombosit: 72.000 /mm3). Tranfusi terutama
adalah packed red cell agar tercapai hemokonsentrasi, juga mencegah terjadinya alloimunisasi,
serta transmisi berbagai penyakit terutama yang disebabkan oleh CMV. Hal ini ditujukan pula
untuk menghambat terjadinya GVHD ( graft versus host disease ) serta memperbaiki prognosa
apabila pasien mendapatkan terapi transplantasi sum – sum tulang. Transfusi ini perlu untuk
terus dilakukan hingga diagnosis dapat ditegakkan atau pasien mendapatkan terapi yang lebih
spesifik seperti transplantasi sum-sum tulang atau imunosupresan.
Pemberian transfusi pada pasien ini ditujukan hingga pasien mendapatkan Hb lebih dari sama
dengan 10 g/dl, meskipun secara teori, kadar 7–8 g/dl cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme pasien kecuali pada pasien dengan faktor resiko orang tua dan penyakit
kardiovaskuler. Kelasi besi perlu dipertimbangkan pada pasien ini mengingat kondisi anemia
menjadi kronis sehingga perlu terapi untuk mengeluarkan zat besi yang menumpuk di dalam
tubuh, baik dengan deferoxamine atau defeasirox untuk mencegah terjadinya hemochromatosis
sekunder.
Transfusi Trombosit Concentrate masih belum perlu diberikan terhadap pasien ini oleh karena
kadar trombosit dalam tubuh pasien masih 72.000 /mm3 serta belum nampaknya gejala
perdarahan. Pemberian tranfusi trombosit konsentrat berulang dapat mengakibatkan
terbentuknya zat anti terhadap trombosit donor. Batasan dari literatur adalah trombosit yang
kurang dari 20.000 /mm3. Resiko perdarahan meningkat bila trombosit kurang dari 20.000/mm3.
Anemia defisiensi besi dapat diterapi dengan preparat besi oral maupun parenteral. Preparat oral
diberikan 300 mg per hari (3-4 tablet 50-65 mg). Idealnya, preprat besi oral dikonsumsi pada saat
perut kosong karena makanan menghambat absorbsi besi. 200-300 mg besi per hari
meningkatkan absorbs besi sampai 50 mg per hari. Hal ini mendukung produksi eritrosit 3-4 kali
pada sumsum tulang nomal dan stimulus eritropoietin yang cukup. Tujuan terapinya selain untuk
memperbaiki anemia, juga menyediakan cadangan besi 0,5-1 gram. Untuk itu diperlukan
pemberian suplemen besi selama 6-12 bulan. Efek samping pemberian preparat besi oral berupa
nyeri perut, mual, muntah, dan konstipasi sehingga menyebabkan kurangnya compliance (Fauci,
et al, 2011).
Preparat besi parenteral diberikan apabila pasien intoleran terhadap preparat oral, atau
memerlukan besi secara akut, misalnya pada perdarahan gastrointestinal yang terus berlangsung.
Preparat besi parenteral dapat diberikan dengan dua cara. Pertama, menggunakan dosis total
yang diperlukan untuk mengoreksi defisit hemoglobin dan menyediakan cadangan besi 500 mg.
Kedua, menggunakan dosis kecil berulang selama perode waktu tertentu, biasanya 100 mg tiap
minggu selama 10 minggu. Preparat besi parenteral memiliki risiko anafilaksis. Gejala umum
yang muncul beberapa hari setelah pemberian adalah atralgia, ruam kulit, dan demam (Fauci, et
al, 2011).
1. Berakhir dengan remisi sempurna. Hal ini jarang terjadi kecuali bila iatrogenik akibat
kemoterapi atau radiasi. Remisi sempurna biasanya terjadi segera.
2. Meninggal dalam 1 tahun. Hal ini terjadi pada sebagian besar kasus.
3. Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih. Membaik dan bertahan hidup lama namun
kebanyakan kasus mengalami remisi tidak sempurna (Sudoyo, dkk., 2009).
Jadi pada anemia aplastik telah dibuat cara pengelompokan lain untuk membedakan antara
anemia aplastik berat dengan prognosis buruk dengan anemia aplastik lebih ringan dengan
prognosis yang lebih baik (Sudoyo, dkk., 2009).
Perjalanan penyakit pada anemia aplastik yang berat akan berakhir dengan kerusakan yang
semakin memburuk dan pada akhirnya menyebabkan kematian. Persediaan pertama terhadap sel
darah merah dan kemudian dilakukan transfusi platelet serta pemberian antibiotik yang efektif
merupakan antara langkah yang dapat memberikan keuntungan, namun demikian hanya sedikit
saja dari penderita yang menunjukan perbaikan yang spontan.Prognosis dapat ditentukan
terutama dengan melihat hitung darah.Penyakit yang berat dibuktikan dengan adanya 2-3
parameter tersebut.Antaranya adalah hitung neutrofil absolut 500/uL, hitung platelet
20,000/uL, dan hitung retikulosit yang telah dikoreksi 1% (atau hitung retikulosit absolut
60,000/uL). Nilai survival pada pasien yang memenuhi kriteria tersebut di atas adalah
sebanyak 20% dalam jangka waktu 1 tahun setelah terdiagnosa dan dengan hanya
mendapat terapi suportif. Pada pasien dengan penyakit yang sangat berat yang ditandai dengan
nilai neutrofil absolut sebanyak 200/uL memberikan prognosis yang jauh lebih buruk. Namun
demikian, dengan terapi yang efektif angka harapan hidup menjadi lebih baik.
Pada pemeriksaan darah pasien ini ditemukan jumlah neutrofil absolut 950/uL,trombosit
72.000/mm3, dan retikulosit 4 promil. Hal ini menunjukkan pasien belum memenuhi kriteria
anemia aplastik derajat berat. Namun demikian respon terapi pasien kurang baik (refrakter) dan
memerlukan transfusi darah berulang sehingga prognosisnya dubia.
BAB 4
KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien laki-laki 50 tahun dengan anemia aplastik. Pasien datang dengan
keluhan lemas badan sejak 3 hari sebelum MRS yang perlahan dan memberat. Pasien sering
mengalami panas badan, dan kadang-kadang BAB berwarna merah atau hitam. Pasien juga
mengeluh perut sebelah kiri membesar. Pasien pernah didiagnosa anemia aplastik dan telah
menjalani transfusi darah sebanyak 3 kali. Dari pemeriksaan fisik didapatkan anemis pada
konjungtiva dan ekstremitas pasien, serta splenomegali. Dari pemeriksaan darah lengkap
didapatkan pansitopeni dan aspirasi sumsum tulang mengesankan anemia aplastik. Pemeriksaan
USG abdomen menunjukkan splenomegali.
Penatalaksanaan pada pasien ini, masih sejauh penatalaksanaan perbaikan keadaan umum dan
penatalaksanaan kegawatan anemia yang terjadi serta mencegah terjadinya perdarahan, yaitu
dengan pemberian tranfusi packed red cell hingga Hb ≥10 g/dl. Terapi spesifik dengan
imunosupresan dan terapi transplantasi sum – sum tulang tidak dilakukan.
Prognosis pada pasien ini dubia karena anemia aplastik pada pasien ini belum memenuhi kriteria
derajat berat, namun respon terapi pasien kurang baik (refrakter) dan memerlukan transfusi darah
berulang.