Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
B. Insidens
Said (2007) menyatakan bahwa diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita di negara berkembang
termasuk di Indonesia disebabkan oleh pneumokokus dan Hib. Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan
terjadi lebih 2 juta kematian balita karena pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah
Tangga tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa
pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir 300 balita setiap
hari, atau 1 balita setiap 5 menit.
Menunjuk angka-angka di atas bisa dimengerti para ahli menyebut pneumonia sebagai The Forgotten
Pandemic atau "wabah raya yang terlupakan" karena begitu banyak korban yang meninggal karena
pneumonia tetapi sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah pneumonia. Tidak heran bila
melihat kontribusinya yang besar terhadap kematian balita pneumonia dikenal juga sebagai "pembunuh
balita nomor satu".
Senada dengan Said, Betz dan Sowden (2002) menyatakan bahwa insidens dari pneumonia antara lain :
1. Pneumonia virus lebih sering dijumpai daripada pneumonia bakterial
2. Pneumonia streptokokus paling sering terdapat pada 2 tahun pertama kehidupan. Pada 30 % anak
dengan pneumonia yang berusia kurang dari 3 bulan dan pada 70 % anak dengan pneumonia yang
berusia kurang dari 1 tahun.
3. Pneumonia pneumokokus mencakup 90 % dari semua pneumonia.
4. Mikoplasma jarang menimbulkan pneumonia pada anak yang berusia 5 tahun, mereka berhubungan
dengan 20 % kasus pneumonia yang di diagnosis pada pasien antara umur 16 dan 19 tahun.
5. Pneumonia akan terjadi lebih berat dan lebih sering pada bayi dan anak-anak kecil
6. Virus sinsisium respiratori merupakan penyebab terbesar dari kasus pneumonia virus.
7. Infeksi virus saluran nafas atas adalah penyebab kematian kedua pada bayi dan anak kecil.
8. Pneumonia mikoplasma mencakup 10 sampai 20 % pneumonia yang dirawat di rumah sakit.
C. Klasifikasi
Pneumonia dikelompokkan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan. Salah satu diantaranya adalah
berdasarkan cara diperolehnya, dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu "community-acquired" (diperoleh diluar
institusi kesehatan) dan "hospital-acquired" (diperoleh di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya).
Pneumonia yang didapat diluar institusi kesehatan paling sering disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae. Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada saat
menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita untuk melawan infeksi seringkali
terganggu. Selain itu, kemungkinannya terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik
adalah lebih besar (www.sehatgroup.web.id).
Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun sebagai komplikasi dari
beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia dikenal sebagai berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila
kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen
untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia
loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar (interstisium) dan
jaringan peribronkial serta interlobular.
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, virus, atipikal (mukoplasma),
bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang terjadi yang mingkin terjadi karena histomikosis,
kokidiomikosis, dan jamur lain.
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat pada anak dari semua
kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat
akut atau berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat
dapat berupa demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal
penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim gugur dan musim
dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau
berat. Gejala sistemik umum seperti demam, mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise,
anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya batuk
bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau bercak darah.
Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.
3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia streptokokus, manifestasi
klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme individual menghasilkan gambaran klinis yang
berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit
yang akut , demam, malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan
nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.
Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia, pneumonia dapat diklasifikasikan:
1. Usia 2 bulan – 5 tahun
a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat dengan adanya tarikan dinding
dada bagian bawah.
b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia 2 bulan – 1 tahun frekuensi
nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5 tahun 40 x/menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat disertai dengan demam, tetapi
tanpa terikan dinding dada bagian bawah dan tanpa adanya nafas cepat.
2. Usia 0 – 2 bulan
a. Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau nafas cepat yaitu frekuensi
nafas 60 x/menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.
Menurut Depkes RI (2002) klasifikasi pneumonia menurut program P2 ISPA antara lain :
1. Pneumonia sangat berat
Ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat minum.
2. Pneumonia berat
Ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan dapat minum.
3. Pneumonia sedang
Ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan pernafasan cepat.
Klasifikasi pneumonia atas dasar anatomis dan etiologis, antara lain :
1. Pembagian anatomis
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia lobularis (bronchopneumonia)
c. Pneumonia interstitialis (brochitis)
2. Pembagian etiologis
a. Bakteria : diplococcus pneumoniae, pneumococcus, streptococcus nerus, dll
b. Virus : respiratory syncytial virus, virus influensa, adenovirus, dll
c. Mycoplasma pneumonia
d. Jamur : aspergillus species, candida albicans, dll
e. Aspirasi : karosen, makanan, cairan amnion, benda asing
f. Pneumonia hipostatik
g. Sindrom loeffler
D. Etiologi
Penyebab pneumonia antara lain :
1. Bakteri (paling sering menyebabkan pneumonia pada dewasa) yakni Streptococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus, Legionella, dan Hemophilus influenzae.
2. Virus : virus influenza, chicken-pox (cacar air)
3. Organisme mirip bakteri : Mycoplasma pneumoniae (terutama pada anak-anak dan dewasa muda)
4. Jamur tertentu.
Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama pembedahan perut) atau cedera (terutama
cedera dada), sebagai akibat dari dangkalnya pernafasan, gangguan terhadap kemampuan batuk dan
lendir yang tertahan. Yang sering menjadi penyebabnya adalah Staphylococcus aureus, pneumokokus,
Hemophilus influenzae atau kombinasi ketiganya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri, yang tersering yaitu bakteri
Streptococcus pneumoniae pneumococcus. Pneumonia pada anak-anak paling sering disebabkan oleh
virus pernafasan, dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Pada usia sekolah, pneumonia paling
sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae (www.sehatgroup.we.id).
E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang biasa ditemukan adalah:
1. Batuk berdahak (dahaknya seperti lendir, kehijauan atau seperti nanah)
2. Nyeri dada (bisa tajam atau tumpul dan bertambah hebat jika penderita menarik nafas dalam atau
terbatuk)
3. Menggigil
4. Demam
5. Mudah merasa lelah
6. Sesak nafas
7. Sakit kepala
8. Nafsu makan berkurang
9. Mual dan muntah
10. Merasa tidak enak badan
11. Kekakuan sendi
12. Kekakuan otot.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan antara lain kulit lembab, batuk darah, pernafasan yang cepat,
cemas, stress, tegang dan nyeri perut (www.sehatgroup.we.id).
F. Patofisiologi
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai alveoli, reaksi inflamasi
akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan serosa ke dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut
memberikan media bagi pertumbuhan bakteri. Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga
menghambat aliran oksigen ke dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya
terjadi hipoksemia (Engram 1998).
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002) dapat dilakukan antara lain :
1. Kajian foto thorak– diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status pulmoner
(untuk mengkaji perubahan pada paru)
2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner sehubungan dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya anemia, infeksi dan proses
inflamasi
4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin– mengesampingkan kemungkinan TB jika anak tidak berespons terhadap
pengobatan
6. Jumlah leukosit– leukositosis pada pneumonia bakterial
7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan beratnya penyakit
dan membantu mendiagnosis keadaan
8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
9. Kultur darah – spesimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya seperti virus dan bakteri
10. Kultur cairan pleura– spesimen cairan dari rongga pleura untuk menetapkan agens penyebab seperti
bakteri dan virus
11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang utama dari pohon
trakeobronkhial; jaringan yang diambil untuk diuji diagnostik, secara terapeutik digunakan untuk
menetapkan dan mengangkat benda asing.
12. Biopsi paru– selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan kajian diagnostik.
Sedangkan menurut Engram (1998) pemeriksaan penunjang meliputi
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan predominan polimorfonuklear.
Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.
b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm. Protein di atas 2,5 g/dl dan
glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.
c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat menyokong diagnosa.
d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
2. Pemeriksaan mikrobiologik
a. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah, aspirasi trachea
fungsi pleura, aspirasi paru.
b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.
3. Pemeriksaan imunologis
a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab.
c. Spesimen: darah atau urin.
d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex agglutination, atau latex
coagulation.
4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap mikroorganisme penyebab
pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi ringan sampai bercak-
bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu lobus
(pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan bronkopneumonia difus atau infiltrate
interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan penyakit. Infiltrat
mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau
hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumhya penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.
H. Komplikasi
Menurut Engram (1998) dan Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering terjadi menyertai pneumonia
adalah abses paru, efusi pleural, empiema, gagal nafas, perikarditis, meningitis, pneumonia interstitial
menahun, atelektasis segmental atau lobar kronik, atelektasis persiten, rusaknya jalan nafas, kalsifikasi
paru, fibrosis paru, bronkitis obliteratif dan bronkiolitis.
Pada pasien usia lanjut usia risiko terjadinya komplikasi tinggi sebab struktur sistem pulmonal telah
berubah karena proses penuaan (komplain jaringan paru menurun, kemampuan batuk efektif menurun
dan kemampuan ekspansi paru menurun sebagai akibat dari kalsifikasi kartilago vertebra.
I. Penatalaksanaan Medis
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per-oral (lewat mulut) dan
tetap tinggal di rumah. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit
jantung atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu
diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan
memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu
(www.sehatgroup.we.id).
Engram (1998) menyatakan bahwa penatalaksanaan medis umum terdiri dari
1. Farmakoterapi : antibiotik (diberikan secara intravena), ekspektoran, antipiretik dan analgetik.
2. Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol
3. Fisioterapi dada dengan drainage postural.
Dalam melakukan terapi pada penderita pneumonia, yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Perhatikan hidrasi.
2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.
3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi ADH juga akan berlebihan.
4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.
5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan keadaan klinis pengukuran
pulse oksimetri.
6. Pengobatan antibiotik:
a. Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari atau penisilil prokain i.m 600.000
V/kali/hari atau amphisilin 1000 mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 – 10 hari untuk kasus yang tidak terjadi
komplikasi.
b. Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten terhadap ampisillin.
c. Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi ketiga, misal sefatoksim.
d. Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P. Aeruginosa umumnya resisten terhadap
ampisillin dan derivatnya. Dapat diberi kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.
e. Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk pneumonia karena M. Pneumoniae.
Roksitromisin mempenetrasi jaringan lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan dibanding
plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan compliance dan efficacy.
f. Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C. pneumonie in vitro dan mempenetrasi
jaringan lebih baik.
J. Pencegahan
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas dalam dan terapi untuk
membuang dahak, bisa membantu mencegah terjadinya pneumonia (www.sehatgroup.we.id). Vaksinasi
bisa membantu mencegah beberapa jenis pneumonia pada anak-anak dan orang dewasa yang beresiko
tinggi yakni :
1. Vaksin pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus pneumoniae)
2. Vaksin flu
3. Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus influenzae type b).
Upaya pencegahan merupakan komponen strategis dalam pemberantasan pneumonia pada anak; terdiri
dari pencegahan melalui imunisasi dan upaya pencegahan non-imunisasi. Program Pengembangan
Imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah selama ini
dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat pneumonia. Hal ini dapat dimengerti karena campak,
pertusis dan juga difteri bisa juga menyebabkan pneumonia atau merupakan penyakit penyerta pada
pneumonia balita.
Di samping itu, sekarang telah tersedia vaksin Hib dan vaksin pneumokokus konjugat untuk pencegahan
terhadap infeksi bakteri penyebab pneumonia dan penyakit berat lain seperti meningitis. Namun vaksin
ini belum masuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI) Pemerintah.
Yang tidak kalah penting sebenarnya adalah upaya pencegahan non-imunisasi yang meliputi pemberian
ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang baik, penghindaran pajanan asap rokok, asap dapur dIl; perbaikan
lingkungan hidup dan sikap hidup sehat; yang kesemuanya itu dapat menghindarkan terhadap risiko
terinfeksi penyakit menular termasuk penghindaran terhadap pneumonia (Said 2007).
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Menurut Betz dan Sowden (2002) pengkajian keperawatan pada pneumonia meliputi :
a. Kaji kepatenan jalan nafas
b. Kaji tanda-tanda gawat pernafasan dan respons terhadap terapi oksigen
c. Kaji respons anak terhadap pengobatan
d. Kaji kemampuan keluarga untuk penatalaksanakan program pengobatan di rumah
Pengkajian keperawatan :
a. Riwayat pasien : panas, batuk, perubahan pola makan, kelemahan, penyakit respirasi sebelumnya,
perawatan di rumah, penyakit lain yang diderita anggota keluarga di rumah.
b. Pemeriksaan fisik : demam, dispneu, takipneu, sianosis, penggunaan otot pernafasan tambahan, suara
nafas tambahan, rales, ronki, kenaikan sel darah putih (bakteri pneumonia), arterial blood gas, x-ray dada.
c. Psikososial dan faktor perkembangan : usia, tingkat perkembangan, kemampuan memahami
rasionalisasi intervensi, pengalaman berpisah dengan orang tua, mekanisme koping yang dipakai
sebelumnya, kebiasaan (pengalaman yang tidak menyenangkan, waktu tidur/rutinitas pemberian pola
makan, obyek favorit).
d. Pengetahuan pasien dan keluarga : pengalaman dengan penyakit pernafasan, pemahaman akan
kebutuhan intervensi pada distress pernafasan, tingkat pengetahuan, kesia dan keinginan untuk belajar.
Pathway
Betz, C. L., & Sowden, L. A 2002, Buku saku keperawatan pediatri, RGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn, E., 2002, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Engram, B 1998, Rencana asuhan keperawatan medikal bedah, Volume 1, EGC, Jakarta.
Hidayat, A. A., 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Salemba Medika, Jakarta.
Iqbal, 2007, Sistem Pernafasan dan Penyakitnya, Artikel diakses dari www.sehatgroup.com
Mansjoer, Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FK-UI, Jakarta.