Você está na página 1de 34

“ANCAMAN SAMPAH TERHADAP

DEFORESTASI MANGROVE DAN KRISIS


SUMBER DAYA LAUT PULAU SERANGAN”

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
ABSTRAK:

SAMPAH MANGROVE SDL

Sampah merupakan masalah pelik yang tengah diperbincangkan dan


gencar diatasi oleh pemerintah maupun masyarakat yang peduli dengan
lingkungan. Hal ini diakibatkan oleh dampak yang sangat besar dan signifikan
terhadap kehidupan manusia yang akan terlihat setelah kesalahan dalam
bagaimana menangani sampah tersebut.

TPA Suwung di Denpasar merupakan TKP yang menjadi objek


penanganan sampah di kota Denpasar, yang sebelumnya merupakan kawasan
Hutan Mangrove yang begitu subur. Pengalihan lahan ini mengakibatkan krisis
sumber daya laut yang menjadi Tumpuan Hidup nelayan di Pulau Serangan.
Bagaimanakah menyelesaikan polemik ini? Dan apa yang sebenarnya terjadi dan
solusi yang telah dilakukan pemerintah dapat kita simak dari studi kasus ini.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Konteks Penelitian


Konteks penelitian dan observasi ini mengenai kemungkinan adanya
pencemaran lingkungan baik itu pencemaran tanah, air maupun udara yang sesuai
dengan mata kuliah yang dikaji yakni Ilmu Pengetahuan Lingkungan.

Alasan kami mengambil judul “ANCAMAN SAMPAH TERHADAP


DEFORESTASI MANGROVE DAN KRISIS SUMBER DAYA LAUT PULAU
SERANGAN” agar sesuai dengan konsep pencemaran dan mencari apakah ada
dampaknya terhadap lingkungan maupun kehidupan social. Kami sengaja memilih
fokus kerusakan hutan sebagai judul dalam tugas akhir ini dengan berbagai
pertimbangan. Pertama, kami mengkaji secara khusus dan mendetail mengenai
lingkungan yang paling dekat dengan kehidupan di sekeliling kita. Kedua, kami
sebagai warga merasa ingin tahu untuk memahami dan mencari solusi terbaik dari
masalah yang bertahun-tahun menjadi perbincangan di media massa. Dan, Ketiga,
dengan membaca tulisan ini, mudah-mudahan kita semua akan sadar bahwa
lingkungan yang paling dekat dengan kita saat ini sesungguhnya sudah kondisi
yang sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak, setelah menentukan judul, kami
terjun langsung untuk menelitidan mendata mengenai kondisi yang sebenarnya
pada 3 lokasi di pesisir Bali Selatan. Antara lain, TPA (Tempat Pembuangan
Akhir) Suwung Denpasar, Desa Pulau Serangan dan wilayah konservasi alam “
MIC ” yang singkatan dari “ Mangrove Information Centre “ untuk memperoleh
keakuratan data secara objektif.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
1.2 Fokus Kajian
Kami mengambil fokus kajian kali ini khusus di bidang pencemaran
lingkungan darat, pesisir dan lautan. Artinya jika benar adanya pencemaran di
ligkungan darat , bagaimanakah hubungan dan dampaknya terhadap keadaan
lingkungan pesisir dan lautan, khususnya di daerah Denpasar Selatan.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui metodologi dan jalannya penelitian dan observasi langsung.


Menemukan adanya gejala gejala pencemaran.
Menyimpulkan gejala hubungan antara ketiga variable atau obyek obyek
yang menjadi lokasi observasi tersebut.
Mencari solusi dari kemungkinan pencemaran yang mungkin ditimbulkan.

1.4 Rumusan Masalah

Bagaimana metodologi dan jalannya penelitian dan observasi langsung


yang dilaksanakan?
Apakah ada gejala gejala pencemaran di setiap lokasi penelitian?
Adakah gejala hubungan antara ketiga variable atau obyek obyek yang
menjadi lokasi observasi tersebut?
Apa solusi pemecahan dari kemungkinan pencemaran yang mungkin
ditimbulkan?

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
BAB II

PERSPEKTIF TEORETIK DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tentang Sampah

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah


berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan didefinisikan oleh manusia menurut
derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep
sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama
proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia
didefinisikan konsep lingkungan maka Sampah dapat dibagi menurut jenis-
jenisnya. (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 12.38, 13 Desember
2011)

2.1.1 Penggolongan sampah

Secara garis besar sampah dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

a. Sampah organik atau basah, jenis sampah ini merupakan sampah yang
dapat mengalami pembusukan secara alami.
b. Sampah anorganik atau kering, jenis sampah yang tidak dapat
mengalami pembusukan secara alami.
c. Sampah berbahaya, sampah yang secara langsung maupun tidak
langsung membahayakan manusia maupun hewan seperti batterai, botol
racun nyamuk, jarum suntik bekas dan lain-lain.

2.1.2 Permasalahan Sampah

Secara umum pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan

lingkungan akan dapat mengakibatkan:

a. Tempat berkembang dan sarang dari serangga dan tikus. 5


b. Menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air dan udara.
c. Menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang membahayakan
kesehatan.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
2.1.3 Tata cara pemusnahan sampah

Beberapa cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan atau biasa


dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Penumpukan / Open Dumping. Dengan metode ini, sebenarnya sampah


tidak dimusnahkan secara langsung, namun dibiarkan membusuk menjadi bahan
organik. Metode penumpukan bersifat murah, sederhana, tetapi menimbulkan
resiko karena berjangkitnya penyakit menular, menyebabkan pencemaran,
terutama bau, kotoran dan sumber penyakit.

b. Pengkomposan. Cara pengkomposan merupakan cara sederhana dan dapat


menghasiikan pupuk yang mempunyai nilai ekonomi. Teknologi komposting yang
menghasilkan kompos untuk digunakan sebagai pupuk maupun penguat struktur
tanah.

c. Pembakaran.Metode ini dapat dilakukan hanya pada sampah yang dapat


dibakar habis. Teknologi pembakaran (Incinerator),dengan cara ini dihasilkan
produk samping berupa logam bekas (skrap) dan uap yang dapat dikonversikan
menjadi energi listrik.

d. Sanitary landfill. Metode ini hampir sama dengan penumpukan, tetapi


cekungan yang telah penuh terisi sampah ditutupi tanah, namun hal ini
memerlukan areal khusus yang sangat luas. Secara umum Sanitary Landfill terdiri
atas elemen sebagai berikut :

Lining System, berguna untuk mencegah atau mengurangi kebocoran


leachate ke dalam tanah yang akhirnya bisa mencemari air tanah.Biasanya
lining system terbuat dari compacted clay, geomembran atau campurn
tanah dengan bentonite.
Leachate Collection System dibuat di atas lining system dan berguna
untuk mengumpulkan leachate dan memompa keluar sebelum leachate
menggenang di lining system yang akhirnya akan menyerap ke dalam
tanah. Leachate yang dipompa keluar melalui sumur yang disebut leachate
Extraction system yang biasanya dikirim ke wastewater untuk diproses 6
sebelum pembuangan akhir.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
Cover atau Cau system, berguna untuk menguranggi cairan akibat hujan
yang masuk ke dalam landfill. Dengan berkurangnya cairan yang masuk
akan mengurangi leachate.
Gas Ventilation System berguna unntuk mengendalikan aliran dan
konsentrasi di dalam landfill, dengan demikian mengurangi resiko gas
mengalir di dalam tanah tanpa terkendali yang akhirnya dapat
menimbulkan peledakan.
Monitoring System, bisa dibuat di dalam atau di luar landfill sebagai
peringatan dini kalau terjadi kebocoran atau bahaya kontaminasi di
lingkungan sekitar.

e. Controlled Landfill System ( Sistem timbun terkendali ) merupakan


peralihan antara open dumping dengan Sanitary Landfill dimana sampah dari TPS
di buang ke TPA dan pada suatu waktu ditimbun dengan tanah.

f. Teknologi daur ulang. Pada umumnya barang-barang yang dapat didaur


ulang adalah bahan anorganik seperti plastik, kertas, kaca, karet, dan logam.
Umumnya setelah diolah barang-barang tersebut dapat menghasilkan sampah
potensial, yang bentuknya tidak jauh berbeda dari bentuk asalnya.

Sumber : (Daniel, T. S., Hasan, P. dan Vonny, S. 1985. Tekhnologi


Pemanfaatan Sampah Kota dan Peran Pemulung Sampah : Suatu Pendekatan
Konseptual.)

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
2.2 Tentang Hutan Mangrove

Sumber : (Data mengenai mangrove ini kami dapat dari kunjungan ke


Mangrove Information Center Denpasar pada hari Rabu, 22 Desember 2011)

2.2.1 Pengertian Mangrove

Kata “mangrove” berkaitan sebagai tumbuhan tropis yang komunitas


tumbuhnya didaerah pasang surut dan sepanjang garis pantai (seperti : tepi pantai,
muara laguna (danau pinggir laut) dan tepi sungai) yang dipengaruhi kondisi
pasang surut air laut. Menurut FAO (1952) definisi mangrove adalah pohon dan
semak-semak yang tumbuh dibawah ketinggian air pasang tertinggi. Mangrove
merupakan varietas yang besar dari famili tumbuhan, yang beradaptasi pada
lingkungan tetentu. Tomlinson (1986) mengklasifikasikan jenis mangrove
menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu : Kelompok Mayor, Kelompok Minor,
Kelompok Asosiasi Mangrove.

2.2.2 Habitat Mangrove


Sebagian pohon mangrove dijumpai disepanjang pantai terlindung yang
berlumpur, bebas dari angin yang kencang dan arus (misalnya di mulut muara
sungai besar). Mangrove juga dapat tumbuh diatas pantai berpasir dan berkarang,
terumbu karang dan dipulau-pulau kecil. Sementara itu air payau bukanlah hal
pokok untuk pertumbuhan mangrove, mereka juga dapat tumbuh dengan subur
jika terdapat persediaan endapan yang baik dan pada air tawar yang berlimpah.

Hutan mangrove dapat tersebar luas dan tumbuh rapat pada mulut sungai
besar di daerah tropis, tetapi di daerah pesisir pantai pegunungan, hutan mangrove
tumbuh di sepanjang garis pantai yang terbatas dan sempit. Perluasan hutan
mangrove banyak dipengaruhi oleh topografi daerah pedalaman. 8

Ada hubungan yang erat antara kondisi air dengan vegetasi hutan
mangrove. Di beberapa tempat, mangrove menunjukkan tingkatan zonasi yang

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
nyata yang cenderung berubah dari tepi air menuju daratan. Penyebaran jenis
mangrove tersebutberkaitan dengan salinitas, tipe pasang surut dan frekwensi
penggenanggan. Namun kadang- kadang tergantung undulasi / tinggi rendahnya
lantai hutan atau anak sungai di dalam area yang skemanya khusus
menggambarkan keadaan umum dari daratan pasang surut seperti yang terdapat di
Bali dan Lombok.

2.2.3 Luas dan Penyebaran Mangrove


Penyebaran beberapa spesies mangrove terdapat disekitar ekuator antara
320 LU dan 380 LS, pada iklim A, semakin sedikit dan pohonnya semakin kecil.
Lokasi mangrove paling utara adalah di bagian tenggara pulau Khusyu, Jepang,
dimana hanya ditemukan satu spesies saja (Kandelia candel), sedangkan lokasi
paling selatan adalah bagian utara Selandia Baru dimana hanya teridentifikasi satu
spesies yaitu Avecenia marina.

Menurut Chapman (1975) penyebaran mangrove dibagi menjadi 2


kelompok yaitu :

1). The old world mangrove, yang meliputi Afrika Timur, Laut Merah, India,
Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Australia, Selandia Baru, Kepulauan Pasifik
dan Samoa.

2). The new world mangrove, yang meliputi pantai pantai Atlantik dan Afrika
dan Amerika, Meksiko dan Pasifik Amerika dan Kepulauan Galapagos.

Menurut ISME (1997) berdasarkan citra landsat luas mangrove didunia


sekitar 18,1 juta ha. Perkiraan luas mangrove sangat beragam. FAO (1994)
menyatakan bahwa luas hutan mangrove diseluruh dunia sekitar 16,5 juta ha yang
tersebar di Asia (7,44 juta ha). Khusus di Indonesia yang merupakan Negara
tropis berbentuk kepulauan dengan garis pantai lebih dari 81.000 km, hutan 9

mangrovenya seluas 4,25 juta ha (FAO/UNDP, 1982).

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
Di Indonesia diperkirakan terdapat 202 jenis tumbuhan mangrove,
meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis harba tanah, 44
jenis epifit dan 1 jenis paku yang terbagi menjadi 2 kelompok yaitu mangrove
sejati (true mangrove) dan mangrove ikutan (associate). (M. Khazali, dkk. 1999)

2.2.4 Karakteristik Morfologi Mangrove

Karakteristik morfologi yang menarik dari spesies mangrove terlihat pada


setiap perakaran dan buahnya, yang merupakan bentuk adaptasi terhadap
lingkungan tempat tumbuhnya.

a. Sistem Akar

Tanah pada habitat mangrove adalah anaerob (hampa udara) bila berada
dibawah air. Beberapa species memiliki system perakaran khusus yang disebut
akar udara yang cocok untuk kondisi tanah yang anaerob. Ada beberapa tipe
perakaran udara yaitu : akar pasak, akar tunjang, akar lutut, dan akar papan
(banir). Akar udara mampu berfungsi untuk pertukaran gas dan menyimpan udara
untuk pernafasan selama penggenangan.

b. Buah / Bibit

Semua species mangrove memproduksi buah yang biasanya disebarkan


melalui air. Ada beberapa macam bentuk buah, seperti bentuk silinder, bulat,
berbentuk kacang dan normal

Benih Vivivar

Umumnya terdapat pada famili Rhizophoraceae (Rhizopora, Bruguiera,


Ceriops dan Kandelia). Vivivar adalah perkecambangan dimana embrio keluar
dari pericap dan tumbuh diantara pohon yang terkadang berlangsung lama pada
10
pohon induknya.

Benih Kriptovivivar

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
Avicennia (seperti buah kacang), Aegiceras (seperti silinder) dan Nypa
buahnya berbentuk Kryptoviviparous dimana buah berkecambah tetapi diliputi
oleh selaput buah (kulit buah) sebelum sitinggalkan dari pohon induknya atau
tidak mencukupi untuk keluar dari pericarp.

Benih Normal

Ditemukan pada spesies Sonneratia dan Xylocarpus buahnya berbentuk


bulat seperti bola dengan benih normal. Spesies lain kebanyakan buah berbentuk
kapsul, sebagai benih normal. Buah tersebut mengalami proses dimana mereka
memecah diri dan menyebarkan benihnya pada saat mencapai air.

2.2.5 Pertumbuhan Mangrove

Komponen mayor dan minor spesies mangrove tumbuh dengan baik tanpa
dipengaruhi oleh kadar garam air. Namun jika air terlalu asin maka pohon
mangrove tidak dapat tumbuh terlalu tinggi. Hal yang harus diperhatikan bahwa
spesies mangrove dapat tumbuh lebih cepat pada air tawar daripada air yang
mengandung garam (asin).

Melalui kelenjar garamnya, beberapa spesies mangrove menghasilkan


sistem yang memungkinkan mereka untuk tumbuh pada kondisi berkadar garam
tinggi. Avicennia, Aegiceras, Acanthus dan Aegalitis dapat mengontrol
keseimbangan garam dengan mengeluarkan garam dari kelenjar tersebut
(Tomlinson, 1986). Sebagian kelenjar garam terdapat dipermukaan daun yang
tampak berkristal dan mudah diamati.

Spesies lain seperti Rhizopora, Brugueria, Ceriops, Sonneratia dan


Lumnitzera dapat mengontrol keseimbangan garam dengan cara lain seperti
dengan menggugurkan daun tua yang mengandung garam yang terakumulasi, atau
11
dengan melakukan tekanan osmotic akar.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
Struktur, fungsi ekosistem, komposisi dan distribusi spesies dan pola
pertumbuhan organisme mangrove sangat tergantung pada factor-faktor
lingkungan diantaranya : Fisiografi pantai, iklim, pasang surut, gelombang/arus,
salinitas oksigen terlarut, tanah, nutrient dan proteksi.

2.2.6 Fungsi Mangrove

a). Fungsi Fisik

Secara fisik mangrove berfungsi sebagai pelindung pantai dan tebing


sungai dari erosi/abrasi, mempercepat sedimentasi, mengendalikan intrusi air laut,
dan melindungi daerah belakang mangrove dari gelombang tinggi dan angin
kencang.

b). Fungsi Biologis

Dilihat dari aspek biologis, mangrove meru akan tempat yang ideal bagi
ikan, udang, dan biota laut lainnya untuk mencari makan, memijah dan
berkembang biak dan hutan mangrove juga sebagai tempat bersarangnya burung-
burung laut.

c). Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi dari hutan mangrove dapat dilihat dari segi pemanfaatan
kayu dan non kayu. Kayu mangrove dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan
bangunan dan penghasil pulp dan rang dengan kualitas tinggi.

2.2.7 Manfaat Mangrove

a). Pemanfaatan Fauna Mangrove

Beberapa jenis ikan, udang dan kepiting banyak dibudidayakan di tambak,


12
diantaranya ikan Bandeng (Chanos chanos), Belanak (Mugil Chepalus), kepiting
bakau (Scylaa serrata) dan tiram bakau (Crassastrea cucullata).

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
b). Pemanfaatan Hasil Hutan Mangrove

bahan baku bangunan, kontruksi, perahu


kayu bakar dan arang (Rhizophora, Brugueria)
bahan baku kertas
beberapa jenis mangrove dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan, gula,
makanan dan bahan racun ikan yang ramah lingkungan
kulit batang pada Ceriop tagal baik sekali untuk mewarnai dan pengawet
jala ikan
Brugueria sp, juga dapat menjadi tempat yang ideal untuk sarang lebah
(lebah madu)
Kawasan mangrove juga sangat cocok sebagai tempat budidaya rumput
laut

c). Pemanfaatan lain

Kondisi vegetasi mangrove yang khas dan unik akan sangat mungkin
dikembangkan sebagai obyek wisata (eko-wisata), tempat penelitian dan
pendidikan lingkungan bagi siswa sekolah.

13

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
2.3 Tentang Pulau Serangan

Secara geografis, Pulau Serangan terletak di Kecamatan Denpasar Selatan,


Kotamadya Denpasar, Propinsi Bali. Luasnya Pulau Serangan asli merupakan
111,9 ha yang dulu terdiri dari 6,456 ha lahan pemukiman, 85 ha tegalan dan
perkebunan, dan 19 ha rawa atau hutan.
Desa Serangan terdiri dari enam banjar, yaitu Banjar Ponjok, Kaja, Tengah,
Kawan, Peken, dan Dukuh, dan Kampung Bugis.

Jumlah jiwa di Pulau Serangan mencapai 752 Kepala Keluarga (KK)


dengan jumlah jiwa 3253 orang. 85% penduduk bekerja sebagai nelayan pesisir
(yang mencari hasil laut di dataran pasang surut atau memakai perahu tradisional
tanpa mesin), dan yang lainnya merupakan karyawan. Dengan demikian,
penduduk Serangan mempunyai identitas sebagai orang pesisir, yang tidak biasa
di Bali yang mana kebanyakan orang Bali berorientasi terhadap tanah. Desa
Serangan terdiri dari penduduk Hindu dan Muslim. Orang Muslim ini sudah
tinggal di Pulau Serangan berabad-abad, kebanyakannya adalah keturunan orang
Bugis dari Sulawesi Selatan yang datang ke pulau Bali pada abad ke-17.
Sumber : (Monografi Kelurahan Serangan, 1994)

14

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan alasan penggunaannya :

Memilih pendekatan tertentu dalam kegiatan penelitian harus disadari


bahwa ia memiliki konsekuensi tersendiri sebagai sebuah proses yang harus
diikuti secara konsisten dari awal hingga akhir agar memperoleh hasil yang
maksimal dan bernilai ilmiah sesuai dengan kapasitas, daya jangkau dan maksud
dari pendekatan tersebut. Seperti dikatakan Vernon van Dyke (1960), sebuah
pendekatan mengisyaratkan sejumlah kriteria untuk menyeleksi data yang
dianggap relevan. Dengan kata lain, sebuah pendekatan mencakup di dalamnya
standar dan cara kerja atau prosedur tertentu dalam proses penelitian, termasuk
misalnya memilih dan merumuskan masalah, menjaring data, serta menentukan
unit analisis yang akan diteliti dan lain sebagainya.

Dalam khazanah metodologi, sebuah pendekatan diakui selain


mengandung sejumlah keunggulan, juga memiliki beberapa kelemahan tertentu.
Hal ini adalah sesuatu yang wajar dan universal adanya. Karena itu memang harus
disadari sejak awal. Meskipun demikian, tidak berarti sebuah pendekatan menjadi
tidak sah atau tidak penting untuk digunakan. Sebab, persoalannya lebih terletak
pada bagaimana menggunakan dan menempatkan sebuah pendekatan (dengan
keunggulan dan kelemahan yang melekat padanya) dalam suatu studi dengan
masalah yang relevan ditelaah menurut logika pendekatan tersebut. Dalam
konteks ini, peneliti diharapkan bersikap cermat memilih sebuah pendekatan agar
benar-benar sesuai dengan masalah yang diangkat atau diajukan serta tujuan yang
hendak dicapai dalam kegiatan penelitian yang dilakukan.

Pendekatan kualitatif (qualitativ research) dalam penelitian sosial adalah


salah satu pendekatan utama yang pada dasarnya adalah sebuah label atau nama 15
yang bersifat umum saja dari sebuah rumpun besar metodologi penelitian. Tetapi
aspek-aspek yang bersifat kemetodean, dalam arti yang dapat dipraktikkan dalam

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
kegiatan penelitian kualitatif, terdapat berbagai variasi atau jenis-jenis metode.
Jenis-jenis tersebut, yang utama misalnya: metode atau studi etnografi, studi
grounded, studi life history, observasi partisipan, dan studi kasus. Masing-masing
jenis studi itu memiliki karakeristik kemetodean dan teknik-teknik spesifik
tersendiri dalam mendekati dan menelaah sebuah fenomena sosial. Tulisan ini
serta seluruh pembahasan di dalamnya, bermaksud dan hanya ingin menyajikan
secara singkat hakikat dari apa yang disebut studi kasus (case study) dalam
konteks pendekatan atau penelitian kualitatif. (i) (ii)

Kedua, studi kasus observasi. Yang lebih ditekankan di sini adalah


kemampuan seorang peneliti menggunakan teknik observasi dalam kegiatan
penelitian. Dengan teknik observasi partisipan diharapkan dapat dijaring
keterangan-keterangan empiris yang detail dan aktual dari unit analisis penelitian,
apakah itu menyangkut kehidupan individu maupun unit-unit sosial tertentu dalam
masyarakat. (iii)

Sebagai sebuah metode, studi kasus memiliki keunikan atau keunggulan


tersendiri dalam kancah penelitian sosial. Secara umum studi kasus memberikan
akses atau peluang yang luas kepada peneliti untuk menelaah secara mendalam,
detail, intensif dan menyeluruh terhadap unti sosial yang diteliti. Itulah kekuatan
utama sebagai karakteristik dasar dari studi kasus. Secara lebih rinci studi kasus
mengisyaratkan keunggulan-keunggulan berikut:

1. Studi kasus dapat memberikan informasi penting mengenai hubungan


antar-variabel serta proses-proses yang memerluka penjelasan dan
pemahaman yang lebih luas;
2. Studi kasus memberikan kesempatan untuk memperoleh wawasan
mengenai konsep-konsep dasar prilaku manusia. Melalui penyelidikan
intensif peneliti dapat menemukan karakteristik dan hubungan-hubungan
yang (mungkin) tidak diharapkan/diduga sebelumnya;
16
3. Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang sangat
berguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan bagi

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
perencanaan penelitian yang lebih besar dan mendalam dalam rangka
pengembangan ilmu-ilmu sosial.

Di samping tiga keunggulan di atas, studi kasus dapat memiliki


keunggulan spesifik lainnya, seperti dilansir oleh Black dan Champion (1992),
yakni:
1. bersifat luwes berkenaan dengan metode pengumpulan data yang
digunakan.
2. keluwesan studi kasus menjangkau dimensi yang sesungguhnya dari topik
yang diselidiki.
3. dapat dilaksanakan secara praktis di dalam banyak lingkungan sosial.
4. studi kasus menawarkan kesempatan menguji teori;.
5. studi kasus bisa sangat murah, bergantung pada jangkauan penyelidikan
dan tipe teknik pengumpulan data yang digunakan.

3.2 Unit Analisis


Dalam tugas ini, kami menggunakan Model Analisis Etnografi dalam
penelitian kualitatif fx Sri Sadewo (analisis data penelitian data kualitatif,
Burhan Bungin: Surabaya 2002, hal. 172). Perkembangan dewasa ini penelitian
etnografi lengkap (comprehensive etnography) dimana mencatat suatu total way
off life atau memberikan satu deskripsi utuh, lengkap dan mendetail tentang
konflok dan sistem sosial suatu suku bangsa dan topic oriented etnography
(monografi) yang terfokuskan pada satu aspek tertentu, melainkan mulai beranjak
ke arah hyphothesis oriented etnography yang bertujuan untuk meguji hipotesa
dan tidak sekedar mendeskripsikan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data


Untuk mendapatkan data dalam mengetahui kebenaran/fakta dari
17
penelitian atau studi kasus diperlukan adanya teknik-teknik pengumpulan data,
sebagaimana menurut Koentjaningrat (1961: 123-125), ada beberapa teknik yang
kami terapkan, yakni:

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
1. Pengamatan;
2. Pengamatan dengan terjun langsung atau melibatkan diri ke dalam
kehidupan masyarakat dan kebudayaan suku bangsa yang menjadi
penyelidikan atau participant observer method;
3. Wawancara merdeka (bebas)
4. Mencatat pembicaraan-pembicaraan para informan atau orang di dalam
masyarakat secara tepat waktu atau text recording.

18

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
BAB IV

SETTING PENELITIAN

( Menurut Greetz, penyajian tentang setting memerlukan penggambaran yang


cukup rinci tentang latar konteks penelitian atau penggambaran secara thick
description ). Latar alamiah atau daerah atau lokasi yang menjadi setting
penelitian (studi kasus) yang kami lakukan bertempat pada 3 (tiga) tempat
berbeda.

4.1 Tempat Pembuangan Akhir (TPA Suwung)


a. Letak Geografis : Jl. Bp. Ngurah rai, suwung batan Kendal, Denpasar
8°43'19"S 115°13'14"E.
b. Luas Wilayah : 28 hectare

4.2 Kawasan Hutan Lindung Mangrove Information Centre (MIC)

Keadaan struktur sosial disni sangat terjalin, karena menjadi objek wisata
alam untuk umum dan kerap kali digunakan untuk lokasi pemotretan yang secara
tidak langsung akan menjadi timbal balik yang positif antara manusia dan
lingkungan.

4.3 Perkampungan Nelayan Desa Serangan

a. Letak Geografis : utara : berbatasan dengan desa Sesetan


Selatan : tanjung Benoa
Timur : desa Sanur
Barat : desa Pedungan
b. Luas Wilayah : 481.000 ha/m2

c. Jumlah Penduduk : Laki-laki : 1920 orang


19
Perempuan : 1865 orang

Total : 3785 orang

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
BAB V

TEMUAN-TEMUAN PENELITIAN

(Merupakan temuan temuan hasil Observasi yang kami lakukan hari Rabu,22
Desember 2011 )

4.1 Observasi di Tempat Pembuangan Akhir


(TPA Suwung)

Kunjungan pertama kami adalah tempat ini. Kesan pertama yang kami
rasakan sangat tidak menyenangkan. Bau tak sedap sangat menusuk hingga jarak
200m lebih. Tanpa masker kami tidak akan bisa masuk ke wilayah ini.

a. Letak Geografis : Jl. Bp. Ngurah rai, suwung batan Kendal, Denpasar
8°43'19"S 115°13'14"E.

b. Luas Wilayah : 28 hectare

20

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
Gb.1 Keadaan dan suasana di TPA Suwung 21

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
Berdasarkan data, jumlah pengiriman sampah Kota Denpasar ke TPA
(Tempat Pembuangan Akhir) mencapai 2000 m3 per harinya, ini berarti sampah
di Denpasar melampaui ambang batas. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Suwung relatif terbatas dan tidak mampu lagi untuk menampung sampah,
terutama sampah anorganik yang susah hancur dan bertahan lama. Volume
sampah yang meningkat dan tidak memenuhi persyaratan ambang batas
lingkungan hidup sudah tentu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
air,udara maupun tanah., tetapi menimbulkan resiko karena berjangkitnya
penyakit menular, menyebabkan pencemaran, terutama bau, kotoran dan sumber
penyakit. Jumlah timbunannya yang semakin lama semakin meningkat,
dikhawatirkan dapat menimbulkan berbagai masalah sosial dan lingkungan,
diantaranya :

Dapat menjadi lahan yang subur bagi pembiakan jenis-jenis bakteri serta
bibit penyakit lain.
Dapat menimbulkan bau tidak sedap yang dapat tercium dari puluhan
bahkan ratusan meter.
Dapat mengurangi nilai estetika dan keindahan lingkungan.

22

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
4.2 Hasil Observasi di Kawasan Hutan Lindung Mangrove
Information Centre (MIC)

Observasi disini lah yang memberikan kesan yang menyenangkan.


Keadaan struktur sosial disni sangat terjalin, karena menjadi objek wisata alam
untuk umum dan kerap kali digunakan untuk lokasi pemotretan yang secara tidak
langsung akan menjadi timbal balik yang positif antara manusia dan lingkungan.

Seperti yang dapat dilihat dari gambar gb.3 dibawah ini kami menemukan
banyak sekali sampah – sampah yang menyangkut diantara akar akar tanaman
mangrove. Ini sangat berakibat buruk bagi perkembangan hutan mangrove. Dan
ini merupakan bukti bahwa masih adanya gejala gejala pencemaran yang
diakibatkan oleh sampah di hutan mangrove. Bahkan apabila d hutan mangrove
yang menjadi obyek wisata saja sudah tercemar, bagaimana dengan hutan
mangrove lainnya yang tidak menjadi obyek wisata dan dipandang sebelah mata
oleh masyarakat maupun pemerintah. Bagaimana dengan nasib para nelayan kita
jika ini terus berlanjut.

23

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
24

Gb.3 Temuan-temuan gejala Pencemaran di area Mangrove Information Center

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
Gb.2 Suasana kami saat menuju dan berada di Mangrove Information Center

25

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
(Artikel ini ditulis pada Sabtu, Maret 14th, 2009 di Koran Bali Post)

Denpasar – Sedikitnya 250 Hektar lahan hutan mangrove yang berada di


dalam kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Bali telah beralih fungsi.

Berdasarkan catatan Kantor Unit Pelaksana Teknis Tahura Ngurah Rai


Bali, sebagian besar alih fungsi hutan mangrove untuk lahan pembangunan
fasilitas publik. Seperti pembangunan kantor PLN di Pesanggaran dan Nusa Dua.
Termasuk juga perluasan tempat pembuangan akhir (TPA) suwung yang kini
luasnya mencapai 40 hektar.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Tahura Ngurah Rai Bali, Wayan Nuada,
menyatakan alih fungsi lahan menjadi ancaman terbesar keberadaan hutan
mangrove di Bali. Apalagi Tahura Ngurah Rai diapit tiga kawasan wisata terbesar
di Bali yaitu Nusa Dua, Kuta dan Sanur.

“Perkembangan pariwisata Nusa Dua, Kuta dan Sanur termasuk juga Kota
Denpasar memerlukan pembangunan sarana fasilitas umum. Sedangkan untuk
membangun fasilitas umum memerlukan lahan, kemudian lahan yang potensial
untuk dialih fungsikan adalah lahan mangrove itu sendiri” jelas Wayan Nuada.

Nuada menambahkan secara keseluruhan luas hutan mangrove di Bali


mencapai 4. 750 hektar. Dimana hutan mangrove di Bali tersebar di Pulau Nusa
Lembongan, Tahura Ngurah Rai dan Taman Nasional Bali Barat (TNBB).

26

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
4.3 Observasi di Perkampungan Nelayan Desa Serangan

Disini kami disambut oleh sekretaris kelurahan Serangan. Kami diberikan


kesempatan membaca buku mengenai Desa serangan. Disini kami mendapat
pengetahuan tentang tatacara melakukuan penelitian. Terlebih dahulu kita harus
mengurus surat dari kampus dan kantor penelitian. Ungkap beliau dengan ramah.

Secara geografis, Pulau Serangan terletak di Kecamatan Denpasar Selatan,


Kotamadya Denpasar, Propinsi Bali. Luasnya Pulau Serangan asli merupakan
111,9 ha yang dulu terdiri dari 6,456 ha lahan pemukiman, 85 ha tegalan dan
perkebunan, dan 19 ha rawa atau hutan.

Desa Serangan terdiri dari enam banjar, yaitu Banjar Ponjok, Kaja,
Tengah, Kawan, Peken, dan Dukuh, dan Kampung Bugis.

Jumlah jiwa di Pulau Serangan mencapai 752 Kepala Keluarga (KK)


dengan jumlah jiwa 3253 orang. 85% penduduk bekerja sebagai nelayan pesisir
(yang mencari hasil laut di dataran pasang surut atau memakai perahu tradisional
tanpa mesin), dan yang lainnya merupakan karyawan. Dengan demikian,
penduduk Serangan mempunyai identitas sebagai orang pesisir, yang tidak biasa
di Bali yang mana kebanyakan orang Bali berorientasi terhadap tanah. Desa
Serangan terdiri dari penduduk Hindu dan Muslim. Orang Muslim ini sudah
tinggal di Pulau Serangan berabad-abad, kebanyakannya adalah keturunan orang
Bugis dari Sulawesi Selatan yang datang ke pulau Bali pada abad ke-17.
(Monografi Kelurahan Serangan, 1994)

27

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
a. Letak Geografis : utara : berbatasan dengan desa Sesetan
Selatan : tanjung Benoa
Timur : desa Sanur
Barat : desa Pedungan
b. Luas Wilayah : 481.000 ha/m2

c. Jumlah Penduduk : Laki-laki : 1920 orang

Perempuan : 1865 orang

Total : 3785 orang

d. Jumlah kepala keluarga : 919 kk


e. Kepadatan penduduk : 749/km
f. Mata pencaharian penduduk :
Nelayan : laki laki : 475 orang
Perempuan : 385 orang

(Sumber : wawancara langsung di kantor lurah serangan )

28

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
Gb.4 Kunjungan dan Observasi di perkampungan nelayan dan kantor lurah Desa Serangan

Potensi Sumber Daya Laut :

Daerah fishing ground di pesisir pulau serangan cenderung berpasir bekas


kerukan, karang, landai dan palung dalam. Mangrove juga terdapat di daerah ini
,namun tidak terlalu dirawat dengan intensif dan pencemaran air laut juga dapat
dilihat dengan mata telanjang.

29

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

Dapat dikatakan sampah adalah barang buangan, tapi dapat bermanfaat,


namun juga dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat karena dapat
menimbulkan perasaan menjijikan dan merusak pandangan mata. Hal ini tidak
dapat dipungkiri lagi. Keindahan lingkungan akan hilang, timbulnya dampak
penyakit serta dapat menggangu kenyamanan dan kelangsungan hidup manusia
dan makhluk hidup di sekitarnya adalah pengaruh negatif dari sampah. untuk
menghindari meningkatnya anggaran biaya penyelenggaraan, selain itu
keterlibatan aparat terkait dikhawatirkan akan membentuk budaya masyarakat
yang bersifat tidak peduli. Pemerintah dan aparat terkait sebaiknya memposisikan
kewenangannya sebagai fasilitator dan konduktor dan setiap permasalahan
persampahan sebaiknya dimunculkan oleh masyarakat atau organisasi sosial
selaku produsen sampah. Hal ini diharapkan terciptanya sikap masyarakat selaku
individu, keluarga dan organisasi.

Walaupun upaya-upaya tersebut tidak bisa dilakukan secara instant, tetapi


pihak TPA Suwung dan Dinas Kebersihan Kota telah berusaha untuk mencari
alternatif lain selama upaya-upaya tersebut belum terealisasi. Karena system
pengelolaan sampah yang sedang berjalan hanya Open Dumping dan composing
maka pihak TPA mempunyai cara khusus untuk menyiasati banyaknya lalat yang
berkembang biak di lokasi pembuangan sampah. Mereka menciptakan ekosistem
baru dengan sengaja menyebar benih jenis burung Kokoan yang merupakan
pemangsa alami lalat-lalat tersebut. Untuk menjaga kelestarian ekosistem burung
tersebut maka pihak TPA membuat larangan khusus bagi para tangan-tangan jail
untuk berburu burung tersebut. Selain cara tersebut pihak TPA juga memiliki cara
30
lain untuk mengantisipasi bau busuk yang ditimbulkan oleh sampah di lokasi
pembuangan. Dalam jangka waktu tertentu secara berkala, pihak TPA akan

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
nenyiramkan air laut ke timbunan sampah. Cara ini dilakukan karena air laut
memiliki kadar garam yang sangat tinggi dianggap mampu membunuh kuman-
kuman yang ada dalam sampah sehingga mengurangi bau busuk yang
ditimbulkan.

Tetapi kedua cara tersebut masih dianggap kurang efektif, terutama di


musim hujan. Menurut pengakuan penduduk yang tinggal di sekitar lokasi, bau
busuk masih sering tercium apalagi bila angin yang berhembus cukup keras. Bila
hujan turun cukup deras maka lokasi pembuangan akan banjir dan bau busuk akan
lebih menyengat dan jumlah lalat akan dua kali lebih banyak dari biasanya.

Menurut warga Serangan, “sebelum reklamasi kekayaan alam di sini


paling kaya”, akan tetapi, “sekarang mati semuanya”. Memang, daerah pesisir
Pulau Serangan sudah dimasukkan golongan „pesisir mengalami stres‟ oleh tim
peneliti dari Kanada. Cerita dari masyarakat mendukung pernyataan ini.
Penduduk yang diwawancarai setuju bahwa sekarang lingkungan Serangan rusak
akibat proyek TPA dan BTID. Menurutnya, di laut ikan kurang, dan kepiting,
udang dan cumi-cumi sama sekali tidak ada di dataran pasang surut; masih ada
karang, tetapi agak rusak; rumput laut yang dulu ada banyak hampir hilang; dan
jalan air berubah dekat pulau karena kedalaman yang dulu rata-rata 3m sekarang
10m. Di daratan, pohon-pohon yang dulu banyak, termasuk pohon kelapa dan
hutan bakau, sekarang kurang dan kondisinya sakit. Dewasa ini, suhu udara lebih
panas, dan ada lebih banyak penyakit-penyakit akibat debu. Dulu jarang ada orang
yang memakai kaca mata, sekarang ada banyak akibat debu dan sinar terang dari
tanah kapur (hasil pengerukan) itu.

Disamping itu banyaknya sampah yang hanyut di batas persimpangan air


menambah pengaruh buruknya terhadap habitat mangrove di sekitar pesisir Bali
selatan. Dengan adanya TPA menambah ke semrawutan indahnya panorama alam
yang nantinya diharapkan sebagai objek wisata alam, namun apa daya dengan bau 31
yang menyengat hal itu sangat sulit untuk diwujudkan.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan dan Implikasinya

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan tersebut adalah :

Memang benar adanya pengaruh negatif yang ditimbulkan akibat


pencemaran yang terjadi yang berawal dari TPA menjerumus ke rusaknya
kawasan hutan mangrove dan keluhan keluhan para nelayan khususnya yang
berada di kawasan tersebut. Dan untuk menangani masalah ini kita harus memulai
dari sumbernya, yaitu metode baru pengolahan sampah di TPA.

Strategi pengelolaan sistem lama yang mengandalkan pada sistem


pengangkutan, pembuangan dan pengolahan menjadi bahan urugan perlu diubah
karena dirasakan sangat tidak ekonomis (cost center). Disamping memerlukan
biaya operasional dan lahan bagi pembuangan akhir yang besar juga menimbulkan
banyak dampak yang kurang menguntungkan bagi lingkungan masyarakat di
sekitat TPA Suwung dan dapat menumbuhkan masyarakat yang kurang peduli
terhadap lingkungannya.

Sistem pengelolaan sampah di TPA Suwung kurang dilaksanakan secara


maksimal, dari ketiga cara hanya open dumping yang terealisasi, walaupun
sanitary landfill dan pembakaran sempat dipraktekkan namun kedua cara tersebut
mengalami kemacetan dan mempunyai dampak yang buruk terhadap lingkungan
bila tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Pendekatan yang paling tepat untuk masa mendatang dalam penanganan


sampah melalui sistem pengelolaan sampah terpadu,daur ulang dan composing
32
diharapkan dapat merubah paradigma dari cost center menjadi profit center
dengan cara memaksimalkam peran serta masyarakat dan pemanfaatan sampah
menjadi bahan yang mempunyai nilai. Sehingga tidak ada lagi pencemaran

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
terhadap lingkungan mangrove dan tidak ada pula dampak negative terhadap
masyarakat nelayan sekitar khususnya di pulau Serangan.

7.2 Saran

Dalam pengolahan sampah sebaiknya TPA Suwung dapat saja


memaksimalkan sistem / tata cara pengolahan sampah yang telah ada, yaitu :
sanitary landfill, open dumping, dan incenerator agar rencana SARBAGITA dapat
terealisasi. Hanya saja semua system tersebut harus ramah lingkungan dan tidak
mengganggu masyarakat di sekitar TPA.

Pihak DKP dan TPA Suwung harus bersikap tegas pada masyarakat atau
pemulung yang tinggal di kawasan TPA, yang merupakan tanah pemerintah. Hal
tersebut demi kebaikan kedua belah pihak untuk mengantisipasi apabila tanah
tesebut tercemar dan mengotori lingkungan Mangrove.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati orang--


orang yag sadar dan peduli pada kelestarian ciptaan- 33

Nya, terutama Bumi dan ekosistemnya

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan
Daftar Pustaka

Burhan,Bungin. 2003 .Analisis Data Penelitian Ksualitatif, Rajawali press. Jakarta

San Afri Awang , 2005 ,Dekonstruksi social forestry, Yogyakarta

Ary Wahyono, I.G.P. Antariksa, Masyuri Imron, Ratna Indrawasih.


,2001.Pemberdayaan masyarakat Nelayan,. Yogyakarta.

Daniel, T. S., Hasan, P. dan Vonny, S. 1985. Tekhnologi Pemanfaatan Sampah


Kota dan Peran Pemulung Sampah : Suatu Pendekatan Konseptual.

YoungScientist@copyright 1990 World book.

34

Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan

Você também pode gostar