Você está na página 1de 20

MAKALAH IDK 2 SISTEM ENDOKRIN


Jumat, 15 Januari 2016

MAKALAH
DISKUSI KASUS 1
SISTEM ENDOKRIN

Nama Kelompok 3:
1. Staiful Arif (1221021029)
2. Muhammad Taufiqul Akbar (1221021040)
3. Dewi Alfiatus Sa’adah (152121002)
4. M. Solihin (152121007)
5. Diana Eka Pertiwi (152121010)
6. Anggi Haris Pratiwi (152121016)
7. Heni Dina Permatasari (152121013)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes WIDYA CIPTA HUSADA
MALANG
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem Endokrin”
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar 1.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Indung Susilo S.K,
S.Kep.Ns dan semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan sesuai dengan waktunya.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan semua pihak.

Penulis
Kepanjen, 07 Januari 2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelenjar tanpa saluran atau kelenjar buntu digolongkan bersama di bawah nama organ
endokrin, sebab sekresi yang dibuat tidak meninggalkan kelenjarnya melalui suatu
saluran, tetapi langsung masuk ke dalam darah yang beredar di dalam jaringan
kelenjar. Kata “endokrin” berasal dari bahasa yunani yang berarti “sekresi ke
dalam” zt aktif utama dri sekresi interna ini disebut hormon, dar kata yunani yang
bearti “merangsang”. Beberapa organ endokrin mengasilkan satu hormon tunggal,
sedangkan yang lain menghasilkan dua atau beberapa jenis hormon: misalnya kelenjar
hipofisis menghasilkan beberapa jenis hormon yang mengendalikan kegiatan banyak
organ lain; karena itu kelenjar hipofisis dilukiskan sebagai “kelenjar pimpinan
tubuh”. Beberapa organ endokrin yaitu kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid, kelenjar
suprarenal, kelenjar timus (Pearce, 2009).
Sistem endokrin mengkordinasi berbagai fungsi internal tubuh, mengatur perkembangan
selama hidup, dan membantu untuk beradaptasi terhadap nutrisi dan perubahan
lingkungan eksternal lainnya. Sistem ini diatur oleh sejumlah kelenjar yang
menghasilkan hormon, selanjutnya hormon ini disekresikan ke sirkulasi darah dan
organ target (Pearce, 2009)
Sistem endokrin berinteraksi dengan sistem saraf untuk mengatur dua dan
mengkordinasi aktivitas tubuh. Pengendalian endokrin diperantarai oleh pembawa
pesan kimia, atau hormon, yang dilepas oleh kelenjar endokrin ke dalam cairan
tubuh, diabsorsi ke dalam aliran darah, dan dibawa melaui sistem sirkulasi menuju
jaringan (sel) target (Pearce, 2009).
Hormon mengatur fungsi organ target yang letaknya jauh dari kelenjar penghasil
hormon tersebut (fungsi endokrin) atau langsung secara lokal ke sel-sel sekitarnya
yang dikenal sebagai parakrin (Pearce, 2009).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1. Untuk memenuhi tugas ilmu dasar keperawatan 2.
2. Untuk lebih memahami sistem endokrin.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk memahami sistem endokrin.
2. Untuk memahami apa yag dimaksud dengan hormon.
3. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan gula darah.
4. Untuk memahami hormone insulin.
5. Untuk memahami gangguam sistem endokrin.

BAB II
TAHAP KE 1-3

2.1 Skenario

GULA DARAHKU TINGGI

Ny. Tumiyem periksa ke poliklinik dengan keluhan sering kencing, banyak minum dan
merasa lemas. Ketika dilakukan pemeriksaan fisik TD : 150/100 mmHg, dan hasil
pemeriksaan darah, dokter mengatakan ada gangguan pada pankreas, khususnya kelenjar
langerhans dalam pembentukan dan kerja hormon insulin, sehingga terjadi peningkata
gula darah dan mengganggu kerja sistem tubuh.

2.2 Hasil Diskusi


Lembar Kerja Siswa
Scenario : 6 (Sistem Endokrin)
Kelompok : 3 (Tiga)
Tugas : -
Tugas Mahasiswa
1. Que Recognition
1) Sering kencing
2) Gangguan prankeas
3) Kelenjar langerhans
4) Hormone insulin
5) Gula darah
2. Problem Indentification
a. Sistem endokrin
1) Apa definisi sistem endokrin?
2) Bagaimana karakteristik kelenjar endokrin?
3) Sebutkan dan jelaskan organ endokrin
4) Aktivitas apa saja yang diatur atay dipengaruhi dalam sistem endokrin
b. Hormon
1) Apa defnisi dari hormon?
2) Bagaimana fisiologi hormon?
3) Bagaimana mekanisme kerja hormon?
4) Bagaimana modulasi dan regulasi pelepasan hormon?
c. Gula darah
1) Apa definisi dari gula darah?
2) Macam-macam pemeriksaan glukosa darah?
3) Absorssi gula darah?
4) Metabolisme gula darah?
d. Insulin
1) Definisi insulin
2) Jenis insulin
3) Cara kerja insulin
e. Apa saja dan jelaskan gangguan sistem endokrin?
f. Ganggguan system perkemihan?

BAB III
TAHAP KE-ENAM

3.1 Sistem Endokrin


3.1.1 Definisi sistem endokrin
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh memalui aliran darah untuk
memengaruhi organ-organ lain (Pearce, 2009).
3.1.2 Karakteristik sistem endokrin
1. Kelenjar endokrin tidak memiliki duktus.
Kelenjar ini mensekresi hormon langsung ke dalam cairan jaringan di sekitar sel-
selnya sebaliknya, kelenjar eksokrin seperti kelenajr saliva, mensekresi
produksinya ke dalam duktus (Sloane, 2012).
2. Kelenjar endokrin biasanya mensekresi lebih dari satu jenis hormon.
(kelenjar paratiroid yang hanya mensekresi hormon paratiroid merupakan suatu
pengecualian) (Sloane, 2012).
a. Dalam tubuh manusia telah diidentifikasi sekitar 40 sampai 50 jenis hormon.
b. Hormon-hormon baru ditemukan diberbagai bagian tubuh termasuk di saluran
gastrointestinal (GI), sistem saraf pusat (SSP), dan saraf perifer.
(Sloane, 2012)
3. Konsentrasi hormon dalam sirkulasi adalah rendah.
a. Hormon yang bersikulasi dalam aliran darah hanya sedikit jika dibandingkan
dengan zat aktif bilogis lainnya, seperti glukosan dan kolesterol.
b. Walaupun hormon dapat mencapai sebagian besar sel tubuh, hanya sel target
tertentu yang memiliki reseptor spesifik yang dapat dipengaruhi.
(Sloane, 2012)
4. Kelenjar endokri memiliki persendian pembuluh darah yang baik.
Secara mikroskopis, kelenjar tersebut terdiri dari korda atau sejumlah sel
sekretori yang dikelilingi banyak kapiler dan ditopang jaringan ikat (Sloane,
2012).
3.1.3 Organ dalam sistem endokrin
1. Kelenjar hipofisis
Kelenjar hipofisis terletak di dasar tengkorak, di dalam fosa hipofisis tulang
sfenoid. Kelenjar ini terdiri atas dua lobus, yaitu anterior dan posterior, dan
bagian diantara kedua lobus adalah pars intermedia. Untuk mempermudahkan
mempelajari fungsinya maka dipandang dua bagian, yaitu lobus anterior dan posterior
(Pearce, 2009).
a. Lobus anterior, kelenajr hipofisis menghasilkan sejumlah hormon yang bekerja
sebagai zat pengendali produksi sekresi dari semua organ endokrin (Pearce, 2009).
b. Lobus posterior, kelenjar hipofisis mengluarkan sekret dua jenis hormon:
hormon anti-diuretik (ADH) mengatur jumlh air yang melalui ginjal, sedangkan hormon
oksitosik merangsang kontraksi uterus sewaktu melahirkan bayi dan pengeluaran air
susu sewaktu menyusui (Pearce, 2009).

Gambar 3.1: anatomi hipofisis


2. Kelenjar tiroid
Kelanjar tiroid terdiri atas dua buah lobus yang terletak disebelah kanan dan kiri
trakea, dan diikat bersama oleh secarik jaringan tiroid yang disebut ismus tiroid
dan yang melandasi trakea di sebelah depannya. Struktur kelenjar tiroid teridiri
atas sejumlah besar vesikel yang dibatasi epitelium silinder, mendapat persediaan
darah berlimpah, dan yang disatukan jaringan ikat. Sel itu mengeluarkan sekret
cairan yang bersifat lekat yaitu koloida tiroid, yang mengandung zat senyawa
yodium; zat aktif yang utama dari senyawa yodium ini ialah hormon tiroksin. Sekret
ini mengisi vesikel dan dari sini berjalan ke aliran darah, baik langsung maupun
melaui saluran limfe. Fungsi sekresi tiroid di atur sebuah hormon dari lobus
anterior kelenjar hipofisis, yaitu hormon tirotropik. Fungsi kelenjar tiroid sangat
erat bertalian dengan kegiatan metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam
jaringan; bekerja sebagi perangsang proses oksidasi, mengatur pengaturan oksigen,
dan dengan sendirinya mengatur pengeluaran karbon dioksida (Pearce, 2009).

Gambar 3.2: anatomi kelenjar tiroid


3. Kelenjar paratiroid
Di setiap sisi kelenjar tiroid terdapat dua kelenjar kecil, yaitu kelenjar
paratiroid, di dalam leher. Sekresi paratiroid, yaitu hormon paratiroid, mengatur
metabolisme zat kapur dan mengendalikan jumlah zat kapur di dalam darah dan tulang
(Pearce, 2009).

Gambar 3.3:
anatmoi kelenjar paratiroid
4. Kelenjar timus
Kelenjar timus terletak di dalam toraks, kira-kira pada ketinggian bifurkasi
trakea. Warnanya kemerah-merahan dan terdirinatas dua lobus. Pada bayi yang baru
lahir sangat kecil dan beratnya kira-kira 10 gram atas lebih. Ukurannya bertambah,
pada masa remaja beratnya dari 30 sampai 40 gram, dan kemudian mengkerut lagi.
Fungsinya belom diketahui, tetapi diperkirakan ada hubungannya dengan produksi
antibodi (Pearce, 2009).
Gambar 3.4: anatomi kelenjar tymus
5. Kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal atau kelenjar suprarenalis terletak di atas kutub sebelah atas
setiap ginjal. Kelenjar adrenal terdiri atas bagian luar yang bewarna kekuning-
kuningan.

Gambar 3.5: anatomi kelenjar adrenal


6. Pankeas endokrin
Pancreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit dibawah lambung
dalam abdomen. Organini memiliki dua fungsi yaitu fungsi endokrin dan fungsin
eksokrin. Kepulauan langerhans pada prankeas membentuk organ endokrin yang
mensekresikan insulin, yaitu sebuah hormone antidiabetika, yang diberikan dalam
pengobatan diabetes (Sloane, 2012).

Gambar 3.6: anatmomi kelenjar endokrin


7. Kelenjar pineal
Kelenjarpineal terbentuk dari jaringan ssaraf dan terletak di langit-langit
ventrikel ketiga otak. Kelenajr ini terdiri dari pinealosit dan neuroglia penipang.
Seiring pertambahan usia, kelenjar mengakumulasi cadangan kalsium yang disebut
sebagai “brain sand” (Pearce, 2009).

Gambar 3.7: Kelenjar pineal


3.1.4 Aktivitas yang diatur atau yang dipengaruhi dalam system endokrin
1. Reproduksi dan laktasi.
2. Proses system kekebalan.
3. Keseimbangan asam basa.
4. Asupan cairan, keseimbangan volume cairan intaseluler dan ekstraseluler.
5. Metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan asam nukleat.
6. Digesti, absorsi, dan distribusi nutrisi.
7. Tekanan darah.
(Sloane, 2012)

3.2 Hormon
3.2.1 Definisi hormone
Hormon merupakan suatu zat kimia yang disekresikan oleh sel spesifik ke ruang
ekstraseluler kemudian masuk ke aliran darah dan bekerja pada organ target yang
spesifik pula (Jose RL Bahbara, 2010).
3.2.2 Fisiologi hormone
Hormon yang dilepaskan ke dalam aliran darah akan berkatitan dengan suatu protein
pembawa. Hormon yang termasuk dalam golongan ini adalah hormon steroid, tiroid, dan
hormon pertumbuhan. Hormon yang larut dalam air akan beredar secara bebas di dalam
darah tanpa berikatan dengan protein pembawa. Yang termasuk dalam golongan ini
adalah hormon golongan amin, peptida, dan protein. Sekresi hormon ke dalam sistem
sirkulasi bersifat spesifik untuk masing-masing hormon. Sekresi hormon basal dapat
bersifat kontinu (prolaktin), shot burst (insulin) atau episodik (LH, FSH).
Pengeluaran hormon bersifat ritmis, ada yang bersifat diurnal (pagi-sore)/
sirkadian (ACTH, prolaktin, GH, TSH) dan ada yang bersifat bulanan (estrogren,
progesteron pada siklus menstruasi) (Jose RL Bahbara, 2010).
Hormon merupakan zat kimia yang mampu melakukan tugasnya dalam konsentrasi yang
sangat kecil dengan waktu paruh yang singkat. Kadar hormon dalam darah di kontrol
secara tapat dan terus menerus melaui mekanisme umpan balik. Hierarki hormon ini
harus di pahami secara benar karena karena mempunyai arti klinis yang penting.
Hormone releasing dan hormone inhibiting yang di hasilkan oleh hipotalamus akan
merangsang hormon-hormon tropik yang dihasilkan oleh hipofisis. Hormon hipofisis
ini akan merangksang hormon target endokrin untuk mensekresikan hormon hipofisis.
Hormon dari organ target akan memberikan umpan balik negatif ke hipofisis dan
hipotalamus. Hormon dari organ endokrin tidak selalu harus di stimulasi oleh
hierarki hormonal seperti di atas, misalnya hipokalsemia dapat merangsang sekresi
hormon paratiroid, hiperglikemia akan merangsang hormon insulin, atau situasi stres
akan merangsang hormon kortikosteroid. Secara klinis hormon dapat di gunakan
sebagai terapi pengganti (hormonr replacement therapy misalnya pada hipotiroid
kongenital) (Jose RL Bahbara, 2010).
3.2.3 Mekanisme kerja homone
Jaringan endokrin mengeluarkan produksi berupa hormon. Hormon ini di lepas ke dalam
sirkulasi, beredar ke seluruh tubuh, mengatur fungsi jaringan tertentu, dan menjaga
homeostasis. Hormon biasanya berada di dalam plasma dan jaringan interstitial
dengan konsentrasi yang sangat rendah berkisar antara 10-12 sampai 10-9 Molar).
Hormon akan bekerja pada sel target yang terletak jauh dari kelenjar yang
mengeluarkannya. Pada sel target terdapat sistem reseptor yang cukup sensotif untuk
menangkap sinyal hormon yang sangat lemah tersebut. Setelah hormon berikatan dengan
reseptor akan terdapat reaksi enzimatik tertentu sehingga terjadi respon fisiologis
(Jose RL Bahbara, 2010).
Hormon berkaitan dengan reseptor untuk memulai kerjanya pada sel target. Dengan
mengetahui mekanisme kerja hormon pada sel target dapat diketahui patofisiologi
berbagai penyakit endokrin seperti dwarfisme Laron, resistensi insulin, dan sindrom
insentivitas androgren. Berdasarkan fungsinya pada sek target, hormon dpat dibagi
menjadi 2 kelompok:
a. Hormon yang tidak dapat masuk ke dalam sel dan berkaitan dengan reseptor di
permukaan sel (reseptor membran sel) hormon protein atau polipeptida, monoamin, dan
prosaglandin dalam kategori ini (Jose RL Bahbara, 2010).
b. Hormon yang dapat masuk ke dalam sel dan berikatan dengan reseptor
intraseluler. Reseptor ini bekerja pada sel target untuk mengatur ekspresi gen.
Hormon klasik yang termasuk dalam kelompok ini adalah hormon tiroid dan steroid
(Jose RL Bahbara, 2010).
Reseptor merupakan protein spesifik yang terdapat pada sel target dan dapat
berikatan dengan hormon tertentu untuk menimbulkan respon hormonal. Reseptor
biasanya terdapat dalam jumlah kecil (10.000 molekul/sel). Reseptor mempunyai
afinitas yang tinggi terhadap hormon tertentu, tetapi ikatannya lemah sehingga
reaski ini bersifat revelsibel dan reseptor tersebut dapat digunakan kembali (Jose
RL Bahbara, 2010).
3.2.4 Modulasi dan regulasi pelepasan hormon
Hormon diproduksi oleh kelenjar respon terhadap berbagai sinyal, meliputi hormon,
persarafan maupun sinyal dari lingkungan. Hormon hopofisis anterior sebagian besar
diatur melalui mekanisme unmpan balik san bergfungsi merangsang produksi hoemon du
kelenjar endokrin perifer. Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin perifer
ini akan menghambat produksi hormon di hipofisis dan hipotalalus, misalnya produksi
ACTH diatur oleh sekresi hormon kortisol di adrenal, sedangkan FSH dan LH di atur
oleh hormon steroid seks gonad. Pengaturan hormon terjadi dalam rentang yang
sempit, di sebut sebagai set point. Sistem persarafan juga berperan dalam produksi
hormon, kelenjar pineal. Kelenjar ini menerima rangsangan fotosensoris melalui
saraf simpatis yang akan menyebabkan produksi melatolin dari serotonin. Lingkungan
juga dapat merangsang produksi hormon, misalnya peningkatan gula darah akan
menyebabakan pelepasan unsulin dari sel β pankreas. Secara umum produksi hormon ini
akan di atur oleh berbagai mekanisme input baik sebagai stimulator maupun
inhibitor. Produksi hormon di atur melaui satu atau lebih proses, yang terdiri dari
sintesis hormon, pelepasan hormon, dan sintesis fungsional dan sekresi dari organ
yang memproduksi hormon. Oleh karena perbedaan kimia sebagai hormon, produksi
hormon akan melaui berbagai jalur (pathway) dan pengaturan yang berbeda (Jose RL
Bahbara, 2010).
3.4.5 Fungsi dari hormon sistem endokrin
Macam-macam fungsi hormon yang di hasilkan kelenjar hipofisis lobus anterior dan
fungsinya
1. Hormon somatotropin (STH), hormon per tumbuhan
Mengendalikan pertumbuhan tubuh, merangsang sintesis protein dan metabolisme lemak,
serta merangsang pertumbuhan tulang (terutama tulang pipa) dan otot. Hormon
tiritropin atau thyroid stimulating hormone (TSH), Mengontrol perumbuhan dan
perkembangan kelenjar gondok atau tiroid serta dalam menghasilkan tiroksin (Pearce,
2009).
2. Adrenocorticotropic hormone (ACTH)
Mengontrol pertumbuhan dan perkembangan aktivitas kulit ginjal merangsang kelenjar
adrenal untuk mensekresikan glukokortikoid (hormone yang dihasilkan untuk
metabolisme karbohidrat(Pearce, 2009).
3. Prolaktin (PRL) atau lactogenic hormone (LTH)
Membantu kelahiran dan memelihara sekresi kelenjar susu oleh kelenjar susu
(Pearce, 2009).
4. Hormon gonatropin
a. Pada wanita
1) Fillicle stimulating hormone (FSH) merangsang pematangan filokel dalam ovarium
dan menghasilkan estrogen.
2) Luteinizing hormone (LH) merangsang pematangan filokel dalam ovarium dan
menghasilkan progestron.
(Pearce, 2009).
b. Pada pria
1) Fillicle stimulating hormone (FSH) merangsang terjadinya spermatogenesis
(proses pematangan sperma).
2) Interstitial cell stimulating hormone (ICSH) merangsang sel-sel interstitial
testis untuk memproduksi testosteron dan androgen.
(Pearce, 2009).
Jenis dan fungsi hormon yang di hasilkan kelenjar hipofisis pars media.
1. Melanosit stimulating hormone
Mempengaruhi warna kulit individu, dengan cara menyebarkan butir melanin, apabila
hormon ini banyak dihasilkan maka menyebabkan kulit menjadi hitam (Pearce, 2009).
Jenis dan fungsi hormon yang di hasilkan kelenjar hipofisis lobus posterior.
1. Oksitosin menstimulasi kontraksi otor polos pada rahim wanita selama proses
melahirkan.
2. Hormon anti diuretk hormon (ADH) menurunkan volume urin dan menaikkan tekanan
darah dengan cara menyempitkan pembuluh darah (Pearce, 2009).
Jenis dan fungsi hormon yang di hasilkan kelenjar tiroid.
1. Tiroksin mengatur metabolisme, pertumbuhan, perkembangan, dan kegiatan sistem
saraf.
2. Triiodontrironin mengatur metabolisme, pertumbuhan, perkembangan, dan
kegiatan sistem saraf.
3. Kalsitonin menrunkan kadar kalsium dalam darah dengan cara mempercepat
absorpsi kalsium oleh tulang.
(Pearce, 2009)
Jenis dan fungsi hormon yang di hasilkan kelenjar paratiroid.
1. Kalsitonin mengatur konsentrasi ion kalsium dalam cairan ekstraselulerdengan
cara mengatur absorpsi kkalsium dari usus, ekskresi kalsium oleh ginjal dan
pelepasan kalsium dari tulang (Pearce, 2009).
Jenis dan fungsi hormon yang di hasilkan kelenjar adrenalin.
a. Bagian korteks adrenal
1) Mineralokortikoid mengontrol metabolisme ion anorganik.
2) Glukokortikoid mengontrol metabolime glukosa.
(Pearce, 2009).
b. Bagian medula adrenal
1) Adrenalin (epinefrin)
2) Noradrenalim
Kedua hormon tersebut bekerjasama dalam hal.
a) Dilatasi bronkolius
b) Vasokonstriksi pada arteri
c) Vasodilatasi pembuluh darah otak dan otot
d) Mengubah glikogen menjadi glukosa dalam hati
e) Gerak peristaltik
f) Bersama insulin mengatur kadar gula darah
(Pearce, 2009).
Jenis dan fungsi hormon yang di hasilkan kelenjar pankreas.
1. Sel alfa mensekresi glukagon, yang meningkatkan kadar gula darah.
2. Sel beta mensekresikan insulin, yang menurunkan kadar gula darah.
3. Sel delta mensekresikan somatostatin, atau hormon penghalang hormon
pertumbuhan, yang menghambat sekresi glukagon dan insulin.
4. Sel F mensekresikan polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk
fungsi yang tidak jelas, yang di lepaskan setelah makan.
(Pearce, 2009)
Jenis dan fungsi hormon yang di hasilkan kelenjar ovarium.
1. Estrogen untuk mempertahankan pembentukan ovum dan ciri-ciri kelainan skunder
(Pearce, 2009).
2. Progesteron mengatur pembentukan plasenta dan produksi air susu.
Jenis dan fungsi hormon yang di hasilkan kelenjar testis
1. Testosteron mempertahankan proses pembentukan sperma dan menumbuhkan ciri-
ciri kelainan sekunder (Pearce, 2009).

3.3 Gula darah


3.3.1 Definisi gula darah
Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat
dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka (Joyce
LeeFever, 2007).
3.3.2 Metabolisme gula darah
Metabolisme gula darah Gula darah setelah diserap oleh dinding usus akan masuk
dalam aliran darah masuk ke hati, dan disintesis menghasilkan glikogen kemudian
dioksidasi menjadi CO2 dan H2O atau dilepaskan untuk dibawa oleh aliran darah ke
dalam sel tubuh yang memerlukannya. Kadar gula dalam tubuh dikendalikan oleh suatu
hormon yaitu hormon insulin, jika hormon insulin yang tersedia kurang dari
kebutuhan, maka gula darah akan menumpuk dalam sirkulasi darah sehingga glukosa
darah meningkat. Bila kadar gula darah ini meninggi hingga melebihi ambang ginjal,
maka glukosa darah akan keluar bersama urin (glukosuria) (Depkes RI, 1999).
3.3.3 Absorssi gula darah
Absorbsi gula darah Tubuh setelah mendapat intake makanan yang mengandung gula akan
melakukan proses pencernaan, dan absorbsi akan berlangsung terutama di dalam
duodenum dan jejunum proksimal, setelah absorbsi akan terjadi peningkatan kadar
gula darah untuk sementara waktu dan akhirnya kembali pada kadar semula baseline. (
Sylvia Anderson Price, 1996 ) Besarnya kadar gula yang diabsorbsi sekitar 1 gram/kg
BB tiap jam. Kecepatan absorbsi gula di dalam usus halus konstan tidak tergantung
pada jumlah gula yang ada atau kadar dimana gula berada. Untuk mengetahui kemampuan
tubuh dalam memetabolisme karbohidrat dapat ditentukan dengan Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO). ( Sylvia Anderson Price, 1996 ).
3.3.4 Macam-macam pemeriksaan glukosa darah
1. Glukosa darah sewaktu Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu
sepanjang hari tanpa memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh
orang tersebut. ( Depkes RI, 1999 )
2. Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan Pemeriksaan glukosa darah puasa
adalah pemeriksaan glukosa yang dilakukan setelah pasien berpuasa selama 8-10 jam,
sedangkan pemeriksaan glukosa 2 jam setelah makan adalah pemeriksaan yang dilakukan
2 jam dihitung setelah pasien menyelesaikan makan. ( Depkes RI, 1999 ).

3.4 Insulin
3.4.1 Definisi insulin
Insulin merupakan elemen utama kelangsungan hidup peyandang DM tipe-1. Tetapi
insulin pertama kali digunakan pada tahun 1922, menggunakan insulin reguler,
diberikan sebelum makan dan ditambah sekali pada malam hari. Namun saat ini telah
dikembangkan beberapa jenis insulin yang memungkinkan pemberian insulin dalam
berbagai macam regimen (Jose RL Bahbara, 2010).
3.4.2 Kerjainsulin
Puncak kerja dan lama kerja insulin merupakan faktor yang menentukan dalam
pengolahan penderita DM. Respons klinis terhadap insulin tergantung pada beberapa
faktor:
(Jose RL Bahbara, 2010).
a. Umur individu
b. Tebal jaringan lemak.
c. Status pebertas.
d. Dosis insulin
e. Tempat injeksi.
f. Latihan (exercise).
g. Kepekatan, jenis dan campuran insulin.
h. Suhu ruangan dan suhu tubuh.
3.4.3 Jenisinsulin
Sebelum era tahun 80-an, penggunaan insulin masih memakai produk hasil purifikasi
kelenjar prankeas babi atau sapi. Dengan dikembangkannya teknologi DNA rekombinan,
telah dapat di hasilkan insulin rekombinan manusia yang telah digunakan secara luar
saat ini. Insulin rekimbinan ini telah disukai sebagai pilihan utama, selain dapat
memproduksi secara luas juga mempunyai imunogenitas yang lebih rendah dibandingkan
insulin dari babi dan sapi. Berikut jenis sediaan insulin dan profil kerjanya
terlihat pada tabel (Jose RL Bahbara, 2010).
Jenis insulin
Awitan (jam)
Puncak kerja (jam)
Lama kerja (jam)
Kerja insulin (rapid acting) (aspart, glulisine, dan lispro
0,15-0,35
1-3
3-5
Kerja pendek
0,5-1
2-4
5-8
Kerja menengah
1. semilente
2. NPH
3. IZS lente type

1-2
2-4
3-4

4-10
4-12
6-15
8-16
12-24
18-24

Insulin basal
1. glargine
2. detemir

2-4
1-2

Tidak ada
6-12

24*
20-24
Kerja panjang
Ultralente type

4-8

12-24

20-24

Insulin campuran
Cepat menengah
Pendek- menengah

0,5
0,5

1-12
1-12

16-24
16-24
Table 3.1: jenis-jenis insulin(Jose RL Bahbara, 2010).

3.5 Gangguan Pada Sistem Endokrin


1. Hipertiroid
a. Definisi
Hipertiroid atau hipertiroidisme adalah suatu keadaan atau gambaran klinis akibat
produksi hormon tiroid yang berlebihan oleh kelenjar tiroid yang terlalu aktif.
Karena tiroid memproduksi hormon tiroksin dari lodium, maka lodium radiaktif dalam
dosis kecil dapt digunakan untuk mengobatinya (mengurangi intensitas fungsinya)
(Huda, 2015a).
b. Etiologi
Hipertiroid dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus, Peningkatan TSH akibat malfungsi kelanjar tiroid akan disertai
penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif TH terhadap pelepasan keduanya.
Hipertiroid akibat malfungsi hipofisis memberikan gambaran kadar TH dan TSH yang
finggi. TRF akan rendah karena umpan balik negatif dari HT dan TSH. Hipertiroid
akibat malfungsi hipotalamus akan memperlibatkan HT yang tinggi disertai TSH dan
TRH yang berlebihan (Huda, 2015a).
Beberapa penyakit yang menyebabkan hipertiroid yaitu:
1) Penyakit Graves
Penyakit ini disebkan oleh kelenjar tiroid yang overaktif dan merupakan penyebab
hipertiroid yang paling sering dijumpai.Penyakit ini biasanya penyakit turunan.
Penyebab lain karena penyakit autoimun, dimana antibodi yang ditemukan dalam
peredaran darah yaitu tyroid stimulating immunogirobulin (TSI antibodies). Thyroid
peroksidase antibodies (TPO) dan TSH reseptor antibodies (TRAB). Pencetus kelaian
ini adalah stress, merokok, radiasi, kelainan mata dan kulit, penglihatan kabur,
sensitif terhadap sinar, terasa ada pasir dimata, mata dapat menonjol keluar hingga
double vision. Penyakit mata ini sering berjala sendiri dan tidak tergantung pada
tinggi rendahnya hormon tiroid. Gangguan kulit menyebabkan kulit jadi merah,
kehilangan rasa sakit, serta berkeringat banyak (Huda, 2015a).
a) Toxic Nodular Goiter
Benjolan leher akibat pembesaran tiroid yang berbentuk biji padat, bisa satu atau
banyak. Kata Toxic berarti hipertiroi, sedangkan nodule atau biji itu tidak
terkontrol oleh TSH sehingga memproduksi hormon tiroid yang berlebihan (Huda,
2015a).
b) Minum obat Hormon Tiroid berlebihan
Keadaan demikian tidak jarang terjadi, karena periksa laboratorium dan kontrol ke
dokter yang tidak teratur. Sehingga pasien terus minum obat tiroid, ada pula yang
minum hormon tiroid dengan tujuan menurunkan badan hingga timbul efek samping
(Huda, 2015a).
c) Produksi TSH yang abnormal
Produksi TSH kelenjar yang hipofis dapat memproduksi TSH berlebihan, sehingga
merangsang tiroid mengeluarkan T3 dan T4 yang banyak (Huda, 2015a).
d) Tiroiditis ( Radang Kelenjar Tiroid )
Tiroiditis sering terjadi pada ibu setelah melahirkan, disebut tiroiditis pasca
persalinan, dimana pada fase awal timbul keluhan hipertiroid, 2-3 bulan kemudian
keluar gejala hipotiroid (Huda, 2015a).
e) Konsumsi yodium berlebihan
`Bila konsumsi berlebihan bisa menimbulkan hipertiroid, kelainan ini biasanya
timbul apabila sebelumnya si pasien memang sudah ada kelainan kelenjar tiroid
(Huda, 2015a).

c. Manifestasi klinis
1) Peningkatan frekuensi denyut jantung.
2) Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap
katekolamin.
3) Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran
terhadap panas, keringat berlebihan.
4) Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik).
5) Peningkatan frekuensi buang air besar.
6) Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid.
7) Gangguan reproduksi
8) Tidak tahan panas.
9) Cepat letih.
10) Pembesaran kelenjar tiroid.
11) Mata melotot (exoptalmus) hal ini terjadi akibat dari penimbunan zat di
dalam orbit mata.
(Huda, 2015a).
d. Pemeriksaan penunjang
1) TSH serum (biasanya menurun).
2) T3 dan T4 (biasanya meningkat).
3) Test darah hormon tiroid.
4) X-ray scan, CAT scan, MRI scan (untuk mendeteksi adanya tumor).
(Huda, 2015a).
e. Penatalaksaan
Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hak antara lain berat ringannya
tiroksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antibodi dan respon
atau reaksi terhadap penyakit lain yang menyertainya, ada tiga jenis pengobatan
terhadap hipertiroid antara lain: (Huda, 2015a).
1) Obat antai tiroid
Golongan tionamid: terdapat dua kelas golongan tionamid, yaitu tiorasil dan
imidazol. Tiourasil dipasarkan dengan nama propitiourasil (PTU) dan imidasor. Obat
golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid (Huda, 2015a).
2. Hipoglikemia
a. Definisi
Hipoglikemia adalah suatu keadaan abnormal dimana kadar glukosa dalam darah < 50/60
mg/dl (Standart of medical care in diabetes, 2009).
b. Etiologi
Menurut sabatine (2004), hipoglikemia dapat terjadi pada penderita diabetes dan non
diabetes dengan etiologi sebagai berikut:
1) Pada diabetes
a) Overdosis insulin.
b) Asupan makanan (tertunda atau lupa, terlalu sedikit, output yang berlebihan
(muntah, diare), diit berlebihan.
c) Aktivitas berlebihan.
d) Gagal ginjal.
e) Hipotiroid.
2) Pada non diabetes
a) Peningkatan produksi insulin.
b) Paska aktivitas.
c) Konsumsi makanan yang sedikit kalori.
d) Konsumsi alcohol.
e) Paska melahirkan.
f) Post gastrectomy.
g) Penggunaan obat-obatan dalam jumlah besar.
c. Karakteristik diagnostic hipoglikemia
1) Terdapat tanda-tanda hipoglikemia.
2) Kadar glukosa darah kurang dari 50 mg %.
3) Gejala akan hilang seiring dengan peningkatan kadar glukosa darah.
d. Klasifikasi dan manifestasi klinis hipoglikemia
Menurut soemadji (2006) dan rush dan louies (2004) klasifikasi dan manifestasi
klinis dari hipoglikemia sebagai berikut:

Jenis hipoglikemia
Sing dan symtoms
Ringan

a. Dapat dibatasi sendiri dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.


b. Penurunan glukosa merangsang saraf simpatis, sekresi adrenalin ke pada
perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, gelisah.
c. Penurunan glukosa merangsang saraf parasimpatis,lapar, mual,tekanan darah
turun.
Sedang
a. Dapat diatasi sendiri, merangsang aktivitas sehari-hari.
b. Otak mulai kurang mendapat glukosa sebagai seumber energy, timbul gangguan
pada SSP, vertigo konsentrasi, penurunan daya ingat, perubahan emosi, perilaku
irasional, penurunan fungsi rasa.
Berat
a. Membutuhkan orang lain dan terapi glukosa.
b. SSP mengalami gangguan berat, kejang, penurunan kesadaran
c. Pedoman tatalaksana hipoglikemia
Menurut perkeni (2006) pedoman tatalaksana hipoglikemia sebagai berikut:
1) Glukosa diarahkan pada kadarglukosa puasa yaitu 120 mg/dl.
2) Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (IV), satu flakon (25 cc) Dex 40% (10
gr Dex) dapat menaikkan kadar glukosakurang lebih 25-30 mg/dl.
Menejemen hipoglikemia menurut soemadji (2006), sebagai berikut:
1) Tergantung derajat hipoglikemia
a) Hipoglikemia ringan
a. Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6-10 butir permen atau 2-3
sendok teh sirup atau madu.
b. Bila gejala tidak berkurang dalam 15 menit, ulangi pemberiannya.
c. Tidak dianjarkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori seperti coklat,
kue, donat, ice cream, dan cake.
b) Hipoglikemia berat
a. Tergantung pada tingkat kesadaran pasien.
b. Bila klien dalam keadaan tidak sadar dan jangan memberikan makanan atau
minuman.
c) Terapi hipoglikemia
a. Glukosa oral.
b. Glukosa intervena.
c. Glucagon 1 mg (SC/IM).
d. Thiamine 100 mg (IV/IM) pada pasien ALKOHOLIC.
e. Monitoring.
3. Hiperglikemia
a. Definisi
Suatu keadaan abnormal dimana kadar glukosa dalam darah < 200 mg/dl (Standart of
medical care in diabetes, 2009).
b. Etilogi
Menurut smellzer & bare (2003), hiperglikemia dapat terjadi pada penderita diabetes
dan non diabetes ddengan etiologi sebagai berikut:
1) Dosis insulin tidak tepat.
2) Asupan makanan berlebihan.
3) Aktivitas.
4) Stess (fisik maupun emosional)
5) Infeksi.
4. Addison
a. Definisi
Penyakit Addison adalah gangguan yang melibatkan terganggunya fungsi dari kelenjar
korteks adrenal. Hal ini menyebabkan penurunan produksi dua penting bahan kimia
(hormon) biasanya dirilis oleh korteks adrenal: kortisol dan aldosteron (Liotta EA
et all 2010).
b. Etiologi
Etiologi dari adrenal insufisiensi primer atau penyakit addison terus mengalami
perubahan sepanjang tahun. Prior 1920, tuberkulosis merupakan penyebab utama
adrenal insufisiensi. Sejak 1950, adrenal autoimun dengan adrenal atrofi dijumpai
pada sekitar 80% dari kasus (Liotta EA et all 2010). Kehilangan fungsi lebih dari
90% pada kedua korteks andrenal menghasilkan manifestasi klinis insufisiensi
adrenokortikal. Destruksi dari glandula, seperti terdapat pada kondisi idiopatik
dan kondisi invasif dari suatu penyakit, hal ini menyebabkan terjadinya kronisitas
dari adrenal insufisiensi(Gardner DG et all 2007). Evaluasi pasien dengan penyakit
Addison yang diduga melibatkan diagnosis insufisiensi adrenal dan kemudian
identifikasi defek pada hipotalamus-hipofisis axis (Gardner DG et all 2007.
Pengobatan insufisiensi adrenal meliputi pergantian, substitusi hormon yang tidak
diproduksi lagi oleh kelenjar adrenal.
c. Manifestasi klinis
Gejala dari penyakit addison tidak spesifik. Gejala yang muncul biasanya
berhubungan dengan kelelahan, kelemahan, anoreksia, nausea, nyeri abdomen,
gastroenteritis, diare dan labilitas mood. Pada orang dewasa dengan penyakit
addison dapat dijumpai penurunan berat badan 1 – 15 kg. Kelemahan badan ini
disebabkan karena gangguan keseimbangan air dan elektrolit serta gangguan
metabolisme karbohidrat dan protein sehingga didapat kelemahan sampai paralisis oto
bergaris. Di samping itu, akibat metabolisme protein, terutama pada sel-sel otot
menyebabkan otot-otot bergaris atropi, bicaranya lemah. Gejala kelemahan otot ini
berkurang setelah pemberian cairan, garam serta kortikosteroid. Nicholson dan
Spaeth melaporkan pada beberapa penderita Addison dapat terjadi paralisis flasid
yang bersifat periodik akibat hiperkalemia dimana mekanismenya belum diketahui,
walaupun hal ini jarang didapatkan (Liotta EA et all 2010). Nausea, Vomitus, dan
nyeri abdomen difus dijumpai sekitar 90% dari pasien dan biasanya merupakan
inpending dari krisis addison. Diare kurang umum daripada nausea, vomitus dan nyeri
abdomen dan terjadi pada sekitar 20% pasien. Jika dijumpai diare, biasanya akan
disertai dengan Dipublish:08 Agustus2011/Published online: alfinzone.wordpress.com
komplikasi dehidrasi dan harus segera dihidrasikan. Gajala flu berulang telah
dilaporkan dalam beberapa kasus.
d. Penanganan Addison
1. Penatalaksanaan ditinjau dari tingkat keparahan:
a. Kegagalan adrenal kronis: penggantian glukokortikoid dengan
hidrokortison 20 mg/hari dalam dosis terbagi, ditambah dengan terapi terhadap
infeksi atau penyakit penyrta, atau pembedahan. Pengganti mineralokortikoid
(fludrokortison) hanya dilakukan pada kegagalan adrenal primer.
b. Kegagalan adrenal akut: merupakan sebuah kegawat daruratan medis. Cairan
intravena (NaCL fisiologis) dalam jumlah besar dan hidrokortison diberikan dengan
dosis yang tinggi. Faktor pemicu (infeksi dan lain-lain) ditangani. Pantau kadar
elektrolit dan glukosa. (Patrick davey, 2005).
2. Penatalaksanaan secara medic
a. Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu
dosis 12,5 – 50 mg/hr.
b. Hidrokortison (solu – cortef) disuntikan secara IV
c. Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti
kortisol
d. Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
e. Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral
3. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Monitoring ketat TTV klien ketika penyakitnya telah terdiagnosa. Check nadi,
paling tidak setiap 4 jam. Laporkan penurunan tekanan darah dan perubahan
ortostatik.
b. Ketika terjadi rehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit terdeteksi, kaji
manifestasi dari meningkatnya vitalitas fisik dan emosionalnya. Kaji pada lokasi di
mana terdapat penekanan pada tulang, pada klien yang imobilisasi, untuk mencegah
dekubitus. Dengan berbagai macam terapi, maka kelesuan dan kelemahan seharusnya
berangsur-angsur berkurang dan akhirnya menghilang.
c. Monitoring untuk pajanan suhu dingin dan infeksi. Segera laporkan pada dokter
jika manifestasi dari infeksi berkembang, misalnya sakit tenggorokan atau rasa
terbakar saat berkemih. Ingat, klien dengan penyakit Addison tidak dapat mentolerir
stress. Infeksi akan menambahi beban stress pada tubuh, butuh lebih tinggi pada
level kortisol selama infeksi terjadi.
d. Kaji manifestasi dari ketidakseimbangan sodium dan potassium. Berat badan
harian mengindikasikan pengukuran obyektif dari bertambahnya BB, atau bahkan
menurunnya BB. Jika terapi penggantian steroid tidak adekuat, kehilangan sodium dan
retensi potassium dikoreksi terus. Jika dosis steroid terlalu tinggi, kelebihan
jumlah sodium dan air dipertahankan, dan ekskresi potassium yang tinggi.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium :
1) Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium).
2) Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia).
3) Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis).
4) Penurunan kadar kortisol serum
5) Kadar kortisol plasma rendah
b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal
1) CT Scan
Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan
insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan
non malignan dan hemoragik adrenal
2) Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder
akibat adanya abnormalitas elektrolik
3) Tes stimulating ACTH
Cortisol adarah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH
diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendek cepat. Penyukuran
cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah
suatu kenaikan tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
4) Tes Stimulating CRH
Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH
“Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal. Pada
tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur
sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan
ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak
hadir / penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon ACTH
menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH menunjukan
pada hypothalamus sebagai penyebab.
5. Diabetes mellitus
a. Definisi
Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (Purnamasari, 2009).
b. Klasifikasi Diabetes Melitus Klasifikasi diabetes melitus menurut ADA
(American Diabetes Association) 2009 yaitu:
1) Diabetes Melitus Tipe 1 Diabetes tipe ini disebabkan karena destruksi sel beta
pankreas yang bertugas menghasilkan insulin. Tipe ini menjurus ke defisiensi
insulin absolut. Proses destruksi ini dapat terjadi karena proses imunologik maupun
idiopatik.
2) Diabetes Melitus Tipe 2 Tipe ini bervariasi mulai dari yang predominan
resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan
gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
3) Diabetes Melitus Tipe Lain
1. Defek genetik fungsi sel beta akibat mutasi di:
a. Kromosom 12, HNF-α ( dahulu MODY 3)
b. Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
c. Kromosom 20, HNF-α (dahulu MODY 1)
d. Kromosom 13, insulin promoter factor ( dahulu MODY 4)
e. Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)
f. Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA mitokondria
2. Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe A, eprechaunism, sindrom
Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya.
3. Penyakit eksokrin pankreas: pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma,
fibrosis kistik, hemikromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya.
4. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme,
somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.
5. Karena obat/zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
hormon tiroid, diazoxid, lainnya.
6. Infeksi: rubella kongenital, CMV.
7. Imunologi (jarang): sindrom Stiffman, antibody antireseptor insulin.
8. Sindrom genetik lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner,
sindrom Wolfram’s ataksia Friedreich’s, chorea Huntington, porfiria, sindrom Prader
Willi, lainnya.
c. Faktor Resiko Diabetes Melitus Faktor-faktor risiko terjadinya Diabetes
melitus tipe 2 menurut ADA dengan modifikasi terdiri atas
1) Faktor risiko mayor:
a) Riwayat keluarga DM.
b) Obesitas.
c) Kurang aktivitas fisik.
d) Ras/Etnik.
e) Sebelumnya teridentifikasi sebagai IFG.
f) Hipertensi.
g) Tidak terkontrol kolesterol dan HDL.
h) Riwayat DM pada Kehamilan.
i) Sindroma polikistik ovarium.
2) Faktor risiko lainnya:
a) Faktor nutrisi.
b) Konsumsi alkohol.
c) Kebiasaan mendengkur.
d) Faktor stress.
e) Kebiasaan merokok.
f) Jenis kelamin.
g) Lama tidur.
h) Intake zat besi.
i) Konsumsi kopi dan kafein.
j) Paritas.
k) Intake zat besi
(ADA, 2007 )
d. Gejala dan Tanda-Tanda Diabetes Melitus
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik.
1) Gejala Akut Penyakit Diabetes melitus Gejala penyakit DM dari satu penderita
ke penderita lain bervariasi bahkan, mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun
sampai saat tertentu.
a) Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli), yaitu:
1. Banyak makan (poliphagia).
2. Banyak minum (polidipsia).
3. Banyak kencing (poliuria).
b) Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala:
1. Banyak minum.
2. Banyak kencing.
3. Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg
dalam waktu 2-4 minggu).
4. Mudah lelah.
5. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh
koma yang disebut dengan koma diabetik.
2) Gejala Kronik Diabetes melitus Gejala kronik yang sering dialami oleh
penderita Diabetes melitus adalah sebagai berikut:
a) Kesemutan.
b) Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
c) Rasa tebal di kulit.
d) Kram.
e) Capai.
f) Mudah mengantuk.
g) Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
h) Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
i) Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun,bahkan impotensi.
j) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4
e. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan diabetes mellitus, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila dalam
langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasi dengan
langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau
kombinasi keduanya (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
1) Non farmakologi
a) Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang
dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat,
protein dan lemak. Tujuan pengobatan diet pada diabetes adalah:
1. Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar
normal.
2. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
3. Mencegah komplikasi akut dan kronik.
4. Meningkatkan kualitas hidup.
Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes mellitus, yang
terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapian hasil metabolis yang optimal
dan pencegahan serta perawatan komplikasi. Untuk pasien DM tipe 1, perhatian
utamanya pada regulasi administrasi insulin dengan diet seimbang untuk mencapai dan
memelihara berat badan yang sehat. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat
mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap stimulus
glukosa.
b) Olah raga
Berolah secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal.
Prinsipya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara
teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Beberapa contoh olah raga
yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain
sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah Universitas Sumatera Utara dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
2) Terapi farmakologi
a) Insulin
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel β pankreas dalam merespon glukosa.
Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2
rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam
amino. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian
metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke
dalam sel.
b) Obat Antidiabetik Oral
Obat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu penanganan pasien diabetes
mellitus tipe 2. Farmakoterapi antidiabetik oral dapat dilakukan dengan menggunakan
satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes,
2005).
1. Golongan Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas, oleh
sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pankreas masih dapat
berproduksi Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-
senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar
pankreas. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes dewasa baru dengan
berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya
(Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
Sulfonilurea generasi pertama Tolbutamid diabsorbsi dengan baik tetapi cepat
dimetabolisme dalam hati. Masa kerjanya relatif singkat, dengan waktu paruh
eliminasi 4-5 jam (Katzung, 2002).
Dalam darah tolbutamid terikat protein plasma. Di dalam hati obat ini diubah
menjadi karboksitolbutamid dan diekskresi melalui ginjal (Handoko dan Suharto,
1995).
Asektoheksamid dalam tubuh cepat sekali mengalami biotransformasi, masa paruh
plasma 0,5-2 jam. Tetapi dalam tubuh obat ini diubah menjadi 1- hidroksilheksamid
yang ternyata lebih kuat efek hipoglikemianya daripada asetoheksamid sendiri.
Selain itu itu 1-hidroksilheksamid juga memperlihatkan masa paruh yang lebih
panjang, kira-kira 4-5 jam (Handoko dan Suharto, 1995).
Klorpropamid cepat diserap oleh usus, 70-80% dimetabolisme di dalam hati dan
metabolitnya cepat diekskresi melalui ginjal. Dalam darah terikat albumin, masa
paruh kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat beberapa hari setelah
pengobatan dihentikan (Handoko dan Suharto, 1995).
Tolazamid diserap lebih lambat di usus daripada sulfonilurea lainnya dan efeknya
pada glukosa darah tidak segera tampak dalam beberapa jam setelah pemberian. Waktu
paruhnya sekitar 7 jam (Katzung, 2002).
Sulfonilurea generasi kedua Gliburid (glibenklamid) khasiat hipoglikemisnya yang
kira-kira 100 kali lebih kuat daripada tolbutamida. Sering kali ampuh dimana obat-
obat lain tidak efektif lagi, risiko hipoglikemia juga lebih besar dan sering
terjadi. Pola kerjanya berlainan dengan sulfonilurea yang lain yaitu dengan single-
dose pagi hari mampu menstimulasi sekresi insulin pada setiap pemasukan glukosa
(selama makan) (Tjay dan Rahardja, 2002).
Obat ini dimetabolisme di hati, hanya 21% metabolit diekresi melalui urin dan
sisanya diekskresi melalui empedu dan ginjal (Handoko dan Suharto, 1995).
Glipizid memiliki waktu paruh 2-4 jam, 90% glipizid dimetabolisme dalam hati
menjadi produk yang aktif dan 10% diekskresikan tanpa perubahan melalui ginjal
(Katzung, 2002).
Glimepiride dapat mencapai penurunan glukosa darah dengan dosis paling rendah dari
semua senyawa sulfonilurea. Dosis tunggal besar 1 mg terbukti efektif dan dosis
harian maksimal yang dianjurkan adalah 8 mg. Glimepiride mempunya waktu paruh 5 jam
dan dimetabolisme secara lengkap oleh hati menjadi produk yang tidak aktif
(Katzung, 2002).
2. Golongan Biguanida
Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan glukosa darah
melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular dan menurunkan
produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan hingga berat badan tidak
meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang overweight (Ditjen Bina
Farmasi dan Alkes, 2005).
3. Golongan Tiazolidindion
Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan berupa
penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin
dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam
jaringan lemak dan otot meningkat. Tiazolidindion diharapkan dapat lebih tepat
bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel β pankreas. Contoh:
Pioglitazone, Troglitazon. d. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase Obat ini bekerja
secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam saluran cerna
sehingga dapat menurunkan hiperglikemia postprandrial. Obat ini bekerja di lumen
usus dan tidak menyebabkan Universitas Sumatera Utara hipoglikemia dan juga tidak
berpengaruh pada kadar insulin. Contoh: Acarbose (Tjay dan Rahardja, 2002).

3.6 Gangguan Sistem Perkemihan


a. Retensi, adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan
kandung kemih untuk mengosongkan diri. Ada sekitar 3000-4000 ml urine di dalam
kandung kemih (Hidayat, 2012).
b. Inkontinensi urine yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen otot
sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih (Hidayat,
2012).
c. Inkontinensia total merupakan keadan dimana seseorang mengalami pengeluaran
urine yang terus menerus dan tidak dapat diperkirakan, ditandai dengan terjadinya
pada saat tidak diperkirakan, tidak ada distensi kandung kemih, dan nokturi
(Hidayat, 2012)
d. Inkontinensia stress merupakan keadaan seseorang mengalami kehilangan urine
kurang dari 50 ml yang terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen, ditandai dengan
urine menetes dan sering miksi (lebih dari 2 jam) (Hidayat, 2012).
e. Inkontinensia refleks merupakan keadan dimana seseorang mengakami pengeluaran
urin yang tidak dirasakan (Hidayat, 2012).
f. Inkontinensia fungsional merupakan keadaan seseorang mengalami pengeluaran
urine secara involunter dan tidak dapat diperkirakan, adanya dorongan untuk
berkemih dan kontaksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urine (Hidayat,
2012).
g. Enuresis merupakan ketidakseimbangan menahan kemih (mengompol) biasanya
terjadi pada anak-anak, yang diakibatkan tidak mampu mengontrol spingter eksterna
(Hidayat, 2012).
h. Urgency adalah perasaan seseorang untuk berkemih, takut mengalami inkontinen
jika tidak berkemih (Hidayat, 2012).
i. Dysuria merupakan rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih hal ini sering
ditemukan pada penyakit ISK, trauma dan striktur uretra (Hidayat, 2012).
j. Polyuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,
tanpa adanya peningkatan intake cairan, yang dapat ditemukan pada penyakit diabetes
militus, defisiensi ADH, dan PGK (Hidayat, 2012).
k. Urinaria suppression adalah berhenti mendadak produksi urine, secara normal
urine diproduksi oleh ginjal secara terus menerus pada kecepatan 60-120 ml/jam
(Hidayat, 2012).

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh memalui aliran darah untuk
memengaruhi organ-organ lain.Macam-macam organ sistem endokrin endokrin adalah
Hipofisis, Tiroid, Paratiroid, Kelenjar adrenalin (anak ginjal), Pankreas, Ovarium,
dan Testis Hormon sistem endokrin adalah zat kimia yang terbentuk dalam satu organ
atau bagian tubuh dan dibawa dalam darah ke organ atau bagian di mana mereka
menghasilkan efek fungsional.
Macam-macam hormon yaitu Hormon somatotropin (STH), Hormon tiritropin atau thyroid,
stimulating hormone (TSH), Adrenocorticotropic hormone (ACTH), Prolaktin (PRL) atau
lactogenic hormone (LTH), (dan sebagainya). Begitu banyak hormon yang ada didalam
tubuh dan memiliki fungsi tersendiri. Mekanisme kerja hormon, sekresi endokrin sel
endokrin mensekresi hormon→hormon dialirkan ke darah→ ditangkap oleh reseptor pada
sel sasaran. Neurosekresi badan sel saraf mensekresi hormon→melalui akson hormon
dialirkan melalui aliran darah→hormon ditangkap oleh reseptor pada sel sasaran.
Neurotransmisi badan sel saraf mengeluarkan sinyal→sehingga mempengaruhi sel
sasaran melakukan sesuatu.

4.2 Saran
Sistem endokrin, organ dan hormon-hormon memiliki fungsi dan mekanisme kerja
masing-masing dan dengan tujuan untuk menjaga kesehatan dari gangguan suatu
penyakit. Maka dari itu, disarankan kepada semua individu agar selalu menjaga
kesehatan tubuhnya dengan sebaik mungkin.

DAFTAR PUSTAKA
Pearce, E. (2009). Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis. jakarta: penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama.
Huda, A. (2015a). Aplikasi Asuhan Kperawatan berdasarkan Doagnosa Medis dan NANDA
(NIC-NOC) edisi revisi jilid 2. jogjakarta: Percetakan Mediaction Publishing
Jogjakarta.
Sloane, E. (2012). Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. (palupi wisdyastuti, Ed.).
jakarta: penerbit buku kedokteran EGC.
Hidayat, A. alimul. (2012). BUKU AJAR KEBUTUHAN DASAR MANUSIA; pendekatan kurikulum
berbasis kompetensi (KBK). (M. Wildan, Ed.). Surabaya: health books publishing.
Guyton. 2012. Fisiologi Manusia & Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Rubeinstein, David, dkk. 2007. Kedokteran klinis. Jakarta: EGC
Jose RLBatubara, Bambang (2010), Buku endokrinologi anak Edisi 1. Jakarta:
penerbit: Badan Penerbit IDAI.
Diana Eka di 23.16
Berbagi

Tidak ada komentar:


Posting Komentar
Beranda
Lihat versi web
Diberdayakan oleh Blogger.
About Me
Foto saya
Diana Eka

Nama saya Diana Eka Pertiwi, saya lahir diprobolinggo tanggal 10November 1996
tepatnya pada hari pahlawan dan saya merasa bangga saya lahir di tanggal dan bulan
ini rasanya sedikit ada yang berbeda karena pada 10 November selalu di peringati
hari pahlawan serasa ulang tahun saya juga dirayakan bersama indonesio, hhhmmmb
sedikit tentang saya, saya sangat menyukai warna pink apapun itu selalu warna pink,
saya juga sangat menyukai boneka terlebih boneka hello kitty, es cream, dan baju-
baju yang lucu entahlah sampai sekarang saya masih merasa seperti anak kecil, sikap
saya, gaya saya. mungkin hanya ini yang bisa saya ceritakan.
Lihat profil lengkapku

Você também pode gostar

  • Sik 2
    Sik 2
    Documento11 páginas
    Sik 2
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • SISTEM INFORMASI
    SISTEM INFORMASI
    Documento13 páginas
    SISTEM INFORMASI
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • Kasus 2 KDK
    Kasus 2 KDK
    Documento6 páginas
    Kasus 2 KDK
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • HHSHHSH
    HHSHHSH
    Documento13 páginas
    HHSHHSH
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • Rencana Pembelajaran PSBD
    Rencana Pembelajaran PSBD
    Documento9 páginas
    Rencana Pembelajaran PSBD
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • Makalah KWN Ibu Ilmi
    Makalah KWN Ibu Ilmi
    Documento8 páginas
    Makalah KWN Ibu Ilmi
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • Simulasi 1 Tuti
    Simulasi 1 Tuti
    Documento6 páginas
    Simulasi 1 Tuti
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • SIRSCM
    SIRSCM
    Documento14 páginas
    SIRSCM
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • Sik RS
    Sik RS
    Documento14 páginas
    Sik RS
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • STIKES MATARAM EXPO
    STIKES MATARAM EXPO
    Documento5 páginas
    STIKES MATARAM EXPO
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • KOMKEP KELUARGA
    KOMKEP KELUARGA
    Documento3 páginas
    KOMKEP KELUARGA
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • Presentasi Kelompok 15
    Presentasi Kelompok 15
    Documento9 páginas
    Presentasi Kelompok 15
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • Maping 1
    Maping 1
    Documento1 página
    Maping 1
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • Materi Etik Keperawatan
    Materi Etik Keperawatan
    Documento23 páginas
    Materi Etik Keperawatan
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • Lost & Grief
    Lost & Grief
    Documento21 páginas
    Lost & Grief
    Tien Kartini
    Ainda não há avaliações
  • Sistem Informasi Rumah Sakit
    Sistem Informasi Rumah Sakit
    Documento18 páginas
    Sistem Informasi Rumah Sakit
    xiyanlon
    Ainda não há avaliações
  • 92 177 1 SM
    92 177 1 SM
    Documento16 páginas
    92 177 1 SM
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • GFFB VGC
    GFFB VGC
    Documento13 páginas
    GFFB VGC
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • Sistem Informasi Rumah Sakit
    Sistem Informasi Rumah Sakit
    Documento18 páginas
    Sistem Informasi Rumah Sakit
    xiyanlon
    Ainda não há avaliações
  • Universitas Indonesia: Analisis Praktik..., Muhamad Adam, FIK UI, 2012
    Universitas Indonesia: Analisis Praktik..., Muhamad Adam, FIK UI, 2012
    Documento150 páginas
    Universitas Indonesia: Analisis Praktik..., Muhamad Adam, FIK UI, 2012
    Ike
    Ainda não há avaliações
  • Revolusi Mental
    Revolusi Mental
    Documento5 páginas
    Revolusi Mental
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • 92 177 1 SM
    92 177 1 SM
    Documento16 páginas
    92 177 1 SM
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • Bab I
    Bab I
    Documento7 páginas
    Bab I
    Dimaz Andrean
    Ainda não há avaliações
  • Digital - 2016 12 - 20440529 S PDF Noerfitri
    Digital - 2016 12 - 20440529 S PDF Noerfitri
    Documento141 páginas
    Digital - 2016 12 - 20440529 S PDF Noerfitri
    Windy Oktaviani
    Ainda não há avaliações
  • Materi Etik Keperawatan
    Materi Etik Keperawatan
    Documento23 páginas
    Materi Etik Keperawatan
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • Makalah Anatomi Fisiologi Sistem Pernafa
    Makalah Anatomi Fisiologi Sistem Pernafa
    Documento11 páginas
    Makalah Anatomi Fisiologi Sistem Pernafa
    tugas moko
    Ainda não há avaliações
  • FHHH
    FHHH
    Documento9 páginas
    FHHH
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • Presentation1 Nurull
    Presentation1 Nurull
    Documento9 páginas
    Presentation1 Nurull
    Asriwaty Syarif
    Ainda não há avaliações
  • KOM INTERPER PA-RS DR MOEWARDI
    KOM INTERPER PA-RS DR MOEWARDI
    Documento120 páginas
    KOM INTERPER PA-RS DR MOEWARDI
    HeppyMei
    Ainda não há avaliações
  • CR Bno Ivp
    CR Bno Ivp
    Documento32 páginas
    CR Bno Ivp
    Ayu Ssii Js
    100% (1)