Você está na página 1de 17

PROPOSAL TERAPI BERMAIN

Pokok Bahasan : Terapi Bermain


Sub Topik : Mewarnai
Sasaran : Anak usia (1 - 3 tahun) di Ruang Jempiring RSU Bangli
Tempat : Tempat Bermain Ruang Jempiring RSU Bangli
Waktu Pelaksanaan : Kamis, 04 Oktober 2018

A. Latar Belakang
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi
perkembangan anak secara optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat
di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap dilaksanakan, namun harus
disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat dirawat di rumah sakit, anak
akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan,
seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan
dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa
stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan
permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya
karena dengan melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan rasa
sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui
kesenangannya melakukan permainan. Tujuan bermain di rumah sakit
pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan
perkembangan secara optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat
beradaptasi lebih efektif terhadap stress. Bermain sangat penting bagi
mental, emosional, dan kesejahteraan anak seperti kebutuhan
perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak
sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).
Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2003 didapatkan jumlah
anak usia toddler (1-3 tahun) di Indonesia adalah 13,50 juta anak. Anak-
anak pada usia toddler dapat memainkan sesuatu dengan tangannya serta
senang bermain dengan warna, oleh karena itu bermain dengan mewarnai
gambar menjadi alernatif untuk mengembangkan kreatifias anak dan dapat
menurunkan tingkat kecemasan pada anak selama dirawat. Mewarnai
gambar dapat menjadi salah satu media bagi perawat untuk mampu
mengenali tingkat perkembangan anak.
Dinamika secara psikologis menggambarkan bahwa selama anak
bermain dengan sesuatu yang menggunakan alat mewarnai seperti crayon
atau pensil warna akan membantu anak untuk menggunakan tangannya
secara aktif sehingga merangsang motorik halusnya. Oleh karena sangat
pentingnya kegiatan bermain terhadap tumbuh kembang anak dan untuk
mengurangi kecemasan akibat hospitalisai, maka akan dilaksanakan terapi
bermain pada anak usia toddler dengan cara mewarnai gambar.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan terapi bermain selama kurang lebih 30 menit
diharapkan anak dapat terstimulasi kemampuan motorik dan
kreativitasnya.
2. Tujuan Khusus
a. Anak dapat melakukan interaksi dan bersosialisasi dengan
dengan teman sesamanya.
b. Untuk menurunkan perasaan hospitalisasi.
c. Anak dapat beradaptasi dengan efektif terhadap stress karena
penyakit dan dirawat.
d. Meningkatkan latihan konsentrasi.
e. Mengurangi rasa takut dengan tenaga kesehatan.
f. Melanjutkan perkembangan ketrampilan motorik halus.

C. Perencanaan
1. Jenis Program Bermain
Bermain dengan mewarnai gambar pada anak usia 1-3
tahun untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas sesuai
tumbuh kembang, terutama melatih kerjasama mata dan tangan,
untuk lebih aktif dan imajinatif.
2. Karakteristik Bermain
a. Melatih motorik kasar dan halus
b. Melatih kreatifitas anak

3. Karakteristik Peserta
a. Usia 1-3 tahun
b. Jumlah peserta 1 anak dan didampingi orang tua atau tidak
didampingi
c. Keadaan umum mulai membaik (demam mulai menurun,
tekanan darah normal, kebutuhan cairan terpenuhi, turgor
kulit baik / tidak kering, istirahat tidur cukup)
4. Metode
Metode yang dilakukan adalah demonstrasi secara langsung
yang dilakukan oleh anak sesuai dengan instruksi yang diberikan.
Langkah – langkah :
a. Membagikan kertas pada setiap anak 1 lembar kertas
berisikan gambaran dan memastikan tangan anak kering.
b. Mendiskusikan kepada anak-anak tentang bagaimana cara
mewarnai gambar tersebut.
c. Contohkan kepada anak-anak bagaimana cara mewarnai
dan instruksikan mereka agar mengikuti.

5. Alat-Alat Yang Digunakan (Media)


a. Sarana :
1) Ruangan tempat bermain.
2) Lantai untuk anak dan orang tua.
b. Media:
1) Crayon
2) Kertas
3) Jam / pengukur waktu

6. Sasaran
Sasaran dalam terapi bermain ini adalah anak yang sedang
menjalani perawatan di ruang Jempiring RSU Bangli usia toddler
(1-3 tahun).

D. Setting Tempat

MEJA
Keterangan:

: Peserta

: : Fasilitator

: Observer

: Leader

E. Materi (terlampir)

F. Pembagian Kelompok
1. Melakukan kontrak dengan anak dan orang tua
2. Mengumpulkan anak pada ruangan terapi bermain
3. Menyiapkan alat yang diperlukan
4. Kegiatan dipimpin oleh Leader dibantu dengan fasilitator dan observer
5. Mengobservasi kondisi pasien selama terapi bermain berlangsung
a. Leader: Ni Rai Sriyanti
Tugas:
1) Membuka Acara
2) Membaca peraturan bermain
3) Memimpin Jalannya permainan
4) Memberi semangat kepada peserta
5) Menciptakan suasana menjadi meriah
6) Mengambil Keputusan
7) Memberikan Reward
b. Fasilitator : I Ketut Adi Krisna Weda
: Ni Wayan Wiwin Ariani
: Ade Dwi Yanie
Tugas:
1) Memfasilitasi peserta selama permainan berlangsung
2) Mendampingi anak selama bermainan
3) Memberikan semangat dan motivasi
c. Observer: Ni Wayan Listya Sukma Atmirah
Tugas:
1) Mengamati dan mengevaluasi permainan
2) Mengamati tingkah laku anak
3) Memberikan kritik dan saran

G. Susunan Acara
Permainan mewarnai dilakukan dalam waktu kurang lebih 30 menit
dengan susunan acara sebagai berikut:
Waktu Kegiatan perawat Kegiatan peserta
1. Mengucapkan salam 1. Membalas salam
2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan penjelasan
5 Menit 3. Menjelaskan tujuan dan 3. Mendengarkan penjelasan
Pembukaan
peraturan kegiatan
(perkenalan) 4. Menjelaskan media yang akan
4. Mendengarkan penjelasan
dijadikan media permainan
1. Mengumpulkan klien yang telah 1. Ikut berkumpul
diseleksi
2. Memperkenalkan diri dan
2. Meminta kepada setiap anak
bersalaman dengan peserta
untuk menyebutkan namanya
yang lainnya
masing-masing dan bersalaman
dengan semua peserta yang lain 3. Mendengarkan penjelasan
20 Menit 3. Menjelaskan kembali tentang
Permainan 4. Mulai bersiap-siap untuk
permainan beserta alat-alatnya
4. Meminta anak-anak untuk memulai mewarnai gambar
bersiap-siap memulai
mengambil kertas bergambar
dan mewarnai dengan kreasi
masing-masing
1. Memberikan kesimpulan 1. Mendengarkan
5 Menit
Penutup permainan
2. Menjawab salam penutup
2. Mengucapkan salam penutup
(Terminasi )

H. Evaluasi
Yang dievaluasi dalam kegiatan ini adalah:
1. Struktur
a. Kesiapan alat-alat permainan dan ruangan untuk bermain
b. Kesiapan peserta dalam mengikuti permainan
c. Ketepatan waktu
2. Proses.
a. Kemampuan leader memimpin permainan
b. Kemampuan fasilitator dalam memfasilitasi anak
c. Respon anak selama bermain (kontak mata, kehadiran penuh,
antusiasme anak selama bermain)

3. Evaluasi
a. Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan
menghasilkan satu gambar yang diwarnai, kemudian digantung
b. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
c. Anak merasa senang
d. Anak tidak takut lagi dengan perawat
e. Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai
f. Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan
aktifitas bermain

Nama Peserta Yang Hadir Dalam Terapi Bermain :

1.
2.
3.
4.
5.

Respon Peserta :
1. m

2.

3.

4.

5.

DAFTAR PUSTAKA

http://info. balitacerdas.com. Diakses pada tanggal 21 Desember 2009


Jakarta www.Pediatrik.com Selasa 21 Desember 2009. Jam 15.25
Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik (Wong’s Essentials of
Pediatric Nursing). Terjemahan oleh Andry Hartono. Jakarta: EGC.
Whaley dan Wong. 2004. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Supartini, Y. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, Cetakan 1,
Jakarta : EGC.

Lampiran Materi

TERAPI BERMAIN PADA ANAK YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT


1. Pengertian
Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan
salah satu alat paling efektif untuk mengatasi stres anak. Karena
hospitalisasi menimbulkan krisis dalam kehidupan anak, dan sering
disertai stres berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk
mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat koping
dalam menghadapi stres (Wong, et al, 2008).
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan
atau mempraktikkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap
pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan
berpilaku dewasa. (aziz alimul, 2009). Bermain adalah suatu kegiatan yang
dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan atau
memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan
imajinasi anak (Anggani Sudono, 2000).
Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada
orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan
membuat anak menjadi malas bekerja dan bodoh. Anggapan ini kurang
bijaksana, karena beberapa ahli psikolog mengatakan bahwa permainan
sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak. Jadi
kesimpulannya bermain adalah cara untuk memperoleh kesenangan agar
anak dapat kreatif dan mengekspresikan pikiran, tanpa mempertimbangkan
hasil akhir.

2. Fungsi Bermain di Rumah Sakit


Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-
motorik, perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan
kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan
bermain sebagai terapi.
a. Perkembangan Sensoris – Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik
merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain
aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot. Misalnya,
alat permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan
kemampuan sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak usia
toddler dan prasekolah yang banyak membantu perkembangan
aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
b. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi
terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya,
terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan
membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri
untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-
mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat
memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan masalahnya
melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai
kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya
semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi
seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
c. Perkembangan Social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi
dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan
belajar memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan
membantu anak untuk mengembangkan hubungan social dan
belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Pada saat
melakukan aktivitas bermain, anak belajar berinteraksi dengan
teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar tentang nilai
social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada
anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia
toddler dan prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk
meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan keluarga.
d. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang
dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan
mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan
membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang
kreativitasnya untuk semakin berkembang.
e. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal
kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan
menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan
mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain.
Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga
temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa
perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang
tua untuk menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam
kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak positif
dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain
f. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya,
terutama dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas
bermain, anak akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan
nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan
dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada
dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga akan
belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas
segala tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut
mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan
membereskan alat permainan sesudah bermain adalah
membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap tindakan
serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan
kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan
adalah media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral
dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu,
penting peran orang tua untuk mengawasi anak saat anak
melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan nilai moral, seperti
baik/buruk atau benar/salah.
g. Bermain Sebagai Terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai
perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut,
cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa
stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan
melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan
stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak
akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya
(distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan
permainan. Dengan demikian, permainan adalah media komunikasi
antar anak dengan orang lain, termasuk dengan perawat atau
petugas kesehatan dirumah sakit. Perawat dapat mengkaji perasaan
dan pikiran anak melalui ekspresi nonverbal yang ditunjukkan
selama melakukan permainan atau melalui interaksi yang
ditunjukkan anak dengan orang tua dan teman kelompok
bermainnya.

3. Prinsip Bermain di Rumah Sakit


Menurut Supartini (2004), terapi bermain yang dilaksanakan di
rumah sakit tetap harus memperhatikan kondisi kesehatan anak. Ada
beberapa prinsip permainan pada anak di rumah sakit, yaitu :
a. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang
sedang dijalankan anak. Apabila anak harus tirah baring, harus
dipilih permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak
tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya di tempat bermain
khusus yang ada di ruang rawat.
b. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan
sederhana. Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak,
menggunakan alat permainan yang ada pada anak atau yang
tersedia di ruangan (Supartini, 2004).
c. Permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan.
Anak kecil perlu rasa nyaman dan yakin terhadap benda-benda
yang dikenalnya, seperti boneka yang dipeluk anak untuk memberi
rasa nyaman dan dibawa ke tempat tidur di malam hari (Wong, et
al, 2008).

4. Teknik Bermain di Rumah Sakit


Menurut Whaley & Wong (2004), tehnik bermain untuk anak yang
dirawat di rumah sakit adalah menyediakan alat mainan yang merangsang
anak bermain dan memberikan waktu yang cukup pada anak untuk
bermain dan menghindari interupsi dengan apa yang dilakukan anak.
Peningkatan pengendalian anak yang meliputi mempertahankan
kemandirian, dan konsep perawatan diri dapat menjadi salah satu hal yang
menguntungkan. Meskipun perawatan diri terbatas pada usia dan kondisi
fisik anak, kebanyakan anak di atas usia bayi dapat melakukan aktivitas
dengan sedikit atau tanpa bantuan. Pendekatan lain mencakup memilih
pakaian dan makanan bersama-sama, menyusun waktu dan melanjutkan
aktivitas sekolah (Wong, et al, 2008).
Meningkatkan kebebasan bergerak juga diperlukan, karena anak-
anak yang lebih muda bereaksi paling kuat terhadap segala bentuk restriksi
fisik atau imobilisasi. Meskipun imobilisasi medis diperlukan untuk
beberapa intervensi seperti mempertahankan jalur iv, tetapi sebagian besar
retriksi fisik dapat dicegah jika perawat mendapatkan kerja sama dari anak
(Wong, et al, 2008).
Pemberitahuan kepada anak hak-haknya pada saat di hospitalisasi
meningkatkan pemahaman yang lebih banyak dan dapat mengurangi
perasaan tidak berdaya yang biasanya mereka rasakan (Wong, et al, 2008).
5. Bermain Dalam Prosedur
Menurut Wong, et al (2008), bermain pada anak yang bisa
diterapkan pada prosedur atau yang melibatkan kegiatan rutin rumah sakit
dan lingkungan adalah dengan menggunakan permainan bahasa, misalnya
dengan mengenalkan gambar dan kata-kata yang berhubungan dengan
rumah sakit, serta orang-orang dan tempat sekitar. Kemudian memberikan
kesempatan pada anak untu menulis, menggambar dan mengilustrasikan
cerita. Caltworthy (1999 dalam Wong, et al 2008), mengatakan meskipun
interpretasi gambar anak membutuhkan pelatihan khusus, dengan
mengobservasi berbagai perubahan dalam serangkaian gambar anak dari
waktu ke waktu dapat membantu dalam mengkaji penyesuaian psikososial
dan koping.
Bermain dalam prosedur rumah sakit juga dapat dilakukan dengan
cara penerapan pemahaman anak dengan memberikan ilmu pengetahuan.
Tutorial khusus yang diterima anak dapat membantu mereka
meningkatkan pelajarannya dan berkonsentrasi pada objek-objek yang
sulit, misalnya dengan mengajarkan anak sistem tubuh, lalu buatkan
gambarnya, dan anjurkan anak mengidentifikasi sistem tubuh yang
melibatkan masalah kedokteran. Contoh lain dengan menjelaskan nutrisi
secara umum dan alasan menggunakan diet, serta mendiskusikan tentang
pengobatan anak, sedangkan aktivitas bermain pada anak yang bisa
diterapkan pada prosedur khusus adalah dengan menggunakan cangkir
obat yang kecil dan didekorasi, memberikan minuman yang dicampur
perwarna minuman dengan menggunakan sedotan yang menarik. Hal ini
memberikan arti pentingnya intake cairan bagi anak. Untuk melatih
pernafasan anak, perawat dapat memberikan balon untuk ditiup atau
mengajarkan anak membuat gelembung dengan air (Wong, et al, 2008).
Melatih pergerakan ekstremitas anak, perawat dapat mengajarkan
ROM dengan cara menggantung bola di atas tempat tidur anak dan suruh
untuk menendang atau mengajarkan anak untuk mengulangi gerakan
kupu-kupu dan burung. Memberikan injeksi merupakan hal yang paling
menakutkan bagi anak. Untuk mengurangi stres anak terhadap hal
tersebut, perawat dapat melatih anak dengan membiarkan memegang
syringe yang bersih tanpa jarum dan mengajarkan anak menggambar
seorang anak telah diberikan suntikan (Wong, et al, 2008).

6. Alat Mainan Yang Sesuai Dengan Usia Dan Kondisi Anak


Alat mainan dapat diberikan pada anak dalam keadaan kondisi
sakit ringan, dimana anak dalam keadaan yang membutuhkan perawatan
dan pengobatan yang minimal. Pengamatan dekat dan tanda vital serta
status dalam keadaan normal dan kondisi sakit sedang, dimana anak dalam
keadaan yang membutuhkan perawatan dan pengobatan yang sedang,
pengamatan dekat dan status psikologis dalam keadaan normal. Sedangkan
anak dalam keadaan sakit berat tidak diberikan aktivitas bermain karena
anak berada dalam status psikologis dan tanda vital yang belum normal,
anak gelisah, mengamuk serta membutuhkan perawatan yang ketat
(Whaley & Wong, 2004).
Pada usia bayi, saat anak mengalami sakit ringan, alat mainan yang
sesuai seperti balok dengan warna yang bervariasi, buku bergambar,
cangkir atau sendok, kotak musik, giring-giring yang dipegang, boneka
yang berbunyi. Sedangkan saat anak sakit sedang, mainan yang dapat
diberikan berupa kotak musik, giring-giring yang dipegang, boneka yang
berbunyi. Alat mainan yang dapat didorong dan ditarik, balok-balok,
mainan bermusik, alat rumah tangga, telephone mainan, buku gambar,
kertas, crayon, dan manik-manik besar dapat diberikan pada anak usia
toodler saat mengalami sakit yang ringan. Sedangkan pada saat anak sakit
dalam tingkat yang sedang, mainan yang diberikan dapat berupa mainan
bermusik, alat rumah tangga, telephone mainan, buku bergambar, dan
manik-manik besar (Wong, et al, 2008).
Pada usia pra sekolah, saat mereka mengalami sakit ringan, alat
mainan yang dapat diberikan berupa boneka-bonekaan, mobil-mobilan,
buku gambar, teka-teki, menyusun potongan gambar, kertas untuk melipat-
lipat, crayon, alat mainan bermusik dan majalah anak-anak. Dan saat anak
pra sekolah mengalami sakit sedang, mainan yang diberikan dapat berupa
boneka-bonekaan, mobil-mobilan, buku bergambar, dan alat mainan musik
(Wong, et al, 2008).

7. Memilih Alat Mainan


Orang tua dari anak-anak yang dihospitalisasi sering menanyakan
pada perawat tentang jenis-jenis mainan yang boleh dibawa untuk anak
mereka. Meyakinkan orang tua bahwa ingin memberikan mainan yang
baru untuk anak mereka merupakan sifat alami adalah tindakan yang
bijaksana, tetapi akan lebih baik bila menunggu sementara untuk
membawakan mainan tersebut, terutama jika anak tersebut masih kecil.
Anak-anak kecil perlu rasa nyaman dan keyakinan terhadap benda-benda
yang dikenalnya (Wong, et al, 2008).
Whaley & Wong (2004) menyebutkan beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam memilih mainan bagi anak yang dirawat di rumah sakit
adalah, pilihlah alat mainan yang aman (alat mainan ini aman untuk anak
yang satu belum tentu untuk anak yang lain). Hindari alat mainan yang
tajam, mengeluarkan suara keras dan yang terlalu kecil, terutama anak
umur di bawah 3 tahun. Ajarkan anak cara menggunakan alat yang bisa
membuat injury seperti gunting, pisau dan jarum. Sediakan tempat untuk
menyimpan alat mainan anak-anak dan pilihlah alat mainan yang membuat
anak tidak jatuh.

8. Tahap Perkembangan Bermain


a. Tahap eksplorasi
Merupkan tahapan menggali dengan melihat cara bermain
b. Tahap permainan
Setelah tahu cara bermain,anak mulai masuk dalam tahap
perminan.
c. Tahap bermin sungguhan
Anak sudah ikut dalam perminan.
d. Tahap melamun
Merupakan tahapan terakhir anak membayangkan permainan
berikutnya.

Você também pode gostar