Você está na página 1de 33

CASE REPORT SESSION

*Kepanitraan Klinik Senior/G1A217010/


**Dosen Pembimbing

POST TRAKEOSTOMI A.I OSNA GRADE III EC. SUSP TUMOR


LARING

Andi Ammar R. A, S.Ked*


dr. Yulianti, Sp.THT-KL **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN THT-KL


RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN
CASE REPORT SESSION

POST TRAKEOSTOMI A.I OSNA GRADE III EC. SUSP TUMOR


LARING

Oleh:
Andi Ammar R. A, S.Ked

Telah Disetujui dan Dipresentasikan Sebagai Salah Satu Tugas


Kepanitraan Klinik Senior Bagian THT-KL
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi
2018

Jambi, Desember 2018


Pembimbing,

dr. Yulianti, Sp.THT-KL

2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Case Report
Session yang merupakan syarat kelengkapan dalam mengikuti Kepanitraan Klinik
Senior di Bagian THT-KL RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi dengan judul
“Post Trakeostomi ai. OSNA Grade III ec Susp Tumor Laring”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Yulianti, Sp.THT-KL yang telah
bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis selama
menjalani Kepanitraan Klinik Senior di Bagian IlmuTHT-KL RSUD Raden
Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa Case Report Session ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar
nantinya dapat menjadi lebih baik dikemudian hari. Semoga Case Report Session
ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan.

Jambi, Desember 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman Judul……….....................……………………………………………..…...............i
Halaman Pengesahan……....…………………………………………..…………..…........ii
Kata Pengantar... ...........................……………………………………..……..…..............iii
Daftar Isi...........................……………...………………………………....…........................iv
BAB I Pendahuluan…....................................................................................................1
BAB II Laporan Kasus….……………………….…..……………………………………3
BAB III Tinjauan Pustaka…………………..….………………………...12
3.1 Tumor Ganas Laring…………………………………………12
3.2 Obstruksi Saluran Napas Atas……………………………….20
3.3
Trakeostomi…………………………………………………………….....22
BAB IV Analisa Kasus ...........................................................................25
BAB V Kesimpulan..............................……...
……………………………...........28
DAFTAR PUSTAKA………………………....
……………………………………29

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Karsinoma laring atau yang disebut dengan tumor ganas laring merupakan
kondisi kejadian keganasan yang terjadi pada sel skuamosa laring. Gejala dini
karsinoma laring sama dengan gejala penyakit lain di laring, sehingga sering
dikelirukan dengan penyakit lain yang jauh lebih banyak frekuensi kejadiannya.
Mengenal tumor ganas laring penemuan kasus-kasus stadium awal atau deteksi
dini keganasan laring sangat penting dalam meningkatkan keberhasilan
pengobatan keganasan laring. Untuk meningkatkan penemuan kasus-kasus dalam
stadium dini keganasan laring, perlu ditingkatkan kepedulian masyarakat dan
tenaga kesehatan atas gejala-gejala dini keganasan laring.1
Suara serak adalah gejala dini yang utama pada keganasan laring, terutama
bila tumor berasal dari pita suara atau glottis. Ini disebabkan adanya gangguan
fungsi fonasi laring akibat ketidakteraturan pita suara, gangguan
pergerakan/getaran pita suara dan penyempitan celah pita suara. Seseorang
dengan suara serak yang menetap selama dua minggu atau lebih, apalagi
mempunyai faktor resiko yang sesuai, harus diwaspadai adanya keganasan laring
(glottis).1
Menurut laporan The American Cancer Society tahun 2006 di Amerika
tercatat 12.000 kasus baru dan 4740 kasus meninggal karena tumor ganas laring.
Pusat Kanker Nasional Amerika melaporkan 8,5 kasus karsinoma laring
ditemukan per 100.000 penduduk laki-laki dan 1,3 kasus per 100.000 penduduk
wanita per tahun. Di beberapa negara Eropa tumor ganas laring merupakan tumor
ganas terbanyak di bidang THT-KL. Sementara laporan WHO yang mencakup 35
negara memperkirakan 1,5 orang dari 100.000 penduduk meninggal karena tumor
ganas laring. "Di Indonesia angka kekerapan tumor ganas laring belum dapat
didata secara pasti, tetapi dapat diperkirakan mencapai kurang lebih 1 persen dari

5
semua keganasan dan menempati urutan ketiga tumor ganas terbanyak di bidang
THT setelah tumor ganas nasofaring dan tumor ganas hidung dan sinus paranasal.1
Karsinoma laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan,
dengan perbandingan 11 : 1. Terbanyak pada usia 56-69 tahun.1,2,4
Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi didapatkan
beberapa informasi yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan pada
laring yaitu : rokok, alkohol, sinar radioaktif, polusi udara radiasi leher dan
asbestosis.1,2,4,5
Untuk menegakkan diagnosa karsinoma laring masih belum memuaskan,
hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga
yang sering dijumpai adalah kondisi bukan pada stadium awal lagi. Biasanya
pasien datang dalam keadaan yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang
diberikan kurang memuaskan. Yang terpenting pada penanggulangan tumor ganas
laring ialah diagnosa dini.1,6,7
Secara umum penatalaksanaan tumor ganas laring adalah dengan
pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung
stadium penyakit dan keadaan umum penderita. 1,2,4 Oleh karena pada umumnya
kebanyakan pasien datang dalam tahap yang sudah lanjut, dan untuk mengetahaui
bagaimana peran dari kedokteran dalam membantu mendiagnosa penyakit ini,
maka penulis berusaha berbagi informasi dengan menyajikan tulisan referat
tentang karsinoma laring.

6
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. S
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : RT 11 Kenali Asam Bawah
Pekerjaan : Petani

2.2 Anamnesis
Autoanamnesis Dan Alloanamnesis (Istri Pasien)
Keluhan Utama
Sesak nafas sejak ±1 minggu SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi dengan diagnosis
susp tumor laring + PPOK eksaserbasi. Pasien mengeluh sesak napas sejak ±1
minggu SMRS. Sesak nafas dirasakan terus menerus, tidak dipengaruhi oleh
posisi tertentu dan aktivitas fisik. Nyeri dada (-).
±5 bulan SMRS pasien mulai merasakan suara serak yang muncul
perlahan, lama kelamaan semakin memberat. Pasien merasakan banyak dahak
di tenggorokannya, warna putih kental, darah (-).
±1 bulan SMRS pasien tidak bisa berbicara sama sekali. Pasien juga
mengatakan sulit untuk makan, jika mencoba menelan makanan berat akan
terasa sesak napas, selera makan masih ada, rasa mengganjal di tenggorokan
(+), nyeri menelan (-), minum masih bisa sedikit demi sedikit. Pasien
mengalami penurunan berat badan sejak tidak bisa makan. Batuk (-), demam
(-). Pasien menyangkal adanya keluhan di telinga seperti keluar air-air,
gangguan pendengaran dan telinga berdengung. Pasien juga menyangkal
adanya keluhan hidung tersumbat, hidung berair dan adanya darah yang keluar

7
dari hidung. Pasien juga menyangkal ada demam tinggi, nyeri kepala hebat,
mual-muntah, kelemahan anggota gerak atau penurunan kesadaran.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (+), DM (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-),
tumor (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit ini seperti pasien, di
keluarga dekat pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit tumor,
Hipertensi (-), DM (-), penyakit paru (-).
Riwayat Lingkungan Sosial dan Kebiasaan
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk, pasien merupakan perokok
aktif, sehari merokok >1 bungkus sejak masih muda. Pasien tidak
mengkonsumsi alkohol.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Tanggal Pemeriksaan: 24-11-2018
Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital:
TD : 130 /90 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 78 x/menit Suhu : 36,7 C

Kepala : Normocephal, tidak ada jejas


Mata : Konjungtiva : Anemis (-), Sklera: Ikterik (-), Nystagmus
(-)
Wajah : Simetris
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, Stidor Inspirasi (-)
Thoraks : Jantung dan paru dalam batas normal. Vesikuler +/+,
Rhonki -/-, Wheezing -/-. Retraksi suprasternal (-), Retraksi Intercostal (-),
Retraksi Epigastrium (-)
Abdomen : Dalam Batas Normal
Ekstremitas : Akral Hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik

STATUS LOKALIS THT

8
- Pemeriksaan telinga

No. Pemeriksaan Telinga kanan Telinga kiri


Telinga
1. Retroaurikula Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
teraba hangat (-) teraba hangat (-)
2. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
3. Aurikula Bentuk dan ukuran dalam Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, hematoma (-), batas normal, hematoma (-),
nyeri tarik aurikula (-) nyeri tarik aurikula (-)
4. CAE Lapang, Serumen (-), Lapang, Serumen (-),
hiperemis (-), furunkel (-), hiperemis (-), furunkel (-),
edema (-), otorhea (-) edema (-), otorhea (-)

6. Membran Retraksi (-), bulging (-), Retraksi (-), bulging (-),


timpani hiperemi (-), edema (-), hiperemi (-), edema (-),
perforasi(-),cone of light(+), perforasi (-), cone of light(+),
sekret (-) sekret (-)

- Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasal

No Pemeriksaan hidung Dextra Sinistra


1. Bentuk Normal, deformitas (-)
2. Sekret Mukoserous
Terpa
NGT
sang

3. Mukosa konka media Hiperemis(-), hipertrofi(-)

9
4. Mukosa konka inferior Hiperemis(-), hipertrofi(-)

5. Meatus media Hiperemis(-), hipertrofi(-)

6. Meatus inferior Hiperemis(-), hipertrofi(-)

7. Septum Deviasi (-)


8. Massa (-)
9. Pasase udara Hambatan (-)
10. Daerah sinus frontalis Nyeri tekan (-)
11. Daerah sinus maksilaris Nyeri tekan (-)

- Pemeriksaan Orofaring

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)


Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Geligi Warna kuning gading, caries (-), gangren(-)
Ginggiva Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-), dalambatas normal
Uvula Bentuk normal, letak di tengah, hiperemi (-), edema (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-)
Tonsila palatine Kanan Kiri
Ukuran T1 T1
Warna Hiperemis(-) Hiperemis(-)
Permukaan Rata Rata
Kripte Melebar (-) Melebar (-)
Detritus (-) (-)
Peri Tonsil Abses (-) Abses (-)
Fossa Tonsillaris hiperemi (-) hiperemi (-)
dan Arkus Faringeus

10
- Laringofaring (Laringoskopi indirect)

Epiglotis Dalam batas normal


Valekula Dalam batas normal
Plika ariepiglotika tidak jelas terlihat
Plika ventrikularis tidak jelas terlihat
Plika vokalis tidak jelas terlihat
Rima glotis tidak jelas terlihat

- Pemeriksaan Maksilofacial
Pemeriksaan N.VII
Menutup mata : simetris kanan-kiri
Mengangkat alis : simetris kanan-kiri
Senyum : simetris kanan-kiri

- Pemeriksaan Leher
Regio I: Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Regio II: Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Regio III: Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Regio IV: Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Regio V: Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Regio VI: Pembesaran kelenjar getah bening (-)

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin lengkap
Hb : 12,1 g/dl
Leukosit : 17360 sel/mm3
Trombosit : 171000 sel/mm3
Kesan: Leukositosis

Kimia darah
Faal Ginjal: Ur 92 g/dl, Kr 1,4 g/dl
GDS: 101 g/dl
Kesan: normal

Elektrolit
Na : 141,98
K : 4,39

11
Cl : 102,64

Ca : 1,14
Kesan: normal
- Pemeriksaan endoskopi: susp
tumor laring

- CT Scan Laring

Laring: Massa ukuran 2,3 x 1,5 cm


yang menutupi lumen, yang
menyengat dengan pemberian
kontras.

12
Kesan: Massa padat laring yang menyengat pada pemberian kontras →
Tumor laring

Rontgen Soft Tissue Leher

Rontgen Thorax

13
Kesan: Cor dan Pulmo normal
2.5 Diagnosis Kerja
Post tracheostomy a.i OSNA Grade III ec Susp Tumor Laring + Hipertensi
Grade II

2.6 Diagnosis Banding


- Tumor Jinak Laring
- Tumor Ganas Laring

2.7 Pemeriksaan Anjuran


1. Rencana : biopsi laring

2.8 Terapi Non-Medikamentosa


1. Suction kanul trakea
2. Cuci kanul dalam min. 2 x/hari
3. Kanul luar dibersihkan tiap 2 minggu
4. Kassa bawah kanul diganti setiap basah

2.9 Terapi Medikamentosa

14
1. IVFD RL 20 tetes/menit
2. Inj. Ceftriaxon 1 x 2 gr IV
3. Inj. Omeprazole 1 x 40 mg IV
4. Nebulizer Bisolvon 2 cc + NaCl 0,9% 2 cc /12jam
5. Konsul SpPD: Amlodipin 1 x 5 mg

2.10 Prognosis
- Quo ad Vitam : dubia ad bonam
- Quo ad Sanationam : dubia ad malam
- Quo ad Fungsionam : dubia ad malam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Tumor Ganas Laring


3.1.1. Definisi
Karsinoma laring atau yang disebut dengan tumor ganas laring
merupakan kondisi kejadian keganasan yang terjadi pada sel skuamosa
laring. Gejala dini karsinoma laring sama dengan gejala penyakit lain di
laring, sehingga sering dikelirukan dengan penyakit lain yang jauh lebih
banyak frekuensi kejadiannya. Mengenal tumor ganas laring penemuan
kasus-kasus stadium awal atau deteksi dini keganasan laring sangat
penting dalam meningkatkan keberhasilan pengobatan keganasan laring.
3.1.2. Etiologi
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan
oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok
orang-orang dengan risiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian
epidemiologic menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan
terjadinya karsinoma laring yang kuat adalah rokok, alkohol, dan terpajang
oleh sinar radioaktif.
3.1.3. Klasifikasi

15
Union International Centre le Cancer (UICC) 1982, membagi
tumor gnas laring dalam klasifikasi dan stadium tumor ganas laring
sebagai berikut:
1. Supraglotis
Terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglottis sampai batas atas
glottis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.
2. Glotis
Mengenai pita suara asli. Batas inferior glottis adalah 10 mm dibawah
tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot – otot
intrinsic pita suara. Batas superior adalah ventrikel laring. Oleh karena
itu, tumor glottis dapat mengenai satu atau kedua pita suara, dapat
meluas ke subglotis sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura
anterior atau posterior atau prosesus vokalis kartilago arytenoid.
3. Subglotis
Tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita suara asli sampai
batas inferior krikoid.
Klasifikasi Tumor Ganas Laring ( AJCC dan UICC 1988 )
1. Tumor primer (T)
Supra glottis :
T is : tumor insitu
T0 : tidak jelas adanya tumor primer l
T 1: tumor terbatas di supra glotis dengan pergerakan normal
T1a : tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis,
plika ariepiglotika, ventrikel atau pita suara palsu satu sisi.
T 1b : tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke
rongga ventrikel atau pita suara palsu
T2 : tumor telah meluas ke glotis tanpa fiksasi
T3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dan / atau
adanya infiltrasi ke dalam.
T4 : tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar
laring.

16
2. Glotis
T is : tumor insitu
T0 : tak jelas adanya tumor primer
T1 : tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura
anterior dan posterior) dengan pergerakan normal
T 1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli
T 1b : tumor mengenai kedua pita suara
T2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan
daerah supra glotis maupun subglotis dengan pergerakan pita suara
normal atau terganggu.
T3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu
atau ke dua pita suara
T4 : tumor dengan perluasan ke luar laring
3. Sub glotis
T is : tumor insitu
T0 : tak jelas adanya tumor primer
T1 : tumor terbatas pada subglotis
T 1a : tumor terbatas pada satu sisi
T 1b : tumor telah mengenai kedua sisi
T2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu
atau kedua pita suara asli dengan pergerakan normal atau
terganggu
T 3: tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua
pita suara
T4 : tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau
meluas keluar laring.
4. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)
N x: kelenjar tidak dapat dinilai
N 0: secara klinis tidak ada kelenjar.
N 1: klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter ≤ 3 cm

17
N 2: klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 – <6 cm
atau klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter
≤ 6 cm
N 2a: klinis terdapat satu kelenjar homolateral dengan diameter > 3 cm
- ≤ 6cm.
N 2b: klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter ≤
6 cm
N 3: kelenjar homolateral yang masif, kelenjar bilateral atau kontra
lateral
N 3 a: klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter > 6 cm
N 3 b: klinis terdapat kelenjar bilateral
N 3 c: klinis hanya terdapat kelenjar kontra lateral
5. Metastase jauh (M)
M 0: tidak ada metastase jauh
M 1: terdapat metastase jauh
4. Stadium:
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0; T1, T2, T3, N1, M0
Stadium IV : T4, N0, M0; Setiap T, N2, M0, setiap T, setiap N, M1
3.1.4. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda yang sering dijumpai adalah :1,2,8
Suara serak
Suara serak adalah gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala
paling dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi
fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glottis,
besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan
ketegangan pita suara.
Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik
disebabkan oleh ketidakteraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah
glottis, terserangnya otot – otot vokalis, sendi dan ligament krikoaritenoid,
dan kadang – kadang menyerang syaraf. Adanya tumor di pita suara akan

18
mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak
menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, mengganggu, sumbang dan
nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang – kadang bisa afoni karena nyeri,
sumbatan jalan nafas, atau paralisis komplit.
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak
tumor. Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala
dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, di
bagian bawah plika ventrikularis, atau di batas inferior pita suara, serak
akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat
merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini,
gejala pertama tidak khas dan subjektif, seperti perasaan tidak nyaman,
rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang jarang
menimbulkan serak, kecual;I tumornya eksentif. Fiksasi dan nyeri
menimbulkan suara bergumam ( hot potato voice )

Sesak nafas dan stridor


Dyspnea dan stridor adalah gejala yang disebabkan oleh sumbatan
jalan nafas dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebakan
oleh gangguan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau
secret, maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotis atau
transglotis terdapat kedua gejala tersebut. Sumbatan yang terjadi secara
perlahan – lahan dapat dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya dyspnea
dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.

Rasa nyeri di tenggorok


Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri
yang tajam.

Disfagia
Disfagia adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotis,
hipofaring dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakabn keluhan yang
paling sering pada tumor ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan

19
atau odinofagi menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai
struktur ekstra laring.

Batuk dan haemoptisis


Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glottis, biasanya timbul
dengan tertekannya hipofaring disertai secret yang mengalir ke dalam
laring. Hemoptitis sering terjadi pada tumor glottis dan tumor supraglotis.
Gejala lain berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis,
hemoptysis dan penurunan berat badan yang menandakan perluasan
tumor ke luar laring atau metastasis jauh. Pembesaran kelenjar getah
bening leher dapat dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas yang
menunjukkan tumor pada stadium lanjut. Nyeri tekan laring adalah gejala
lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang
kartilago tiroid dan perikondrium.
3.1.5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :1,2,3,9
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan THT rutin
c. Laringoskopi
d. Radiologi foto polos leher dan dada
e. Pemeriksaan radiologi khusus : politomografi, CT-Scan, MRI
f. Pemeriksaan hispatologi dari biopsi laring sebagai diagnosa pasti
3.1.6. Diagnosis Banding
a. TBC laring
b. Sifilis laring
c. Tumor jinak laring.
d. Penyakit kronis laring
3.1.7. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologi pada karsinoma laring
a. Radiologi konvensional 13 ,14
Radiografi jaringan lunak leher merupakan studi survey yang
baik. Udara digunakan sebagai agen kontras alami untuk
memvisualisasikan lumen laring dan trakea. Ketebalan jaringan
retropharyngeal dapat dinilai. Epiglottis dan lipatan aryepiglottic dapat
divisualisasikan. Namun, radiografi tidak memiliki peran dalam
manajemen kanker laring saat ini.

20
b. Computed Tomography – CT Scan
Penentuan stadium awal pada diagnosa klinis berdasarkan pada
keterlibatan beberapa tempat pada supraglotis laring dan mobilitas pita
suara. Pencitraan dapat membantu dalam mengidentifikasi perluasan
submukosa transglotis yang tersembunyi. Kriteria pencitraan lesi T3
adalah perluasan ke ruang pra-epiglotis (paralayngeal fat) atau tumor
yang mengerosi kebagian dalam korteks dari kartilago tiroid. Tumor
yang mengerosi ke bagian luar korteks kartilago tiroid merupakan
stadium T4a. Ada yang berpendapat bahwa kerterlibatan korteks
bagian luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar tendon bisa
memenuhi kriteria pencitraan lesi T4.
Tumor stadium T4 (a dan b) sulit diidentifikasikan hanya dengan
pemeriksaan klinis saja, karena sebagian besar kriteria tidak dapat
diniai dengan palpasi dan endoskopi. Pencitraan secara Cross-sectional
diindikasikan untuk mengetahui komponen anatomi yang terlibat untuk
menentukan stadium tumor.
Untuk mendapatkan gambaran yang baik, ketebalan potongan
tidak boleh lebih dari 3 mm dan laring dapat dicitrakan dalam beberapa
detik, dan dengan artefak minimal akibat gerakan.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)1,2,8,9,
MRI memiliki beberapa kelebihan daripada CT yang mungkin
membantu dalam perencanaan pre-operasi. Pencitraan koronal
membantu dalam menentukan keterlibatan ventrikel laryngeal dan
penyebaran transglottic. Pencitraan Midsagittal membantu untuk
memperlihatkan hubungan antara tumor dengan komisura anterior.
MRI juga lebih unggul daripada CT untuk karakterisasi jaringan
spesifik. Namun, pencitraan yang lebih lama dapat menyebabkan
degradasi gambar akibat pergerakan.
3.1.8. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya ada 3 tindakan penatalaksanaan penanggulangan
karsinoma laring yaitu pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi

21
daripadanya. Tergantung stadium penyakit dan keadaan umum yang dialami
pasien. Sebagai acuan tindakan bahwa dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk
mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi, stadium 4
dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih memungkinkan atau dikirim
untuk mendapatkan radiasi.
1. Pembedahan
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :
a. Laringektomi
1) Laringektomi parsial
Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium
I yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium
II.
2) Laringektomi total
Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari
batas atas (epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin
trakea.
b. Diseksi Leher Radikal
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2)
karena kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah.
Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut
sering kali mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher sehingga
perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak disarankan
bila telah terdapat metastase jauh.
2. Radioterapi
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan
supraglotis T1 dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya
90%). Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga
suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad
perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad.8,9
Pelaksanaan Radioterapi dengan dosis menengah pernah dilakukan
oleh Ogura, Som, Wang, dkk, dalam penelitiannya untuk kejadian pada

22
tumor-tumor tertentu. Prinsip dasarny adalah untuk memperoleh kerusakan
maksimal dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada
jaringan yang melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 4500–5000 rad
selama 4–6 minggu diikuti dengan laringektomi total.9
3. Kemoterapi
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant
ataupun paliativ. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m 2
dan 5 FU 800–1000 mg/m2.9
4. Rehabilitasi
Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui
bahwa tumor ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki
prognosis yang baik. rehabilitasi mencakup : “Vocal Rehabilitation,
Vocational Rehabilitation dan Social Rehabilitation”.3,8,9
3.1.9. Prognosis
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor
dan kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival
pada karsinoma laring stadium I 90 – 98% stadium II 75 – 85%, stadium
III 60 – 70% dan stadium IV 40 – 50%. Adanya metastase ke kelenjar
limfe regional akan menurunkan 5 year survival rate sebesar 50%.4,9

3.2. Obstruksi Saluran Napas Atas


3.2.1. Definisi
Obstruksi saluran napas atas merupakan salah satu keadaan
kegawatdaruratan yang dihadapi dokter pada kondisi kritis. Obstruksi
saluran napas atas dapat ditemukan mulai dari hidung atau mulut hingga
karina utama. Obstruksi saluran napas atas dapat bersifat fungsional atau
anatomi dan dapat berkembang akut atau subakut.
3.2.2. Etiologi
Etiologi obstruksi saluran napas sangat bervariasi berdasarkan
kelompok umur dan klinis. Penyebab obstruksi saluran napas atas dapat

23
disebabkan, antara lain trauma, infeksi, iatrogenik, benda asing, paralisis,
dan tumor.

3.2.3. Klasifikasi
Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium
dengan tanda dan gejala:
Stadium I : Retraksi tampak pada waktu inspirasi di suprasternal,
stridor inspirasi, dan pasien masih tenang.
Stadium II : Retraksi pada waktu inspirasi di daerah suprasternal
makin dalam, ditambah lahi dengan retraksi di epigastrium. Pasien sudah
mulai gelisah. Stridor terdengar pada waktu inspirasi.
Stadium III : Retraksi selain di daerah suprasternal, epigastrium juga
terdapat di infra/supraklavikula dan interkosta, pasien sangat gelisah dan
dyspnea. Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi.
Stadium IV : Retraksi di atas bertambah jelas, pasien sangat gelisah,
tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus
maka pasien akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena
hiperkapnia. Pasien lemah dan tertidur, akhirnya meninggal karena
asfiksia.
3.2.4. Manifestasi Klinis
Pada pasien dengan kesadaran umum kompos mentis, tanda dan
gejala obstruksi saluran napas atas, antara lain distress pernapasan,
perubahan suara menjadi serak sampai afonia, disfagia, odinofagia, tanda
tersedak, stridor, pembengkakan muka, dan takikardia. Pada pasien dengan
penurunan kesadaran, gejala utama dari obstruksi saluran napas atas
adalah adanya ketidakmampuan untuk ventilasi dengan bag valve mask
setelah percobaan membuka jalan napas dengan teknik jaw thrust. Setelah
obstruksi saluran napas atas berlangsung beberapa menit, asfiksia dapat
menyebabkan sianosis, bradikardia, hipotensi, kolaps kardiovaskular
bersifat ireversibel. Kadang-kadang obstruksi saluran napas atas dapat
berkembang secara perlahan. Obstruksi hidung atau stridor dipikirkan

24
sebagai tanda spefisik dari obstruksi saluran napas atas. Stridor terdengar
pada semua siklus respirasi, namun biasanya terdengar lebih intensif pada
saat inspirasi dan lebih menonjol di atas leher. Adanya stridor
mengindikasikan obstruksi saluran napas yang berat (aliran udara <5 mm),
namun hal itu tidak dapat membantu penentuan lokasi obstruksi.
3.2.5. Tatalaksana
Dalam penanggulangan obstruksi saluran napas atas pada
prinsipnya diusahakan supaya jalan napas lancar kembali. Tindakan
konservatif dengan pemberian antiinflamasi, antialergi, antibiotik, serta
pemberian oksigen intermitten dilakukan pada obstruksi saluran napas atas
stadium I yang disebabkan peradangan. Tindakan operatif atau resusitasi
untuk membebaskan saluran napas dapat dengan cara intubasi endotrakea
atau intubasi nasotrakea, membuat trakeostoma atau melakukan
krikotirotomi.
Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan
obstruksi saluran napas atas stadium II dan III, sedangkan krikotirotomi
dilakukan pada stadium IV. Bila fasilitas tersedia, maka intubasi
endotrakea merupakan pilihan pertama, sedangkan jika ruangan perawatan
intensif tidak tersedia, sebaiknya dilakukan trakeostomi.

3.3. Trakeostomi
Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding
anterior trakea untuk bernapas. Trakeostomi dibagi menurut waktu
dilakukan tindakan menjadi trakeostomi darurat dan segera dengan
persiapan sarana sangat kuran dan trakeostomi berencana dan dapat
dilakukan secara baik.
Indikasi dilakukan trakeostomi meliputi:
1. Mengatasi obstruksi laring
2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian
atas seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring, pada

25
pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya
berkurang.
3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien
yang secara fisiologis tidak dapat mengeluarkan sekret.
4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan).
5. Untuk mengambil benda asing dari subglotis, apabila tidak
mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi.
Trakeostomi dilakukan dengan posisi pasien tidur terlentang, bahu
diganjal degan bantalan kecil sehingga memudahkan kepala untuk
diekstensikan pada persendian atlantooksipital. Dengan posisi ini leher
akan lurus dan trakea akan terletak di garis tengah dekat permukaan leher.
Kulit daerah leher dibersihkan secara aseptis dan antiseptis dan ditutup
dengan kain steril.
Obat anestetik disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fossa
suprasternal secara inflitrasi. Insisi kulit data vertical di garis tengah leher
mulai dari bawah krikoid sampai fossa suprasternal atau jika membuat
insisi horizontal dilakukan pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid
dengan fossa suprasternal atau kira-kira 2 jari di bawah krikoid orang
dewasa. Insisi jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira 5 cm.
Dengan gunting panjang yang tumpul, kulit serta jaringan di
bawahnya dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait
tumpul, sampai tampak trakea. Pembuluh darah vena jugularis anterior
yang tampak ditarik ke lateral. Ismus tiroid diklem pada dua tempat dan
dipotong di tengahnya. Sebelum klem ini dilepas, istmus tiroid diikat
kedua tepinya dan disisihkan ke lateral.
Lakukan aspirasi dengan cara memasukkan jarum pada membrane
antara cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma
dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang tajam.
Kemudian pasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi
dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa.

26
Perawatan pasca trakeostomi sangatlah penting, karena sekret
dapat menyumbat, sehingga akan terjadi asfiksia. Oleh karena itu secret di
trakea dan kanul harus sering diisap ke luar, dan kanul dalam dicuci
sekurang-kurangnya 2 kali sehari, lalu segera dimasukkan lagi ke dalam
kanul luar. Pasien dapat dirawat di ruang perawatan biasa dan perawatan
trakeotomi sangatlah penting.
Bila kanul harus dipasang untuk jangka waktu lama, maka kanul
luar harus dibersihkan 2 minggu sekali. Kain kassa di bawah kanul harus
diganti setiap basah, untuk menghindari terjadinya dermatitis.

27
BAB IV
ANALISIS KASUS

Tn. S, laki-laki, 66 tahun merupakan pasien rujukan dari RSUD H. Abdul


Manap Kota Jambi dengan diagnosis susp tumor laring. Di RSUD H. Abdul
Manap, pasien telah dilakukan pemeriksaan endoskopi dan menurut dokter
spesialis THT yang memeriksa terdapat tumor laring. Pasien memiliki keluhan
utama sesak napas yang terus menerus dan semakin lama semakin memberat.
Pasien memiliki riwayat suara serak, yang juga semakin lama semakin memberat
dan akhirnya tidak dapat berbicara sama sekali. Selain itu, keluhan merasa banyak
dahak di tenggorokan, rasa mengganjal di tenggorokan dan sulit menelan
makanan juga dialami pasien. Pasien sulit menelan makanan berat seperti nasi.
Ketika menelan makanan, pasien merasakan sesak napas. Kesulitan makan
membuat pasien mengalami penurunan berat badan. Tetapi, pasien tidak
mengeluhkan nyeri telinga, nyeri menelan, batuk atau batuk berdarah, dan
pembengkakan di leher. Pasien memiliki riwayat hipertensi, dan tidak rutin
minum obat. Di keluarga tidak ada riwayat penyakit serupa, tumor, hipertensi, dan
diabetes mellitus. Sebelum mengalami keluhan saat ini, pasien memiliki kebiasaan
merokok lebih dari 1 bungkus setiap hari sejak usia muda, tetapi tidak
mengkonsumsi alkohol dan mengaku tidak pernah terpapar sinar radioaktif.
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 24 November setelah
pasien menjalani operasi trakeostomi didapatkan kesadaran composmentis dengan
tekanan darah 13/90 mmHg setelah mendapatkan terapi antihipertensi, nadi 78
x/menit, laju pernapasan 20 x/menit, dan suhu tubuh 36,7 oC. Dari pemeriksaan
generalisata serta pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan yang dilakukan
tidak ditemukan adanya kelainan. Serta suara stridor dan retraksi juga tidak
didapatkan.
Hasil pemeriksaan penunjang CT Scan laring menunjukkan adanya tumor
laring berukuran 2,3 x 1,5 cm menutupi lumen, yang menyengat dengan
pemberian kontras. Tetapi tidak ditemukan adanya kelainan pada foto rontgen soft
tissue leher dan foto thorax. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

28
penunjang yang telah dilakukan dapat disimpulkan diagnosis pasien Post
tracheostomy a.i. OSNA grade III ec. Susp tumor laring + Hipertensi grade II.
Pasien dilakukan tindakan trakeostomi atas indikasi obstruksi saluran
napas atas stadium III sesuai klasifikasi Jackson. Kanul trakea dilakukan suction
setiap pasien merasa dahak sudah cukup banyak dan mengganggu pernapasan.
Berikut terapi medikamentosa yang diberikan di ruang perawatan:
1. IVFD RL 20 tetes/menit
2. Inj. Ceftriaxon 1 x 2 gr IV
3. Inj. Omeprazole 1 x 40 mg IV
4. Nebulizer Bisolvon 2 cc + NaCl 0,9% 2 cc /12jam
5. Konsul SpPD: Amlodipin 1 x 5 mg
Ceftriaxon merupakan antibiotik spektrum luas golongan cephalosporin
generasi III yang diberikan karena pasien dicurigai mengalami infeksi sekunder
karena hasil laboratorium darah lengkap menunjukkan kesan leukositosis.
Omeprazole merupakan golongan proton pump inhibitor yang bekerja
mengurangi produksi asam lambung. Karena pasien tidak dapat makan melalui
oral sehingga diperlukan obat-obatan untuk mencegah terjadinya gangguan
lambung seperti perdarahan mukosa lambung akibat produksi asam lambung
berlebihan.
Nebulizer diberikan untuk mengurangi produksi dahak pada pasien
sehingga mencegah terjadinya asfiksia selain dilakukan suction setiap kali dahak
yang diproduksi sudah banyak. Bisolvon, mengandung Bromhexine HCl,
merupakan obat mukolitik yang berfungsi untuk meredakan batuk yang disertai
dahak dan mengencerkan atau menipiskan dahak di saluran pernapasan.
Oleh karena pasien memiliki tekanan darah yang tinggi, yaitu hipertensi
grade II, pasien diberikan obat antihipertensi berupa Amlodipin yang merupakan
obat golongan calcium channel blocker untuk mengatasi hipertensi yang dialami
pasien.
Selanjutnya, pasien direncanakan untuk dilakukan biopsy laring sebagai
pemeriksaan penunjang untuk diagnosis pasti yang akan mempengaruhi
tatalaksana definitif dari penyakit yang diderita pasien.
Prognosis pasien ini meliputi:

29
- Quo ad Vitam : dubia ad bonam
- Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
- Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam
Apabila pasien mengalami karsinoma laring, stadium tumor saat ini adalah
stadium I-II karena belum terjadi pembesaran limfonodi dan metastase jauh yang
diketahui dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
sehingga apabila dilakukan penanganan yang cepat dan tepat, kondisi pasien akan
membaik dan tumor akan hilang.

BAB V

30
KESIMPULAN

1. Karsinoma laring adalah salah satu keganasan Kepala dan leher yang
sering ditemukan.
2. Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun
didapatkan beberapa hal yang diduga kuat sebagai pemicu yang
berkaitan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok,
alkohol, sinar radioaktif, polusi udara radiasi leher dan asbestosis.

3. Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum


memuaskan, hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit
untuk dicapai sehingga dijumpai bukan pada stadium awal lagi.
Biasanya pasien datang dalam keadaan yang sudah berat sehingga hasil
pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang terpenting pada
penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini.

4. Secara umum penatalaksanaan tumor ganas laring adalah pembedahan,


radiasi, sitostatika maupun kombinasi daripadanya. Pilihan terbaik
untuk pasien ini adalah radiasi, karena hasil biopsi dari tumor
menunjukkan karsinoma sel skuamous non keratinizing yang bersifat
radio sensitif. Keuntungan lain dari radiasi adalah laring tidak cedera
sehingga suara masih dapat dipertahankan.

5. Rehabilitasi setelah operasi dengan terapi yang seksama memiliki


prognosis yang baik. Kerjasama yang baik dari ahli onkologi, ahli
patologi, ahli radiasi onkologi sangatlah diperlukan untuk memberikan
kesembuhan yang optimal.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. dr. Bambang Hermani, Sp. THT-KL(K), ASPEK PENCEGAHAN


KANGKER LARING. Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia (FKUI RSCM).1990.

2. Hermani B, Kartosoediro S. Suara Parau. Dalam: Soepardi EA,


Iskandar HN (editors). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher Edisi ke VII. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2012.
176-80, 221-9

3. Spector, Ogura JH. Tumor Laring dan Laringofaring. Dalam. Ballenger JJ,
Ed. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid I. Edisi ke-
13. Jakarta : Binarupa Aksara. 1997. h. 621-77.

4. Hermans R. Laryngeal Neoplasms. Dalam Hermans R. Head and Neck


Cancer Image. Germany; Springer: 2006; h 43-77.

5. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear Nose and Throat diseases, A.
Pocket Reference. Edisi ke-2. New York. Thieme Med. 1994. h. 423-32.

6. Bailey BJ. Early Glottic Carcinoma. Dalam : Bailey BJ. Ed. Head and Neck
Surgery Otolaringology. Vol. 2. ed Philadelphia. JB Lippincot. h. 1313-60.

7. Lawson W, Biller HFM, Suen JY. Cancer of the Larynx. Dalam Myers EN,
Suem JY. Ed. Cancer of the Head and Neck. Churchill Livingstone. h. 533-
60.

8. Kadriyan H. Aspek Fisiologis dan Biomekanis Kelelahan Bersuara


serta Penatalaksanaannya. Cermin Dunia Kedokteran 2007;155: 93

9. Iskandar HN. Pemakaian Mikroskop Pada Diagnostik dan Bedah


Laring. Cermin Dunia Kedokteran 1987; 43: 21-22.

10. Rosen CA, Anderson D, Murry. Evaluating Hoarseness: Keeping Your


Patient's Voice Healthy nhttp://www.aafp.org/afp/980600ap/rosen.html
[diakses 28 November 2018.]

11. Sulica L. Normal Voice Function http://www.voicemedicine.com/


normal_voice_functioning.htm [diakses 28 November 2018.]

12. Cohen JI. Anatomi dan fisiologi laring dalam BOIES buku ajar penyakit
THT edisi .Jakarta: EGC, 1994.

32
13. Haryuna Sh, Tumor Ganas Laring. Bagian Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari
www.repository.usu.ac.id tanggal 28 November 2018.

14. Iqbal N. Laryngeal Carcinoma. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/875436-overview Tanggal 28 November
2018.

33

Você também pode gostar