Você está na página 1de 72

berpaling pada kesesatan sesudah Kau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah

rahmat dari sisi Engkau karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi karunia.�1
Daniel begitu khusyuk dalam doanya. Bermunajat kepada Allah, memohon ampunan atas
kelaliannya selama ini. Kembali ia teringat Aisyah, si paras sederhana namun begitu
memesona yang telah mengantarkannya dalam perjalanan hidayah serta memberinya
seorang Mujahid kecil bernama Adam dan Mujahidah cantik bernama Fatimah.
Dicium kening kedua buah hatinya yang tengah lelap dalam tidur. Hatinya teriris
sedih melihat kedua anaknya tidur tanpa pelukan seorang ibu.
?
Penyesalan memang selalu hadir di penghujung. Bagai sembilu yang mengiris dan
menyayat-nyayat jiwa, semua terasa perih. Namun penyesalan tak bisa membuat
semuanya dapat kembali. Sama seperti yang dirasakan Daniel, seorang lelaki yang
telah dikaruniai dua orang anak yang belum lama dia telah ditinggalkan pendamping
hidupnya ke-Rahmatullah.
Bayang-bayang keshalihan seorang isteri sungguh tak bisa lepas dari benaknya.
Masih terbayang saat Aisyah berwudhu, sujud di sepertiga malam, doa untuknya yang
terdengar lirih ketika ia tidur, wajah sayu Aisyah yang terlihat lelah mengurusi
anak-anaknya serta tubuh yang tinggi ramping seperti habis dikuras lelah dengan
segala pekerjaan rumah.
Kalau saja bukan karena air wudhu yang setiap saat membasuh wajahnya, mungkin
cahayanya sudah pudar. Hanya karena Aisyah senantiasa mengusap wajahnya dengan
tetesan wudhu, serta bibirnya yang selalu mengucap dzikir juga tubuhnya yang selalu
bergerak untuk ibadah, Aisyah terlihat tetap cantik dan bersinar. Dia bukan seperti
cahaya bulan yang cantik tapi semua orang bebas memandanginya. Namun Aisyah
seperti cahaya matahari yang bersinar terang, yang semua orang akan menundukan
kepala ketika melihatnya.
Terkadang tanpa terasa air mata meleleh hangat di pipinya. Semua terasa
menyedihkan bisik rindu selalu membelai nuraninya, dicampur dengan bungkaman
penyesalan yang menusuk jantungnya.
Aku ingin pergi bersamamu isteriku. Andai Allah tak berkehendak mengambil
nyawamu lebih dulu, aku akan belajar mencintaimu, mencintai Allah dan Rasul-Nya,
aku ingin belajar mencintai apa yang kau cintai bersamamu Aisyah..
Terimakasih Ya Rabbii Engkau telah satukan aku dengannya dalam sebuah ikatan
pernikahan, Engkau telah menghalalkan segala yang haram di antara kami.. Dan Engkau
telah takdirkan ia sebagai isteri yang shalihah menjadi milikku.. Ampuni aku Ya
Rabbii hamba yang berdosa belum bisa membahagiakannya...
Daniel teringat kata-kata Aisyah dalam catatannya.Dia baca kembali kalimat yang
berkesan doa yang ditulis Aisyah dalam bukunya.
Ya Allah..
Jika Engkau tak mengizinkan aku bahagia bersamanya di dunia Mu
Perkenankanlah agar aku bahagia bersamanya di surga Mu
Aamiin...

Aisyatul Mar�ah
Sebuah untaian kalimat sederhana yang begitu menyentuh kalbu, airmatanya dengan
sendiri akan mengucur deras ketika membacanya.
?
Sudah genap enam bulan dia ditinggal isterinya. Namun kesedihan itu tak pernah
lenyap, hari-harinya dilalui dengan merenung bahkan menangis.

Ia merasa sudah tak ada artinya lagi hidup di dunia. Sungguh Daniel merasa
tak sanggup hidup tanpa Aisyah. Aisyah yang setiap saat memberinya selembar senyum,
seuntai nasihat, segumpal doa dan sepenuh pengorbanan untuk ia dan anak-anaknya.
Semua terasa hampa. Hanya penyesalan yang terus merajam membuat air matanya
mengucur deras.
Rasa kehilangan yang tak pernah putus dalam batinnya membuat dia menjadi
buram. Badanya semakin kurus, matanya terlihat sayu habis dikuras air mata.
Namun ia juga dapat tersenyum ketika dia bersama dengan dua buah hatinya,
dalam canda dan tawa. Kedua putra-putrinyalah yang menjadi tumpuan harapan Daniel.
Adam dan Fatimah yang selalu ia jadikan pengobat rindu pada Aisyah.
Ya Allah kuatkanlah hamba, berilah aku kekuatan untuk terus beribadah kepada-
Mu. Jadikanlah bayang-bayang kemuliaan isteriku sebagai cerminan dalam hidupku,
bantu aku untuk menjaga dan menafkahi amanah dari isteriku. Aku mohon kepada-Mu Ya
Rabb� berilah aku ketabahan, jangan biarkan kesediahan menggangu kedekatanku pada-
Mu ya Allah. Berilah tempat yang layak untuk isteriku di alam Barjah. Masukan ia ke
dalam Surga-Mu ya Rabbi�

Lantunan dan rangkaian kata-kata itulah yang selalu hadir dan tak pernah
lepas dalam sela-sela doa Daniel. Daniel berharap semoga waktu yang akan
melenyapkan kesedihannya.
?
Setelah selesai shalat, Daniel langsung membaca catatan-catatan Aisyah yang
belum selesai dibacanya. Daniel merasa sangat mudah mengenal Tuhannya dengan
membaca tulisan-tulisan Aisyah. Kata-katanya tersusun rapi dan penuh arti. Jika
terdapat sebuah hadist maka Aisyah mencantumkan nama parawinya, jika terdapat
sebuah kata-kata mutiara yang menggugah jiwa, ia tulis siapa penulisnya.
Daniel membaca sebuah kutipan yang ditulis oleh Aisyah dalam lembaran
catatannya.
Sayyidina Abu Bakar berkata:
Kegelapan itu ada lima, dan penerangnya pun ada lima:
1. Cinta dunia adalah kegelapan, dan penerangnya adalah ketaqwaan.
2. Berbuat dosa adalah kegelapan, dan penerangnya adalah taubat
3. Alam kubur itu adalah kegelapan, dan penerangnya adalah senantiasa mengucap
dua kalimat syahadat
4. Akhirat itu adalah kegelapan, dan penerangnya adalah amal yang shalih
5. Shirath itu adalah kegelapan, dan penerangnya adala yaqin
Daniel terus membolak-balik buku-buku Aisyah. Di antara buku terfavorit Aisyah
adalah sebuah buku yang bejudul Laa Tahzan. Daniel kembali duduk menatap sebuah
buku yang berjudul Kholid Bin Walid Si Pedang Allah. Buku kisah sahabat Rasul yang
sering ia bacakan untuk Adam dan Fatimah. Masih terdengar jelas oleh Daniel suara
fasih Aisyah saat membacakan buku itu kepada anak-anaknya di dalam perpustakaan.
Daniel terus membaca tulisan Aisyah. Didapatinya sebuah ayat Al-Qur�an yang ditulis
Aisyah begitu manggetarkan jiwa.
Surat Al-Insyirah membuat hatiku bergetar
Bukankah kami telah melapangkan untukmu dadamu?
Dan kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu
Yang memberatkan punggungmu
Dan kami tinggikan padamu sebutan namamu
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
Maka apabilakamu telah selesai dari suatu urusan
Kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain
Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap
Ya Allha betapa baiknya Engkau..
Aku sangat bersalah selalu menyalahkan Mu dalam kesedihan dan kesulitan ini..
Ampuni aku dan ampuni suamiku..
Daniel menangis membaca arti surat Al-Insyirah yang ditulis Aisyah. Sungguh tidak
ada satupun tulisan Aisyah yang tidak mengandung ilmu. Daniel banyak mengerti
tentang agama hampir dari tulisan-tulisan Aisyah dan buku-buku yang ada di
perpustakaanya. Ingin rasanya Daniel memeluk Aisyah jika ada di hadapannya. Memuji
segala keistimewaannya, namun semua itu hanya angan-angan. Aisyah tak mungkin
kembali lagi. Dia berada di alam yang berbeda.
Rasa haru dan rindu yang tak berkesudahan terus menggenggam jiwanya. Andai Aisyah
ada, saat itu juga dia akan memeluknya, mencium keningnya, membelainya penuh cinta,
seperti yang diinginkan Aisyah selama ini.
Daniel menoleh ke arah pintu, seolah ada bayangan Aisyah berkelebat menghampirinya.
Dia menoleh, ternyata tak ada siapa-siapa. Itu hanya perasaannya saja yang begitu
merindukan Aisyah, sehingga kemanapun matanya melihat seolah-olah ada Aisyah
disana, tersenyum untuknya.
Daniel menangis memanggil namanya..
�Aisyaaaahhh� Maafkan aku Syaaah��
Tak ada suara, tiada jawaban. Hanya pedih yang ia rasakan.
Daniel kembali membaca catatannya

Aku Aisyah�
Aku ingin seperti kerang yang berada di dasar lautan..
Dia kuat meski dipupul ombak,
Dia hina dan diremehkan..
Namun suatu saat dia akan membuka dirinya..
Menampakan sebuah mutiara..

Sesuatu yang Tak Diduga Itu Datang

Setelah lulus kuliah menamatkan S2 di Universitas Indonesia, sesuatu yang tak


pernah ia duga datang menghampirinya.
Selama ini dia berfikir, setelah lulus ia akan berpacaran dengan seorang
wanita, bahkan beberapa orang wanita seperti teman-temannya. Dia akan menikmati
masa lajang dengan memiliki seorang kekasih bahkan mungkin saja kekasih itu akan
membawanya sampai kepelaminan. Toh, dia kan sudah bekerja, dan rasanya
penghasilannya sudah cukup untuk menafakahi keluarga.
Namun ia fikir dirinya masih terlalu muda untuk menikah. Lagi pula dia tak
pernah merasakan yang namanya pacaran. Dirinya selalu disibukan dengan studi yang
dia tekuni.
?
Waktu menunjukan pukul delapan malam. Daniel masih asyik di kamarnya
mengotak-atik laptop. Ia terlihat khusuk mengakses internet. Membuka facebook,
tweeter, dan yang lainya.
Memang waktu Daniel selain digunakan untuk belajar ia gunakan untuk hal-hal
seperti itu, berkenalan dengan gadis-gadis di dunia maya.
Apalagi sekarang dia bebas dari belenggu studinya. Dia menjadi lebih merasa
santai. Bebas beraktifitas apapun yang ia mau.
Dalam keasyikannya, tiba-tiba Daniel dikejutkan oleh suara pintu yang diketuk
seseorang.
�Daniel!�
�Iya Ma.�
�Kamu udah tidur belum?�
�Belum...� Sedikit menggeliat Daniel menjawab.
�Masuk aja Ma.. Gak dikunci ko.�
Mama Daniel membuka pintu kamarnya, kemudian menghampiri Daniel. tidak biasa
bagi Daniel Mama menghampiri kekamarnya. Seperti ada sesuatu yang ingin
disampaikan.
�Ada apa Ma? Kok tumben masuk kamar?�
�Ada tamu Niel, mereka ingin bertemu dengan mu.�
Sekarang keningnya mengkerut. Heran dengan apa yang diucapkan Mamanya.
Mamanya berkata lebih pelan dan lembut. Biasanya Mama akan berteriak jika ada
seseorang yang ingin bertemu pada anaknya. Dan langsung memberitahu siapa yang
datang, tapi kini Mama menghampirinya.
�Memangnya siapa Ma?�
�Bapak Ibrahim dan Isterinya, mereka ingin bicara denganmu Niel.� Mama
menjawab dengan menghela nafas.
�Hah? Pak Ibrahim? Ada apa dia ingin menemuiku Ma?�
�Ya makannya kamu keluar dulu kan kalo kita ngobrol bareng jadi lebih enak.
Rapikan dulu pakaian mu Daniel, jangan malu-maluin Mama�
�Ok lah Ma, aku juga bisa menyesuaikan kok kalo mau ketemu sama orang tua.�
Mama berlalu meninggalkan Daniel. Daniel merapikan kamar, dan berganti
pakaian. Dia bercermin dan berbicara dalam hatinya.
Pak Ibrabim? Bukannya pak Ibrahim adalah teman dekat Papa dulu . lama sekali
dia tak ke sini lagi, lalu maksud dia menemuiku untuk apa? Apa dia ingin melihatku
karena sudah lama tak melihatku? Ada apa ya?
Lama dia bercermin dengan diiringi pertanyaan-pertanyaan itu. Tiba-tiba
Mamanya memanggilnya untuk yang ke dua kali.
�Daniel! Lama amat sih, cepetan dikit dong! Pak Ibrahim sudah nungguin lama
tuh!� Mama memanggil sedikit berteriak.
�Iya Ma, ini juga udahan kok!� Daniel bergegas sambil merapikan bajunya. Dia
pun melangkah menuju ruang tamu.
?
Sedikit terkejut ketika melihat ke ruang tamu. Suasana terlihat ramai. Di sana
tepatnya di sofa, Mama dan Papanya duduk berdua, dan di sofa sebelah ada Pak
Ibrahim duduk bersebelahan dengan isterinya.
Pak Ibrahim berbadan tinggi besar, berjanggut, memakai peci dan mengenakan baju
koko. Begitupun isterinya berbusana muslimah dengan warna biru yang cerah, mereka
terlihat serasi seperti ustadz dan ustadzah.
Daniel merasa malu sekali dengan penampilannya yang biasa saja. Mungkin saja bagi
keluarga Pak Ibrahim dia terlalu sangat arogan. Dengan kaos hitam dan jeans hitam.
Daniel pun duduk bersebalahan dengan mama papanya dengan tersenyum Daniel tak
mendahuluinya dengan ucapan salam. Sehingga Pak Ibrahimlah yang mengucapkan salam
lebih dulu. �Assalamu alaikum nak Daniel.� Ucap Pak Ibrahim.
�Wa�alaikum salam, Pak. Gimana kabar Bapak?� Jawab Daniel dengan mengulurkan tangan
untuk bersalaman.
�Alhamdulillah Nak, keluarga Bapak baik-baik saja. Gimana dengan kuliahnya Nak
Daniel?� Tanya Pak Ibrahim ramah.
�Alhamdulillah sudah lulus, dan sekarang saya sudah kerja Pak.� Jawab Daniel
sambil duduk di sofa.
�Syukurlah Nak. Berarti kamu sudah siap dong kalau menikah nanti.� Dengan sedikit
bergurau Pak Ibrahim berkata.
�Ah, Bapak bisa aja. Gimana mau nikah Pak. Pacaran aja belum pernah. Gak laku kali
saya mah, pak .� Jawab Daniel dengan santai.
�Nak Daniel, jodoh itu Allah yang ngatur, menikah itu tidak harus berpacaran. Toh
pacaran itu hanya pembawa maksiat. Mending langsung menikah. Berhubungan langsung
secara halal. Seperti Papa dan Mama Nak Daniel juga langsung menikah gak pacaran
dulu. Lebih baik itu jangan pacaran sebelum menikah, tapi pacaranlah setelah
menikah. Menjalani rumah tangga dengan baik. Lagipula sudah dikatakan oleh
Rasulullah .Siapa diantara kalian yang sudah memiliki kemampuan, maka hendaklah
menikah.� Jelas pak Ibrahim dengan lebar. Seolah-olah perkataanya itu sebuah dakwah
yang bermakna bagi Daniel.
�Iya juga sih Pak, tapi yang jadi masalah kayanya gak ada wanita yang mau sama saya
Pak.� Jawab Daniel.
�Lho�lho.. Nak Daniel jangan bicara seperti itu. Nak Daniel ini tampan dan baik,
sudah bekerja pula, pasti banyak sekali yang ingin menjadi isteri Nak Daniel.�
�Ya Allah Pak, kalo memang seperti itu kenapa sampai saat ini saya masih sendiri?�
�Nak Daniel, manusia itu hanya bisa merencanakan Allah lah yang berkehendak. Mau
pacaran atau tidak, kalo emang sudah jodoh, ya pasti jadi. Nak Daniel paham?�
�Iya Pak saya mengerti. Bapak sangat bijak ternyata.�
�Ah, bisa aja Nak Daniel.�
Jarum jam terus berputar. Keluarga Daniel dan keluarga Pak Ibrahim tak henti-
hentinya bercakap-cakap, mereka terlihat sangat akrab.
Namun sejauh itu, diantara kocak obrolannya, Daniel masih terus bertanya dalam
hatinya tentang apa maksud kedatangan Pak Ibrahim. Daniel pun sejenak diam. Ia
berpikir untuk pergi ke kamarnya kembali.
Daniel berdiri mengankat tubuhnya dari sofa. Namun Mamanya mencegah.
�Mau kemana Daniel?�
�Mau ke kamar dulu Ma, ngambil hape.�
�Oh, jangan lama-lama ya, kamu harus kesini lagi.�
�Iya Ma.�
Sebenarnya untuk apa si Daniel harus berlama-lama di ruang tamu hanya untuk
mengobrol-ngobrol gak jelas dengan keluarga Pak Ibrahim? Apakah ini penting? Pikir
Daniel ketika masuk ke dalam kamar.
Daniel merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, sambil mengecek handphonenya.
Tiba-tiba mama kembali memanggil. Daniel mendenguskan nafasnya.
�Daniel, keluar dulu sayang.�
�Iya Ma.�
�Cepatlah Daniel, Pak Ibrahim akan segera pulang.�
�Iya, iya, iya���
Akhirnya Daniel bergegas keluar kamar membuntuti mama. Keseriusan mulai tampak
dalam suasana raung tamu. Papa Daniel mempersilakannya untuk duduk. Semua duduk.
Pak Ibrahim sang tamu mengawali pembicaraan.
�Nak Daniel, sudah saatnya kami pulang. Namun sebelumnya Bapak dan Isteri Bapak
ingin meminta sesuatu hal pada Nak Daniel. Tapi kalau seandainya Nak Daniel tidak
suka ya tidak apa-apa.�
Daniel seketika menjadi bengong mendengar kata-kata Pak Ibrahim. Dia pun bertanya
pada pak Ibrahim.
�Memangnya ada yang ingin bapak pinta dari saya?�
�Hmm ya�.begitulah Nak Daniel.�
Akhirnya papa Daniel menyela. Kemudain menjelaskan apa yang dimaksud oleh pak
Ibrahim.
�Daniel, kau ini sudah berumur 29 tahun. Kamu sudah punya pekerjaan. Daripada kamu
terus menyendiri lebih baik kamu segera mempunyai isteri.� Jelas Papa. Kemudian
Mama menyahut.
�Iya Daniel, lagian Mama sudah tidak sabar ingin menggendong cucu.�
Daniel menghela nafas. Ia sudah mampu menebak apa maksud semua ini. Tidak lain ini
sebuah perjodohan. Dia mencoba untuk bersikap tenang. Kemudian papa melajutkan
pembicaraan.
�Kebetulan Pak Ibrahim mempunyai seorang putri, dia lulusan pesantren lho. Anaknya
baik, dan sholehah. Papa minta kamu tidak usah mencari pendamping hidup lagi
Daniel, cukup dia saja. Kami yakin ini adalah yang terbaik.�
Mendengar semua itu, Daniel tidak bisa berkata apa-apa. Rasa bimbang dan ragu
berkecamuk dalam fikirannya. Enatahlah apakah ia harus mengeluh tak terima, atau ia
harus bersyukur karena ini merupakan anugerah.
Disisi lain rasa syukur memang ada. Selama ini cita-cita ia untuk mendapatkan
pendamping hidup ternyata hadir dengan begitu mudah. Namun hati kecilnya tertekan,
haruskan ia menikah dengan seseorang yang tak dicintainya?
Mungkin semua ini harus difikirkan terlebih dahulu. Sepertinya Daniel tidak bisa
menjawab sekarang. Toh calon isteri yang mereka berikan belum ada di depan mata.
Akhirnya Daniel diam. Diam berarti siap dan mau. Itulah yang bisa ditebak oleh
orang tua.
�Nak Daniel, kalau memang Nak Daniel mau dan siap Insya Allah akad nikah akan
segera dilaksanakan.� Ucap pak Ibrahim.
Mata Daniel seketika terbelalak mendengar ucapan itu. Terasa sesak semuanya.
Padahal Daniel belum sempat menjawab namun pak Ibrahim seakan benar-benar yakin
kalau Daniel mau menerimanya.
�Gimana sayang kamu siapkan?� Tanya Mama.
�Hmm�� Daniel menghela nafas panjang.
�Mikirnya jangan lama-lama dong. Mama yakin kamu pasti menyukainya.� Tilas Mama.
Daniel hanya diam. Seolah enggan untuk mengatakan apa-apa. Akhirnya semua terdiam
menanti ucapan yang akan dikeluarkan dari bibir Daniel. Daniel pun menjawab.
�Daniel terserah Papa dan Mama aja. Kalau memang itu terbaik buat Daniel. Daniel
siap.� Seakan terpaksa Daniel menjawab seperti itu.
Garis-garis senyum tersungging di bibir orang tua. Alangkah senangnya mendengar
jawaban Daneil. Sebuah jawaban yang sangat diharapkan. Jawaban yang membuat hati
orang tua menjadi lega.
Tak sedikitpun Daniel menebar senyum. Yang ia rasakan bukanlah perasaan lega
seperti yang dirasakan orang tuanya. Namun rasa bingung dan terpaksa bergelut
dalam hati Daniel.
?
�Daniel, percayalah sama Mama. Orang tua mana yang tak ingin melihat anaknya
bahagia. Mama dan papa selalu mendoakan dan berusaha memberikan kamu yang terbaik.
Semoga saja pilihan ini dapat membawamu bahagia. Lagian putri pak Ibrahim itu gadis
baik, dia sudah dewasa dan Mama yakin dia siap meniti rumah tangga yang sakinah.
�Panjang lebar mama menasehati Daniel yang sedang tunduk terdiam.
Daniel tak menjawab sepatah katapun. Bukan berarti dia bisu, hanya saja semua
seakan terasa sesak di dada Daniel, membuatnya terdiam dan tak kuasa untuk berucap.
Melihat keadaan Daniel seperti itu, semua seakan yakin bahwa Daniel telah siap.
Mereka tak sedikitpun menghiraukan perasaan Daniel yang sebenarnya. Yang mereka
pikirkan hanyalah Daniel akan siap menerima perjodohan itu.
�Kalau Nak Daniel benar-benar siap, besok malam kita pertemukan putri saya untuk
berta�aruf, namun alangkah baiknya kalau keluarga Nak Daniel yang datang ke rumah
saya.� Ucap Pak Ibrahim dengan bijaksana.
�Oh iya Pak, tenang saja. Besok malam ba�da Isya kami akan datang kerumah Bapak.�
Jawab Papa Daniel.
�Semoga saja semuanya berjalan lancar. Dan akan berlanjut dengan akad nikah.�
Lanjut Mama
�Insya Allah, Bu.� Tilas Pak Ibrahim.
?
Malam sudah mulai larut, mengajak keluarga Pak Ibrahim untuk pamit pulang.
�Kalau begitu Pak Bambang, saya mau pamit pulang dulu. Sudah malam Pak.� Ucap Pak
Ibrahim
�Waah Pak, buru-buru amat kita kan jarang sekali bertemu. Yaa� santai dulu lah.�
Jawab Papa Daniel.
�Nanti malam kita kan bertemu lagian saya kasihan sama putri saya di rumah.� Jawab
Pak Ibrahim.
Mereka bangkit dari sofa dan berpamitan. Jabatan tangan tererat pada tangan Pak
Ibrahim dan Pak Bambang.
�Kalau begitu titip salam ya Pak buat putri Bapak.�
�Insya Allah Pak.�
Keluarga Pak Ibrahim pulang. Suasana di rumah Daniel berubah, yang tadinya ramai
penuh obrolan kini hanyalah ada Mama, Papa dan Daniel yang masih diam. Melihat
Daniel yang diam Mama menegurnya seakan bosan melihat sikap Daniel.
�Daniel kamu kenapa? Kamu keberatan ya?� Tegur Mama dengan menghampri Daniel.
Daniel pun menjawab dengan ragu dan nada yang pelan.
�Ma.. Daniel harap Mama bisa ngerti perasaan Daniel.�
�Iya Daniel, Mama ngerti. Pasti semuanya berat. Tapi kamu harus berfikir, lihat
Papa dan Mama. Kami menikah karena perjodohan dari orang tua. Tapi buktinya Papa
dan Mama bahagia.� Jelas Mama.
�Tapi kan Ma� Daniel merasa�.�
�Apa Daniel? Mama tau, Mama ngerti. Mama yakin kamu bisa mencintainya. Lagi pula
memangnya kamu punya kekasih? Yang sulit untuk di lepaskan? Gak kan? Apa salahnya
Daniel, kamu menikah dengan putri Pak Ibrahim.� Mama langsung sewot.
Mama Daniel nyerocos ketika mendengar ucapan Daniel yang terpatah. Mendengar
ucapan-ucapan Mama yang begitu menyinggung hati Daniel, Daniel semakin tak mampu
untuk mengelak.
Daniel sadar bahwa ia memiliki seorang Mama yang cerewet dan pandai memutar kata.
Jadi sangat percuma kalau Daniel terus membantah Mama. Mama sangat pintar berkata.
Mama juga sangat egois. Apapun pilihannya harus dituruti.
�Ma� memangnya pernikahan ini tidak bisa ditunda?�
�Ditunda kenapa sayang? Lagian Mama dan Papa sudah siap semuanya. Kamu tidak perlu
pusing-pusing cari uang buat nikah.�
�Bukan gitu Ma, Daniel hanya ingin fresh dulu sebentar setelah Daniel lulus kuliah.
Masa Daniel setelah lulus langsung menikah aja Ma. Lagian Daniel belum sempat
menikmati hari-hari yang bebas dari study.� Tegas Daniel.
Mama bersiap menyela perkataan Daniel Dengan memasang muka yang seram. Namun Papa
mencegah Mama untuk berkata.
�Sudah Ma, Ma jangan ikut-ikutan ngomong. Biar Papa aja yang bicara sama Daniel.�
�Ya sudah terserah Papa. Jadi anak kok bandel banget. Gak bisa nurut sama orang
tua.� Ucap mama dengan mendelik pada Daniel.
Mama berlalu meninggalkan suami dan anaknya ke kamar. Sedangkan Daniel dan Papanya
masih duduk di ruang tamu. Papa bermaksud berbicara baik-baik untuk membujuk dan
meredakan hati Daniel.
�Daniel Papa harap kamu mau menikah dengan putri Pak Ibrahim. Papa yakin besok
malam setelah kamu melihat calon isterimu kamu pasti menyukainya.� Ucap Papa dengan
pelan.
�Pa�. Daniel rasa ini terlalu cepat Pa. Daniel cuma minta waktu biar Daniel bisa
tenang.�
�Dengerin Papa Daniel! Buat apa kamu membuang-buang waktu dengan hura-hura dan
bersenang-senang bersama teman-teman kamu. Papa takut kamu terjerat oleh perempuan-
perempuan jalang. Sudah cukup kamu bersenang-senang Daniel. yang harus kamu
pikirkan itu masa depan. Kamu harus bersyukurlah kamu akan di jodohkan dengan
wanita yang shalihah. Semua orang mendambakan isteri yang baik. Hanya orang
bodohlah yang tidak menginginkan hal seperti ini. Kamu sudah enak Daniel, tidak
sulit mencari seorang pendamping hidup.� Jelas Papa dengan penuh kebijaksanaan.
Menunduk. Lagi-lagi Daniel hanya menunduk. Hanya itu respon yang ia berikan pada
Papanya. Seolah-olah sikap Daniel yang seperti itu menandakan bahwa Daniel akan
menuruti kemauan Papanya. Itulah yang dipahami Papanya.
Perasaan Daniel berkecamuk mendengarkan kata-kata Papanya. Rasa bimbang dan bingung
bercampur dalam fikirannya.
Terkadang Daniel merasa setuju dengan apa yang dikatakana Papa. Namun hati kecilnya
tetap tidak bisa menerima.
Akhirnya Papa bangkit, meninggalkan Daniel menuju kamar. Denang menghela nafas Papa
meninggalkan Daniel yang masih menunduk diam.
�Daniel, pikirkan itu baik-baik. Papa hanya ingin memberikan yang terbaik buat kamu
Nak.� Cetus Papa.
Daniel tak menjawab sedikitpun. Hatinya masih bergejolak. Keresahan, kegalauan,
kebimbangan dan semua perasaan yang sangat tidak jelas kini memaut-maut hatinya.
Akhirnya ia memaksakan dirinya untuk segera masuk kedalam kamarnya. Sebuah ruangan
yang sangat pribadi baginya. Ia yakin dalam ruangan inilah dia akan menata semua
perasaannya.
Daniel meletakan tubuhnya di atas tempat tidur. Kemudian dia ambil handphone dari
saku celananya. Daniel mencoba menghubungi Roy teman dekatnya. Namun ia
menghentikan niatnya. Daniel merasa yakin bahwa percuma dia menelpon Roy, meskipun
hatinya bergejolak namun bibirnya takan mampu tuk berucap.
Akhirnya ia putuskan untuk mengirim SMS, dia hanya ingin berbagi perasaan dengan
temannya lewat SMS.
�Roy, gw dijodohin.� Kata-kata itulah yang ia kirim kan kepada temannya.
Tak lama nada pendek bebunyi di handphonenya. Ternyata itu SMS balasan dari Roy.
�Wieeh.... serius lu?�
�Ya Roy, gw di jodohin ma ortu gw.�
�Gak gk percaya.�
�Ya Allah Roy, bsok dech gw certain semuanya.�
�Ok bos. Selamatlah udah dpt pendamping hidup. Hehe.�
Daniel tak membalas lagi. Ia merasa muak dengan kata-kata Roy. Seolah itu semua
adalah ejekan.
Malam makin larut. Suara nakal binatang malam makin jelas terdengar menemani
kegelisahannya. Waktu menunjukan pulul 12.30, namun bola matanya tetap saja tak mau
terpejam.
Malam benar-benar diselimuti kegelisahan. Hatinya terasa berat. Hidupnya terasa
akan berakhir, berakhir dari kebebasan masa lajangnya.
Namun dari gemulut kegelisahan yang ia rasakan. Tak sececerpun ada niat dalam
hatinya untuk memasrahkan semua masalah yang menghantuinya kepada Robb-nya. Padahal
alangkah baiknya jika semua permasalahan yang diderita ia adukan kepada yang Maha
Kuasa.
Meskipun pekat malam yang kian mencekam, hampir menelan waktu Isya, namun dia sama
sekali tak menghiraukan kewajibannya sebagai umat muslim, shalat lima waktu selalu
dia acuhkan.
Ya, seharusnya dia shalat Isya. Dan inilah saat-saat yang mujarab agar terkabulnya
apa yang dia minta. Apalagi saat ini tengah malam, sangatlah baik jika setelah
selesai menjalankan shalat wajib kemudian ia melaksanakan shalat istikharah agar
Allah memberi petunjuk atas apa yang ia rasakan.
Namun, rasanya Daniel sangat jauh dengan hal seperti itu. Jangan kan shalat malam,
shalat lima waktu saja jarang hadir dalam kesehariannya. Itu semua karena kurangnya
pengertian dari orang tua tentang tuntunan agama begitupula dengan aktivitas Daniel
yang super sibuk yang hampir setiap waktu ia tak menyempatkannya untuk ibadah.
Banyak sekali faktor yang menyebabkan Daniel sangat jauh dengan tuntunan agama.
Selain dari kurangnya perhatian dari orang tuanya, dia terlalu merasa senang dan
menikmati urusan dunia. Juga dengan pergaulannya bersama teman-temannya yang sama
sekali tak mengenal ajaran islam.
Selama ini yang ia pelajari hanyalah tumpukan mata pelajaran kuliah dan kiat-kiat
untuk menjadi orang yang sukses. Selebihnya, ia habiskan waktunya untuk bersantai,
berkelana bersama temannya. Tak terlintas dalam benaknya untuk memanfaatkan waktu
luangnya mencari ilmu agama.
?
Dinginnya angin malam semakin mencekik batinya. Sungguh matanya yang sayup tak bisa
terpejam. Tak ada yang bisa ia lakukan selain meremas-remas rambutnya dan mencaci
dirinya sendiri. Sesekali ia mengambil handphonenya, namun kembali ia lempar ke
atas kasur. Kemudian ia mencoba membuka laptopnya, namun ternyata tak memberi
ketenangan dalam hatinya. Kembali ia tutup laptopnya.
?
Adzan shubuh sayup terdengar memecah kesunyian, mengusik ketenangan mata yang
terlelap tidur.
Daniel perlahan terusik membuka matanya. Terdengar jelas kumandang adzan di
telingannya. Namun seperti biasa ia tak pernah menghiraukannya. Dan biasanya ia
akan menarik selimut hingga menutupi wajahnya ketika mendengar adzan shubuh. Namun
kali ini matanya terbuka tak bisa terpejam lagi.
Daniel bangkit dari tempat tidurnya. Tak terukir niat sedikitpun di hatinya
untuk beranjak membahas dirinya dengan air wudhu dan melaksanakan sholat subbuh
meskipun kegalauan tengah menimpanya. Dia membuka locker mejanya, diambilnya
earphone lalu dia pasang di kedua telinganya, kemudian ia sambungkan pada
handphonenya. Music di putar, mengiringinya untuk mengangguk-anggukan kepalanya
menikmati lantunan lagu diringi musik. Ya kebiasaan itulah yang biasa ia lakukan
ketika ia bangun menyambut pagi.
Meskipun seperti itu, tetap saja perasaanya tak bisa bohongi, hatinya memang
masih berada pada genggaman kegelisahan.
Ingin rasanya segera muncul fajar agar pagi terlihat terang. Daniel ingin
sekali kabur dari rumah dan pergi ke suatu tempat untuk sekedar melepakkan
kegelisahannya. Namun ia putuskan untuk pergi setelah pagi buta menghilang
?
�Kau mau kemana Daniel?� Tanya mama yang melihat anaknya memakai sepatu dan bersiap
untuk pergi. Belum sempat Daniel menjawab mama bertanya lagi.
�Daniel. hari ini kan libur, kamu mau kemana?�
�Aku mau ke rumah Roy Ma.� Hanya kalimat itulah yang dijawab Daniel dengan nada
bosan sambil berlalu.
Daniel pergi untuk menemui Roy di rumahnya, sahabat karibnya, tempat ia mencurahkan
segala permasalahannya.
Sesampainya di rumah Roy, ia temui Roy tepat berada di serambi rumahnya, sedang
menikmati secangkir kopi serta membidik-bidik lembaran koran.
�Hai sob!� Sahut Daniel
Roy pun menjawab sahutan Daniel.
�Eh, lu Niel tumben pagi-pagi udah ke rumah gue?�
�Ha.. biasa, gue lagi galau ni bos!�
�Galau kenapa Niel? Duduk dulu nih, nyantai aja dulu.�
�Pasti lu mau nyambung cerita yang semalem ya? Gimana tuh? Emang beneran serius?�
Daniel pun duduk bersebelahan dengan Roy. Akhirnya ia mulai menceritakan apa yang
ia ceritakan kepada sahabatnya.
�Bener banget Roy, gue serius mau di jodohin.�
�Terus problemnya apa Niel? Yang bikin lu galau?�
�Ya masa lu gak ngerti sih Roy.�
�Buat gue sih itu mah anugerah Niel, apa coba masalahnya? Oke, oke aja, lagian lu
kan gak punya cewek Niel, jadi lu gak usah keberatan. Kecuali lu punya cewek, pasti
sakit banget kalo di jodohin,�
�Iya masalahnya ceweknya juga gue belum pernah liat. Yang bikin gue bingung itu
cewek anak Ustadz Roy� Masa iya gue yang bego kaya gini mau nikah ama cewek kaya
gituan?? Jelas beda lah, ga bakal nyambung kalo nikah am ague..�
�Lha? Terus kenapa lu mesti galau sekarang sob! Kecuali lu udah liat siapa dia,
terus gak sesuai dengan tipe lu, ini kan belum Niel. Siapa tahu aja cewek ntu
cantik banget Niel! Dimana-mana Niel, kalo nyari isteri tuh yang sholehah, apalagi
itu anak Ustadz. Hebat banget deh pokoknya.. Aaah bego banget lu mah Niel. Gue
yakin Niel, pilihan orang tua itu pasti yang terbaik buat anaknya.�
�Ah tumben banget lu ngomong kaya orang bener.�
�Haha� emang bener Niel.�
Percakapan mereka seketika terjeda ketika ibu Roy membawa secangkir kopi kepada
Daniel dan mempersilahkannya untuk minum.
�Nak Daniel, di minum dulu kopinya.�
�Oh iya Bu terimakasih.�
�Minum dulu Niel, kita sloow aja. Lagian kan sekarang weekend.�
�Ok Roy, Roy nyokap lu ramah banget sih, gak kaya mama gue, cerewet� Banget.�
�Yaah� Lu mah gak tau aja gimana dia.�
Mereka pun dengan perlahan menyeruput kopinya, menikmati suasana pagi yang cerah.
Kemudian Daniel kembali mengalihkan perkataannya.
�Roy gimana kalo nanti malem lu temenin gue?�
�Temenin lu kemana Niel? Ngurung di kamar?� Tanya Roy dengan sedikit meledek.
�Gimana sih lu Roy, entar malem kan gue mau kerumah cewek ntu, jadi gw minta di
temenin, sekalian biar lu tau cewek itu cocok gak buat gue.�
�Oh jadi ceritanya entar malem lu mau ngelamar nie??�
�Gak tau dech��
�Ok lah� gue siap. Kira-kira jam berapa berangkatnya?�
�Habis manggrib. Jangan sampe enggak dateng ya Roy!�
�Siip.�
Pagi itu suasana sejuk menghantarkan batin Daniel untuk mencurahkan seluruh isi
hati dan permasalahannya kepada Roy. Roy dengan setia menengarkan serta menanggapi
apa yang diceritakan Daniel kepadanya. Namun terkadang dalam sela-sela pembicaraan
Daniel, Roy sesekali meledek Daniel dan ledekan serta gurauan itu bukan untuk
menyakiti Daniel, namun untuk sekedar meramaikan suasana saja.
�Gue bingung Roy, gue belum siap menikah, pacaran aja gue belum pernah, eh malah
langsung kawin.�
�Haa� itu namanya anugerah Niel.�
�Musibah dodool.�
�Lagian kalo nunggu pacaran mah gak bakal dapet-dapet lu� Deketin cewek aja gak
berani.�
�Yaa� Kan gue belum niat Roy. Baru aja sekarang gue mau mulai nyari cewek.�
�Naah..Itu hebat banget Niel, belum juga nyari eh udah dapet duluan.�
�Ah, lu mah� tapi bukan ini yang gue mau.�
?
Roy sebagai karibnya, memahami betul sifat Daniel. Daniel seorang pemuda yang bisa
dibilang cukup cekatan dalam kuliahnya, dia termasuk lelaki yang pendiam, dia juga
pandai berwirausaha dan sangat serius menjalani aktivitasnya, karena itulah sampai
saat ini ia jarang memperhatikan wanita.
Daniel juga termasuk pemuda yang baik dan ramah serta penurut, namun kehidupan
keluarganya sangat jauh dengan tuntunan agama.
Dia tidak melaksanakan sholat dengan rutin ataupun ikut pengajian seperti halnya
seorang muslim yang baik. Mungkin semua itu dikarenakan orang tuanya juga yang
kurang peduli atas kewajiban-kewajiban muslim yang harus dilakukan oleh anaknya.
Kedua orang tua Daniel hanya selalu mengingatkan Daniel untuk belajar dan bagaimana
menjadi murid yang baik, serta bagaimana menjadi seorang pemuda yang mampu
berwirausaha dan mandiri. Sedangkan untuk menjalankan perintah Allah, kedua orang
tua jarang sekali memerintahkannya.
Namun seburuk-buruknya sifat orang tua, pasti inginkan masa depannya lebih baik
dari dirinya. Barulah sekarang orang tua Daniel menyadari bahwa betapa pentingnya
tuntunan serta ajaran agama dalam kehidupan. Itulah sebabnya mereka ingin
menjodohkan putra tunggalnya kepada seorang wanita alim yang mengerti tentang
ajaran islam. Agar merka terbawa arus moral agama olehnya.
Memiliki menantu yang baik dan shalihah memang itulah yang diidam-idamkan oleh
mertua. Agar mampu memberikan keturunan yang baik pula. Kelak jika terlahir cucuk-
cucuk yang shalih dan shalihah mampu membawa orang tua serta kakek-neneknya ke
surga. Itulah yang difikirkan orang tua Daniel setelah mereka menyadari bahwa umur
mereka semakin menua. Makanya orang tua Daniel ingin meminta kepada Pak Ibrahim
agar mau menikahkan anaknya dengan Daniel.
?
Pagi hari berlalu begitu saja. Waktu berjalan begitu cepatnya. Kehangatan cahaya
fajar semakin menghilang dikarenakan bola matahari yang tadinya muncul di ufuk
timur dengan begitu manisnya semakin menaik. Seakan�akan waktu bergulir begitu
cepat seperti cepatnya buah kelapa yang jatuh dari pohonnya.
?
Dari terik matahari yang berada tepat di atas kepala membuat orang enggan untuk
berada di luar rumah. Daniel masih asyik di kamar Roy. Dia lupa akan waktu
pulangnya. Tiba-tiba handphonennya berdering. Daniel mengecek HPnya, rupanya
Mamanyalah yang menelpon.
�Hallo Ma, ada apa Ma?�
�Daniel kamu lagi dimana? Kok udah siang gini kamu belum pulang sih?� Tanya mama
khawatir.
�Aku pulang nanti sore aja deh Ma. Lagian ngapain aku diem di rumah terus. Suntuk
tau Ma.� Jawab Daniel dengan nada ketus.�
�Ya ampun Daniel. Hari ini kan kita mau shopping. Mau beli baju buat kamu ntar
malem.�
�Haa?? Baju? Baju aku kan banyak Ma. Ngapain beli lagi?�
�Aduh.. sayang� pokonya kamu cepet pulang. Kamu itu gimana sih, nanti malam ada
acara penting juga. Malah kabur. Pokonya kamu cepet pulang.
�Iya, iya Ma, tapi kan kalo pulang sekarang kan panas banget.�
�Ya Allah� kamu kan ambil mobil sayang, masa kepanasanan sih. Alesan aja deh.�
�Ya udah aku mau pulang sekarang Ma.�
Daniel langsung mematikan koneksinya. Nampaknya ia agak bosan dengan ocehan
Mamanya.
�Suruh ngapain lu Niel?� Tanya Roy yang tengah santai tiduran di atas kasurnya yang
tanpa ranjang.
�Gue disuruh pulang Roy ama Mama gue.�
�Mau ngapain?�
�Gak tau nih. Pokonya gue disuruh pulang aja.�
�Suruh bantuin nyokap lu masak kali.� Roy dengan sedikit meledek dan canda. Daniel
membalasnya.
�Iya nih gue disuruh masak buat ntar malem gue bawa ke rumah mertua.�
�Hahaha�. Bener juga lu! Ya udah lu cabut sana!�
�Diih ngusir lu? Ya udah gue pulang ni.�
?
Daniel pun pulang dari kediaman Roy, dan Roy kembali sendiri di dalam kamarnya.
Daniel melesat pergi menuju rumah menggunakan mobil hitamnya.
Sampainya di depan gerbang rumah, dibunyikannya klakson mobil beberapa kali.
Mengundang satpam agar membukakan pintu gerbang yang terkunci.
Setelah beberapa kali ia mengklakson, dengan tergesa-gesa satpam segera membukakan
pintu gerbangnya.
Seperti halnya seorang pelayan kepada sang pangeran, satpam begitu ramah menyambut
kedatangan Daniel. Dengan tersenyum satpam menyapa majikan itu.
�Baru pulang Den�� Sapa satpam sambil membukakan pintu gerbang.
Namun Daniel tak menjawab. Mungkin baginya sapaan itu tidaklah penting. Akhirnya
melaju menuju parkiran mobil.
Setelah membukakan pintu mobil, ia membuka pintu rumah. Dan kebetulan sekali ia
dipergoki Mama.
�Daniel, kamu udah makan siang?�
�Belum Ma. Mama mau belanja apa lagi sih? Kan Daniel baru pulang Ma, istirahat dulu
kek.�
�Ya ampun sayang, Mama kan nyuruh kamu pulang buat ngater Mamaa ke Mall. Lagian
emang tadi kamu ngapain aja sih di rumah si Roy? Pasti kamu juga di sana numpang
istirahat kan?�
Mendengar ocehan mama membuat Daniel tak bisa mengelak. Ia hanya bisa mengusap
keningnya dan meremas-remas rambutnya.
�Ma, sebenernya Mama mau beli apa sih?�
�Hmm Daniel, Papamu tadi nyuruh Mama supaya ngajakin kamu beli cincin kawin, terus
beli baju juga sama jas buat nikah. Nanti malam kita ke rumah Pak Ibrahim.�
Mata Daniel berkaca-kaca melongo. Cincin kawin? Ia sedikit kaget mendengar nama
benda itu. Mengapa cincin kawin itu akan segera dibeli? Akankah pernikahannya
berlangsung saat ini juga. Pikiran-pikiran itu membuat hati Daniel bertegar. Rasa
tidak siap kembali berkecamuk dalam jiwanya. Rasanya keadaan ini sungguh membuatnya
lemah. Namun ia mencoba untuk memaksakannya. Menuruti apa yang diinginkan oleh
orang tuanya. Ia berharap semoga ini menjadi pilihan yang terbaik dalam hidupnya.
?
Mereka pun pergi ke Mall Sesuai rencana Mama. kini mereka berdua di sebuah toko
baju dan jas. Mama memilih-milih baju yang cocok buat nanti malam Daniel . Tak
seperti biasanya, Daniel yang sering asyik ketika membeli baju atau pakaian bersam
kawan-kawannya. Tapi kini ia membiarkan Mamanya yang memilih semuanya. Enggan
rasanya ia menilai mana yang baik dan pantas bagi dirinya. Toh semua telah dipilih
orang tuanya. Sepertinya ia tak memiliki hak lagi untuk menentukan sebuah pilihan.
Sedangkan Mama begitu sibuk memilih-milih baju yang akan dibelinya. Mama mencocokan
baju yang dipilihnya kepada Daniel. Namun Daniel tetap saja tak acuh.
�Daniel baju ini kayanya cocok deh buat kamu.�
�Ah, terserah Mama aja deh.�
�Aduuuh� kamu itu gimana si? Ya udah Mama pilih baju yang ini aja ya. Bagus banget
kalo di pake sama kamu sayang.�
Mama kemudian mengambil sepotong kemeja putih beserta jas yang dipilihnya untuk
Daniel.
Setelah selesai mencari baju Daniel, Mama kembali memilih dan memilih busana muslim
yang cocok unyuknya. Begitu sibuknya Mama sehingga membuat Daniel bosan melihatnya.
�Ma, kok tumben nyari busana muslim?�
�Daniel kan Mama mau beli buat nanti malam kita acara lamaran, lagian Pak Ibrahim
kan ustadz jadi malu dong kalo Mama harus berpenampilan biasa.�
�Terus, kalau aku gimana Ma?�
�Ah, kamu kan cowok, udah itu aja udah cocok kok.�
Setelah Mama mebeli pakaian ia ingin sekali segera sampai di rumah. Namun apa boleh
buat semua keinginan Mama belum terpenuhi. Terpaksa Daniel harus mengikuti mama ke
toko perhiasan emas.
?
Sesampainya di toko perhiasan, mereka membidik-bidik perhiasan-perhiasan yang
begitu bersinar mengkilap. Ada yang terbuat dari intan, perak dan emas.
Memang bagi kaum wanita pergi ke toko perhiasan adalah suatu hal yang membuat hati
terpaut ingin sekali membelinya. Tak jauh beda dengan Mama Daniel.
Ketika melihat cincin-cincin yang berkedip indah matanya begitu serius menatapnya.
�Wah, Daniel kamu mau pilih yang mana? Cincin kawin yang cocok buat kalian. Mama
kasih kesempatan nih ke kamu buat memilih.�
Mendengar pertanyaan itu, Daniel malah termenung diam. Angan-angannya kembali
bergejolak, menghayalkan sesuatu.
Ah, andai saja aku akan menikah dengan seorang wanita pilihan hatiku, dan saling
mencintai antara aku dengan dia. Pasti aku akan mengajaknya pergi kesini ke toko
perhiasan untuk membeli cincin kawin yang sangat cocok untuk aku dan dia. Dan pasti
semua itu terasa indah menyenangkan.
Namun kini ia sama sekali tak mau ikut campur. Biarkanlah orang tuanya yang
memilih. Meskipun orang tuanya memilih segalanya unuk dirinya, namun merasa ini
bukan pilihannya, ini adalah pilihan orang tuanya. Ia akan membiarkan orang tuanya
yang memilih segala sesuatu untuknya.
�Daniel kayaknya cincin ini cocok deh.� Ucap Mama dengan memamerkan sebuah cincin
yang di tengahnya terdapat permata kecil, seperti cinci tunangan.
�Terserah Mama aja Ma.�
�Kok gitu sih?�
�Ma, Daniel kan gak tau cincin yang mana cocok buat cewek itu kaya gimana, jadi
Mama aja deh yang milih.�
Mamanya mengambil dua cincin emas putih bercorak klasik. Cincin itu terlihat sangat
cantik. Kemudian Mama membeli kalung emas seberat 5 gram untuk dijadikan mahar.
Lagi-lagi Daniel terdiam. Ia kemudian membayangkan tentang apa yang di inginkannya
dulu. Dulu ia sempat berniat, kelak jika ia menikah dengan wanita yang ia cintai ia
akan membelikan mahar dengan uangnya sendiri. Bukan dari orang tuanya. Semahal
apapun mahar yang diminta calon isterinya, ia akan memenuhinya dengan uang hasil
kerja kerasnya sediri.
Terkadang perasaan bingung mendesak nuraninya. Entahlah, bagaimana untuk menyikapi
kenyataan ini.
Apakah ia harus bersyukur serta merasa bangga dengan semua ini. Menikah dengan
pilihan orangtuanya. Sehingga semua biaya serta kebutuhan pernikahan seluruhnya di
tanggung oleh orang tuanya. Padahal sebagai orangtua, memilih calon pasangan hidup
untuk anaknya saja sudah cukup dan terbilang baik. Apa lagi seperti orangtua
Daniel, mulai dari calon isteri, biaya untuk pernikahan, pakaian, cincin, kawin,
mas kawin, serta yang lainnya, orangtuanyalah yang memenuhi. Seharusnya Daniel
sangat bersyukur akan hal itu, sayang sekali jika rencana pernikahan ini ditolak.
Tapi di sisi lain Daniel merasa dirinya tak berharga. Sebagai seorang lelaki
sejati, seharusnya ia lah yang membeli seta mempersiapkan segalanya untuk menikah.
Apalagi dia sudah bekerja dan penghasilannya terbilang cukup. Kini ia merasa
dirinya tak jauh berbeda dengan lelaki yang manja yang masih bergantung pada kedua
orang tua.
Apa boleh buat. Mungkin inilah jalan terbaik yang Allah pilihkan untuknya.
?
Setelah semua belanjaannya sudah dibeli dan telah dibuat parsel, Daniel dan Mamanya
akhirnya pulang.
�Daniel, kita makan siang dimana nih? Mama laper?�
�Di situ aja Ma yang deket.� Daniel menunjuk ke arah tempat makan yang tidak jauh
dengan toko perhiasan.
�Ya udah sekarang kita kesana. Eh, tapi bawa dulu ni barang-barang ke dalam mobil.�
Mama menyerahkan semua barang yang dibelinya pada Daniel.
Daniel membawa semua belanjaan dan memasukannya ke dalam mobil. Sedangkan Mama
bergegas menuju Restaurant dan memilih tempat duduk menunggunya. Kemudian di
lihatnya ada dua orang ibu-ibu menghampiri Mama dengan tawa dan obrolan yang
menghambur. Sepertinya mereka adalah teman arisan Mama.
Ah, mengapa harus ada mereka kemari. Malas sekali rasanya mendengar-dengar ibu-ibu
yang bawel. Mereka pasti berkata ini-itu tentang akan di laksanakannya
pernikahanku. Pikir Daniel dalam hatinya.
Daniel pun memaksakan diri untuk menghampirinya. Dia menyapa mereka dengan ramah.
Dan sapaannya itu mendapat respon yang baik dari mereka.
�Oh, jadi ini Jeng, buah hati kamu yang akan menikah?� Tanya salah seorang teman
Mama dengan genit.
�Wah ganteng banget, namannya Daniel ya?� sambung salah satunya lagi.
Daniel hanya bisa memberikan senyuman untuk merespon kata-kata itu. Mamapun
mengenalkan Daniel kepada mereka berdua.
�Terus gimana ni Jeng? Nanti malem kita diundang gak?�
�Ah, kan nanti malam mah Cuma akad nikah saja jadi, saya gak usah ngundang-
ngundang.�
Daniel kaget sekali ketika Mamanya berkata �akad nikah�. Berarti malam ini aku
langsung nikah? Gak ada acara lamaran dulu? Ya Allah, secepat inikah?. Pikir Daniel
dalam hati.
�Tapi nanti kalo resepsi, nyebar undangan ya Jeng.�
�Insya Allah��
�Wah rugi kalo gak ngadain resespsi, kamu gak bakal ketemu sama teman-temen lama.�
�Tenang aja Jeng, doakan saja biar akad nikahnya berjalan lancar.�
?
Setelah mereka berbincang-bincang, Daniel membisik mengajak Mama untuk pulang.
Rasanya Daniel merasa tidak betah berlama-lama di situ.
�Ma, jadi nanti malam Daniel langsung nikah? Mama apa-apaan sih? Katanya mau
lamaran aja. Gak bisa ditunda dulu Ma?� Daniel menngiba dengan mengikuti langkah
Mama.
�Daniel, tadi Pak Ibrahim telpon Papa kamu, katanya putrinya sudap siap mau menikah
malem ini juga. Ya tunggu apa lagi sayang?� Jawab Mama dengan menghentikan
langkahnya sesaat menatap Daniel.
�Tapi kan Ma?! Danielnya yang belum siap!� Daniel membantah.
�Sudahlah Niel, nanti kalo kamu udah liat calon isteri kamu, Mama yakin kamu gak
bakal nolak. Udah ah, kita pulanga aja dulu.� Sela Mama sambil masuk kedalam mobil.
Mereka masuk mobil. Hati Daniel terus menggerutu sepanjang perjalanan. Ia merasa
kesal sekali kepada keputusan orangtuanya yang terlalu cepat dan tergesa-gesa
mengambil keputusan.
Setelah sampai di rumah, mereka merapikan barang-barang yang mereka beli, Mama
mempersiapkan pakaian Daniel dan terus memandanginya sambil tersenyum-senyum.
Bangga rasanya nanti malam anaknya akan menikah.
Daniel langsung lari kekamarnya, mengistirahatkan raga dan pikirannya, rasanya dia
pasrah saja dengan apa yang akan terjadi nanti. Apakah ia akan sanggup menjalin
rumahtangga serta menjadi pemimpin didalamnya? Daniel pasrah Memang semuanya
buuutuh persiapan. Namun jika iitu sudah terjadi siap-tidak siap dia harus siap.
?

Jodoh Itu Hadir Melalui Doa

Malam itu dua hari sebelum pernikahannya, Aisyah masih terpekur dalam doanya.
Bermunajat kepada Rabb-Nya tentang apa yang ia risaukan, ia harapkan dan segala
keinginannya. Tidak ada lagi tempat untuk meminta selain kepada Allah.
Semenjak Aisyah pulang ke Jakarta ia merasa sangat kesepian. Di sini tidak ada
satupun teman atau sahabatnya. Sejak dia duduk di bangku MTs hingga ia kuliah,
Aisyah menghabiskan waktunya di pondok pesantren. Ketika ia sekolah MTs, Aisyah
tinggal di pondok pesantren di Kudus. Setelah dia lulus, kemudian melanjutkan ke
SMA Islam di Lamongan Jawa Timur hingga kuliah sampai lulus Aisyah masih mengabdi
menjadi seorang pengajar bidang studi Qur�an Hadist di Madrasah Tsanawiah Pondok
Pesantren Al-Falah Lamongan Jawa Timur yang di pimpin oleh K.H Rasyid Sadid tempat
ia menuntut ilmu agama serta menitipkan dirinya di sana.
Hampir seluruh temannya ia dapati di sana. Jakarta jauh berbeda dengan Jawa. Di
sini ia malah merasa hidup sendiri meski suasana Jakarta begitu ramai, namun
sedikitpun tak mampu meramaikan hatinya.
Aisyah kini berumur dua puluh delapan tahun. Hampir semua teman-teman se-SMA nya
telah menikah. Ketika ia tinggal di Pondok Pesantren Al-Falah pun hanya dia seorang
yang masih menetap di sana diantara teman-temannya.
Aisyah adalah gadis yang berperangai baik. Ia senantiasa menjaga auratnya, menjaga
shalatnya serta menjaga pandangannya dari siapa saja yang bukan muhrimya.
Ketika ia pulang ke Jakarta, dia tidak memiliki pekerjaan lain, tidak seperti saat
dia di Jawa Timur, disibukkan dengan mengajar ilmu agama. Disini dia isi hari-
harinya dengan membaca Al-Qur�an, membantu pekerjaan rumah serta dia lebih
mendekatkan diri kepada Rabbnnya.
�Rabbii laa tadzarnii fardan wa anta khairul waaristiin. Wahai Tuhanku, janganlah
Engkau membiarkan aku hidup seorang diri, dan Engkaulah sebaik-baik pewaris.
Aamiin�
Aisyah mengusapkan kedua telapak tangannya setelah berdoa. Tentram yang ia rasakan
ketika mengadu kepada Tuhannya.
Tak bosannya dia memohon kepada Allah agar Allah memberinya seorang pendamping
hidup yang ia harapkan. Aisyah merasa bosan dengan kesendirian, dia sangat
merindukan sesuatu yang tak pernah ia rasakan yaitu pernikahan. Hatinya meleleh
ketika mengingat dirinya masih sendiri.
Ya Allah dimana Kau sembunyikan dia calon imamku? Aku ingin segera melihatnya.
Segerakan Ya Allah.. Agar aku segera terlindung dari fitnah dan bisa ku sempurnakan
separuh agamaku. Aku tak ingin hidup hanya berbakti kepada Engkau wahai Tuhanku.
Aku ingin segala amal-amalku berlipat pahalanya setelah aku berbakti kepada Tuanku.
Aku tak ingin hanya berbakti kepada Tuhanku saja, aku juga ingin berbakti kepada
Tuanku. Agar semakin afdhal segala ibadahku. Dan aku ingin segera merasakan ibadah
yang teramat indah bersamanya. Segerakan Ya Allah� Agar kelak nanti terlahir dari
rahimku mujahid dan mujahidah yang terus membela agama Mu Ya Allah..
Ya Allah aku tak ingin membesarkan egoku. Aku tak mengharapkan sosok hamba Mu yang
saat ini aku idamkan. Aku pasrah sepenuhnya kepada Mu. Siapapun dia aku harap
segera di pertemukan..
Ya Allah.. Engkaulah zat yang menentukan segala pilihan. Pilihkanlah untukku sebuah
pilihan yang menurut Mu baik bagiku.. Aku serahkan semuanya hanya pada Mu.. Aamiin
Ya Rabbal �alamiin.. Kabulkanlah doaku Ya Rabbii..
Lama sekali Aisyah menggumamkan doa dalam hatinya. Dia lepas mukenanya. Dia lipat
beserta sajadahnya. Kembali ia kenakan jilbabnya dengan bercermin. Dilihatnya
wajahnya sendiri dengan bergumam.
Ya Allah.. Percantiklah aku dengan akhlak dan ketakwaanku pada Mu. Jangan pudarkan
cahayaku untuk seseorang yang kelak akan mrnjadi imamku.
Lama sekali ia bercermin. Dia mengambil mushaf Al-Qur�an kecilnya untuk melanjutkan
tadarusnya yang telah sampai surat An-Najm. Aisyah sangat gemar membaca Al-Qur�an
dan mentadaburi maknanya. Tidak heran jika ia mampu mengkhatamkan isinya hanya
dalam waktu satu minggu.
?
Baru saja ia sentuh mushaf Al-Qur�annya tiba-tiba suara salam terdengar di
balik pintu kamarnya. Tidak asing lagi, itu adalah suara Mamanya.
�Assaalamu �alaikum.. Syah, udah selesai belum shalatnya?� Teriak Mama.
�Wa �alaikum salam.. Ma, udah Ma.� Aisyah menjawab dengan segera membukakan
pintunya. Pertanda ia sangat berbakti kepada seorang ibu.
Mama segera masuk. Kemudian duduk di tempat tidur Aisyah. Aisyah merasa heran
melihat sikap Mamanya. Mama menghela nafas berkali-kali. Seperti ada sesuatu yang
serius yang ingin Mama bicarakan padanya.
�Ada apa Ma?� Tanya Aisyah sambil menggenggam tangan Mama.
�Syah, ada yang mau Mama omongin ke kamu. Mama harap kamu tidak marah dan mau
menerimanya.� Ucap Mama dengan tenang dan menghela nafas. Takut Aisyah tidak setuju
dengan ucapannya.
�Ma, Mama gak usah takut. Mama mau ngomong apa? Silahkan. Aisyah seneng kok.�
Ucapan Aisyah begitu lembut menentramkan hati Mama. Mama menggenggam tangan Aisyah.
Mengucapkan apa yang ingin ia katakan.
�Syah, maafin Mama ya sebelumnya.�
�Ya Allah Ma, Mama mau ngomong apa sih? Pake minta maaf segala. Biasa aja Ma,
ini kan Aisyah Ma. Mama ini kaya ngomong sama Jendral aja.� Hibur Aisyah.
�Syah, kamu mau kan menikah dengan anaknya Pak Bambang? Mereka meminta agar
kamu menikah dengan anaknya. Kamu mau kan Syah?� Ucap Mama dengan penuh hati-hati
takut Aisyah merasa kecewa.
Hati Aisyah bergetar mendengarnya. Rasa syukur bergemuruh dalam dadanya. Baru
saja ia selesai berdoa. Ternyata Allah tidak tuli. Dia mendengarkan ketika hatinya
bicara. Sehingga mengabulkan segala doanya.
�Alhamdulillahirabbil �alamin Ma, Allah telah mengabulkan doa Aisyah.�
Aisyah mengucap syukur seraya menenangkan Mamanya.
�Syah kamu mau menikah dengannya?� Tanya Mama meyakinkan.
�Insya Allah mau Ma, jika itu memang sudah jadi jodoh Aisyah.� Ucap Aisyah
lembut. Begitu tenang dan ikhlas menerimanya.
�Syah, kalo kamu siap, besok malam akad nikah akan segera berlangsung.�
Mata Aisyah berkaca-kaca mendengarnya. Betapa besar karunia yang telah Allah
berikan kepaada makhluknya. Ternyata secepat itu Aisyah akan segera menikah.
Hatinya seakan tidak percaya. Benar-benar tidak percaya. Apakah semua ini hanyalah
mimpi belaka? Atau memang benar-benar nyata? Hati Aisyah terus bertanya-tanya.
�Ma, Mama tidak bohong kan?� Air mata Aisyah terjatuh karena bahagia.
�Tidak Aisyah, justru Mama takut kamu kecewa.� Jawab Mama terharu.
�Kecewa kenapa Ma? Justru Aisyah bahagia banget Ma. Akhirnya Aisyah bisa
mewujudkan cita-cita Mama. Makasih Ma..� Aisyah menangis dan memeluk Mamanya. Mama
mengelus-elus Aisyah yang ada dipangkuannya. Tak lama Mama membangunkan Aisyah.
Mengangkatkan kepalanya.
�Syah, ada yang perlu kamu ketahui.� Ucap Mama perlahan.
�Apa Ma?� Aisyah segera mengangkat kepalanya. Ia merasa penasaran.
�Kamu itu gadis yang baik. Sekian lama kamu tinggal di pesantren. Mama takut
kamu kecewa menikah dengan seorang lelaki yang bukan seperti yang kamu harapkan.�
�Maksud Mama?�
�Syah, keluarga Pak Bambang bilang, kalo Daniel itu sama sekali tidak
mengerti tentang agama. Makanya mereka ingin menikahkan kamu dengannya supaya kamu
bisa membimbingnya. Mama harap kamu bisa.�
�Jadi namanya Daniel?�
�Iya Syah, gimana, kamu mau?�
Aisyah terdiam. Sedikit berpikir tentang perkataan Mamanya. Mamanya mulai
kelihatan murung melihat Aisyah sepertinya tengah mempertimbangkan jawabannya.
Takut Aisyah menolak. Jika Aisyah menolak, apa kata keluarga Pak Bambang. Mereka
pasti kecewa. Mereka sangat berharap Aisyah dapat menerimanya. Tidak lama Aisya
menjawab dengan perkataan yang sangat mudah.
�Ma, Aisyah sama dia sama saja. Sama-sama manusia. Sama-sama hamba Allah.
Yang membedakan hanya perjalanan hidupnya saja. Ini semua telah Allah rencanakan
sebelumnya. Aisyah tidak mau menganggap dia berbeda. Perbedaan itulah yang suatu
saat akan menjadi keindahan. Pernikahan ini tak akan terjadi jika Aisyah terus
mencari kesempurnaan seseorang. Aisyah kan niatnya ibadah Ma, justru dengan
perbedaan itu akan memberikan peluang untuk menambah ibadah Aisyah dengan
membimbingnya. Insya Allah Aisyah bisa membimbingnya, jika dia siap menerima Aisyah
dan terbaik buat semuanya. Doakan saja Ma agar Aisyah mampu menjadi isteri yang
baik untuknya.� Kata-kata Aisyah sungguh menyejukkan hati Mama. Mama merasa bangga
memiliki anak yang begitu shalihah dan hatinya lembut seperti Aisyah.
�Ya sudah Syah, sekarang kamu siapkan diri kamu. Dan berdoa supaya semua
dilancarkan dan diridhai Allah.� Mama menepuk punggung Aisyah. Aisyah tersenyum dan
mengusap sisa airmatanya yang menetes bahagia.
Mama keluar kamar meninggalkannya. Aisyah tak hentinya mengucap syukur kepada
Allah. Hatinya bertahmid dan bertasbih memuji nikmat Allah.
?
Hati Aisyah terus bergumam. Ada rasa kaget tak percaya mampir dalam batinnya.
Ada rasa belum siap jika pernikahan ini ternyata akan berlangsung begitu cepatnya.
Namun Aisyah mencoba menata diri dan hatinya, menenangkan segala pikirannya. Tak
mengapa baginya bagaimanapun keadaan calon suaminya, itu sudah menjadi suratan
takdir dari Allah, asalkan lelaki tersebut benar-benar mau menikah dengannya.
Aisyah sendiri tidak tahu bahwa sebenarnya Daniel belum siap untuk segera menikah.
Ini semua keinginan orangtua bukan keinginan mereka berdua.
?
Pukul 02:15 dini hari hari, suara alarm dari jam bekernya berbunyi. Aisyah beranjak
dari tidurnya. Hal seperti ini tak pernah ia lewatkan. Baginya, bangun di sepertiga
malam adalah waktu yang paling indah untuk menenangkan jiwanya.
Aisyah bangun melihat jam beker yang ada di meja kecil di samping tempat tidurnya.
Disingkapkan selimutnya. Kemudian ia matikan suara dering jam tersebut. Aisyah
mengikat rambutnya yang panjang terurai. Dengan mengucek matanya kemudian ia bangun
menuju kamar mandi.
Aisyah memandangi wajahnya dihadapan cermin. Ia tersenyum. Seolah ada getaran
bahagia yang ia rasakan. Ia gulungkan lengan bajunya hingga atas siku. Aisyah
berwudhu menghilangkan hadast kecilnya. Dibasuhnya telapak tangan sampai kedua
kakinya. Air wudhu adalah satu-satunya air penyejuk bagi Aisyah. Dinginnya brgitu
menyerap pori-pori kulit. Namun terasa begitu hanngat dan sejuk di jiwa.
Selesai berwudhu, ia kembali ke kamarnya menggelar sajadah dan mengenakan
mukenanya. Dikerjakannya enam rakaat shalat tahajud, kemudian shalat istikarah
memohon petunjuk kepada Allah atas keputusan ini.
Selesai shalat ia tengadahkan kedua tangannya.
�Ya Allah.. Zat yang maha membolak-balikkan hati. Tetapkanlah hati ini agar berada
pada satu pilihan Mu. Engkau tahu apa yang aku rasakan saat ini. Berilah aku
petunjuk Mu.. Agar aku senantiasa berada dalam keridhaan Mu Ya Allah..
Ya Allah.. Jika memang Kau takdirkan dia untukku buatlah agar aku ridha atas
segala ketentuanMu. Jika bukan, maka segera pertemukan aku dengan hamba Mu yang
saat ini masih Kau sembunyikan untukku... Engkaulah maha pengasih dan penyayang
tuntun aku agar aku mampu menjadi isteri yang baik untuk imamku. Aamiin.�
Aisyah mengusap wajahnya. Airmatanya menetes. Ada rasa bahagia, rindu juga
sedih bercampur dalam batinnya. Dia menoleh kearah locker meja kecilnya. Segera ia
buka. Diambilnya sebuah buku favoritnya yang berjudul La Tahzan . Sebelum dia buka
isi buku itu. Dia pandangi sampulnya yang begitu indah. Terdapat gambar seorang
wanita muslimah yang sedang menangis. Terlihat cantik wanita itu. Dipermukaan
sampul terdapat sebuah tulisan yang sangat menyentuh kalbu.

Bila dirundung duka,


Ingat pesan Allah
La Tahzan
( Jangan bersedih, Dia ada )
Bagi Aisyah kalimat itu adalah senjata ampuh yang dapat membuatnya terhindar dari
putus asa. Jika ia hendak membaca buku itu, maka sebelumnya ia pandangi sampulnya
begitu lama dan meresapinya.
Ia teringat kepada seseorang yang sudah berbaik hati memberikan buku berharga itu
padanya. Majid. Ya dia bernama lengkap Abdul Majid. Dan semua orang yang ada di
pondok pesantren Al-Falah biasa memanggilnya dengan sebutan Ustadz Majid atau
Ustadz Muda.
Aisyah sempat mengaguminya. Bahkan terkadang hatinya terketuk berharap akan menjadi
isterinya. Namun entahlah, ternyata Allah berkehendak lain. Semenjak ia pulang ke
Jakarta. Majid sama sekali tak pernah memberi kabar padanya.
Kemanakah Ustadz Muda itu? Sampai sekarang masih menjadi sebuah teka-teki baginya.
Seandainya ada, mungkin Aisyah akan segera bercerita tentang pernikahannya yang
sebentar lagi akan dilaksanakan. Jujur saja, sebenarnya yang Aisyah harapkan saat
ini adalah Ustadz Muda itu yang bernama Majid. Namun sama sekali Aisyah tak berani
mengungkapkannya. Padahal sebenarnya dia sendiri tahu kalau Majid sangat
menginginkannya. Namu dia sadar, dia hanya seorang wanita yang harus menjaga harga
diri dan nama baiknya. Dia tidak mau mengumbar rasa sukanya kepada lelaki yang
sangat ia kagumi. Dia merasa takut akan kejamnya fitnah.
Aisyah terus memandangi buku itu. Kembali ia mebolak-balik masa lalunya. Puluhan
masa yang berwarna ungu. Ia terus mengenang masa-masa indah di Lamongan Jawa Timur.
Indah untuk dikenang sulit untuk dilupakan. Memori Pondok Pesantren Al-Falah
membuat ia sangat rindu.
?

Ustadz Muda Itu Bernama Abdul Majid

Seusai shalat shubuh, Aisyah membuka jendela kamarnya. Sebuah kamar di Pondok
Pesantren Al-Falah. Kamarnya berada di ujung pondok. Dekat sekali dengan kediaman
Ummu Hanifah seorang Ustadzah sekaligus Kepala Madrasah Tsanawiah Al-Falah.
Sehingga ketika Ummu Hanifah membutuhkan Aisyah, sangat mudah untuk memanggilnya.
Bahkan seringkali Ummu Hanifah masuk ke dalam kamarnya.
�Krekeeett..� Suara jendela yang terbuat dari kayu dibuka Aisyah.
Aisyah masih mengenakan mukena putihnya. Dihirupnya semilir udara pagi yang terasa
sejuk. Dedaunan yang ada di pepohonan serta rumput-rumput juga tanaman bunga mawar
yang berada tepat di depan pondok masih basah dengan tetesan embun pagi.
Aisyah tersenyum menikmatinya. Hatinya bertahmid. �Lakal hamdu wasysyukru yaa..
rabb�. Dia bergumam dalam rasa syukur. Pagi yang sangat indah. Aisyah masih
termenung menikmati ranumnya pagi yang begitu membelai hatinya. Tempat ini sangat
indah. Berbeda sekali dengan Jakarta.
Cahaya terang mulai terlihat. Fajar shadiq menampakkan keceriannya. Tak lama kokok
ayam terdengar bersahut-sahutan. Kicau burung bernyanyi riang menemani senyum
paginya. Kicau itu berasal dari rumah Ummu Hanifah. Burung kutilang dan burung-
burung lainnya koleksi suami Ummu Hanifah Ustadz Abu Ridho.
?
Sedang asyik menghayati renungannya. Ada suara ketukan di pintu kamarnya. Suara itu
mengucap salam. Aisyah sudah dapat menebaknya. Tidak lain itu adalah suara Kaffah.
Seorang siswa SMA Islam Al-Falah. Kaffah adalah anak dari saudara perempuannya Ummu
Hanifah yang berada di Bandung alias keponakannya. Kaffah adalah gadis yang sangat
akrab dengan semua orang, termasuk Aisyah. Meskipun usianya jauh lebih muda dari
Aisyah, tapi Aisyah menjadikannya seperti sahabat dekat. Kaffah sudah mampu
menerima curahan hati Aisyah serta bisa dipercaya dalam menjaga rahasia. Ummu
Hanifah selalu mengandalkan Kaffah untuk memanggil atau memberi amanat pada Aisyah.
�Assalamu �alaikum� Mbak.. Mbak Aisyah udah banngun belum?� Teriak Kaffah dengan
mengetuk-ngetuk pintu. Aisyah menoleh. Lalu menjawab salamnya.
�Wa �alaikum salam.. Masuk aja Dek�� Pinta Aisyah.
Kaffah masuk ke dalam kamar. Mengenakan rok lebarnya berwarna coklat seta baju
mulim berwarna kuning di balut kerudung yang berwana putih bercorak biru.
�Ada apa Dek? Kok pagi bener udah cantik?� Tanya Aisyah tersenyum
�Ah Mbak Aisyah bisa aja. Makasih deh Mbak.. Hee.. �
�Ya kamu tumben banget udah rapi? Baru juga beres shubuh. Mau kemana emang?�
�Kan sekarang hari minggu Mbak. Gimana sih? Masa Kaffah harus pake
seragam.Seragammnya juga udah Kaffa rendem.� Jawab Kaffah cemberut.
� Oh, iya saya hampir lupa Fah. Kamu mau apa�? Pasti ada sesuatu nih kayaknya. Mau
tadarus di sini?� Goda Aisyah.
�Iya sih tadinya Kaffah pengen tadarus di sini bareng Mbak Aisyah. Tapi sebelumnya
Kaffah datang ke sini disuruh Ummu Hanifah.�
�Disuruh apa Dek?� Tanya Aisyah penasaran.
�Nanti jam delapan setelah selesai shalat Dhuha, Mbak disuruh Ummu ke rumahnya.
Katanya ada yang mau disampaikan. Paling-paling juga dijodohin. Heee..�
�Ah kamu itu Kaffah ada-ada aja. Bikin saya degdegan. Paling juga masalah murid.�
�He.. Iya kali Mbak, aku cuma asal nyeletuk aja. Tapi kali aja bener Mbak.�
�Hmm� Amiin� Allahumma aamiin..�
�Wiih.. Kayaknya Mbak Aisyah udah kepengen nikah nih? Semangat bener bilang
aamiinnya.�
�Ya Allah Fah.. Kamu kecil-kecil dah ngomongin kaya gituan. Ya jelas saya pengen
lah, orang belum nikah.� Jawab Aisyah dengan mencubit pipi tembem Kaffah.
�Ih Mbak apa-apan sih cubit-cubit segala. Oh ya Mbak, kita tadarusan dulu yuk Mbak.
Tapi aku ambil Qur�an nya dulu ya Mbak.�
�Iyaa Dek.� Jawab Aisyah dengan menebar senyum ternanisnya.
Kaffah langsung lari ke kamarnya mengambil Qur�an. Hal yang paling paling disukai
Kaffah adalah ketika bersama Aisyah. Aisyah bukan hanya seorang guru, tapi bagi
Kaffah Aisyah sesosok kakak yang baik juga teman yang sangat bersahabat. Tutur
katanya yang lembut, sopan, tak pernah marah, rajin membaca Al-Qur�an, bagi Kaffah
Aisyah sosok wanita terbaik di tempat ini.
?
Aisyah dan Kaffah terus bertadarus hingga waktu Dhuha. Setelah selesai shalat
Dhuha. Aisyah segera mengenakan ghamisnya. Gamis bewarna cream, dibalutkannya jlbab
panjang, namun tidak terlalu panjang. Jilbab segi empat berwarna putih. Wajahnya ia
tutup[I dengan cadar berwarna putih. Cadarnya bukan cadar khusus seperti biasanya.
Gamisnya pun tidak terlalu besar. Tidak seperti orang Arab biasanya. Dia tidak
mengenakan gamis hitam, atau cadar hitam. Aisyah berpenampilan dan berpakaian biasa
saja, yang membedakan adalah dia mengenakan cadar. Cadarnya juga berwarna warni
sama seperti jilbabnya. Dia sangat terlihat manis jika tersenyum, meski tak
terlihat senyuman di bibirnya. Namun tampak dalam guratan senyuman matanya yang
sangat indah.
�Oh iya Mbak, jangan lupa ke rumah Ummu ya..� Kaffah mengingatkan.
�Iya Dek.� Jawab Aisyah dengan meletakkan Al-Qur�annya.
�Nanti Kaffah siapin deh sarapan buat Mbak Aisyah.�
�Iya, syukran ya Dek.�
�Afwan Mbak, oh iya Mbak, kalo misalnya Mbak Aisyah dijodohin sama Ummu Hanifah,
tolong kasih tahu Kaffah ya Mbak..� Celetuk Aisyah penuh canda.
�Haduh.. Kaffah.. Kamu itu bikin saya gemes aja. Kayaknya kamu tuh yang udah ngebet
pengen nikah.�
�Bukan gitu Mbak, Kaffah penasaran aja, gak sabar pengen lihat siapa jodoh Mbak
Aisyah, pasti jodohnya itu tampan, shaleh, baik, rajin baca Al-Qur�an kayak Mbak.
Kan katanya kalo kita jadi orang baik, maka akan mendapatkan jodoh yang baik pula.�
Jelas Kaffah panjang lebar. Kaffah sangat membayangkan siapa yang akan menjadi
suami Aisyah.
�Haa.. Kaffah.. Aamiin.. Semoga saya bisa memperbaiki diri lagi. Udah ah, saya mau
ke rumah Ummu dulu. Takut Ummu nunggu lama.�
�Oke deh Mbak, sukses selalu ya Mbak..� Kaffah berlalu. Aisyah mengantarkannya
dengan senyuman.
?
Aisyah segera menuju rumah Ummu Hanifah yang tidak jauh dengan kamarnya. Dapur dan
ruangan belakang tempat Ummu Hanifah bersantai membaca buku bersambung dengan
pondok, termasuk kamar Aisyah yang sangat dekat sekali.
Suara langkah Aisyah berkecipak menuju rumah Ummu Hanifah. Sesampainya di daun
pintu. Dia mengintip di balik pintu yang sedikit terbuka. Memastikan apakah Ummu
Hanifah sudah berada disana menunggunyua.
Alangakah kagetnya Aisyah. Melihat sesosok lelaki tengah duduk di kursi di dalam
ruangan itu. Lelaki itu tertunduk menunggu. Sungguh Aisyah kaget bukan kepalang.
Lelaki itu memakai baju koko putih, kopiah putih serta sarung hitam bercorak merah.
Janggut menggaris tipis di dagunya. Sangat menandakan bahwa dia seorang santri.
Badannya tidak kurus, tidak juga gemuk. Terlihat idealis, wajahnya putih bersih
penuh cahaya wudhu. Hidungya mancung. Bisa dibilang lelaki itu cukup tampan. Hati
Aisyah terus bergumam teringat kata-kata Kaffah. Oh iya Mbak, kalo misalnya Mbak
Aisyah dijodohin sama Ummu Hanifah tolong kasih tahu Kaffah ya Mbak. Ingatannya
langsung tertuju pada perkataan Kaffah. Perasaan tak menentu menghampiri hatinya.
Aisyah segera memalingkan pikirannya. Segera ia mengucap salam. Salam yang sangat
merdu yang memmbuat siapa saja yang mendengarnya tertegun.
�Assalamu�alaikum..� Ucap Aisyah dengan tertunduk.
�Wa�alaikum salaam..� Suara Ummu dan laki-laki itu berbarengan menjawab.
Ummu Hanifah segera membukakan pintu. Ummu tersenyum menyammbutnya.
�Silahkan masuk Syah..�
�Na�am Umm.�
Aisyah merasa malu sekali harus berhadapan dengan ikhwan yang belum dikenalinya.
Dia terus menunndukan pandangannya. Lelaki itu tertegun melihat Aisyah. Aisyah
terlihat cantik, meski sebagian wajahnya tidak terlihat. Hanya tampak bulu alisnya
yang hitam tebal, matanya bundar, bulu mata yang jentik serta bagian bawahnya hitam
dengan sifat Makkah. Aisyah sangat cantik. Terlihat batang hidungnya yang bangir
mendekati mata. Sungguh Aisyah terlihat cantik. Dan inilah awal pertemuan Aisyah
dengan Majid.
Aisyah duduk di kursi samping Ummu Haniffah. Mereka berhadapan dengan Majid. Majid
sesekali mengintip wajah Aisyah. Ingin rasanya ia terus memandangi wajah Aisyah
lebih lama. Baru kali ini dia melihat akhwat muslimah seanggun Aisyah. Jilbabnya
yang berwarna putih semakin menampakkan cahaya di wajahnya. Aisyah melirik Majid
yang tengah memperhatikannya. Aisyah tersenyum. Matanya mengembang. Membuat Majid
tak karuan menerima senyuman termanis dari Aisyah.
� Subhannallah.. Bidadari ini semakin cantik kalau tersenyum. � Gumam Majid dalam
hatinya.
Aisyah memalingkan pandangannya. Membuat Majid merasa malu dibuatnya. Aisyah
segera beristighfar. Ia merasa takut malaikat akan mencercanya. Memandang seorang
lelaki yang bukan muhrimnnya hanya akan menimbulkan fitnah. Degdegan Aisyah dengan
adanya seorang lelaki di hadapannya.
Ummu Hnaiifah membuka pemmbicaraan.
�Syah, sengaja saya suruh kamu kesini. Maaf ya kalo ada Majid. Kebetulan saya juga
ada perlu dengan Majid.� Ucap Ummu Hanifah. Aisyah hanya mengangguk perlahan tanpa
kata. Membuat Majid penasaran sekali imgin mendengar suaranya.
�Syah, sebelumnya saya minta maaf. Untuk semester ini kamu kamu ngajar bidang studi
Qur�an Hadist dan Fiqih. Soalnya Bu Sayyidah sedang lahiran jadi harus diganti dulu
untuk sementara sampai Bu Sayyidah pulih. Kamu gak keberatan kan Syah?�
�Na�am Umm, saya siap.� Ucap Aisyah dengan lirih.
Samar terdengar oleh Majid. Suara wanita yang begitu menentramkan hati. Sungguh
Majid ingin sekali mendengar suara Aisyah di ulang kembali.
�Dan kamu nak Majid, kamu di sini pegang kelas Sembilan B yak, Bahasa Arab. Untuk
kelas dua belas IPA, kamu ngajar Qur�an Hadist. Gak apa-apa kan? Yah sebelum kamu
berangkat, mending kamu ngajar dulu.�
�Iya Umm, ana siap. Kapan ana mulai ngajar?�
�Hari Selasa besok sudah mulai nak.� Jawab Ummu Hanifah bijaksana.
Ternyata dugaan Aisyah salah. Ummu Hanifah mrenyuruhnya menemuinya bukan untuk
dijodohkan. Melainkan ada keperluan sekolah. Aisyah merasa malu dan mentertawakan
dirinya sendiri.
?
Sesampainya di kamar, pikiran Aisyah muali melayang kepada Majid. Aisyah meneba-
nebak umurnya. Kira-kira dia sekitar dua puluh sembilan tahun atau tiga puluh
tahun umurnya. Jujur saja sebenarnya Aisyah juga senang melihatnya. Namun itulah
sifat Aisyah yang selalu menyembunykan perasaannya.
Terlebih Majid, dia benar-benar tak lepas memikirkan Aisyah. Ingin rasanya ia
menemui Aisyah, dan langsung menyatakan bahwa dia benar-benar mengaguminya. Bahkan
Majid sampai berpikir lebih jauh. Dia harap Aisyah lah permata yang selama ini ia
cari ntuk dijadikan seorang isteri.
?
Setelah pertemuan itu, Aisyah tidak pernah melihat Majid lagi. Baik itu di rumah
Ummu Hanifah maupun di Madrasah. Karena tempat mengajar mereka berbeda. Madrasah
laki-laki dan perempuan berbeda. Senua dipisahkan, jaraknya juga berjauhan. Begitu
juga dengan guru-guru atau pengajarnya. Untuk murid laki-laki, pengajarnya pun
laki-laki, dan untuk perempuan pengajarnya perempuan juga. Sehingga mempersuit
pertemuan antara laki-laki dan perempuan. Terkecuali jika ada ada Tabligh Akbar di
masjid Al-Falah atau ketika shalat tarawih, momen ini sering dijadikan kesempatan
oleh para santri dan santriat untuk saling melihat antara mereka.
?
Diam-diam ternyata Majid sering memergoki Aisyah di masjid ketika pulang shalat
tarawih. Waktu itu bulan Ramadhan. Majid sering melihat Aisyah membaca buku dan Al-
Qur�an di serambi mesjid, ketika mesjid sudah sepi.
Anugerah terindah bagi Aisyah waktu itu adalah tinggal di Pondok Pesantren. Sejak
ia duduk di bangku Tsanawiah ia sudah menetap di pondok pesantren. Hidup
dilingkungan ponndok adalah kehidupan yang membuatnya selalu rindu.Mulai dari
berwudhu bersama, shalat berjama�ah, berlarian menuju mesjid selepas Isya ketika
ada pengajian bersama Kiyai Rasyid Sadid, pengajian itu adalah saat �saat yang
paling di tunggu santri dan santriat. Gaya ceramah sang kyai yang benar-benar
mmengobarkan semangat muda untuk berjihad, hingga petuah-petuahnya yang sangat
menyentuh kalbu. Gemuruh shalawat disetiap penjuru pondok di saat senja, membuatnya
semakin rindu, juga lantunan ayat Al-Qur�an yang selalu terdengar merdu menjelang
shalat lima waktu, semua itu sangat indah bagi Aisyah. Banyak kenangan terindah
yang ia dapatkan disana, termasuk ketika ia mendapatkan sebuah buku kesayangannya
yang berjudul La Tahzan.
Aisyah sangat cerdas dalam menuntut ilmu, ia banyak menghafal Hadist dan Al-
Qur�an. Itulah sebabnya ia sangat disegani oleh penghuni pondok, baik orang-orang
yang lebih muda dariinya, hingga guru-guru, ustadz dan ustadzah nya pun sangat
menyukainya. Aisyah yang sangat patuh juga berakhlak baik.
?

Sepulang shalat Tarawih di mesjid Al Falah, sebuah mesjid agung yang berada
di sekitar pondok itu, tiba-tiba ada seorang santriyat yang berumur 17 tahun, dia
masih SMA, memberinya sebuah paket kecil padanya. Tepatnya di depan serambi mesjid.
Adalah sebuah kebiasaan Aisyah ketika selesai tarawih ia tidak langsung pulang ke
pondok, ia asyik membaca AlQur�an dengan nada lirihnya, atau membaca buku-buku dan
novel-novel islami yang selalu ia selipkan didalam tas mukenanya. Bagi Aisyah
mesjid itu adalah tempat favoritnya.
Suasana nya sejuk, dengan cahaya lampu neon yang bersinar terang, membuatnya nyaman
untuk membaca. Juga yang paling ia suka adalah suara seorang mua�adzin yang selalu
membacakan kalam Ilahi selepas tarawih hingga malam. Membuatnya semakin tenteram
dan selalu ingin berada di mesjid itu.
Ketika Aisyah merapikan kerudung dan mukenanya tiba-tiba ada seorang gadis
menghampirinya.
�Assalamu�alaikum Mbak..�
�Wa �alaikum salam.� Aisyah membalas dan tersenyum.
�Afwan Mbak, ini ada titipan dari Akhi Majid, dia juga titip salam buat Mbak
Aisyah.� Gadis itu menyodorkan sebuah paket berbentuk kotak seperti buku.
�Majid? Majid yang mana dek?� Aisyah merasa heran
�Ustadz muda itu lho Mbak, yang sering jadi imam di mesjid ini. Masa gak kenal sih
Mbak?�
�Oh, yang tadi pake baju koko warna biru, peci putih?� Padahal sebenarnya Aisyah
juga tahu siapa Majid. Hanya saja ia sedikit kaget mendengarnya.
�Na�am Mbak.�
�Kalo enggak salah tadi dia pake sarung item corak ijo? Iya kan?�
�Iya Mbak, bener banget, gak nyangka ya ternyata Mbak sering merhatiin dia..
Hehe..�
�Ah, kamu ada-ada aja dek, gimana gak merhatiin, orang tadi dia ngliatin aku
terus.�
�Wah, setuju deh Mbak, cocok banget.�
�Kamu ngomong apa sih Dek.. Oya, apaan ini Dek?�
�Pokoknya terima aja deh Mbak, ini pemberian dari Ustadz Majid. Gak tau isinya apa?
Tapi kayaknya sih Al Quur�an kalo gak salah. Nama nya juga Ustadz.�
�Emang bener ya kalo dia ustadz?�
�Hmmm ya gitu lah, dia kan orangnya pinter banget, sholeh lagi, udah gitu sering
ngajar di daerah sini. Andalan Kiyai Rasyid, jadi kami biasa manggilnya Ustadz
Muda.�
�Oh gitu ya.., syukran ya Dek..� dulu ketika awal mereka betemu. Senang sekali
rasanya ternyata Majid juga memberikan respon atas perasaannya.
�Iya Mbak sama-sama.�
Gadis remaja itu langsung berlalu stelah memberikan titipan dari ustadz muda
tersebut. Aisyah dengan rasa penasaran membuka paket tersebut.
Terkejut bercampur gembira Aisyah melihatnya. Sebuah buku islami yang berjudul La
Tahzan. Ternyata di dalam buku itu terselip sebuah surat. Surat itu berisi:
Assalamu�alaikum duhai Insan Allah..
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Kutitip salam rindu ini bersama tasbih yang mengalun merdu..


Sekiranya ukhti mau menerima pemberian dari ana sebuah lembaran
yang isinya penuh dengan ceceran pena yang menggores kalimat-kalimat penuh makna.
Buku ini memang tak seberapa harganya, tapi maknanya sungguh tak ternilai berapa
banyaknya. Semoga bermanfaat.
Duhai Ukhti Muslimah.. Semoga Engkau senantiasa dalam lindungan-Nya
Semoga ukhti selalu utuh menjaga ketakwaan, dan keimanan ukhti seperti yang selalu
ana lihat di diri ukhti...
Wahai Ukhti Muslimah, Ana mohon jangan simpan prasangka buruk kepada ana tentang
pemberian ini.
Ana hanyalah seorang hamba yang mengagumi kepribadian ukhti..
Dan ana selalu berdoa agar Sang Pemilik Nyawa mau mempersatukan kita..

Salam Ta�aruf dari Hamba Dho�if

Abdul Majid
Hati Aisyah bergetar saat membacanya. Sama sekali tak disangka kalau ternyata Majid
merespon perasaannya. Airmatanya hampir saja jatuh karena rasa bahagianya. Selama
ini ia mencoba melupakan Majid dalam benaknya. Dikarenakan sudah jarang sekali
bertemu, jadi Aisyah tidak terlalu mengharapkannya.
Dengan senang hati Aisyah menerimanya. Seribu perasaan hadir dalam dirinya.
Berharap Allah benar-benar menjodohkan dia dengan Majid. Ingin rasanya ia segera
membalas surat itu. Namun hati kecilnya selalu melarang. Biarkan saja Allah yang
menjadi jembatan unuk mempersatukan jodoh itu. Tanpa harus dengan surat-menyurat
yang terkesan seperti pacaran. Aisyah yakin bahwa Allah selalu punya cara untuk
mempersatukan dua insan yang telah ditakdirkan-Nya untuk bersama.
Aisyah tahu sebenarnya yang memberikan buku itu adalah Majid. Hanya saja ketika
gadis tadi memberitahunya Aisyah merasa kaget bercampur gembira. Tidak disangka
ternyata ustadz muda itu tahu kalu dirinya gemar membaca. Lagi-lagi Aisyah
tersenyum melihat buku indah yang ada di tangannya.
?
Ternyata surat yang diterima Aisyah dari Majid adalah suatu ungkapan yang pertama
dan terakhir kepada Aisyah. Tidak disangka ternyata Majid akan pergi dari pondok
itu.
�Alhamdulillah deh Mbak, Akhi Majid udah kesampean nyatain perasaannya ke Mbak.
Dulu dia sempat bilang ke Kaffah kalo dia suka sama Mbak. Tapi dia takut katanya.
Gak tahu takut karena apa? Mbak.. Tadi pagi Akhi Majid sudah berangkat..� Tiba-
tiba Kaffah memasang muka cemberut. Aisyah melongo. Dia kaget.
�Memangnya dia pergi kenmana Fah?� Tanya Aisyah penasaran. Kaffah menghela nafas.
Seperti berat untuk menjelaskan.
� Kata Ummu Hanifah Akhi Majid ke Bandara, dia mau berangkat ke Yaman. Mau
melanjutkan kuliahnya di Universitas Hadromaut.�
Hati Aisyah bertasbih. Dia merasa kagum kepada Majid. Lelaki semuda dia ilmunya
sangat tinggi. Majid memang lelaki yang sangat cerdas, baik dan shalih bahkan dia
hafidz Al-Qur�an. Wajar saja jika Ustadz itu lebih memilih untuk menuntut ilmu
daripada wanita. Tiba-tiba Aisyah merasa dirinya teramat hina dan kecil
dibandingkan dengan Majid.
�Kapan dia pulang?� Tanya Aisyah.
�Kurang tahu Mbak, mungkin setahun, dua tahun atau sampai dia lulus.� Jelas Kaffah
murung.
�Mbak, semoga aja Mbak ditakdirkan Allah untuk menikah dengan Akhi Majid. Mbak mau
kan nunggu Akhi Majid sampe pulang? Mbak.. Kaffah yakin Ummu Hanifah juga sangat
setuju. Mbak sama Akhi majid pantes banget, sama-sama pinter, baik, sama-sama
shalih.. Pokonya cocok deh.. Mbak mau kan nunggu Akhi Majid?� Kaffah mengiba.
Aisyah tersenyum mendengar perkataan Kaffah. Aisyah begitu santai menjawab ucapan
Kaffah.
�Faah.. Kamu itu maksa banget. Lagian kalo misalnya ia saya mau nikah, yang nikah
kan saya bukan kamu. Kamu gak usah pusing-pusing mikirinnya. Jodoh itu sudah di
tentukan, sudah digariskan, sudah ditetapkan sama Allah. Sejauh apapun jarak
memisahkan, sekian lama kita menunggu. Kalo Allah sudah menetapkan itu jodddooh,
maka Dia selalu punya cara untuk mempertemukannya. Sebaliknya sedekat apapun kita
menjalin hubungan sama dia, sesetia apapun kita menjaga cintanya, kalo memang bukan
jodoh, ya suatu saat pasti berpisah. Kamu ngerti adek manis?� Aisyah begitu pintar
dan bijaksana. Membuat Kaffah semakin kagum padanya.
�Lagi pula siapa tahu Akhi Majid dapet jodoh di Yaman. Wanita di sana kan cantik-
cantik, pinter-pinter lagi. Beda jauh dengan Mbak Aisyah.� Aisyah membanding-
bandingkan.
�Ah Mbak suka gitu, terus ngapain atuh Akhi Majid suka sama Mbak?�
�Karena, dia belum lihat wanita yang lebih baik dari Mbak.�
Sebenarnya Aisyah juga merasa kehilangan dengan kepergian Majid. Aisyah sangat
berharap suatu saat akan bertemu Majid lagi. Meskipun Aisyah melihat Majid hanya
beberapakali saja,namun Majid cukup membuat hatinya terpaut.
Sejak saat itulah Aisyah tidak pernah melihat Majid lagi. Semua hanya menyisakan
kepingan-kepingan rindu yang berserakan dalam hatinya.
?

Dua minggu setelah hari raya Idul Fitri. Aisyah belum juga pulang ke Jakarta. Sama
sekali Aisyah tak berkeinginan untuk pulang. Padahal orangtuanya sangat
mengharapkan kepulangan Aisyah.
Siang hari selesai shalat dzuhur, Aisyah dipanggil oleh Nisa putri Ummu Hanifah.
Aisyah yang berada di aula santri tengah mengajarkan para santriat yang bersekolah
Tsanawiah membaca Al-Qur�an. Aisyah menoleh ketika dipanggil Nisa.
�Ada apa Dek?� Tanya Aisyah sopan., dengan segera bangun dan menghampirinya.
�Mbak ditunggu Ummu di rumah. Afwan Mbak ganggu.� Nisa yang menyusul Aisyah malah
duduk di aula.Sedanngkan Aisyah pergi ke rumah Ummu Hanifah.
Sesampainya di depan pintu, Aisyah mengucap salam.
�Assalamu�alaikum�� Seru Aisyah lembut. Serentak yang ada di dalam menjawab. Aisyah
mendengar suara yang sangat dikenalinya tidak lain suara Ummu Hanifah.
�Wa�alaikum salam.. Syah, ayo masuk.� Ummu Hanifah membuka pintu. Pandangan Aisyah
segera tertuju ke dalam. Alangkah terkejutnya Aisyah melihat wanita separuh baya
dengan Ummu Hanifah tengah duduk tersenyum kepadanya.
�Papa? Mama??� Aisyah segera menghampirinya dengan rasa bahagia. Sudah satu tahun
Aisyah tak berttemu dengan keluarganya.
Aisyah segera mencium tangan Mamanya dengan sangat hormat. Airmatanya meleleh. Papa
dan Mama duduk di kursi, sedangkan Aisyah jongkok merangkul tangan Mamanya. Bahkan
ia mau mencium kaki Mamanya, namun Mama mencegah.
�Gimana kabarnya nak?� Tanya Mama dengan membelai kepala Aisyah.
�Alhamdulilah baik Ma, Mama dan Papa gimana kabarnya? Aisyah kangen.� Jawab Aisyah
terisak.
� Alhamdulillah kita baik-baik aja Syah. Kami semua rindu kamu Syah. Kamu kenapa
Syah gak pulang?� Tanya Papa. Aisyah hanya tersenyum.
�Duduk dulu Syah.� Ummu Hanifah mempersilahkan. Aisyah pun duduk bersebelahan
dengan Ummu Hanifah. Aisyah duduk tenang. Ibu Ibrahim, MamaAisyah membuka
pembicaraan. Ia mengatakan maksud dan tujuannya datang.
�Maaf sebelumnya Ummu, kalau kedatangan kami mengganggu.� Ucap Mama Aisyah.
�Oh, tidak apa-apa Bu, malah saya senang Ibu bisa bersilaturrahim kesini. Maaf juga
disini tidak ada jamuan apa-apa.�Jawab Ummu Hanifah ramah.
�Langsung aja ya Umm..� Pinta Mama Aisyah untuk menjelaskan.
�Iya, iya silahkan , gak usah ragu-ragu Pak, Bu..�
Papa dan Mama Aisyah saling pandang. Mereka merasa malu dan tidak nyaman kepada
Ummu Hanifah. Aisyah melirik mereka berdua. Aisyah curiga.
�Ada apa sih Ma, Pa?� Tanya Aisyah penasaran. Mama menghela nafas. Dan bicara.
� Begini, maksud dan tujuan kami datang kemari untuk menjemput Aisyah agar cepet
pulang.� Jelas Papa Aisyah.
�Lho, lho.. Kok cepet-cepet banget. Apa Aisyah mau dinikahkan? Tenang saja Bu,
disini juga banyak kok lelaki yang mau sama Aisyah.� Jawab Ummu Hanifah sedikit
bergurau. Mereka semua tertawa kecil.
�Bukan gitu Ummu, saya ini kan udah tua, adik-adiknya Aisyah gak ada. Di pesantren
semua. Jadi untuk saat ini Aisyah pulang dulu. Temenin Mama di rumah. Kamu mau kan
nak?� Jelas Mama sekaligus bertanya pada Aisyah. Aisyah hanya mengangguk dan
tersenyum.
�Insya Allah Ma, Aisyah pulang. Kapan Ma?�
�Hari ini Syah, bareng sama Papa dan Mama.� Jawab Mama. Ummu menyela perkataan.
�Ya sudah, kalo memangnya Aisyah mau pulang ndak apa-apa. Tapi jujur saja kami
semua yang ada di sini pasti merasa kehilangan. Lagipula Aisyah sekarang udah
dewasa, sudah harus pulang. Sesekali lah bantu orangtua di rumah. Jangan asyik di
pondok terus. Iya kan Bu?� Ummu Hanifah bergurau meramaikan suasana.
�Iya Umm, sebelumnya kami sangat berterimakasih sama Ummu yang sudah mau membimbing
Aisyah selama disini. Mengajarkan banyak ilmu untuk Aisyah.� Ucap Mama.
�Sama-sama Bu, lagian Aisyah orangnya memang rajin. Pinter. Jadi kami gak kewalahan
mengajarkannya. Malah Aisyah kan sudah jadi pengajar disini. Sudah banyak membantu
kami. Kami disini juga sangat berterimakasih sama Ibu dan Aisyah.� Jawab Ummu.
�Iya Ummu, sama-sama. Aisyah juga sangat berterima kasih sama Ummu. Aisyah minta
maaf ya Umm kalo Aisyah sering membuat kesalahan.� Ucap Aisyah lirih. Air mata nya
tak kuasa ingin sekali terjatuh.
�Ya, Syah Ummu selalu memaafkan kamu.Syah jangan lupa ilmu yang kau dapat dari sini
tolong diamalkan ya nak, dan kamu harus tetap rajin menuntut ilmu. Carilah seorang
ustadzah disana.Sekarang kamu ke kamar dulu siapin barang-barang kamu yang mau
dibawa Syah. Jangan lupa kasih tahu santriat yang lain bahwa kamu hari ini akan
pulang. Maaf ya bukannya Ummu mengusir.�
�Na�am Um.� Jawab Aisyah.
Aisyah segera keluar menuju kamar. Langkahnya gontai. Ia merasa sangat sedih harus
pergi meninggalkan Pondok Al-Falah. Berat rasanya meningalkan tempat ini. Baginya
tempat ini seperti rumahnya bahkan kampung halamannya sendiri. Aisyah terus menyeka
airmatanya. Ternyata Kaffah melihat Aisyah yang berjalan menuju kamarnya dengan
terisak. Kaffah langsung membuntuti Aisyah memastikan kalau Aisyah baik-baik saja.
�Mbak Aisyah? Mbak kenapa? Ada apa Mbak?� Tanya Kaffah penasaran. Aisyah tak kuasa
menjawab pertanyaan Kaffah.
Kaffah terus bertanya kepada Aisyah yang tengah sibuk mengemasi pakaiannya. Kitab,
Al-Qur�an, buku-buku kesayangannya serta sandal dan pakaian semua dikemasi Aisyah.
Melihat itu Kaffah langsung panik, dia bisa menebak kalau ternyata Aisyah mau
pergi. Kaffah menangis. Membuat Aisyah semakin sedih dan mengucurkan airmatanya
lebih deras. Aisyah sesenggukan menjawab pertanyaan Kaffah dengan terbata-bata.
�Kaa.. Kaa.. Kaaffah.. Mbak harus pulang ke Jakarta.. Mama dan Papa jemput Mbak..�
Aisyah menagis, memeluk Kaffah. Kaffah menangis memelukya.
�Mbak� Mbak jangan pergi Mbak.. Jangan tinggalin Kaffah� Kaffah gak mau kehilangan
Mbak�� Kaffah terus menangis membuat Aisyah merasa sangat sedih. Aisyah menenagkan
Kaffah.
�Faah.. Mbak kan pulang ke Jakarta. Gak jauh. Kalo misalnya kamu rindu Mbak, kamu
tinggal datang aja kesana. Kan sudah Mbak kasih tahu alamatnya.� Ucap Aisyah dengan
menyeka air matanya.
�Mbak, lalu bagaimana dengan Akhi Majid? Katanya Mbak mau nunggu dia?� Tanya
Kaffah dengan sangat polos. Mukanya cemberut.
Lagi-lagi Aisyah hanya tersenyum mendengarnya.
�Ih, Mbak Aisyah senyam-senyum terus.. Jawab kek.� Pinta Kaffah kesal.
�Faah.. Insya Allah kalo memang di jodohkan sama Allah, Mbak bakalan nunggu.�
Kaffah langsung lari ke luar menuju aula memberi tahu santriat yang lain. Bahwa
Aisyah akan pulang ke Jakarta hari ini. Aisyah melanjutkan memberesi barang-
barangnya. Ketika ia mengemasi buku-bukunya, ada dua buku yang membuat ia terdiam
lama. Satu buah buku kenang-kenangan dari sahabatnya yang berjudul Puisi Cinta Siti
Rabi�ah ia buka buku itu, tercantum sebuah nama pemiliknya �Ainal Muna �. Aisyah
meneteskan airmata mengingatnya. Muna seorang sahabat dekatnya. Baru enam bulan
kemarin dia pergi dari tempat ini karena menikah. Satu buku lagi yang membuat ia
merasa sangat rindu. Yaitu buku pemberian dari Majid yang berjudul La Tahzan.
Aisyah memeluk buku itu. Kemudian memasukkannya ke dalam tas. Semua barang-barang
telah selasai ia kemasi.
Aisyah merapikan kerudung dan purdahnya. Dia langsung menenteng barang-barang yang
telah di kemasinya. Tiba di luar kamar, sekonyong-konyong para santriat datang.
Mereka berteriak memanggil namanya. Seperti anak-anak yang akan di tinggalkan oleh
ibunya pergi naik haji.
�Mbak Aisyah�� Serentak mereka memanggil namanya.
Satu persatu menyalaminya, mencium tangannya penuh sayang. Rasa kehilangan
tersemburat diantara wajah-wajah mereka. Mereka tidak ikhlas melepas kepergian
Aisyah. Siapa lagi nanti yang menemani mereka bertadarus, memberi nasihat secara
perlahan, melihat sesosok wanita yang seshalihah seperti Aisyah. Mereka sangat
merasa kehilangan jika Aisyah, seorang guru, ustadzah ,kakak, sekaligus teman harus
pergi meninggalkan mereka.
Aisyah terus mengenang masa-masa itu, masa indah di pesantren Al-Falah
?
Akad Nikah Itu Diikrarkan

Aisyah sama sekali tak menyangka, kalau ternyata kepulangannya itu adalah terakhir
ia menghabiskan masa gadisnya. Dia akan segera dinikahkan. Menikah dengan seorang
lelaki yang jauh berbeda dengan apa yang ia harapkan. Lelaki yang menurut orang-
orang pantas untuknya ternyata tidak meminangnya. Itulah rahasia Allah yang tidak
dapat ditebak oleh manusia.
?
Sang waktu bergulir begitu cepat. Siang hari telah berlalu, berganti senja, namun
senjapun semakin menghilang, getar hati Daniel semakin menjadi-jadi ketika tiba
ba�da magrib.
Magrib kali ini ia melaksanakan shalat. Tak seperti hari-hari biasa, kini
Papanya menyuruhnya untuk shalat berjamaah.
Belum terlaksana pernikahan, namun hikmahnya sudah terasa. Keluarga Daniel
yang sangat jauh dengan agama, tapi kini mulai berubah. Papanya berharap jika
pernikahan Daniel benar-benar terjadi dengan anak Pak Ibrahim, keluarga yang
shalih, mampu membawa keluarganya ke jalan yang benar. Maka dari itulah Papa Daniel
sangat bersyukur Daniel akan jadi menantu Pak Ibrahim.
?
Selesai shalat magrib, anggota keluarga mulai bersiap-siap. Terutama Daniel.
Mama mendandani Daneil dengan sebaik mungkin.
Setelah rapi, Daniel duduk santai menenangkan pikirannya sambil menunggu Roy
datang. Hati Daniel semakin tak karuan. Dia benar- benar akan menghadapi sesuatu
yang luar biasa. Mengakhiri masa lajangnya. Memulai hidup barunya. Apakah dia bisa
menjalani rumah tangga tanpa persiapan sedikitpun? Apakah dia mampu membangun
sebuah bahtera rumah tangga yang diidam-idamkan setiap insan? Menjadi pemimpin yang
baik untuk anak-anak dan isterinya kelak. Sungguh ini adalah sebuah tanggung jawab
yang amat berat bagi seorang laki-laki. Hati Daniel terus diselimuti perasaan yang
meragukan.
Tak lama kemudian bel berbunyi, yakin sekali bahwa yang datang adalah sahabatnya ,
Roy. Daniel pun membukakan pintu, dugaannya ternyata benar. Roy berdiri di depan
pintu dengan penampilan yang menarik mengguankan jas hitam dan berdasi. Dia
terlihat lebih menarik, keren, dan cool daripada Daniel.
�Wich.. keren banget lu Roy!�
�He� Iya donk. Kan acara pernikahan. Kok penampilan lu biasa aja Niel?� Tanya Roy.
Roy bertanya seperti itu karna melihat penampilan Daniel yang sederhana, sederhana
sekali. Penampilannya lebih ok ketika berangkat ke kantor daripada penampilan malam
ini. Daniel hanya mengenakan kemeja putih di balut jas hitam, tanpa menggunakan
dasi.
�Dasi lu kemana Niel?�
�Ada. Malam ini sengaja gue gak pake dasi.�
�Lho kenapa? Gak keren dong Niel..�
�Gue kan mau nikah sama anak ustadz jadi dasi gue ganti sama peci.�
Tawa Roy meledak mendengar kata-kata Daniel. Rasanya lucu sekali melihat temannya
semakin berubah.
�Gak usah ketawa Roy. gue lagi degdegan nih.�
�Oke, oke sob.�
Mereka berdua duduk di sofa menunggu orang tuanya. Rencananya mereka akan berangkat
kerumah Pak Ibrahim pukul 07:3o bakda Isya.
?
Keluarga Daniel akhirnya berangkat menuju rumah Pak Ibrahim. Papa berangkat
bersama Mama. Sedangkan Daniel berangkat satu mobil dengan Roy.
Di sepanjang jalan, Daniel mencoba unuk menata hati dan ketenangan jiwa. Ia
mencoba untuk bersiap menerima semuanya, jika nanti ia melihat pasangan hidupnya
seperti apa. Cantikkah dia? Baikkah dia? Daniel mencoba menepis segala dugaannya.
Siap tidak siap dia harus siap.
?
Sesampainya di depan gerbang rumah Pak Ibrahim. Seorang satpam membukakan pintu
gerbang dan menyambutnya.
Merekapun turun dari mobil, satpam membantu mereka menurunkan barang-barang
bawaannya dari mobil yang sudah di parsel.
Setelah selesai merapikannya. Mereka mengetuk pintu dan mengucap salam. Sedikit
berbeda memang suasana rumah Pak Ibrahim, terlihat tenang dan hening. Padahal
sekarang adalah acara pernikahan puteri sulungnya. Namun tak terlihat ada tamu
undangan yang datang.
Pintu pun di buka oleh seorang lelaki, yang mungkin itu adalah saudara Pak Ibrahim.
Ketika pintu di buka, terlihat ruangan yang luas itu dengan seorang gadis yang
duduk sopan dan tenang. Mengenakan gamis putih dibalut dengan hijab putih yang
lembut,mahkota dihias dengan bunga yang sederhana, wajahnya pun diselimuti cadar.
Sehingga yang terlihat hanya sorot matanya. Namun itu pun tak sempat terlihat
dikarenakan gadis itu terus tertunduk.
?
Ingin rasanya Daniel memuji nama Allah dengan mengucap �Subhanallah� ketika melihat
wanita itu. Seakan tidak percaya ia menyaksikan hal ini. Namun ia yakin pastilah
gadis itu yang akan disuntingnya.
Dalam ruangan itu bisa dihitung siapa saja yang hadir. Yaitu keluarga Daniel dengan
Roy, Pak Ibrahim dengan isterinya, seorang penghulu dengan dua orang saksi, dua
orang laki-laki serta tiga orang gadis kecil dan satu lagi adalah wanita yang
mungkin dia adalah calon mempelai wanita.
Wanita itu bernama Aisyah. Sungguh nama yang anggun. Seanggun paras dan akhlaknya.
Aisyah yang terlihat sederhana namun memesona. Bulu alisnya tebal, bulu matanya
sangat lentik, batang hidungnya mancung nan indah.
Nampak dirinya terbalut hijab putih tertutup cadar, dan hanya menampakan sorotan
mata saja. Sungguh keindahannya amat terjaga, semua tubuhnya terselimuti rapi.
Rasa tak percaya menggebu di hati Daniel dan Roy. mereka tak menyakngka akan
menemui wanita seperti ini. Daniel mersa amat malu, dan merasa tak pantas, ketika
menyadari bahwa dirinya hanyalah orang awam yang tak mengerti apa-apa, terlebih
tentang ilmu agama.
Antara rasa syukur dan rasa tak percaya, antara iya dan tidak, antara mungkin dan
tidak mungkin, antara terjadi ataukah gagal, semua bergemuruh, bergejolak, bersatu
padu membuat dia bingung tak mengerti.
�Nak Daniel, perkenalkan ini puteri saya bernama Aisyah, yang Insya Allah malam ini
dia akan menjadi pendamping hidupmu, kami sebagai orang tua dari Aisyah memohon
dengan sangat jika sudah ada ikatan yang halal, nak Daniel bisa membimbingnya,
menjaganya, menegurnya apa bila dia bersalah dan mejadikan keluarga yang sakinah,
serta menghasilkan keturunan yang sahalih dan shalihah.� Serentak semau menjawab
aamiin, ketika mendengar tutur kata Pak Ibrahim yang penuh dengan kebijaksanaan.
Sedangkan wajah Daniel terlihat pucat pasi, seakan dia kaku untuk mengatakan
sesuatu ketika calon mertuanya berkata seperti itu. Bagi Daniel hal itu adalah
amanat yang paling berat untuk ia lakukan.
Dan hanya satu kalimat singkat yang dapat ia jawab.
�Insya Allah Pak.�
Namun jawaban Daniel cukup membuat merka puas. Seribu pertanyaan masih terus
berkecamuk dalam pikirannya, ia merasa heran terhadap Aisyah calon isterinya. Tidak
kah Aisyah merasa ragu terhadap dirinya? Apakah ia tidak menyesal nanti ketika tahu
bahwa dirinya hanyalah orang jahil yang tak mengerti apa-apa. Jangankan untuk
membimbing Aisyah isterinya, untuk membimbing dirinya sendiri ia merasa tak mampu
apalagi nanti ia harus membinbing keluarganya.
Tidakah Aisyah berpikir, bahwa dirinya yang begitu sempurna sungguh tak pantas
mendapatkan lelaki seperti Daniel. Apakah Aisyah tidak ingin menikah dengan lelaki
yang mungkin dia idamkan selama ini, yang benar-benar pantas bagi dirinya. Lelaki
yang berjanggut, dan kepalanya selalu tertutup dengan kopiah, berbicara dengan
intonasi huruf yang fasih, wajah berbinar memantulkan cahaya wudhu, serta taat
beribadah. Tidakkah Aisyah menginginkan pria semacam itu?
Mengapa Aisyah sama sekali tidak menolak ketika ia harus menikah dengan Daniel.
Apakah mungkin ia pikir ini adalah termasuk jalan ibadah? Apakah karena kemuliaan
hatinya yang tak sedikit pun mengecewakan kedua orang tuanya?
Subhanallah. Sungguh Aisyah adalah wanita idaman. Dia adalah wanita yang shalihah.
Dia cantik bagai permata.
�Dunia itu perhiasan dan seindah-indahnya perhiasan adalah isteri yang shaliha 2�
?
Ijab qabul pun dimulai, dengan mahar cincin emas seberat lima gram, uang tunai dan
seprangkat alat shalat, Alhamdulilah hanya dengan satu kali ijab qabul, pernikahan
dinyatakan syah.
Bergetar dada Daniel setelah usai ijab qabul. Namun Nampak berbinar sorotan mata
Aisyah. Dan rona-rona kebahagiaan terlihat pada orang-orang yang ada di sekitarnya.
Senyum kebahagiaan menghiasi wajah kedua orang tua dan mertuanya. Sungguh Allah
telah menganugrahkan kebahagiaan yang tak pernah diduga sebelumnya. Allah telah
mempersatukan mereka dalam ikatan yang suci tanpa sedikitpun diduga oleh manusia.
Dialah yang telah menciptakan manusia secara berpasang-pasangan.
Hati Aisyah bertahmid. Mengucap syukur tiada henti. Ia tak menyangka, kalau Allah
benar-benar telah mempertemukan dia dengan pendamping hidupnya. Kini kerisauan
Aisyah telah sirna. Dia tidak perlu takut akan tidak dipertemukannya dengan jodoh.
Aisyah telah mampu menyempurnakan agamanya serta mengikuti sunnat Rasulnya. Aisyah
teringat sebuah firman Allah yang membuat hatinya menjadi yakin atas pernikahan
ini.
�Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan
kebesaran Allah3�
Aisyah mencium telapak tangan suaminya dengan hormat dan sayang. Ingin rasanya
Daniel menebak isi hati Aisyah yang misterius itu. Bahagiakah dia, ataukah dia
malah menyembunyikan perasaan yang lain dalam kalbunya. Tapi nampaknya Aisyah
terlihat bahagia setelah usai akad nikah. Syah sudah kini ikatan antara Daniel dan
Aisyah.
?
Terbenam Dalam Mahligai Rumah Tangga

Keesokan harinya, Daniel membawa Aisyah ke rumah barunya yang telah ia beli
sebelumnya di Jakarta yang terletak tidak jauh dengan tempat ia bekerja.
Meski semua yang telah terjadi bukan yang diharapkan Daniel, namun Daniel mencoba
untuk menerima semua kenyataan. Daniel berusaha mempersiapkan dirinya untuk
menjalin bahtera rumah tangga yang diharapkan oleh semua insan.
Meski tak sedikit pun tertanam rasa cinta terhadap Aisyah, namun Daniel akan
berusaha.
Dibawanya Aisyah menuju rumah tangga yang akan mengawali kehidupan rumah tangganya.
Daniel yakin dengan ini tinggal berdua dalam sebuah rumah yang jauh dari orang tua
dan mertuanya, akan memupuk kebahagiaan rumah tangganya.
?
Hari demi hari dilalui, Daniel merasa asing dengan kehidupannya yang baru.
Yang dulu tak pernah mengenal ibadah dan ketaatan terhadap Allah tapi kini menjadi
ia mulai beradaptasi dengan hal itu.
Aisyah wanita yang kini menjadi pendamping hidupnya, memang dia adalah permata yang
seharusnya dicari oleh setiap lelaki. Dan wanita itu kini benar-benar milik Daniel.
Dia merasa kehidupannya sangat kental dengan ajaran Islam. Meskipun sebelumnya
Daniel sempat khawatir akan mobilisasi kehidupannya. Ia takut jika Aisyah akan
terbawa arus kehidpuan Daniel yang sangat santai dan hura-hura. Namun kenyataanya
tak sedikitpun Aisyah berubah. Malah kenyataanya semakin bertambah yang dulu Aisyah
hanya taat terhadap orang tua dan Rob. Nya, kini ia pun taat kepada suaminya dan
senantiasa menjaga kehormatannya.
?
Berangsur-angsur Daniel pun mulai terbawa ajakan isterinya. Padahal isterinya tak
pernah memaksanya untuk beribadah, dia hanya mengingatkan namun semua itu mampu
mengusik hati Daniel untuk menjalankan kewajibannya.
Sedikit demi sedikit Daniel pun sering melaksanakan sholat berjama�ah bersama
isterinya. Daniel sempat menolak ketika Aisyah memintanya untuk menjadi imam
sholatnya namun dengan lemah lembut nasihat Aisyah, Daniel pun mencoba untuk
melaksanakannya.
Kobaran kebahagiaan mulai meresap kedalam jiwa Aisyah ketika ia merasakan betapa
nikmatnya sholat berjamaah dengan seorang imam dalam keluarganya.
�Tolong Aisyah, kau jangan memintaku untuk menjadi imam, aku merasa belum pantas
Aisyah, aku lelaki bodoh Aisyah.� Ucap Daniel dengan nada kecewa dan menyesal
ketika Aisyah memintanya untuk menjadi imam.
�Mas jangan bicara seperti itu, ini sudah kewajiban Mas menjadi pemimpin keluarga
termasuk saya, Mas jangan berfikir apa-apa. Percaya lah bahwa Allah akan menuntun
hambanya.� Sungguh jawaban yang penuh arti dari tutur lembut Aisyah.
Aisyah benar-benar wanita yang mulia. Daniel pun sering melaksanakan sholat setiap
waktu dan di hiasi dengan sholat sunat dan lantunan ayat suci Al-Qur�an.
Sedangkan Daniel, ia melaksanakan sholat hanya sesempatnya saja. Jika ia sibuk
dengan pekerjaannya, maka ia tidak sholat itu pun sudah menjadi hal yang baik bagi
Daniel dibanding dengan ketika ia belum mengenal Aisyah.
Daniel merasa dirinya amat hina ketika ia menyaksikan isterinya melaksanakan shalat
sunat dan amalan-amalan yang lain. Ia merasa dirinya tak pantas menjadi seorang
imam bagi Aisah.
Ba�da maghrib seusai shalat berjamaah, Aisyah tak pernah meninggalkan bacaan
kalamullah. Suaranya terdengar merdu dan indah terkadang membuat hatinya bergetar.
Malamnya, Aisyah selalu terbangun, mengambil air wudhu lalu melaksanakan
sholat tahajud. Daniel pun selalu terbangun ketika Aisyah sholat, namun Daniel
hanya bisa mengintip di balik bahtinya, ia belum bisa melakasanakan ibadah itu yang
hampir tak pernah ditinggalkan oleh Aisyah.
Aisyah begitu taat melaksanakan perintah Allah. Namun semua itu sama sekali
tak mengusik serta mengganggu ketenangan Daniel. Aisyah membiarkan suaminya
tertidur pulas ketika ia bangun tengah malam. Ia merasa kasihan terhadap suaminya,
yang seharian bekerja untuk bertanggung jawab untuk mendoakan suaminya.
?
Tidak hanya taat kepada Allah, Aisyah pun begitu berbakti pada suaminya. Ia selalu
berusaha untuk membahagiakan suaminya. Aisyah selalu menyiapkan semuanya di kala
Daniel pulang.
�Mas saya mau bicara.� Ucap Aisyah sambil menyuguhkan secangkir teh ketika
Daniel pulang.
�Bicara apa?�
�Mas minum saja dulu tehnya.�
�Sudah. Kau mau bicara apa?�
Aisyah menghela nafas, ia berusaha berbicara, harapannya adalah semoga
suaminya memberikan jawaban yang ia inginkan.
�Saya mau minta izin Mas, mulai besok setiap hari Rabu saya mau ikut halaqah
ke rumah guru saya.�
�Ya sudah kau ikut saja, asalkan pekerjaan rumah tidak kau tinggalkan.�
�Ehm�saya�.� Perkataan Aisyah terputus-putus seolah takut dan ragu untuk
mengatakannya.
�Kenapa?� Tanya Daniel dengan memperhatikan wajanya.
�Saya ingin dianter sama Mas setiap saya mau berangkat apakah Mas bersedia.?�
�Memangnya jam berapa kau berangkat?�
�Jam satu Mas, ba�da dzuhur, bukannya jam itu Mas waktunya istirahat?�
�Kalau aku memang sempat, ku antar.� Jawab Daniel dengan nada tak peduli.
Namun senyum Aisyah Nampak seketika, ketika mendengar jawaban suaminya. Ia
merasa senang jika suaminya bersedia mengantarnya pergi halaqah setiap hari Rabu.
?

Hadirnya Sebuah Perbedaan

Hampir setiap hari Rabu Aisyah tidak pernah meninggalkan rutinitasnya, dia selalu
pergi ke rumah gurunya mengikuti pengajian. Dan sama seperti rekannya yang lain
setiap berangkat selalu diantar oleh suaminya.
Meski jalinan rumah tangganya tidak terkesan begitu harmonis namun setelah
satu tahun pernikahannya membuahkan hasil. Dengan hadirnya seorang buah hati laki-
laki.
Anak itu oleh ayahnya diberi nama Fredick. Namun lain dengan sang ibu, Aisyah
malah memanggil putranya dengan sebutan Adam.
Daniel sangat menyayangi Frediek, hampir disetiap waktu luangnya ia sempatkan
untuk berbagi dengan Frediek. Meski Daniel sangat acuh terhadap Aisyah, namun itu
semua tak mengurangi kebahagiaan Aisyah, ketika menyaksikan Daniel begitu dekat
dengan buah hatinya.
Memang perhatian Daniel kurang tercurah kepada isterinya, namun terhadap
anaknya begitu berbeda. Seringkali Aisyah mendapat teguran dari Daniel ketika ada
hal yang terjadi terhadap Frediek.
Daniel merasa sangat benci ketika mendengar Aisyah memanggil putranya dengan
sebutan Adam.
�Mah, Mamah apa-apaan sih. Papah udah kasih nama dia yang bagus, yang keren,
eh malah di panggil Adam. Hari gini masih aja ada nama Adam. Bikin malu aja!�
bentak Daneil.
Aisyah hanya tertunduk, seringkali ia medapat teguran semacam itu dari
suaminya. Namun ia tetap saja Aisyah senang memanggil anaknya Adam daripada
Frediek.
Baginya nama Adam itu lebih baik, Adam adalah seorang manusia pertama yang
melahirkan keturunan umat Islam. Begitupun dengan putra pertamanya yang ia beri
nama Adam, semoga Adam menjadi putra pertama yang sholeh yang kelak akan menjadi
insan yang berguna layaknya Nabi Adam.
Terkadang Daniel merasa sangat aneh dengan kebijakan isterinya yang tak
sepaham dengan keinginan dia. Namun Daniel tak bisa berbuat apa-apa jika melihat
Aisyah tertunduk, ia merasa tak tega. Takut jika ia menyakiti Aisyah. Bagaimanapun
juga Aisyah adalah isteri yang harus ia kasihi. Meski terkadang terasa begitu sulit
untuk belajar mencintai Aisyah dengan tulus, namun Daniel berusaha menanamkan kasih
sayangnya.
Sedikit berbeda memang tentang rumah tangga mereka. Sampai-sampai dalam
menyebut nama panggilan pun harus berbeda. Frediek panggilan Daniel untuk putra
sulungnya, namun ketika berada di pangkuan Aisyah anak itu diberi nama Adam.
Tidak hanya itu, Daniel mengajari Adam untuk memanggil papa dan mama kepada
kedua orangtuanya. Tetapi Aisyah mengajarinya untuk memanggil ayahnya dengan
sebutan Abi. Begitupun ketika Daniel memanggilnya mama. Tapi Aisyah memanggil
Daniel dengan sebutan Abi
Daniel merasa tak setuju dengan semua itu, terlalu ribet dan tak pantas.
Daniel merasa malu jika teman-temannya tau akan hal itu.
Panggilan Abi sangat layak untuk seorang ayah yang berilmu agama tinggi
sepadan dengan Aisyah, atau lelaki itu seorang santri bahkan anak seorang ulama
atau kiayi. Bukan untuk dirinya seorang ayah yang merupakan hanya lelaki biasa
sangat awam Daniel merasa tak pantas bahkan tak menyukainya.
?
�Syah, tolong turuti apa kata aku, kau jangan sekali-kali lagi memanggil aku Abi,
apalagi kalau dekat teman-temanku!�
�Insya Allah Bi, tapi aku mohon bi bolehkah aku memanggil Abi disaat kita
sedang berdua atau dirumah?�
Daniel diam tanpa kata. Ia bingung harus menjawab apa. Sebenarnya ia ingin
berkata bahwa tak ingin di panggil Abi dimanapun, kapanpun dan dalam situasi
apapun.
Aisyah yang mengharapkan sebuah jawaban dari suaminya merasa kecewa ketika
suaminya terus diam dan tak mau berucap. Aisyah mengerti bahwa Daniel tak ingin di
panggil abi, hanya saja Daniel tak ingin memperlebar masalah.
Daniel bangkit dari sofa meninggalkan Aisyah yang terdiam menanti jawaban.
Terdengar rengekan Frediek dari ranjangnya. Dengan cepat Daniel segera
menghampirinya. Didapatinya Frediek yang berumur dua tahun sedang berdiri di
lantai. Daniel kaget merasa takut Frediek jatuh dari ranjang.
Frediek memanggilnya dengan rengekan manja. Membuat Daniel ingin segera
mendekapnya.
�Pa �. Pa� �
�Iya sayang, papa ada kok, kamu kenapa turun sayang?�
Daniel merangkulnya dengan penuh kasih. Dirabanya celana Frediek ternyata
basah.
�Wah �. Dede ngompol ya � ?? ganti dulu ya sayang celananya�� Daniel pun
membuka celananya yang bersih tanpa sedikitpun membutuhkan bantuan Aisyah.
Baginya mengatasi Fredick adalah hal yang menyenangkan.
Aisyah tersenyum melihat suaminya, dia merasa sangat bersyukur Daniel begitu
menyayangi Frediek. Meski terkadang perasaan tak bisa di bohongi bahwa ada rasa
cemburu, ia ingin di perlakukan seperti Frediek oleh Daniel.
Frediek merengek memanggil ibunya ketika melihat Aisyah mematung di daun
pintu tengah memperhatikannya.
�Umi � �
Daniel pun akhirnya menoleh, melihat putranya mengalihkan pandangan. Aisyah
tersenyum. Frediek semakin menjerit memanggil ibunya dengan panggilan Umi. Aisyah
kemudian merangkulnya, disentuhnya kening Adam dengan punggung tangannya, terasa
hambar.
�Dede kok keningnya anget, sakit ya?�
Daniel segera meraba kening Frediek mendengar ucapan Aisyah, ternyata apa
yang di katakan Aisyah benar. Badan Frediek terasa hambar, Daniel pun merasa cemas.
�Ma, sebaiknya besok pagi kau bawa anak kita ke dokter, aku takut nanti
panasnya makin tinggi.�
�Aku harus berangkat sama siapa Bi?�
�Besok pagi ku antar sekalian berangkat kerja, tapi aku tak bisa menunggu
Frediek, aku harus berangkat lebih awal ke kantor.�
Aisyah menuruti apa kata Daniel. Daniel segera mengambil Frediek dari
pangkuan Aisyah lalu merebahkannya di tempat tidur, Daniel memeluk Frediek dengan
mengelus-elus perutnya dengan penuh kasih sayang hingga membutnya tertidur. Daniel
pun akhirnya tidur dengan memeluk Frediek dan membiarkan isterinya berbaring begitu
saja membelakanginya dengan tak peduli.
Aisyah yang berbaring, melelehkan ari matanya. Ia pejamkan matanya, kemudian
butiran air matanya kembali mengucur. Entah apa yang ia rasakan, yang pasti ia
merasa sangat sedih.
Dia merasa tak dihiraukan oleh suaminya, padahal yang ia inginkan bukanlah
hal seperti ini. Dia ingin suami yang begitu menyayanginya, seorang suami yang bisa
memanjakannya, mengerti setiap keinginannya, menjadi penyejuk dalam kegelisahanya.
Tapi apa yang ia inginkan hanyalah hayalan belaka.
Waktu menunjukan pukul 23.30 malam. Namun matanya masih tak mau terpejam. Di
tengah lelapnya sang suami dan putranya yang begitu pulas tidur, Aisyah bangkit. Di
bukanya mahkota penutup kepala dan rambut beserta cadarnya. Rambutnya terlihat
begitu lepek basah karena uap atau keringat yang seharian jilbabnya tak pernah
dibuka, hanya ketika ia mandi, berwudhu, shalat dan ketika malam pada waktu ia akan
tidur.
Dibasuhnya segala keresahan hatinya dengan sejuknya wudhu. Betapa tenang hati
dan fikiran ketika ia menikmati berwudhu.
Jika aku tak berani mengadu tentang apa yang aku rasakan kepada suamiku, maka
hanya kepada Allah lah aku harus mengadu, mencuruahkan segala sesuatu yang
terselubung dalam hatiku. Aku yakin Allah pasti setia mendengarnya dan tidak akan
pernah bosan dengan pengaduanku. Bahkan Allah pasti memberikanku jalan agar
menerangi kehidupanku. Dia lah yang memberi kemudahan dalam setiap kesulitan.
Seperti itulah yang selalu ada dalam fikiran Aisyah ketika ia pasrah akan hal
yang tengah ia hadapi.
Aisyah melaksanakan shalat, kemudian berzikir bermuhasabah kepada Robb-nya
tanpa sedikitpun mengganggu ketenangan suami dan anaknya yang tertidur di atas
ranjangnya tepat di sampingnya.
�Ya Allah � sesungguhnya Engkau tahu, bahwa aku sangat menyayangi suami dan
anakku, jagalah kami Ya Allah� tetapkanlah iman kami agar kami tetap berpegang
teguh pada Islam sebagai ajaran Mu Ya Allah.
Ya Robbi.. jika memang saat ini suamiku belum bisa mencintaiku, biarkanlah
aku tetap mencintainya�. Sadarkanlah ia atas segala kehilafannya, ampuni dia atas
segala kesalahanya, berikanlah keridhoan di hatinya agar dia sesalu memaafkan
kesalahanku Ya Allah�
Ya Allah bimbinglah ia atas segala hal yang belum ia ketahui, jagalah ibadah
dan shlatatnya, teteapkan iman dan islamnya Ya Allah�
Aku mohon kepadamu Ya Robb� jika Engkau ingin menyadarkannya saat ini maka
lakukanlah Ya Allah.. tapi jika Engkau tidak berkehendak, ku mohon suatu saat nanti
sadarkanlah ia, tanamkanlah rasa cinta dihatinya agar ia benar-benar mencintaiku,
aku mohon Ya Allah.
Ya Allah� jadikan Adam putra anak yang sholeh yang berbakti kepada orang tua
taat menjalani perintah Mu dan Rosul-Mu Ya Allah. Jagalah dia dari segala
kejahatan, kejahatan syetan, jin dan manusia� jadikan Adam sebagai lelaki yang
kuat, tegar, dan menjadi generasi yang Robbani, penerang jalan kehidupan untuk anak
cucunya kelak dan selalu mengirimkan do�a dan amal baiknya kepada orang tuanya.
Sesungguhnya Kau maha mendengar atas segala ucapan ku, Kau maha melihat atas
keadaanku, Kau maha mengerti atas semua inginku, Engkau maha pengasih maha
penyayang.. kabulkanlah semua doa ku Ya Robb..�
Untaian doa yang begitu bermakna dari Aisyah. Daniel terjaga dari tidurnya
ketika Aisyah mengakhiri doanya. Dilihatnya sang isteri tengah meusap wajah dengan
kedua telapak tangannya.
Beberapa perasaan berkecamuk di hati Daniel. Perasaan malu, malu terhadap
dirinya sendiri, terhadap isterinya, terlebih malu kepada Allah. Mengapa ia harus
menjadi seorang suami yang sangat awam. Tak mengerti apa-apa. Tak bisa memberikan
bimbingan terhadap isterinya. Ia merasa malu.. malu sekali, sekalipun ia tak pernah
menemani isterinya ketika beribadah di tengah malam.
Sederet perasaan sedih mengiris hatinya, kemudaian ia mendapati isterinya
menoleh lalu menatap dirinya tebagnun.
�Abi? Abi mau sholat?�
Pertanyaan itu membuat Daniel diam merasa malu, namun perasaan itu tak mampu
meluluhkannya untuk beranjak mengikuti isterinya beribadah.
Daniel memalingkan muka dan kembali menarik selimutnya. Aisyah diam penuh
paham dan pengertian. Mungkin suaminya belum siap melaksanakan apa yang di
harapkannya. Namun Aisyah yakin suatu saat nanti Allah akan mencurahkan hidayah-Nya
terhadap Daniel. Alah akan mengabulkan doa Nya, dengan penuh yakin Aisyah berharap.
?

Aisyah Seorang Umi yang Shalihah

Meski Aisyah sibuk melayani kehidupannya, mengurus rumah tangga, memelihara


putranya serta berbakti terhadap suaminya namun ia selalu menyempatkan diri untuk
terus aktif menuntut ilmu. Aisyah tak pernah absen mengikuti halaqah di rumah guru
ngajinya. Namun yang pastinya itu semua ia lakukan atas izin suaminya.
�Abi, Umi ingin bicara sebentar dengan Abi.� Ucap Aisyah dengan tenang kepada
suaminya yang tengah menggendong Frediek.
Padahal Daniel merasa bosan ketika Aisyah memanggilnya dengan sebutan Abi,
ingin rasanya ia membentak Aisyah agar tak mengulangi percakapan dengan kalimat Abi
dan Umi. Namun Daniel bisa memaafkan selama panggilan itu berada diantara keduanya
bukan di tempat ramai atau ketika ada teman-tamannya.
�Mau ngomong apa Ma?� Tanya Daniel dengan nada sungkan.
�Bi, kalo Abi mengizinkan umi pengen ikut pengajian lagi sekalian halaqah di
rumah Bu May.�
�Kapan Ma?�
�Setiap hari senin Bi, sepekan sekali.�
�Tapi bagaimana dengan Fredick, masa kau mau tinggalkan ia di rumah?�
�Insya Allah Adam akan Umi bawa setiap Umi pergi Bi.�
�Ya sudah kalau begitu, tapi aku mohon kamu jangan sampai menelantarkan anak
kita.�
�Iya Bi. Tapi umi ingin sekali diantar Abi kalo mau berangkat.�
�Diantar? Kapan aku harus mengantar mu? Hari senin kan aku kerja.�
�Bi, ngajinya kan ba�da dzuhur, jadi pas Abi jam istirahat Abi bisa pulang
dulu sebentar.�
Daniel terdiam sejenak mempertimbangkan permintaan isterinya. Memang ba�da
dzuhur adalah waktunya Daniel istirahat. Lagi pula kantornya tidak jauh dengan
rumahnya. Jadi sebenarnya bisa saja Daniel pulang menyempatkan waktu untuk
mengantar isterinya.
Sebenarnya rasa enggan terkelebat di hati Daniel untuk menyetujui permintaan
isterinya. Namun terkadang sebongkah perasaan menghampiri membuat ia berfikir
kembali.
Seyogyanya, inilah Aisyah isteriku, isteri dambaan bagi setiap Adam. Isteri
yang shalihah dia hanya meminta sang suami untuk mengantarnya pergi. Kemana ia
pergi? Dia bukan ke mall, bukan pergi ketempat-tempat untuk mencari kesenangan
semata, tapi dia pergi ketempat yang di muliakan oleh Allah. Mengapa aku harus
menolak? Yang tidak membebankan kepadaku, dia hanya meminta agar aku mengantarnya
pergi mengaji. Mengapa aku harus enggan?.
Selayaknya, seorang suami yang baik yang telah menjadi imam dalam keluarga,
menyuruh isteri bahkan memerintahkan dengan tegas agar isteri melakukan perbuatan
yang baik. Menyuruh isteri selalu melaksanakan sholat, menuntut ilmu, dan berbuat
baik yang lainnya.
Sedangkan aku? Sekalipun aku tak pernah seperti itu. Lagipula, Aisyah seorang
isteri yang shalihah, tanpa disuruh pun ia sangat taat. Maka disinilah aku harus
menjaga ketaatannya.
Disaat aku tak mampu memberikan ilmu kepadanya. Maka harus kuridhoi dia agar
tetap mencari ilmu, agar dia mampu membekali anak-anak ku nanti. Pemikiran-
pemikiran itulah yang berkecamuk dalam batin Daniel hinggi akhirnya Daniel mau dan
bersedia mengantar Aisyah setiap hari senin dengan mengorbankan jam istirahatnya.
?
Tepat pada pukul satu siang setelah Daniel selesai makan siang tiba-tiba
hanphone nya bordering. Dia merogoh saku kemejanya yang lalu menekan tombol call.
�Assalamu alaikum, Abi sudah makan dan shalat belum?�
�Wa alaikum salam, Alhamdulillah udah.�
�Bi, Umi sudah siap mau berangkat halaqah, Abi bisa pulang sekarang gak?�
�Iya, iya, tunggu saja.� Daniel langsung mematikan handphone nya.
Daniel kemudain bergegas keluar, sambil membawa kunci mobil.
�Mau kemada Daniel, kok kayanya buru-buru amat?� Tanya Pak Gun yang hampir
bertabrakan dengan Daniel.
�Oh, saya mau nganter isteri dulu pak sebentar, nanti saya balik lagi kok.�
Daniel langsung mengalihkan pembicaraan dengan mengambil langkah cepat, ia
merasa malah jika kemudian Pak Gun mempertanyakan lebih detilnya. Memang kamu mau
mengantar istrimu kemana Daniel? Hal itu yang sangat malu untuk dijawab.
Sesampainya di halaman rumah. Di depan pintu gerbang Daniel menghidupkan
klaksonnya, terlihat Aisyah dan Frediek berdiri mematung menantinya. Daniel membuka
mobil. Kemudian Aisyah bergegas menggendong Frediek. Aisyah terbalut rapi dengan
pakaian muslimahnya auratnya semakin tertutup sempurna dengan mengenakan cadarnya
berwarna hitam.
Hati Aisyah hingar binger bahagia yang tak bisa diungkapkan ketika apa yang
ia harapkan akhirnya terjadi. Sang suami datang menjemput. Terimakasih Ya Allah�
Aisyah segera masuk kedalam mobil lalu duduk bersebelahan dengan Daniel.
�Kenapa kau pakai pakaian seperti itu?�
�Maaf Bi, Umi kan mau keluar, Umi tidak mau mengumbar aurat saat Umi bertemu
dengan lelaki lain.�
�Tapi kan kamu mengenakan kerudung itu sudah cukup, jangan berlebihan lah.�
Aisyah mencoba memahami semuanya. Sebenarnya Aisyah berpakaian seperti ini
tidak lain hanya utuk menjaga harga diri dan kehormatan suaminya. Hanya saja
suaminya yang tidak mengerti.
�Bi sudah sampai.� Ucap Aisyah agar Daniel menghentikan mobilnya. Mobil pun
berhenti tepat di halaman taklim. Di depan majelis tepat di samping gerbang pagar
terpangpang papan nama bertuliskan �Majelis Ta�lim An-Nisa�.
Ternyata Daniel berada diantara para suami yang lain yang mengatarkan
isterinya pergi ketempat tersebut.
Dilihat beberapa suami turun dari mobil, kemudian membuka pintu mobil
sebelahnya, kelurlah seorang isteri yang hampir berpenampilan sama seperti
isterinya.
Suami tersebut mengantarkan isterinya ke depan pintu gerbang, kemudian isteri
tersebut mencium tangan suaminya, bahkan suaminya sempat mencium kening isterinya.
Subhanallah, tersungging senyum tipis Aisyah saat menyaksikannya. Rasa iri
bercampur senang ketika melihatnya berkecamuk dalam hayalannya.
Sedangkan Daniel memalingkan wajahnya. Aisyah pun kemudian turun dari mobil
dengan gendong putranya.
�Aisyah, tolong kau jaga Frediek.�
�Iya Bi, Abi jangan lupa sholat ya.�
Tanpa pesan lain Danil lalu meninggalkan tempat tersebut.
Alangkah bahagianya hati Aisyah bisa dipertemukan kembali dengan sohib-
sohibnya waktu ia masih bersetatus lajang dulu. Teman-teman seperjuangannya ketika
menuntut ilmu dulu kini bertemu kembali dalam suatu jalinan ukhuwah yang sejati.
�Aisyah? Kau Aisyah bukan?� Tanya salah satu sahabatnya.
�Kau bisa mengenaliku? Padahal aku mengenakan cadar.� Jawab Aisyah dengan
memeluk sahabatnya.
�Jelas sudah pasti ku ingat kau Aisyah. Kau bermata indah dengan bulu mata
yang jentik.� Jawab sahabatnya yang bernama Muna dengan gelak tawa.
�Ini putra mu Aisyah?�
�Na�am, ini anak saya Adam.�
�Alhamdulillah, Aisyah mengapa kau tak mengundang teman-tema waktu menikah?
Bisa jadi itu memutuskan tali silaturahmi Aisyah.�
�Oh, maaf Mun, tidak bisa aku ceritakan, yang pasti kita harus beryukur bisa
ketemu lagi disini.�
�Iya Aisyah, oh ya, tadi suami mu yang antar?�
�Iya Mun.�
�Wah nyesel banget aku tadi gak nyamperin kamu, jadi gak tau.�
�Tenang aja Mun, setiap kesini aku pasti di antar olehnya.�
�Wah, setia sekali suamimu Aisyah.�
�Alhamdulillah� Mun, itu juga kalau dia sempet.�
?
Sebeulum ta�lim di mulai semua saling berbincang-bincang, bagi siapa saja
yang sekian lama tak bertemu, maka di situlah mereka saling melepas rindu.
Bercerita tentang perjalanan hidup, bertukar informasi, bergagi ilmu dan berbagi
soluusi.
Aisyah memang terkenal wanita yang baik dan tak banyak bicara, namun ia
sangat ramah di antara teman-temannya. Dan Muna adalah teman nya yang sempat dekat
sekali dengan Aisyah.
�Mun, anak mu tidak di ajak?�
�Gak, ada pembantu dirumah jadi ada yang jagain.�
�Kau punya anak berapa?�
�Alhamdulillah sudah dua Syah, wah pokonya anak aku tuh cantik-cantik semua.�
�Anakmu perempuan semua?�
�Iya Syah�
�Namanya?�
�Anida dan Annisa.�
�Wah bagus, selisih berapa tahun?�
�Cuma dua menit Syah.�
�Jadi anak Mu kembar?�
�Iya.�
�Subhanalloh, hebat kamu Mun.�
�Alhamdulilah Syah waktu persalinan di beri kemudahan.�
�Aku jadi pengen punya anak lagi Mun, pengen akhwat biar cantik-cantik kaya
anak kamu.�
�Ah ya cantik mah kaya ibunya Mun.�
�Insya Allah Mun.�
Aisyah dan Muna tengah asyik berbincang-bincang di serambi majlis, sedangkan
Frediek di biarkan bermain dengan anak-anak yang lain.
�Aisyah, denger-denger suamimu anak orang kaya ya? Terus dia pengusaha lagi?�
�Alhamdulillah hidup kami tidak pernah kekurangan Mun.� dengan tersenyum
Aisyah menjawab.
�Gimana Aisyah suami mu sholeh kan? Rajin solat rajin ngaji ya� seperti yang
kau idam-idamkan dulu Syah.�
Aisyah terdiam sejenak, dibuat bingung dengan pertanyaan semacam itu.
Bagaimanapun dia adalah seorang isteri yang harus menjaga nama baik suaminya. Meski
kenyataan tak seperti jawaban yang di harapkan oleh muna.
�Alhamdulillah Mun dia rajin, hanya saja dia bukan seorang ustadz. Seperti yang aku
inginkan dulu.�
�Ah yang penting dia sholeh dan bisa jadi ustadz dalam keluarga.�
�Aamiin.�
Aisyah hanya mengamini kata-kata Muna. Sesekali Muna tidak merasa puas dengan
jawaban Aisyah. Namun Muna begitu mengenali bagaimana karakter Aisyah. Dia memang
tidak banyak bicara jadi Muna tidak terlalu memikirkan akan hal itu.
Akhirnya ta�klim atau pengajian pu dimulai. Mereka mengakhiri percakapannya.
Di rangkulnya Adam kemudian di ajak masuk kedalam majlis.
Tepat pukul lima sore ta�klim pun selesai. Bertepatan dengan keluarnya jam
kerja Daniel. Adapun pada waktu Ashar ta�klim di pending ditunda dulu untuk
melaksanakan sholat Ashar berjama�ah. Setelah selesai solat pengajianpun di lanjut
kembali sampai pukul. 05 sore.
Seperti ta�klim biasanya, pengajian tersebut di isi dengan ceramah atau
siraman rohani, belajar fikih, tadjwid, aqidah, tauhid dan ilmu agama yang lainnya
selayaknya murid-murid yang berada di pondok pesantren, dan di akhir acara di isi
dengan bersholawat. Tidak lain pekerjaan mulia itu di lakukan dengan tujuan agar
para wanita yang telah menjadi seorang isteri atau ibu dapat membekali anak-anaknya
serta membina rumah tangga dengan ajaran-ajaran islam yang syar�i serta dapat
menyalurkan ilmu agama pada keturunannya.
Setelah Aisyah keluar, dia mencoba menelpon suaminya.
�Assalamualaikum, Abi sudah keluar belum.?�
�Wa alaikum salam ya sudah kau tunggu di sana.�
Belum sempat bicara lagi. Namun Daniel sudah mematikan hanpone nya. Aisyah
mengerti dengan perasaan Daniel. Mungkin karna waktunya pulang kerja jadi suaminya
lelah sehingga enggan untuk menjemputnya.
Namun Aisyah tidak memaksa akah hal itu. Ia tidak terlalu membebankan
suaminya. Kemudian Aisyah mengirim pesan pada suaminya.
�Afwan Bi, kalo Abi keberatan, Umi tidak usah dijemput, Umi minta izin untuk
pulang naik taxi.�
Daniel kembali berfikir ketika membaca SMS tersebut. Memang ada rasa malas
untuk menjemutnya tapi bagaimanapun juga Aisyah adalah isterinya dan anak
kesayangannya. Sehingga mau tidak mau dia harus memaksakan dirinya.
?

Mengharap Setetes Kasih Sayang dan Perhatian

Sesampainya dirumah, Aisyah langsung merebahakn Fredick yang terditur. Kemudian ia


membawakan air putih untuk suaminya. Setelah itu Aisyah langsung bergegas keruang
makan menghidankan makanan untuk suaminya.
Sesekali Daniel memperhatikan gerak-gerik Aisyah isterinya yang begitu rajin
dan berbakti. Jujur saja sebenarnya hati kecil Daniel sangat menyayangi Aisyah,
hanya saja ia tak bisa mengungkapkannya.
�Abi, makanannya sudah siap, kita makan dulu.�
�Nanti saja aku belum lapar, lagian tadi aku sudah makan dengan Bu Shinta.�
�Bu Shinta? Siapa Bu Shinta Bi?�
�Klien baru, aku makan duluan karan ku fikir sore ini pulang pasti tidak ada
makanan, kamu pasti tidak sempat masak.� Jawab Daniel.
Ada beberapa perasaan melintas di hati Aisyah ketika mendengar jawaban
suaminya. Ada perasaan cemburu, bahkan sakit hati. Ia merasa bahwa Daniel sangat
tidak menghargai apa yang dilakukannya. Dan Aisyah juga merasa cemburu mendengar
Daniel makan di luar dengan wanita lain. Meskipun itu adalah karabat bisnisnya.
Meskipun begitu Aisyah hanya bisa diam dan bersabar. Namun di balik kesabaran
hatinya menangis.
�Ya sudah Bi, aku makan duluan ya.�
Tanpa menjawab Daniel langsung pergi kekamar menemani Adam. Sedangkan Aisyah
duduk sendiri di meja makan ia membukakan makanan. Nasi putih, ayam goring yang di
beri bumbu pedas, capcay dan sambal tomat kesukaan suaminya.
Ia masak makanan tersebut sebelum berangkat ke majlis ta�lim. Sengaja ia
persiapkan makanan kesukaan Daniel, agar Daniel merasa senang dan bahagia ketika ia
harus lelah pulang kerja lalu memaksanya untuk menjemput Aisyah.
Telah terbayang sebelumnya, mencicipi makanan enak bersama san suami dengan
perasaan bahagia. Sebelum berangkat ke majlis taklim, Aisyah mencicipi masakannya.
Semua terasa lezat dan pas. Dan tadi ketika pulang, ia langsung menghangatkannya
sebentar. Di cicipi kembali, rasanya masih lezat, namun kini ketika ia harus
menerima penolakan suami nya yang tidka ingin makan bersamanya, ah semua terasa
hambar dan tidak berasa, hanya ada rasa asin ketika air mata menetes di
telunjuknya.
Ia kemudian mengambil piring, mengambil nasi menggunakan sendok. Dna hanya
satu sendok yang ia ambil. Dengan secubit danging ayam dan sedikit sayur Aisyah
duduk, duduk tenang dan menenangkan hatinya mulutnya berucap do�a. kemudian ia
perlahan air matanya mengucur sampai ke bibirnya. Makanan yang di kunyah nya terasa
menjadi terasa asin. Bukan garam, tapi air mata.
Aisyah merasa sangat sedih sekali. Padahal tidak seharusnya ia menangis. Tapi
mengapa dia merasa dirinya amatlah cengeng.
Makanan itupun ia habiskan hanya dengan dua suap. Masih tersisa banyak nasi
yang terlihat mucung di wadahnya, sepiring capcay dan 5 daging ayam. Ia tutup
kembali makanan tersebut.
?
Semua terlupakan begitu saja. Aisyah yakin dan percaya bahwa Allah akan
mengabulkan setiap permohonannya. Allah pasti menyadarkan suaminya. Dan kelak nanti
Daniel bisa mencintainya dengan tulus.
Namun sedikit berbeda akhir-akhir ini. Ketika Aisyah sering mendengar nama
Shinta dalam ucapan suaminya. Rasa curiga selalu hadir dalam batinya. Curiga? Ya
Aisyah memiliki rasa curiga bahkan rasa cemburu terhadap Aisyah. Berarti dia sangat
mencintai suaminya. Padahal Aisyah menikah dengan suaminya bukan karena pilihan
hatinya, bahkan mendapatkan suami seperti Daniel sangatlah jauh tentang apa yang ia
bayangkan sebelumnya.
Allah memang maha mengkaruniakan rasa cinta. Sehingga rasa cinta itu timbul
dengan sendirinya, terhadap wanita shalihah. Sedangkan tidak bagi Daniel. Daniel
masih saja acuh pada Aisyah.
Padahal Daniel lah yang harus menyayangi Aisyah dan patut bersyukur pada
Allah telah memberinya pendamping hidup yang akhlaknya bagai permata. Tapi malah
sebaliknya. Namun yakinlah bahwa Allah mempunyai rencana yang mana tak seorangpun
dapat mengetahuinya.
?

Shinta Membuat Aisyah Cemburu

Pagi-pagi ketika Aisyah mempersiapkan sarapan. Handphone Daniel yang ia tinggalkan


di sofa berdering. Daniel masih berada di kamarnya. Aisyah tergesa-gesa kemudian
mengambil handophone tersebut. Sebuah panggilan masuk bernama Shinta. Rasa cemburu
berkecamuk dalam hatinya. Kemudian Daniel berteriak yang mungkin ia juga mendengar
Hp nya bordering.
�Siapa Syah?�
�Bu Shinta Bi.�
�Biar aku saja yang angkat!�
Daniel yang semulanya santai didalam kamar segera bergegas setengah lari
untuk menjawab tepon. Membuat Aisyah semakin cemas.
Aisyah memperhatikan Daniel bicara di telpon. Yang terdengar hanyalah
jawaban, ya, ya, ya, saya berangkat sekarang.
Daniel mematikan telpon. Dan langsung mengambil kopernya.
�Ada apa Bi? Ko buru-buru banget?�
�Iya aku berangkat sekarang, ada bisnis penting.�
�Sarapan dulu Bi.�
�Ah, nanti saja disana.�
Daniel langsung pamit, namun ia sempatkan untuk mencium kening anaknya. Namun
tidak bagi Aisyah.
�Papa berangkat dulu ya sayang, kamu jangan nakal ya.�
�Abi hati-hati ya.�
�Ya. Jangan lupa kau jaga Frediek.�
Daniel pun berlalu meninggalkan Aisyah dengan hati penuh tanda Tanya. Semoga
saja saminya tidak berpaling dari anak dan isterinya.
Aisyah tak pernah menampakan rasa curiga dan rasa cemburunya. Ia takut ini
menjadi masalah besar ketika ia mengungkapkan kecemburuannya.
?
Sesampainya dikantor, Daniel segera memarkirkan mobil. Terlihat disampingnya
mobil merah yang tengah parker bersamanya. Mobil tersebut membuka kacanya, terlihat
oleh Daniel Bu Shinta yang melambaikan tangannya dan membuka kaca mata hitamnya.
Mirip seorang exceutiv.
�Bu Shinta?� sapa Daniel dengan tersenyum. Bu Shinta pun membalas
senyumannya.
Daniel bergegas membukakan pintu mobil. Dan turun menghampiri Bu Shinta. Bu
Shinta kemudian mengikuti Daniel membuka pintunya kemudian menghampirinya.
Bu Shinta adalah klien baru Daniel ia seorang wanita pengusaha dan pembisnis
yang hebat. Dengan postur tubuh yang professional pinggul yang begitu molek,
mengenakan rok span atau Gucci ukuran selutut serta wajah yang ramping, bibir yang
terlihat sexy, kulitnya terlihat putih mulus serta gaya rambut yang di blow. Mirip
sekali dengan artis foto model.
Mungkin bagi para istri yang melihat suaminya berdekatan dengan Bu Shinta
pastilah timbul rasa cemburu yang luar biasa, di tambah Bu Shinta belum berkeluarga
alias masih single.
Dengan umurnya yang telah kepala tiga, namun kecantikan dan keelokan rupanya
tidak memudar. Banyak sekali lelaki yang ingin menikahinya. Namun tak banyak lelaki
yang menyerah dikarenakan profesi Bu Shinta sangatlah tinggi.
�Selamat pagi Pak Daniel.� Sapa Bu Shinta dengan menjabat tangannya.�
�Pagi juga Bu. Ibu baru dateng?�
�Iya Pak.�
�Oh saya kira Ibu sudah lama menunggu disini.�
�Oh enggak, sengaja tadi saya segera menghubungi Bapak. Agar saya tak
menunggu lama.� Jawab Bu Shinta dengan senyum.
�Oh gitu Bu, saya buru-buru banget lho Bu. Sampe gak sempet sarafan.�
�Bapak Daniel belum sarafan.?�
�Belum.�
�Yah, kebetulan saya juga belum. Ya sudah sebelum berangkat kita sarafan dulu
aja. Mau di sini apa cari tempat lain aja.� Bu Shinta dengan ramah mengajak Daniel
sarafan.
�Disini aja lah Bu. Kan kalo nyampe kesana gak usah ribet-ribet sarafan.�
Mereka pun pergi ke kantin yang ada di kantor dengan sedikit berbincang.
�Duduk Bu.� Daniel mempersilahkannya duduk.
�Iya Pak. Terimakasih.�
Menu sarafan pagi itu langsung di sajikan oleh pelayan dengan dua gelas susu
dan roti beserta selainya. Mereka asyik membicarakan tetang perjalanan bisnis
masing-masing.
Bu Shinta ternyata mulai terpesona pada karakter Daniel. Daniel juga termasuk
Bisnisman professional. Dengan gaya bicara yang efektif bahkan terasa pada dan
nyaman. Lagi pual Daniel masih sangat muda. Tidak terlihat jika ia sudah beristeri
dan memiliki anak.
Hati Daniel tak bisa bohong. Bu Shinta memang cantik. Dia terlihat sexy. Dan
wanita seperti inilah yang ingin ia miliki sewaktu ia masih lajang, untuk di
permainkan sebagaimana teman-temanya mempermainkan beberapa wanita.
Daniel tau bahwa Bu Shinta masih sendiri. Tapi sepertinya Bu Shinta tidak tau
tentang status Daniel lagipula Bu Shinta belum pernah mempertanyakannya.
�Oh Iya, saya mohon kamu jangan panggil saya Ibu, panggil saja Shinta.�
�Shinta?�
�Iya, Shinta. Biar lebih akrab kedengarannya. Lagian, saya dan Pak Daniel kan
masih muda.�
�Oh, maaf ya, Bu. Ehh, Shinta.�
�Iya gak apa-apa.�
�Kalo gitu kayanya saya juga gak pantes di bilang Bapak.�
�Terus saya harus panggil apa?�
�Yah, Daniel aja, biar lebih �akrab� hehe.�
Dengan begitu akrabnya Daniel dan Shinta bercakap-cakap. Mereka terlihat
dekat seperti telah saling mengenal dalam waktu yang lama. Padahal Daniel mengenali
Shinta baru dua hari kemarin.
?
Semakin hari hubungan Daniel dengan Shinta semaik dekat. Seiring bergulirnya
sang waktu serta makin eratnya hubungan mereka, karena sering bertemu, dan
menjalani bisnis bersama, namun ada hal yang belum terungkap. Yaitu bahwa Daniel
telah berkeluarga. Entah apakah Shinta telah mengetahuinya apakah memang benar-
benar dia sama sekali tak tahu atau pura-pura tidak tahu? Yang pasti semua berjalan
biasa saja.
?
Ahir-akhir ini Shinta sering sekali menghubungi Daniel baik itu meeting,
pertemuan dengan klien, dan selebihnya mereka sering diner bareng. Semua itu tanpa
sepngetahuan Aisyah isterinya, namun berada dalam kecurigaan.
Daniel sering pulang malam, dengan alas an yang bermacam-macam. Namun semua
itu Aisyah terima dengan lapang. Walau terkadang rasa curiga dan cemburu bergelut
di fikirannya.
?
�Daniel, nanti siang kita bisa bertemu gak?� Shinta menelpone Daniel.
�Oh, bisa, bisa, kita bertemu dimana Shin?�
�Ya di tempat biasa, caf� kesayangan.�
�Iya bisa, tapi dalam acara apa nih?�
�Enggak, aku pengen makan siang aja bareng kamu, boleh kan?�
�Tentu Bu, nanti siang ya, jam istirahat.�
�Oke�. Di tunggu ya.�
�Oke Shin.�
Entahlah, semakin hari perasaan Daniel semakin nyaman bersama Shinta. Ia
merasa seolah-olah lajang kembali, dan memang hal inilah yang pernah sempat ia
fikirkan ketika ia belum beristeri. Kencan, bersama wanita cantik, dan menikamati
suasana, suasana romantic bersama perempuan-perempuan yang berparas aduhai.
Namun semua itu lenyap, ketika ia harus menikah dengan Aisyah.
?
Jam istirahat, Daniel meluncur dengan mobil mewahnya menuju caf� yang telah di
siapkan oleh Shinta. Perasaan yang tidak bisa di tebak, mengapa ia marasa senang
sekali jika Shinta menghubunginya dan mengajaknya bertemu.
Sesampainya di caf�, ia membidik-bidik kea rah jejeran kursi dan meja makan. Tepat
di meja no.6, terlihat Shinta melambaikan tangannya.
Ya jelas sekali itu Shinta, dengan rambutnya yang bergelantung di bagian bawah,
wajahnya yang Nampak putih bersinar lebih sexy dengan bibir yang di poles lipstick
berwarna cream, dengan belah, sungguh menggoda. Bagi siapa saja lelaki yang tipis
imannya maka akan mudah sekali tergoda oleh Shinta.
�Daniel!� panggil Shinta. Daniel pun menghapiri Shinta kemudian berjabat tangan.
Pelayan datang mengasongkan menu makan siang.
Sambil mengunggu pesanan datang, Daniel dan Shinta asyik berbicara penuh kehangatan
dan keakraban suasana lebih berbeda, daripada ketika ia berbicara dengan isterinya.
�Aku bosan dengan suasana kantor.� Shinta membuka pembicaraannya.
�Ya jangan terlalu di bebankanlah, kau kan masih muda.�
�Entahlah Niel, mungkin aku bosan dalam kesendirian.�
Perkataan Shinta sangatlah bermakna. Sepertinya Shinta ingin mengungkapkan curahan
hatinya. Pada Daniel.
�Maksud Mu?�
�Ya Aku bosan, aku bosan dengan kesibukan dan karier yang selama ini ku tekuni.
Terkadang aku berfikir, untuk apa semua ini aku jalani. Sedangkan aku ini masih
sendiri, untuk memenuhi kebutuhan ku dan orang tuaku ku rasa sudah sangat cukup
mungkin bisa lebih.�
Mata Shinta mulai berkaca-kaca, seolah apa yang di ungkapkannya sangatlah serius.
Daniel mengerti terhadap apa yang di rasakan Shinta.
Sewajarnaya, dari hal itu ia bersyukur telah memiliki pendamping hidup. Ternayta
tidaklah seseorang bahagia dengan harga serta kemewahan yang di milikinya.
Kebahagiaan itu tidak akan sempurna jika tidak ada dalam kehidupan rumah tangga.
Dan mengapa disaat Daniel berhadapan dengan Shinta, ia merasa free seolah ia benar-
benar pantas. Ia merasa lupa dengan anak dan isterinya. Dia benar-benar merasa
masih lajang ketika berhadapan dengan Shinta. Sehingga jika ia harus menikah pun
dengan Shinta tidak ada kata mustahil Shinta akan menolaknya. Toh Shinta sama
sekali tak pernah mempertanyakan tentang statusnya. Apakah dia masih lajangnya atau
sudah beristeri??
Daniel memandang lekat wajah Shinta yang mulai berkaca-kaca, tanpa di sadari Daniel
menjulurkan tangannya meraih telapak tangan Shinta yang putih lembut, dan dia
menenangkan perasaan Shinta.
Sebuah adegan romantis yang tak pernah ia lakukan kepada Aisyah kekasih halalnya.
Tak mengerti mengapa ia begitu berani terhadap Shinta.
Shinta tak menolak, bahkan hal itulah yang di inginkan olehnya.
�Kamu kenapa Shin? Ada masalah? Kamu tak usah malu, ceritakan saja.� Dengan penuh
perhatian Daniel memangcing Shinta untuk bercerita.
�Ah, tidak apa-apa Niel.� Shinta langsung melepaskan genggaman tangan Daniel.
Kemudian menyeka air matanya.
�Maaf Shint, kalo aku terlalu ikut campur, aku cuma pengen kamu cerita aja. Siapa
tau aku bisa bantu kamu. Iya kan?�
�Tapi kamu tidak keberatan kan Niel.?�
�Tentu tidak Sin, malah aku takut kamu yang keberatan untuk cerita sama aku.�
Shinta menghela nafas, mengendaliakn fikirannya mencoba mulai untuk mengungkapkan
isi hatinya.
�Daniel umurku sudah cukup dewasa, malah melebihinya. Aku ingin sekali menikah.�
Shinta diam sejenak, lalu melanjutkan bicara.
�Sudah beberapa lelaki aku tolak. Karena belum bisa menemukan yang benar-benar
cocok dengan pilihan hati.� Shinta menyeka kembali air mata yang penuh harap itu.
Sedangkan Daniel berusaha menyimak perkataanya. Namun perlahan Daniel mengerti
tujuan pembicaraan Shinta.
�Daniel�.� Shinta meraih telapak tangan Daniel dengan penuh makna dan harap ia
berkata.
�Sejak aku kenal kamu, jujur ada perasaan yang benar benar bisa aku tebak bahwa aku
suka padamu Daniel� Aku harap kamu bisa mengerti.�
Tersentak Daniel mendengar kalimat itu. Memang sebelumnya ia sudah menduga dengan
hal ini. Namun ia tak percaya jika Shinta bisa terbuka mengungkapkan perasaannya.
Sedangkan Daniel sendiri sebagai lelaki tidak berani mengungkapkan hal itu.
Shinta mengharap jawaban segera dari Daniel akhirnya merasa malu sendiri melihat
Daniel diam terlihat bingung.
�Oh, maaf Niel, aku sudah lancang. Mungkin kata-kata ini memang tidak pantas.�
Baru saja Daniel mengangkat lidahnya untuk bicara, tiba-tiba handphone nya
berdering, membuat keduanya gugup tak karuan. Daniel segera merogoh handphonenya
didalam saku kemeja. Setelah diperiksa ternyata ada sebuah panggilan dari Tuan
Erland, atasannya.
Shinta merasa sangat malu melihat tingkah Daniel yang kemudian berpaling dari kata-
kata Shinta, malah sibuk menanggapi panggilan dari Tuan Erland.
Dengan menyedot minuman, Shinta mencoba memperhatikan percakapan Daniel di telepon.
Dan terdengar olehnya hanya ada kata-kata jawaban Daniel �Iya Pak, iya Pak saya
akan segera datang�. Dari jawaban Daniel yanag ia dengar di telepone Shinta sudah
dapat menebak kalo panggilan tersebut adalah hal yang sangat penting, dan
sepertinya Daniel harus segera meninggalkan dirinnya dan menghiraukan semua hal
yang tadi mereka bicarakan yang masih sangat membutuhkan jawaban.
�Siapa yang telapon?�
�Oh tadi Pak Erland. Aku harus segera ke kantor menemuinya, dia sudah lama
menunggu. Maaf banaget ya Shint..�
�Iya gak apa-apa, lagian akau juga masih banyak job yang mesti akau handle.�
�Kita pergi sekarang aja yuk Shint, gak apa-apa kan?�
�Ok, gak apa-apa. Tenang aja Niel.�
Shinta dengan tersenyum menjawab, menyembunyikan rasa tidak puas dan kecewanya,
oadahal ia sangat berharap hari ini juga Daniel dapat menjawab atas apa yang ia
maksud dan ia inginkan. Namun apa boleh buat, sesuatu hal tiba-tiba saja
menghalangi. Ah, mungkin ini bukan saat yang tepat, atau memang belum wakyunya.
Pikir Shinta, menenangkan hatinya.
Meraka berdua segera bergegas, meninggalkan sisa minuman nya, sedangkan minuman
Daniel masih sangat utuh belum terminum sama sekali, akibat keadaan yang terlalu
tegang, hingga ia tak berminat untuk meneguk nya. Mereka pergi seoalah berpura-pura
lupa tantang pembicaraan mereka tadi yang lumayan serius tentang hati dan
perasaan..
Sebenarnya Daniel memang senang dengan panggilan Pak Erlan tadi, ini adalah
kesempatan yang ditunggu-tunggu untuk tidak menjawab pertanyaan Shinta yang
membuatnya bingung dan merasa san gat beku. Daniel bernafas lega saat itu, menata
hati dan pikirannya.
Mereka kembali ke kantornya masing-masing dan menyelesaikan segala urusan nya.
Namun hati tidak bisa berbohong, Shinta masih saja mempertanayakan jawaban Daniel
yang akan di berikan padanya nanti. Sedangkan Daniel, pikirannya sangatlah dibuat
tidak karuan tentang hal tadi. Ia masih saja memikirkan jawaban apa yang harus
diberikan kepada Shinta, sehingga tak membuatnya kecewa, serta tak membuat
rumahtangganya terpisah. Sungguh ini adalah persoalaan tersulit ia yang pernah ia
temukan dalam hidupnya setelah masalah perjodohan dulu dengan Aisyah.

Semburat Gelisah Melanda Hati Daniel

Seperti biasa, sesampainya di depan rumah, Aisyah menyambut dengan hangat, meraih
tasnya kemudian menyiapkan minuman untuk suaminya.
Namun Daniel hanya memasang wajah masam tanpa senyum. Aisyah mencoba mengertikan
nya, mungkin suaminya sedang banyak pekerjaan atau da masalah di kantornya, hingga
ia terlihat sangat masam. Maklumlah namanya juga orang baru pulang kerja mungkin
kelah dan capek dengan pekerjaan nya.
�Kamu kenapa Bi?� Seramah mungkin Aisyah bertanya, ia berharap agar suaminya tidak
tersinggung dengan apa yang ia rasakan saat ini. Brharap Daniel bisa menjawab
pertanyaan nya dengan apa yang ia harapkan.
Ternyata Aisyah tak mendapatkan jawaban sepatah kata pun dari pertanyaan nya.
Aisyah mengerti. Itu pertanda bahwa suaminya sedang berada pada masalah yang
sangat serius.
�Fredick kemana Syah?�
Meski pertanyaan itu bukanlah sebuah jawaban yang ia harapkan, tapi Aisyah merasa
sangat senang, ternyata suaminya masih selalu ingat akan buah hati nya. Dan hal itu
cukup membuatnya lega.
�Ada dikamar�
�Dia sakit?�
�Enggak Bi, mungkin dia kecapek-an dari tadi maen terus�
Daniel langsung mengangkat badan nya kemudian bergegas menuju kamar menemui
Fredick, meninggalkan Aisyah yang duduk di sampingnya dengan begitu saja.
Di lihatnya Fredick sang bua hati tertidur pulas di ranjangnya, ia terlihat sangat
menggemaskan. Begitu lama Daniel memandanginya, seolah ada hal yang yang tengah ia
baca dalam wajah Fredick yang begitu lucu.
Ada banyak harapan yang tersimpan ketika ia memandangi buah hatinya, banya pikiran
yang tertuang yang dapat membolak balik bayangannya ketika melihat wajah sang anak.
Mulai dari kebanggaan nya memiliki seorang anak laki-laki yang suatu saat bisa
meneruskan cita-citanya kelak nanti, hingga bayangan Aisyah seorang ibu yang
melahirkan nya tiba tiba saja bisa namapak ketika melihat Fredick.
Andai saja tidak lahir seorang Fredick, mungkin saat itu juga Aisyah sudah ia
tinggalkan. Tapi kini buah hasil dari mereka telah lahir menghiasi rumah tangganya,
tidak mungkin jika seorang anak arus terpisah dengan ibunya.
Ia duduk di sebelah Fredick yang terpekur menikmati mimpinya. Ingin rasanya ia
seperti Fredick yang dapat menikmati tidurnya yang begitu lelap, pasti anak kecil
ini bermimpi indah, indah seindah mungkin. Tidak seperti dirinya yang setiap hari
harus memikirkan segala sesuatu tentang kehidupan, terlebih jika hidup ini sedang
berada pada masalah besar.
Ah, ingin rasanya kembali seperti anak kecil yang setiap hari bermain, bersenag-
senag, di belai penuh kasih sayang setiap saat oleh seorang ibu, disambut hangat
setiap hari oleh seorang ayah yang begitu menyayanginya. Serta tudur yang begitu
lelap tanpa ada beban yang terbawa dalam tidur, bahkan si anak mungkin setiap tidur
bermimpi indah tentang keinginan dan keseharian nya.
Ia juga teringat masa kecilnya. Daniel adalah anak satu-satunya. Mamanya menderita
penyakit ginjal, satu ginjal nya sudah tak berpungsi sehingga dokter menyarankan
agar tidak mempunyai anak lagi karena dapat membahayakan kondisinya.
Daniel begitu disayangi oleh papa dan mama nya. Hampir setiap papa pulang dari
kantor ia selalu dibelikan mainan, mobil-mobilan, robot, dan mainan yang lainnya.
Semua menumpuk di kamar, bahkan digudang. Banyak sekali sisa mainannya yang masih
utuh.
Papa dan mama nya begitu memanjakan nya. Bahkan mamanya melarang Daniel main diluar
bersama anak-anak yang lain. Hal itu lah yang membuat Daniel sulit untuk
bersosialisai dengan lingkungan ketika ia menginjak remaja. Daniel memang termasuk
anak yang cerdas. Prestasinya dari kecil hingga ia memasuki perguruan tinggi di
pertahankan dengan baik.
Meskipun ia tergolong anak yang manja, namun karena didikan orangtuanya yang
memaksa ia untuk tidak bermain-main dengan orang-orang yang ada disekitarnya
sehingga membuatnya disiplin untuk terus belajar di bidang akademik nya.
Namun sayang nya, kedua orangtuanya tidak mendidik Daniel secara Islami.Sehingga
Daniel dan keluarganya hidup dalam kebutaan agama. Yang mereka ajarkan hanyalah
belajar dan belajar, bagaimana mengejar prestasi dan bagaimana memanfaatkan waktu
sebaik mungkin agar suatu saat Daniel bisa menjadi orang yang sukses dan mampu
melanjutkan karier papanya.
Padahal kesuksesan yang sebenarnya adalah ketika ia mampu menjadi hamba yang
bertaqwa terhadap Tuhan nya, serta masa depan yang sebenar-benar nya adalah dunia
akhirat. Itulah sebenar-benar masa depan. Namun seringkali manusia lupa akan hal
itu. Setiap saat hanya dunia yang di tuju tanpa memikirkan bagaimana nanti ketika
maut menjemput dan memisahkan kita dengan apa-apa yang kita cintai didunia ini.
Sesungguhnya dunia ini amatlah hina, karena Adam dan hawa diturunkan ke dunia tidak
lain hanyalah sebagai hukuman atau kutukan. Amatlah salah jika manusia hanya
memikirkan dunia sehingga melupakan akhirat.
Ia jadi teringat akan hal itu, tentang kebodohannya selama ini dalam beragama.
Tentang berapa banyak dosa yang ia lakukan dengan tidak pernah melaksanakan solat
semasa mudanya. Hingga ia di anugerahi seorang isteri yang luar biasa taat kepada
Tuhan nya namun sama sekali ia tidak mau mengikutinya.
Lalu bagaimana nanti dengan Fredick anak kesayangan nya, tumpuan harapan nya? Akan
kah ia seperti ayah nya yang sangat bodoh? Daniel kembali memandangi Fredick .
Dalam hati kecil nya ia bersyukur Fredick dilahirkan dari rahim seorang isteri yang
sholihah, semoga saja Aisyah dapat mencurahkan segala kebaikan dan ilmunya kepada
Fredick.
Tiba tiba saja kegelisahannya kembali hadir. Ya, tidak lain adalah sebuah masalah
tadi siang tentang pertanyaan Shinta. Jika membayangkan wajah Shinta, ia begitu
berkeinginan untuk menerimanya, namu kembali ia memandangi Fredick rasa tak tega
tersemburat. Haruskah ia membagi kasih sayang nya terhadap anak nya dengan Shinta.
Semua pikiran, bayangan, hayalan seketika akan tertumpah ketika ia memandabgi
Fredick yang tertidur. Daniel mengusap lembut kening yang berkeringat. Ia terus
memandang lekat wajah Fredick penuh rasa sayang.
Hingga malam semakin larut, namun kegelisahannya masih menyelimuti hampir seluruh
pikiran nya. Bayangan gadis molek berparas cantik yang ideal bernama Shinta terus
bergelut dalam batin nya. Semua perkataan-perkataan Shinta seolah di replay dalam
benaknya.
�Sejak aku kenal kamu, jujur ada perasaan yang benar-benar tak bisa ku tebak. Bahwa
aku suka sama kamu.�
Kata-kata itu terus terngiang di telinga nya. Membuatnya menjadi berpikir keras.
Dan hal ini memang harus benar-benar dipimkirkan dengan matang.
Tetapi ada satu pertanyaan dalam batinnya,. Apakah sampai saat ini Shinta belum
mengetahui bahwa dia sudah mempunyai isteri? Ataukah meang Shinta sengaja berpura-
pura tidak tahu? Yang jelas sepertinya Shinta terlihat masa bodo tentang hal ini.
Dia tak pernah sekalipun menanyakan setatusnya.
Sunggh Daniel tak bisa tidur nyenyak malam itu. Kelopak matanya sudah ia coba untuk
di pejamkan, namun tetap saja kembali ia buka. Di pejamkan lagi, kemudian dibuka
kembali kedua matanya. Terasa perih ingin tertidur namun tetap saja tak mau
terpejam. Badan nya sudah di miringkan kesana-sini, namun tetap saja ia merasa
sangat gelisah.
Aisyah yang tengah tidur memeluk anak nya, kemudian terbangun, merasa ada yang
anaeh dengan suaminya yang sejak tadi terdengar beranti ganti posisi. Sepertinya
suaminya sedang gelisah. Aisyah dapat menebaknya.
Ketika ia menoleh, ia mengkerutkan kening nya. Tak dilihatnya sang suami di tempat
tidur. Mungkin Daniel pergi ke kamar mandi.Pikirnya.Tetapi setelah beberapa menit
Aisya duduk di tempat tidur menunggu suaminya kembali, namun tetap saja tidak ada
sehingga memaksanya untuk bangkit mencari keberadaan suaminya.
Didapatinya pintu kamar mandi terbuka tanpa ada orang. Ia mulai curiga. Segera ia
turun menuju ruang tamu dengan terus membidik-bidik seluruh ruangan. Tetap saja
tidak ada. Bahkan di soffa tempat Daniel bersantai pun ia tak melihatnya. Aisyah
mulai panik. Dengan cepat ia melangkah mencari-cari suaminya tanpa memanggil
namanya.
Pandangan nya tiba-tiba terjudu ke arah pintu depan, pintu itu sedikit terbuka.
Padahal sebelum tidur semua pintu di kunci. Aisyah mulai bisa menebak, tidak salh
lagi suaminnya pasti berada diluar.
Tapi untuk apa ia keluar malam-malam? Tidak seperti biasanya.
Pikirnya dalam hati. Karena memang sebelumnya Aisyah tak pernah melihat Daniel
keluar malam seperti ini. Ia jadi teringat kalau memang sepertinya sumainya sedang
ada masalah. Mengingat semenjak pulang dari akantor Daniel terlihat begitu masam.
Dan malam ini sepertinya ia terlihat sangat gelisah ketika mau tidur. Malah
sekarang Daniel keluar rumah. Ada apa sebenarnya?
Dengan ras penasaran Aisyah terus melangkahkan kakinya. Matanya dengan jeli
membidik-bidik. Mencari dan mencari. Sedangakan hatinya terus bertanya. Yaa Rabb
ada apa sebenarnya dengan suamiku? Semoga ia selau dalam keselamatan dan berada
dalam lindungan Mu Ya Allah.
Lega rasanya ketika Aisyah melihat suaminya berada di bangku panjang tempay ia
bersantai ketika pagi. Bangku yang terbuat dari kayu yang di beli oleh suaminya di
Surabaya ketika ia pergi kesana karena ada tugas, Daniel membeli banngku panjang
itu yang terbuat dari kayu jati yang sangat licin dan mengkilat. Terlihat sanngat
antik dan tradisional terasa nyaman ketika di duduki. Namun bangku itu seringkali
dipakai olehnya untuk tiduran bersama Fredick. Daniel sangat merasa nyaman jika
tidur di bangku itu.
Bangku tersebut adalah tempat yang tepat untuk membaringkan raganya yang telah
penat serata segala pikiran nya yang kia kalut saat ini. Apalagi suasana malam
seperti ini. Suasana begitu sejuk, menghempaskan dedaunan pohon bunga kencana yang
berada di atas nya.
�Abi?� Seraya menghampiri, dengan begitu lembut Aisyah menyapa.
Daniel sudah tau suara yang tak asing itu. Pastilah Aisyah. Daniel merasa bosan.
Kenapa Aisyah selalu menggangu ketenangannya. Dan saat ini memang Daniel sedang
tidak membutuhkan Aisyah. Jadi percuma saja Aisyah menemaninya. Toh tidak akan
membuat masalah nya selesai.
Padahal seharus nya seorang isteri dijadiakan tempat curahan hatinya, karena
bagaimanapun seorang isteri adalah sosok yang terdekat bagi suami dalam rumah
tangganya. Disinilah , disaat suami dilanda berbagai macam persoalan, seharus nya
berbagi tentang apa yang di rasakan kepada sang isteri.
Karena seorang wanita mampu memberikan sesuatu yang lebih kepada laki-laki. Disaat
laki-laki memberikan kepada wanita sebuah rumah, maka wanita lah yang akan
memberikan kehangatan dalam rumah itu. Ketika seorang pria mampu memberinya uang,
maka wanita lah yang akan mengatur sedetail mungkin keuangan itu. Ketika lelaki
memberinya beras, maka wanita lah yang akan menjadikan beras itu menjadi nasi yang
siap di hidangkan kepada suami. Begitu juga ketika seorang suami mencurahkan
segala permasalahan nya kepadang sang isteri, maka doa isteri lah yang akan
menyelesaikan masalah itu. Perkataan dan pesan-pesan seorang isteri lah yang akan
menjadi penolong dalam setiap urusan nya.
Sebenarnya hal itulah yang diharapkan oleh Aisyah. Dia ingin suaminyamencurahkan
segala sesuatu kepada isterinya. Agar tidak ada sebuah kecemburuan dan curiga yang
dapat mengakibatkan sebuah pertengakaran.
Alangakah indah jika antara suami dan isteri yang selalu berbagi di setiap keadaan.
Ketika suami dihadapi masalah, ia sampaikan kepada isteri. Disitulah sang isteri
akan memberikan semangat tambahan kepada suami, agar suami tetap bertahan dan kuat.
Serta doa-doa isteri yang begitu mustajab akan selalu terpapar ketika ia mendengar
apa yang di adukan oleh suaminya. Begitu juga ketika seorang isteri belum paham,
atau belum mengerti sesuatu hal atau mungkin sedang berada pada persoalan yang
membuatnya merasa janggal, kemudian ia mengadu kepada suami. Disitulah suami akan
memberikan sebuah bimbingan dan arahan kepada isterinya yang membuat keduanya
merasa nyaman dengan saling berbagi dan melengakapi atas segala kekurangan.Namun
Daniel sama sekali tak berpikir seperi itu.
Dengan posisi yang masih seperti semula, tanpa menoleh sedikit pun Daniel menjawab.
�Ada Syah? Biarkan aku sendirian, kamu jagain aja Fredick. Kasihan ia di tinggal
sendiri.�
�Maaf Bi, aku Cuma khawatir atakut kamu gak ada Bi. Memangnya Abi kenapa kok mlam-
malam ada disini?�
�Kamu tak perlu tahu urusanku Syah, sudahlah kamu balik aja ke kamar.�
�Iya Bi, tapi ini kan sudah malam, gak baik. Besok kan Abi kan kerja. Abi ada
masalah?�
Daniel tetap diam seribu bahasa. Sungguh sedikitpun Daniel tak mau terbuka tentang
persoalan yang dihadapinya kepada Aisyah. Dia menganggap sosok Aisyah bukan hal
terbaik untuk ia ajak berdiskusi. Apalagi masalah ini menyangkut tentang diri
Aisyah.
�Maaf Bi, kalau aku ganggu. Lebih baik Abi berwudhu dulu, Aisyah gak maksa, kalo
Abi gak mau cerita. Aisyah Cuma berharap semoga Abi baik-baik aja.�
Daniel tetap diam. Dan diam tersebut telah memberikan sebuah jawaban kepada Aisyah
bahwa Daniel tak ingin di pedulikan oleh Aisyah. Aisyah merasa dirinya kebih baik
kembali ke kamar meninggalkan Daniel sendirian.
�Ya Allaah.. Ada apa dengan suamiku? Berikan lah jalan keluar atas segala urusan
nya, karena ku yakin Kau adalah sebaik-baiknya pangatur segala perkara.�
Doa itu bergumam dalam dada Aisyah.
?

Allah Menguji Rumah Tangga Mereka

Mungkin besok harus segera ku jelaskan kepada Shinta tentang keadaan dan setatusku
yang sebenarnya jika memang benar dia belumm mengetahuinya. Sekiranya Shinta bisa
menerima, dan jika Shinta benar-benar mencintaiku, serta mau menerimaku apa
adanya, jika Shinta memang mau menikah dengan ku, aku akan menikahinya.
Kesimpulan itu telah terpatri dalam renungan Daniel. Tinggal menunggu esok pagi.
Ingin rasanya ia segera menemui Shinta. Antara siap dan tidak siap Daiel harus
benar-benar siap untuk menjelaskanya kepada Shinta. Tentang semuanya. Ya, tantang
siapa Daniel sebenarnya, bahwa dia sudah memiliki isteri dan seorang anak yang amat
ia sayangi.
Sesaat ia memandangi langit yang begitu indah, kala itu ketika ia berbaring di
bangku panjangnya, ia tengadahkan wajah ke atas, melihat langit begitu indah
dihiasi taburan bintang-bintang serta sinar bulan yang telah habis sebelah.
Namun keindahan malam itu sama sekali tidak bisa memberi rasa nyaman dalam
batinnya, terlebih semilir angin yang berhembus dingin yang biasanya terasa sejuk,
kini begitu mengusik hatinya, dinginnya menumbuhkan rasa putus asa yang terselubung
dalam jiwa.
Dia rasa ini sudah malam, benar apa kata Aisyah tidak baik berlama-lama di tempat
ini. Ia harus segera pergi ke tempet tidur untuk memejamkan mata, agar semua terasa
rilex dan besok bisa bangun pagi, pergi ke kantor, lalu segera menemui Shinta dan
menjelaskan kepadanya tentang apa yang ingin ia jelaskan, yang telah ia rencanakan
dan di konsep sedemikian rupa pada malam ini tanpa ada rasa kaku atau rasa grogi
sedikitpun.
Daniel bergegas menuju kamar, dikuncinya pintu depan, kemudian naik keatas menuju
tempat tidur.
Sesampainya di daun pintu kamar, di lihatnya Aisyah yang tengah khusyuk berdoa
mengangkat kedua tangan nya. Bagi Daniel ini adalah pemandangan yang biasa yang
selalu ia lihat di setiap pertangahan malam.
Aisyah sadar, bahwa dirinya tidak mampu mengadukan sesuatu apapun yang ingin ia
ceritakan termasuk suaminya selain kapada Allah Swt yang senantiasa mendengarkan
segala keluh kesahnya.
Dan malam ini dia merasa sangat sedih dan bimbang melihat keadaan suaminya yang
dilanda kebingungan dan keresahan. Dia ingin berdoa, agar Allah memberikan
kemudahan tentang segala kesulitan yang menimpa suaminya saat ini.
Dirinya selalu yakin, Allah tidak akan pernah menyepelekan permintaan hamba-hamba-
Nya yang mau bermunajat dengan tulus. Dia selalu mengingat firman Allah dalam surah
Al Insyiroh � Setelah kesulitan itu ada kemudahan�.
Andai suaminya tahu tentang makna ayat itu, dan mau menadaburi artinya pastilah
tersentuh, dan mau berdoa, memohon kepada Allah agar segala urusannya di permudah.
Daniel lanngsung membuka pintu kamarn, Aisyah mengusapkan kedua telapak tangannya
pertanda ia telah selesai berdoa. Daniel langsung merebahkan badan tanpa salam dan
sapa sehelai pun kepada Aisyah.
?

Esoknya, setelah tiba di kantor, segera ia hubungi Shinta untuk sarapan bersama di
tempat biasa. Di teleponnya Shinta.
� Shint, bisa ketemu sekarang gak di tempat biasa?�
�Oh, bisa. Ok Niel aku tunggu ya..�
�Ok..�
Daniel segera menutup telepon . Semoga rencana hari ini berjalan lancar. Gumamnya.
Dengan senang hati Shinta menerima dan menyetujui ajakan Daniel. Shinta tersenyum
puas mendengar suara Daniel di telepon. Mereka akhirnya sepakat bertemu di tempat
biasa untuk sarapan bersama. Dengan masing-masing harapan yang telah mereka
tuangkan dalam hatinya.
Daniel dan Shinta bertemu di kafe favoritnya. Setelah du persilahkan duduk tidak
lama sarapan pun datang disajikan oleh pelayan. Dua porsi dengan masing masing
sepotong roti salad dan segelas teh susu. Mereka segera menyantap hidangan itu.
Sesaat Shinta memperhatikan gerak gerik Daniel ketika melahap makanan.Merasa
diperhatikan oleh Shinta, akhirnya Daniel menoleh, didapati Shinta memandangi
wajahnya, Daniel tersennyum. Mereka berdua tersenyum, ada rasa malu dan bahagia
berkecamuk dalam hati Shinta.
Setelah sarapan selesai, Daniel mencoba menata hati dan pikiran, membuka selembar
kalimat padat yang telah ia siapkan semalam.
�Udah jam delapan nih bentar lagi masuk ..� Shinta berpura-pura mengajak Daniel
untuk segera pergi ke kantor. Padahal sebenarnya ia sangat berharap kalau saat ini
Daniel akan menjawab pertanyaannya yang kemarin.
Ternyata apa yang di tunggu Shinta pun tiba. Daniel malah mencegahnya yang terburu-
buru pergi ke kantor.
�Sebentar Shint, aku mau ngomong.�
Shinta mengkerutkan kening, kemudian kembali duduk.
�Ngomong soal apa Niel?�
Daniel tidak mau berlama-lama mengatur suasana. Takut akhirnya gugup dan gagal.
Dengan tenang mereka duduk. Shinta terlihat sangat khidmat menunggu Daniel bicara.
Daniel menghela napas. Kemudian membuka pembicaraannya.
�Shinta, jujur sebenarnya aku juga suka sama kamu.�
Bergetar hati Shinta mendengar kata-kata itu. Dugaannya selama ini ternnyata benar.
Apa yang ia harapkan kini menjadi kenyataan. Namun ini semua belum tentu pasti,
melihat Daniel yang kelihatan sangat gugup seperti ingin meneruskan pembicaraannya
yang belum selesai.
�Tapi sebelumnya aku ingin menanyakan sesuatu padamu Shin.�
�Kamu mau tanya apa Niel?�
�Sebenernya aku enggak ngerti Shin apa yang kamu suka dari aku? Masih bannyak kan
lelaki lain yang sangat menginginkan mu?�
�Sudahlah Niel, aku tak mau membahas hal itu. Aku bisa menerima kamu apa adanya
Niel.�
�Shinta, ada hal lain yang lebih penting yang harus aku jelaskan. Dan aku tidak
yakin apakah kamu bisa menerimanya setelah kamu tahu tentang hal ini.�
�Tentang apa Niel? Tentang status kamu yang sudah beristeri dan memiliki seorang
anak?�
Kaget bukan kepalang Daniel mendengar Shinta berkata seperti itu. Di luar
dugaannya, ternyata Shinta telah mengetahui semua itu. Tanda tanya melintas
seketika di pikiran Daniel. Darimana Shinta tahu akan hal itu?
�Daniel, sebelum kita kenal lebih dekat seperti ini, aku sudah tahu banyak tentang
kamu. Aku tahu Niel. Jangan dikira aku ini tidak pernah tahu, atau baru
mengetahuinya. Sebelumnya aku sudah tahu Niel.! Tapi perasaan ini yang
membutakanku. Aku merasa tak perduli dengan hal itu. Aku benar-benar menginginkanmu
Niel! Dan aku rela Niel, sekalipun aku harus dijadikan isteri yang kedua olehmu
Niel.�
Hati Daniel semakin tak karuan melihat Sinta mengucurkan airmata. Shinta bebicara
begitu tegas tanpa terputus. Dia benar-benar menjelaskan apa isi hatinya. Shinta
mengungkapkan semuanya dengan sangat jelas. Dihias airmata yang meleleh, semakin
membuat Daniel menjadi bingung. Shinta kemudian meraih tangan Daniel dan berkata.
�Niel, saat ini aku sangat berharap padamu. Aku tidak mau kecewa Niel. Aku sangat
menunggu pinanganmu Niel. Kamu tadi kan sudah bilang ke aku Niel, kalo kamu juga
sebenernya suka sama aku. Enggak ada salahnya kalo kita menikah Niel, aku siap jika
kamu harus membagi cintamu dengan isteri pertamamu Niel. Aku siap!� Suara Shinta
begitu lantang namun sedikit terisak.
�Oke Shin, kamu tenang dulu, ini semua sudah aku rencanakan.�
Daniel mencoba menenangkan Shinta yang masih terisak menangis. Seperti anak kecil
yan g meronta meminta sesutu pada ibunya.
Shinta, apakah kamu siap kalo hari ini kamu aku bawa ke rumahku untukku kenalkan
kepada isteri dan anakku?�
�Aku siap Niel. Aku siap.�
�Coba dipikirkan lagi Shint.�
�Aku sudah banyak memikirkan hal itu Niel, dan aku memang benar-benar telah siap.
Tapi bagaimana dengan isterimu? Apakah mereka akan mau menerimaku?�
Justru sebenarnya inilah yang membuat Daniel bingung. Kalau memandang Shinta, jelas
Shinta sudah pasti siap.Karena dialah yang memintanya. Jika membayangkan wajah
Aisyah, ah, itu juga tidak terlalu bermasalah. Aisyah pasti selalu siap. Lagipula
ia tak perlu meminta persetujuan Aisyah. Namun yang hadir di benaknya adalah sosok
Fredick anaknya. Ia merasa tak tega jika melihat Fredick memiliki ibu tiri.
�Shinta, masalah isteriku gampang, ia tidak terlau memberatkan. Aku yakin dia mau
menerimanya. Dia selau nurut dengan keputusanku. Tapi aku mohon Shint sebaiknya
kita jangan terlau berharap kalo semua ini akan terjadi. Aku sudah mendapatkan
jodohku, dan aku yakin kamu juga akan menemukannnya.�
?

Rasa Kecewa Shinta Pada Daniel

Sepulang dari kantor Daniel langsung membawa Shinta pulang kerumahnya, sesuai
dengan apa yang telah mereka rencanakan tadi. Daniel memberi intruksi kepada Shinta
agar ia tak banyak bertanya ketika berhadapan dengan Aisyah isterinya.
Sesampainya di depan gerbang rumah, Aisyah langsung menyambut Daniel dengan hangat.
Shinta dan Aisyah saling memandang. Keduanya terlihat sangat jauh berbeda. Shinta
memandanngi Aisyah , memperhatikan penampilannya, mulai dari bawah hingga ke atas,
dan yang lebih menarik bagi Shinta, Aiysah lengkap berselimut kerudung panjang.
Ternyata benar apa yang dikatakan oleh Roy sahabat dekat Daniel, semuanya sama
persis apa yang di ceritakan Roy kepadanya tentang Aisyah.
Ada rasa tidak percaya, terselubung dalam batin Shinta, apakah ini benar-benar
isteri Daniel? Dan bagaiman bisa Daniel mendapatkan wanita yang langka ini?
Darimana wanita ini? Padahal Daniel terlihat biasa saja tentang agamanya. Bahkan
Shinta tak pernah sekalipun melihat Daniel solat ketika ia ada di kantor.
Rasa haru dan kagum berseru di dada Shinta. Akhirnya ia bisa berhadapan dengan
wanita shalihah yang sering di ceritakan oleh Roy.
Kemudian Shinta sadar ketika ia memperhatikan penampilannya sendiri. Ia hanya
mengenakan kemeja, dibalut jas coklat, dengan bawahan rok pendek. Sangat berbeda
dengan penampilan Aisyah. Shinta merasa sangat malu.
Sedangkan Aisyah dengan sekejap mampu menebak bahwa seorang wanita yang dibawa oleh
suaminya itu tidak lain adalah teman kerjanya. Pasti perempuan inilah yang bernama
Shinta yang sering ia dengar namanya dari Daniel. Baik ketika di telepon, ataupun
ketika Daniel menjawab pertanyaan Aisyah ketika ia tanya mengapa pulang terlambat?
Dan Daniel selalu menjawab bahwa i pergi bersama kliennya bernama Shinta.
�Mbak, ayo masuk.� Aisyah mempersilahkan dengan sangat ramah.
�Ehhh.. Ii.. Iya, iya Mbak, terimakasih.� Tiba-tiba Shinta gugup.
Mereka langsung masuk. Daniel masuk ke kamar mandi, sedangkan Aisyah melayani tamu
dengan sangat ramah yang dibawa oleh suaminya. Shinta duduk di ruang tamu,
sedangkan Aisyah pergi ke dapur menyiapkan minuman.
Sesekali Shinta memandangi seluruh ruangan. Rumah Daniel lumayan besar jika hanya
di isi oleh tiga orang. Seluruh ruangan dan isinya tertata rapi. Ada perpustakaan
kecil yang dekat sekali dengan ruang tamu sehingga Shinta dapat melihat dan
memperhatikan dengan sangat jelas.
Buku-buku tersusun rapi. Tapi sepertinya perpustakaan itu bukan tempat Daniel
membaca. Sepertinya itu tempat Aisyah. Melihat buku-buku itu terlihat sangat
islami, dari sampul buku-buku tebal itu banyak sekali tulisan Arabnya. Juga gambar-
gambar dari sampul nya banyak yang bergambar nuansa Islami. Seperti gambar wanita
berkerudung, gambar tasbih dan Al-Qur�an serta gambar pemandangan alam lainnya. Ya
tidak salah lagi ini tempat Aisyah mrmbaca.
Setelah memerhatikan perpustakaan kecil itu, Shinta mengalihkan pandangannya ke
ruangan lain. Ke dapur, ke ruangan keluarga dan ruangan-ruangan yang lain, dengan
posisi masih tetap duduk. Tepat sekali pandangan tertuju pada sebuah bingkai foto
yang cukup besar terpampang di dinding, seorang bayi mungil berkulit putih
tersenyum lucu.
Rasa penasarannya memaksa untu berdiri menghampiri foto tersebut. Dilihatnya,
kemudian diamati.
�Ternyata anaknya tampan, sama seperti Daniel.� Gumamnya dalam hati.
�Tapi mana foto-foto mereka berdua ya? Waktu pernikahan juga gak ada.�
Shinta penasaran sekali ingin melihat foto Aisyah dan Dan Daniel saat berdua,
meskipun bisa saja jika ia melihatnya aka merasakan cemburu. Tapi hatinya sangat
ingin melihat.
Beberpaa saat kemudian Aisyah datang dengan membawa segelas jus orange untuk
Shinta.
�Mbak, nih minumnya.�
Shinta tersentak, dan sedikit malu, karena ia masih berdiri memerhatikan foto
anaknya. Shanti alangsunng menoleh dan gugup.
�Oh, itu foto anak saya Mbak.� Tanpa pertanyaan Aisyah dengan sendirinya
memperkenalkan.
�Ehh.. Iya Mbak makasih. Anaknya tampan.� Puji Shinta.
�Alhamdulillah Mbak, anak saya pinter lagi. Ayo Mbak duduk dulu, nih minumnya, Mbak
pasti capek banget pulang kerja.�
�I.. Iya Mbak terima kasih.� Lagi-lagi Shinta dibuat gugup oleh keramahannya. Tidak
disangka Daniel memiliki wanita selembut ini.
�Maaf, Mbak temen kerjanya suami saya?�
�Iya Mbak saya temennya.�
�Satu kantor?�
�Enggak sih, saya sebenarnya klien baru Mas Daniel.�
�Oh, tadi kesini satu mobil?�
�Oh enggak, saya bawa mobil sendiri. Tenang aja Mbak saya Cuma temannya aja kok.�
�Iya, gak apa-apa Mbak. Apa ada tugas dengan Mas Daniel yang harus dikerjakan
disini?�
�Oh, Eng.. Enggak Mbak, saya Cuma pengen kenal aja sama isteri dan anaknya Mas
Daniel.�
Benar- benar Shinta sangat gugup. Bingug harus menjawab apa. Aisyah sangat ramah,
keramahannya itulah yang membuat ia semakin resah.
�Hmm gitu, kenalin Mbak nama saya Aisyah.Mbak namanya siapa?�
�Saya Shinta.�
�Shinta? Mbak kok ngomongnya gugup gitu sih?Santai aja Mbak, gak bakal kenapa-napa
kok.�
�E...Maaf, saya lupa kalo ternyata saya harus cepat-cepat pulang. Kebetulan ayah
saya lagi di rumah sakit. Saya harus segera menjenguknya.�
�Ya Allah... Memangnya sakit apa Mbak?�
�Jantung Mbak.�
�Semoga cepet sembuh ya Mbak. Oh iya Mbak silahkan diminum, maaf kalo disini gak
ada apa-apa.�
�Iya Mbak, makasih banyak.�
Shinta meminumya, tetapi hanya sedikit saja. Ia langsung pamit untuk pulang.
Kemudian Aisyah memanggil suaminya. Panggilan yang paling dibenci oleh Daniel. Abi.
Ya Abi. Memanggil Abi dihadapan orang lain adalah hal yang paling di benci oleh
Daniel, termasuk teman-teman kantornya, terlebih dihadapan Shinta. Memanggil Abi
sangat memalukan bagi Daniel.
Daniel tidak menyahut panggilan Aisyah. Aisyah tidak mau mengeraskan suara
untukmemanggil Daniel, ia memilih segera menyusul suaminya daripada terus-terusan
memanggil tanpa ada jawaban.
Ketika Aisyah akan menyusul, tiba-tiba Shinta mencegah.
�Sudah Mbak, saya tidak perlu pamitan dengan Daniel, saya harus cepet-cepet
pulang.�
�Tapi...�
�Enggak usah Mbak, saya pulang aja.�
Shinta mengulurkan tangannya kemudian berjabat tangan, mengucapkan salam dan
melangkah pulang. Aisyah merasa tidak nyaman.
�Mbak, apa tidak sebaiknya pamit dulu sama Mas Daniel?�
�Ennggak usah Mmbak, bilanng aja kalo saya udah pulang. Saya harus segera ke rumah
sakit.�
Aisyah mengantarnya hingga pintu depan dengan sangat ramah. Penuh risih perasaan
Shinta. Dia diperlakukan seistimewa itu oleh Aisyah seoranng isteri dari lelaki
yang dicintainya.
Sesampainya di depan mobil, ia membuka pintunya, kemudian sesaat menoleh pada
Aisyah yang tengah mematung memerhatikannya. Shinta melambaikakn tangan, Aisyah
tersenyum dengan berpesan. �Hati-hati ya..� Kemudian ia kembali masuk rumah.
Airmata meleleh hangat di pipi Shinta. Ia merasa sangat sedih saat ini. Perasaan
sedih yang amat rumit tak bisa ditebak. Semua ini benar-benar memilukan. Harapannya
seakan hilang. Ingin rasanya segera tiba dikamar, tempat yang paling pribadi
baginya,mencurahkan segala kepedihan yang is rasakan hari ini. Menjerit sejadi-
jadinya didalam kamar, tanpa ada seorang pun yang mendengar.
Semua sangat membingungkan.Bahkan menyakitkan.Hal ini perlu dipikirkan baik-
baik.Saingannya begitu berat tidak seperti yang ia bayangkan. Seandainya Daniel
memiliki isteri yang berprofesi sama sepertinya, atau lebih cantik darinya, itu
adalah hal yang mudah untuk dilewati. Namun melihat kenyataan ini, Aisyah adalah
wanita yang begitu sulit untuk disaingi. Melibihi wanita yang cantik berparas
molek, wanita jenius dan kaya raya. Aisyah benar-benar saingan terberat dalam
hidupnya.
Apakah Shinta harus mempertahankan cintanya kepada Daniel meski menyakitkan lalu
menikah dengan Daniel, menjadi isteri yang kedua dan menjadi wanita jahat untuk
Aisyah wanita baik-baik yang tak berdosa? Karena telah merebut Daniel dari pelukan
rumah tangganya?
Ya, aku memang benar-benar mencintainya, aku sangat menginginkannya. Aku ingin
sekali menikah denganya. Lagipula sebenarnya Daniel juga memiliki perasaan yang
sama sepertinya. Seperti yang dikatakan oleh Daniel secara terang-terangan padanya.
Seperti yang dikatakan oleh Roy sahabat dekat Daniel, bahwa Daniel sampai saat ini
belum bisa melabuhkan rasa kasih sayang sepenuhnya kepada Aisyah. Daniel sangat
acuh pada Aisyah. Seperti bukan isterinya saja.
Ya, berarti pernikahan ini bisa saja terjadi. Aku bisa menikah dengan Daniel.
Bahkan bisa saja Daniel lebih mencintaiku daripada Aisyah. Fikir Shinta dalam hati.
Namun kepedihan kembali menghujam membuat airmatanya mengucur semakin deras,
mengingat hal tadi ketika berkunjung kerumah Daniel. Dengan menyetir ia menyeka
airmatanya.
Shinta merasa sangat cemburu kapada Aisyah. Namun rasa yang teramat panas itu ia
sembunyikan. Sebenarnya ia merasa sangat sedih dan cemburu ketika Daniel
menyuruhnnya untuk tidak banyak bertanya dan berkata ketika berhadapan dengan
Aisyah. Seolah Shinta hanya dijadikan debu yang tak berharga oleh Daniel pada saat
itu. Ia merasa seperti dijadikan hamba sahaya yang harus tunduk ketika sang baginda
raja yang mengajaknya untuk menemui permaisyuri.
Kembali Shinta mengingat apa saja yang ia rasakan dirumah Daniel. Dan bagaimana
Aisyah memperlakukannya begitu istimewa, sedangkan Daniel berlalu begitu saja
membiarkan dia ngobrol dengan Aisyah perempuan yang belum dikenali, bahkan bisa
saja menjadi musuh terberatnya. Mengapa Daniel begitu tega? Hingga ia membiarkan
Shinta berlalu pulang begitu saja. Dan sampai saat ini Daniel tidak ada
menghubunginya untuk sekedar menanyakan keberadaanya, mengapa Shinta pulang tanpa
pamit terlebih dahulu padanya? Tidakkah Daniel menanyakan hal itu? Sampai detik
inipun Daniel belum menghubunngi Shinta atau mengirimka sebuah pesan di ponselnya.
Beberapa kali Shinta mengecek HP, tetap saja sepi. Daniel sungguh tega telah
mempermainkannya, membuat dia sakit hati. Dan ini adalah patah hati yang benar-
benar menyakitkan yang dirasakan Shinta seumur hidup.
Padahal Daniel sudah mengatakan bahwa ia juga mencintainya, dan bukankah Daniel
tidak mencintai Aisyah? Tapi mengapa saat ini kejadian malah berbalik? Shinta terus
terisak konsentrasi setirnya sedikit terganggu.
�Kamu jahat Niel!!!� Shinta membangting- banting tangannya. Menghentak-hentakkan
kakinya tidak karuan. Matanya memerah, air matanya terus meleleh.
Sesamapainya dirumah, Shinta ssegera lari ke kamar, ia menubruk tempat tidur
dengan masih memakai selopnya yang tinggi. Membenamkan wajah dalam-dalam pada
bantal kesayangannya. Menagis, menjerit sejadi-jadinnya. Dirumah itu sepi tak ada
orang satupun. Membuat ia semakin bebas untuk menumpahkan rasa kecewanya.
Sesekali ia menghela napas, menenangkan batin mencoba menyadarkan diri, kalau
ternyata untuk apa dia menjadi kecewa seperti ini? Lagipula dia bukan siapa-siapa
bagi Daniel, sedangkan Aisyah adalah isterinya. Wajar jika Daniel berlaku seperti
itu dan membuatanya sangat kecewa.
Tapi mengapa seolah baru kali ini ia merasa sangat disakiti oleh leki-laki? Padahal
laki-laki tersebut bukanlah leleki yang begitu menawan atau lelaki super. Dia
adalah lelaki yang sudah beristeri! Ingat itu Shinta! Daniel bukan lelaki lajang!
Masih banyak yang mengharapkanmu Shinta!!
Shinta memaki dirinya sendiri, berusaha sadar, bahwa Daniel bukan yanng terbaik
untuknya.
Mengapa ia harus jatuh cinta pada Daniel? Mengapan ia harus merasa sakit hati? Ini
semua adalah kenyataan, bahwa Daniel memang telah menjadi milik Aisyah.
Shinta kemballi mengingat wajah Aisyah, isteri Daniel. Sesosok perempuan yang amat
baik, anggun seanggun nama dan akahlaknya, yang telah ia rencanakan sebelumnya
untuk dibodohi. Ah, betapa kasihan Aisyah, perempuan shalihah yang sangat
menghormati dia, tapi ia malah ingin merebut kebahagiaannya. Seandainya Shinta
sendiri berada pada posisi Aisyah pada saat itu, mungkin rasa sakit itu lebih pedih
daripada yang ia rsakan saat ini. Jika tahu bahwa suami yang amat disayangi
ternyata akan menikah lagi. Dan wanita yang akan dinikahinya itu yang tadi dibawa
oleh suaminya. Mungkin wanita bisa saja meledak kemarahannya. Shinta terus
memikirkan hal itu dengan terus menyeka airmatanya yang tak henti meleleh di pipi.
?
Sesudah Kesulitan Ada Kemudahan

Malam semakin larut,seperti malam kemarin Daniel terlihat sangat gelisah tidak mau
memjamkan mata. Kali ini ia merasa sangat bersalah pada Shinta, dia telah memubuat
Shinta kecewa. Dan dia yakin bahwa Shinta pasti marah padanya.
Sesekali ia bangun dari tempat tidur menuju ruang tamu, tak lama ia kembali lagi ke
kamar, hanya itu dan itu yang ia lakukan. Dilihatnya Aisyah yang tak lain sedang
sujud sembahyang. Sebenanya ia ingin sekali memuji ketaatan Aisyah kepada Tuhannya.
Namun hal itu sangat sulit sekali untuk di ungkapkan, entahlah apa sebabnya Daniel
sendiri tidak mengerti.
Daniel kembali keruang tamu merasa tidak enak jika mengganggu Aisyah yang sedang
shalat. Sesampainya di ruang tamu, ia memandang ke arah luar, bertekad untuk
merenung diluar di tempat favoritnya. Kakinya melangkah keluar, dia menatap
langit, pemandangan malam ini hampir sama dengan malam kemarin. Masih indah. Namun
tetap saja keindahan malam tak dapat mengindahkan hatinya yang gelisah.
Suara binatang malam yang mengusik terdengar di sebelah belakang rumah, seolah
malah mencaci keresahannya, dewi malam melirik sinis, ia seperti membenci dirinya,
tak mau menolong kegelisahannya.
Malam ini Daniel kembali berfikir keras seperti malam kemarin, hanya saja topiknya
sedikit berbeda. Kalau saja kemarin ia begitu memikirkan Aisyah dan Fredick, tapi
sekarang ia memikirkan bagaimana caranya agar bisa meminta maaf kepada Shinta, dan
Shinta mau memaafkan atas perlakuan dirinya tadi sore.
Besok harus segera aku putuskan sebuah jawaban. Apakah aku harus menikah dengan
Shinta, atau aku harus membatalkannya? Tapi bagaimana caraku untuk mengungkapkan
semua itu? Persoalan ini bukanlah hal yang mudah. Jika saja pernikahan ini benar-
benar terjadi, maka beban dan tanggung jawabku semakin berat. Lalu bagaimana dengan
kedua orangtuaku? Jika mereka tahu pasti mereka sangat kecewa bahkan marah karena
telah menduakan Aisyah gadis baik yang telah mereka pillihkan untukku. Aku tak mau
berlama-lama membuat Shinta menunggu dan berharap, dan aku juga tak ingin
membohongi Aisyah dan anakku tentang hubunganku dengan Shinta. Ya Tuhan..
Tunjukanlah aku jalan Mu...
Harapan dan doa itu terselip dalam kegelisahan Daniel. Setelah itu Daniel kembali
masuk kedalam kamar. Dilihatnya Aisyah yang masih menngenakan mukena dengan
mengangkatkat kedua tangannya. Dibalik persembunyian, dengan penuh haru Daniel
mendengarkan doa Aisyah yang lirih penuh makna.
�Ya Allah yang Maha Mengatur segala urusan.. Permudahlah segala urusanku dan urusan
suamiku. Baik itu perkara di dunia maupun perkara akhirat. Aku tak ingin melihat
suamiku gelisah dengan segala masalah yang di hadapinya.... Jangan Kau memandangnya
yang tak mau meminta kepada Mu.. Dia sama Ya Allah.. Dia juga hamba Mu.. Pandanglah
aku yang selalu mendoakannya.. Aku sadar aku tak bisa menolonng keresahan yang saat
ini dirasakan oleh suamiku, dan semua ini aku serahkan pada Mu Ya Rabb.. Karena
Engkaulah sebaik-baik penolong..�
�Ya Allah.. Engkau adalah Dzat Yang Maha memelihara.. Peliharalah keluargaku dengan
kasih sayang dan bimbingan-Mu.. Jangan sampai keluargaku yang telah Kau amanahkan
untuk beribadah menjadi terberai dan terpecah belah dengan sesutu hal apapun.
Kabulkanlah segala permohonanaku Ya Allah.. Rabbanaa aatinaa fiddunya hasanah wafil
akhirati hasanah waqqinaa �adzaabannaar.. aamiin..�
Doa yang begitu mengiris hati saat didengar oleh Daniel. Ternyata Aisyah begitu
perhatian dalam hal apapun. Hingga permasalahannya pun ia adukan kepada Tuhannya.
Subhanallah.. ingin rasanya hati Daniel bertasbih.
Selesai berdoa dan mengusapkan kedua telapak tangan ke wajah, Daniel langsung
masuk, merebahkan diri di tempat tidur berpura-pura kalau dirinya tak memperhatikan
Aisyah ketika berdoa.
Aisyah membuka mukena, dan merapikan perangkat solat. Ia menghampiri Daniel yang
masih terlihat resah. Rasanya ia ingin mengusap bahu suaminya atau mencium
keningnya mengungkapkan bahwa dia benar-benar menyayangi Daniel, ia tak ingin
melihat dirinya sedih dan gelisah, Aisyah ingin membuat hati suaminya tentram.
Namun Aisyah hanya bisa menatap. Menatap dengan perasaan yang terkadang kecewa,
mengapa suaminya tak sehangat yang ia inginkan.
�Abi, Abi kenapa? Kok belum tidur?�
�Aku tak apa-apa Syah.�
�Bi, kalau Abi punya masalah tidak usah dipendam sendiri, masalah itu tidak akan
selesai. Aisyah tak memaksa Abi untuk cerita, Aisyah hanya menyarankan jika memang
Aisyah bukan orang yang pas untuk menerima curahan Abi, Abi silahkan mengadukan
semua ini kepada Allah.. Ingat Bi firman Allah dalam surat Al Mukminun Berdoalah
kepada Ku niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Allah akan senantiasa mengabulkan
apa yang kita minta Bi, jika kita mau menceritakan dan mau memintanya kepada
Allah.�
Daniel tetap diam tak menjawab, sebenarnya ia merasa sangat malu, seharusnya dialah
yang memberi arahan dan nasihat kepada Aisyah. Tapi ini malah berbalik. Aisyah
mengerti dengan sikap Daniel yang sangat pendiam. Aisyah berharap apa yang di
sampaikan olehnya suatu saat bisa diresapi oleh Daniel meski bukan sekarang.
�Bi, sebenarnya ada yang ingin aku katakan.�
�Iya Syah.�
Aisyah menghela napas, jawaban yang sangat singkat dari suaminya cukup membutnya
puas. Tapi membuat ia enggan untuk berbicara. Takut jika suaminya tak mau
mendengarkan apa yang ingin ia katakan. Dalam diam Daniel akhirnya memancing
pembicaraan.
�Ada apa Syah?�
Aisyah mengangkat wajah. Senang rasannya Daniel dapat memancing pebicaraan. Hatinya
tersenyum.
�Maaf Bi, Aisyah hanya memberi kabar gembira, bahwa sebentar lagi Adam akan
mempunyai adik.�
�Maksud kamu?�
�Iya, sekarang aku mengandung tiga bulan.�
Kegelisahan Daniel tiba-tiba buyar seketika. Shinta yang tadi ada dalam fikirannya
kini menghilang. Kini yang ada dalam bayangan Daniel adalah janin yang ada dalam
kandungan Aisyah yang suatu saat akan lahir menemani Fredick dan membuat hari-hari
dalam keluarganya semakin hangat dan ramai.
Ada yang berbeda memang, yang belum bisa dipahami oleh keduanya. Mengapa sampai
saat ini Daniel belum bisa mencintai isterinya atau mengungkapakan kasih sayang
yang begitu tulus, tetapi jika mendengar akan hadirnya buah hati, Daniel merasa
sangat bahagia. Ia lebih mencintai buah hati daripada seorang bidadari yang
melahirkannya.
Dada Daniel mengembang, bahagia mendengar ucapan Aisyah yang sebentar lagi akan
melahirkan anak yang kedua. Saat itu Aisyah juga yakin bahwa suaminya pasti merasa
senang mendengar kabar tersebut. Hanya saja peristiwa pemberian kabar tentang semua
ini tak seperti yang ia harapkan.
Aisyah berharap ketika ia menyampaikan kabar ini, Daniel akan memeluknya serta
mencium perutnya, menumpahkan rasa bahagianya kepada Aisyah seperti yang di
khayalkan Aisyah dulu sebelum menikah. Namun ternyata semua tak jauh berbeda dengan
yang dulu. Ketika ia mengandung Adam anak pertamanya, Aisyah mengabari Daniel,
tetapi Daniel menembunyikan rasa bahagianya. Namun Aisyah selalu bersabar tentang
hal ini, sabar itu lebih indah jika kita senantiasa dekat dengan Allah.
Seketika eksprresi wajah Daniel berubah. Dia sadar bahwa inilah salah satu jalan
keluar dari masalahnya, dan ini adalah salah satu doa Aisyah yang terkabul. Aisyah
yang berdoa dan meminta agar sealalu mempermudah segala urusannya. Agar Allah
memberi jalan keluar atas apa yang dihadapi saat ini. Kini Daniel merasa telah
menemukan jalan itu.
Ternyata benar sekali bahwa doa seorang isteri itu lebih terkabul daripada doa
lelaki karena sifatnya yang penyayang yang lebih kuat daripada lelaki. Seperti
perkataan Baginda Rasulullah �Ibu lebih penyayang daripada ayah dan doa orang
penyayang tidak akan sia-sia.� Begitu juga Aisyah wanita shalihah yang sangat
penyayang dan ia sangat menyayangi suaminya, maka Allah senantiasa mengabulkan doa-
doa Aisyah.
Kini aku telah menemukan jalan keluar tentang masalah rumit yang aku hadapi. Besok
aku akan bicara dengan Shinta bahwa aku tidak akan menikahinya, dengan alasan aku
tak tega pada anak yang sekarang tengah dikandung Aisyah, aku tak ingin anak
keduaku lahir dengan seorang ayah yang berkhianat pada ibunya. Ya, besok harus
segera ku katakan pada Shinta bahwa aku benar-benar akan membatalkan rencanaku
dengannya. Biarlah aku menyakiti Shinta asalkan aku bukan seorang ayah yang
menyakiti anak-anakku.
Kabar gembira itu seolah-olah membangkitkan semangat baru pada Daniel, ia yang
semula di buat bingung, gelisah , dan resah tak tau arah, bahkan hampir saja dia
frustasi dengan hal ini, kini Daniel merasa ada sesuatu yang benar-benar membutanya
kuat untuk membulatkan tekad untuk tidak menikahi Shinta, dan perkataan Aisyah
membuat ia menjadi berani untuk mengungkapkan semuanya pada Shinta
Begitu juga Aisyah sangat bahagia dengan hal ini, sebentar lagi ia akan
melahirkan anak kedua, itu berarti ibadahnya akan bertambah. Tidak sulit mencari
pahala jika dalam rumah tangga dikaruniai banyak anak. Dia teringat sabda
Rasulullah �Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah
mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad di jalan Allah� Aisyah tersenyum
lebar mengingat hadist itu. Dia juga teriingat satu hadist lagi tentang betapa
besar pahala seorang ibu yang berjuang untuk melahirkan seorang anak. �Apabila
seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia dari dosa-dosa seperti keadaan
ibunya melahirkannya� Subhanallah.. Betapa besar dan indah menjadi seorang ibu.
Hati Aisyah bertasbih.
?
�Nerrrrttt.. Nerrrttt...�
Handphone Daniel bergetar. Dia ambil diatas meja rias. Ditaruhnya handuk bekas ia
mandi dan mengeringkan badan serta rambut begitu saja. Ternyata ada satu pesan
masuk dari Shinta. Dengan segera ia sibuk membacanya. Penasaran sekali dengan pesan
ini. Hatinya bertanya ketika hendak membuka pesan, apakah Shinta akan marah? Atau
mengatakan sesuatu lain? Yang pasti pikiran dan tebakan Daniel saat ini pasti
Shinta marah besar kepadanya. Segera ia baca sms tersebut.
�Niel , aku rasa sampai disini aja, aku tak mau menikah denganmu�
Sungguh pesan singkat itu membuat dadanya mengembang lega. Ternyata sebelum ia
sibuk mempersiapkan kalimat-kalimat rumit sebagai penjelasan ang akan diberikan
kepada Shinta, Shinta malah lebih dahulu memintanya. Sungguh Daniel sangat
bersyukur saat itu. Kemudian ia membalas pesannya.
�Sebelumnya aku minta maaf Shint, bisa kan kalo hri ini kita ketemu di tampat
biasa?�
Shinta memabalas. �Ok gpp niel aku tnggu jam brapa?�
Daniel membalas lagi. �Jam istirahat�
Shinta menjawab sekaligus mengakhiri. �Ok�

Daniel berangkat ke kantor seperti biasa. Dia mengerjakan pekerjaan kantor yang
menumpuk di atas meja dan di layar monitor dengan serius. Namun tetap saja diantara
gerak-gerik kesibukannya bayangan Shinta selalu melintas di fkirannya. Shinta yang
telah ia kecewakan. Begitu juga bayangan Fredick putra sulungnya yang amat ia
sayangi, tawa dan senyum lucunya terus berkubang dalam benaknya. Juga Aaisyah
isterinya yang kini tengah mengandung anaknya yang kedua berkelebat dalam
pikirannya. Sebenarnya terkadang ia jugua merasa kasihan pada Aisyah yang sangat
membutuhkan kasih sayangnya.
Ia menoleh melihat jam dinding kantor, menunjukan pukul 11:35, sebentar lagi jam
istirahat. Ingin rasanya ia segera keluar dan menemui Shinta untuk menyelesaikan
masalah serta menghilangkan kejanggalan dalam hatinya.
?
Jam istirahat pun tiba. Daniel bergegas keluar menuju mobilnya. Tiba tiba ia
bertabrakan dengan Roy tanpa disengaja badannya tersenggol.
�Wiichh.. Santai dong.. Mau kemana nih buru-buru banget kayaknya?�
�Biasa Roy, gue ada janji sama Shinta.�
�Oooh.. Shinta. Gimana nih kabarnya sama Nona Manis itu? Kayanya ada yang lagi
kasmaran yang kedua nih? Hehe..� Roy cengengesan meledek.
�Kasmaran kedua gimana? Orang gue sekali aja belum pernah ngerasain yang namanya
kasmaran.�
�Ha.. maksudnya kasmaran yang pertama gitu..�
�Oh iya Roy, ada yang mau gue tanyain. Kebetulan banget ketemu lu disini.�
�Apaan Sob?� Roy penasaran. Daniel memasannng wajah yang serius.
�Emang lu suka ngomong apa aja kalo ketemu Shinta? Ngaku lu..� Daniel mendesak.
�Sorry ya sob, sebelummnya kalo gue udah nyeritain semua tentang lu, lagian gue
bingung dia nanya-nanya mulu tentang keadaan lu. Yaudah lah daripada gue sembunyiin
dan takutnya dia keburu jatuh cinta banget sama lu mending gue terang-terangan,
biar dia gak sakit hati. Tapi hebat banget sih lu Niel, bisa ngegebet cewek kaya
dia, gua aja yang masih sendiri gak dapet-dapet.Hehe..�
�Alah, lu bisa aja Roy, nyantai aja Roy enggak usah buru-buru takut entar malah
kaya gue lagi.. Yaudah Roy Thanks banget ya buat semunya.. Gue cabut dulu yah...�
�Oke sob.. Sukses yah...�
Daniel segera masuk mobil Daniel menjawab setengah berteriak �Tenag Roy... Nanti
gue ceritai semuanya..�
�Hmm.. Daniel, Daniel.. Ada-ada aja. Susah yang punya muka ganteng mah di kejar-
kejar cewek terus enggak kaya gue gak laku-laku.� Roy bergumam dalam hati dengan
memandangi mobil Daniel yang berlalu.
Sesampainya di Cafe ,ia melihat Shinta tengah duduk menunggu. Daniel segera
menghampiri. Tanpa dipersilahkan ia duduk di hadapannya.
�Maaf banget Shint, kamu lama nunggu ya?�
�Oh, enggak kok..�
Dua gelas jus orange datang. Daniel langsung menyedotnya secara perlahan. Ia
berusaha membuat suasana tenang untuk membuka pembicaraan.
�Shinta, aku mau minta maaf sama kamu, kalo kemarin..� Shinta memotong pembicaraan.
�Enggak apa-apa Niel, aku ngerti kok posisi kamu.�
�Maaf ya Shint kalo kunjungan kemarin kurang menyenangkan�
�Iya Niel aku tahu, aku ngerti.� Suara Shinta terdengar parau.Airmatanya meleleh
perlahan.
�Shinta, kamu jangan sedih gitu dong aku sadar aku memang salah Shin..�
�Gimana aku enggak sedih? Kamu enggak bakal ngerti perasaan aku Niel! Kalo kamu
memang enggak suka sama aku, kamu seharusnya ngomong ke aku. Jujur! Terus terang!
Mungkin waktu itu aku enggak bakal berharap lebih dalam seperti ini. Padahal
sebelumnya aku sudah siap menerima kamu apa adanya. Tapi kenapa waktu kemarin kamu
sama sekali tak peduli sama aku Niel?! Itu Niel yang membuat aku sakti!� Shinta
terisak-isak menangis.
�Shin, Shinta! Dengerin aku dulu. Kemarin aku sangat gugup. Aku bener-bener bingung
harus kaya gimana?�
�Ya aku tahu. Karena kamu lebih sayang sama Aisyah daripada aku kan? Seharusnya
kamu ngomong sebelumnya Niel kalo kamu emang belum siap. Jangan mempermalukan aku
disana!�
�Bukan itu maksud aku Shin..�
�Apa Niel?! Udahlah Niel kamu enggak bakal bisa menjelaskan semuanya. Aku tahu ini
semia bukan jalan yang terbaik, sekarang kita batalkan aja rencana pernikahan
kita. Maaf kalo aku udah ganggu rumah tangga kalian. Lagipula besok aku mau pindah
ke Jogjakarta Niel, makasih buat semuanya.�
Dengan lantang namun bercucuran air mata Shinta menegaskan, membuat Daniel diam,
Shinta langsung berdiri pergi meningglkan Daniel dengan menyeka air matanya.
Daniel mengejar Shita lalu meraih pergelangan tangannya.
�Shinta, tunggu dulu, aku belum sempat ngomong apa-apa sama kamu�
�Udahlah Niel, aku gak butuh omongan kamu, lagian kamu mau ngomong apa lagi sih?
Udah jelas kamu punya isteri. Dan aku yakin ini kan yang kamu mau?�
Shinta langsung melemparkan tangan Daniel, ia ambil langkah setengah berlari.Shinta
langsung memasuki mobilnya tanpa menoleh sedikitpun. Daniel hanya menghela nafas
dan memejamkan mata, ia kembali merasa bingung.
Merasa bersalah karena telah menyakiti Shinta padahal ia memang mencinta Shinta,
namun rasa sayang itu lebih besar kepada anaknya daripada Shinta.
Rasa syukur terselip dalam kebimbangannya, bersyukur karena ia tak akan membagi
kasih sayang terhadap anaknya dengan wanita lain. Memang sebenarnya inilah yang ia
inginkan
Kembali ia teringat janin yang di kandung Aisyah, ia bernafas lega mengingatnya.
Tapi mengapa di saat mengingat Aisyah benar-benar ia merasa kesal, padahal Aisyah
tak memiliki salah apa-apa.
Daniel tak mengerti tentang perasaannya terhadap Aisyah.Mengapa sampai saat ini
himgga ia akan memiliki dua orang anak tapi Tuhan belum juga menitikan rasa cinta
dan sayang terhadap Aisyah? Mengapa disetiap melihat Aisyah tak pernah ia merasa
kasihan terhadap Aisyah. Sesosok wanita yang setiap hari tak pernah mengeluh dengan
segala urusannya. Semoga kelak nanti jika telah lahir buah hatinya yang ke dua
semua bisa berubah.
?

Perselisihan Itu Kembali Terjadi

Genap satu setengah tahun kemudian rumah tangga Daniel semakin terasa nyaman . Kini
putra sulungnya Fredick telah memiliki teman bermain yaitu Monica itulah nama yang
di berikan Daniel kepada anaknya yang kedua.
Perselisihan dan perbedaan tentang mengurusi anak masih saja hadir sama seperti
ketika mereka masih memiliki seorang anak. Perbedaan itu tetap saja ada. Dulu
Daniel memberikan nama kepada anak pertamanya yaitu Fredick. Namun Aisyah
memanggilnya dengan sebutan Adam. Jelas sangat berbeda. Fredick terkesan lebih
modern daan sangat keren bagi Daniel. Sedangkan Adam terdengar lebih islami, bahkan
terkesan norak, karena nama itu sering kali didengar dari nam-nama anak yang lain.
Beruntung keduanya tidak terus-terusan mempermasalahkan perbedaan itu. Mereka
menganggap semua itu tergantung masing- masing saja. Fredick adalah nama yang
dipanggil ayahnya, dan Adam adalah panggilan untuk ibunya.
Daniel menginginkan kedua anaknya memanggil kedua orangtuanya dengan panggilan Papa
dan Mama. Sedangkan Aisyah malah mereka untuk memanggil Umi dan Abi. Sebenarnya
Daniel sangat kesal dengan pendapat Aisyah. Ia tidak setuju. Namun apa boleh buat?
Dari dulu memang antara dirinya dan Aisyah keadaan dan sifantnya sangat jauh
berbeda. Jadi wajar jika dalam hal ini pun menjadi banyak perbedaan.
Akhirnya Daniel mengambil jalan tengah, biaralah anaknya menjadi Fredick dan Monica
ketika bersama Aisyah dan mereka menjadi Adam dan Fatimah ketika berada dalam
asuhan ibunya.
Perselisihan kembali terjadi ketika Daniel dan Aisyah masing-masing memberikan nama
kepada anak keduanya. Pernah suatu saat Daniel marah besar kepada Aisyah ketika
Aisyah menamai puterinya dengan nama Fatimah.
�Aisyah! Kamu apa-apan sih pake ngasih nama Fatimah segala? Aku sudah memberinya
nama yang bagus. Kaya gak ada nama yang lain aja!�
�Maaf Bi, Aisya senag dengan nama itu, aku rasa itu juga nama yang baik. Terkesan
lebih islami dan memilii arti�
�Iya Syah, aku tahu! Emangnya enggak ada nama islami yang lain apa yang
kedengerannya enggak norak kayak gitu? Kan masih banyak Syah.�
�Bi, Fatimah itu nama seorang puteri Rasulullah yang luar biasa keshalihannya, dan
ibunya bernama Siti Aisyah. Sama seperti aku Bi, aku ingin mengikutinya Bi.
Lagipula kewaajiban orang tua terhadap anak itu yang paling pertama adalah
memberikan nama yang baik, dan Fatimah termasuk nama yang baik. Semoga saja anak
kita memiliki akhlak yang baik seperti beliau Siti fatimah. Maaf Bi kalo Abi enggak
suka.�
�Udah lah Syah, kamu tuh susah! Keras kepala! Lama-lama aku makin gak ngerti.
Padahal kamu tuh wanita yang baik, tapi ternyata kamu enggak mau nurut.!�
Aisyah hanya tertunduk dengan air mata yang meleleh. Ia merasa takut dan bersalah
pada suaminya, yang marah sekasar itu.
�Oke Syah, terserah kamu mau panggil anak kita dengan sebutan apa aja sesuka kamu.
Tapi ingat! Cukup kamu aja, jangan sampai orang lain tahu atau mendengarnya.
Apalagi kalo sampe temen-temen aku yang tahu!�
Aisyah hanya bisa menahan airmatanya dalam diam. Hanya itu yang mampu ia
ekspresikan. Dia diam bukan berarti pasrah, diam itu karena mencoba untuk memahami
dan memaknai tentang apa yang di ucapkan oleh suaminya.
Seorang wanita tidak akan mudah menangis kecuali didepan orang yang ia sayangi.
Kasih sayangya dapat dilihat dari kedalaman matanya, betapa sakit yang Aisyah
rasakan ketika harus dibentak-bentak oleh seorang suami. Padahal seorang wanita
seperti Aisyah sangat tulus berkorban untuk suami dan anak-anaknya.
Seharusnya Daniel menghargai seluruh keistimewaan wanita shalihah seperti Aisyah.
Aisyah yang selalu mampu tersenyum ketika melihatnya tertawa bersama buah hatinya.
Aisyah selalu terharu bila melihat anaknya mampu dan bisa. Aisyah menangis bila
melihat kesengsaraannya. Aisyah selalu tersenyum dibalik kesedihannya. Satu
keistimewaan Aisyah, dia selalu gembira bila melihat peristiwa kelahiran. Meski
semua terasa menyakitkan hingga memutuskan beribu-ribu urat nandi, namun Aisyah
selalu bersyukur akan nikmatnya melahirkan seorang anak.Tapi Daniel sama sekali tak
memikirkan hal itu. Semua tentang pengorbanan dan ketulusan Aisyah kepada dia dan
anak-anaknya.
Daniel meninggalkan Aisyah yang tertunduk diam. Sekasar-kasarnya Daniel sebagai
seorang lelaki, ia tetap tak tega jika melihat perempuan menangis, apalagi jika
sampai bermain tangan sungguh sekalipun ia tak pernah melakukannya. Daniel sadar
bahwa wanita bukanlah pelampiasan emosi dan ego seorang lelaki. Itulah mengapa
sebabnya Tuhan menciptakan wanita dari tulang rusuk lelaki. Karena wanita bukan
tercipta dari kaki untuk di alasi atau diremehkan, juga bukan tercipta dari kepala
untuk di junjung, di tinggikan atau dijadikan pemimpin. Tetapi wanita tercipta dari
tulang rusuk lelaki yang sangat dekat dihati untuk di kasishi dan dilindungi.
?
Setelah kehadiran anaknya yang kedua, Monica, memang Daniel terlihat begitu
menyayangi mereka. Kasih Daniel semakin bertambah dari sebelumnya. Hanya saja
kelembutan dan keharmonisan terhadap Aisyah masih belum tumbuh dan belum dirasakan
oleh Aisyah. Daniel selalu saja menyalahkan Aisyah apabila Fredick dan Monica sakit
atau cidera tanpa memikirkan kesehatan Aisyah.
Aisyah selalu bersabar akan hal ini. Dia yakin suatu saat suaminya akan berubah
seiring dengan doanya setiap waktu ketika ia beribadah. Suatu saat suaminya akan
mencintainya juga mencintai Allah sebagai Tuhannya. Aisyah selalu yakin bahwa Allah
senantiasa mendengar harapa-harapan hamba-Nya dan Dia yang maha pemberi akan
memberikan apa yang di mintai oleh makhluk-Nya dengan sifat yang maha Rahman. Hanya
saja belum waktunya Allah mengabulkan doa Aisyah. Dan mungkin Allah mempunyai
rencana lain yang telah diatur-Nya sebaik mungkin.
Hanya rasa sabar dan rasa syukur yang setiap saat menyemangati Aisyah. Meski
terkadang dalam sabar hatinya menangis. Karena Allah senantiasa bersama orang-orang
yang sabar. Dan Allah tidak akan menguji seseorang melebihi batas kemampuannya.
Aisyah yakin Tuhan sedang merajut rencana yang lebih baik untuk ia dan sumainya.
Terkadang terbayang dan terkhayal dalam benaknya . Betapa ingin ia mendapatkan
lelaki yang shalih yang dapat membimbingnya menjadi wanita yang lebih taat. Saling
mengingatkan apabila ada kekhilafan, menegur apabila ia bersalah, dan menjawab
segala sesutu yanng belum ia ketahui yang ia tanyakan kepada suaminya. Suami yang
selalu mengerti setiap keinginannya. Dan mampu memahami isi hatinya ketika ia diam
dan mengucurkan airmata. Suami yang dapat dijadikan sandaran untuk merebahkan
segala kepenatan ketika ia merasa lelah setiap saat tenaganya habis dikuras untuk
mengerjakan pekerjaan rumah dan mengurus anak-anak. Suami yang selalu
membangunkannya secara lembut ketika sepertiga malam telah tiba mengajak untuk
mendekatkan diri pada Allah. Suami yang selalu melantunkan kalam Ilahi hingga
membuat hatinya tenteram seperti kemarau yang dibasahi air hujan.
Namun sesaat Aisyah sadar, bahwa tulang rusuk tidak akan pernah tertukar dengan
pemiliknya. Daniel memang jodohku yang telah di gariskan Allah untukku. Allah telah
mengaturnya dengan cerdas. Allah sengaja mengatur pasangan dengan beberapa
perbedaan, perselisihan dan segala kekurangan agar aku bisa tetap istiqamah di
jalan-Nya dan Allah mengujiku bagaimana aku mampu mempertahankan keimananku tanpa
sirna sedikitpun atau terlebur oleh sang suami yang tidak mengerti tenang agama.
Aku yakin Allah mengatur semua ini agar aku mampu berbagi ilmu kepada suamiku,
berbagi nasihat tentang apa-apa yang belum diketahuinya.
Jika seorang wanita shalihah mendapatkan lelaki yang shalih pula, lalu bagaimana
dengan mereka yang tidak shalih ketika mereka ingin memperbaiki agamnya? Itulah
sebabnya Allah menjodohkan Daniel dengan Aisyah agar ia mampu memperbaiki dirinya
dan belajar tentang bagaimana cara bertakwa pada Aisyah.
?

Keluarga Akan Hampa Tanpa Ilmu

Hingga Aisyah memiliki dua orang anak, namun ia tetap rajin menuntut ilmu. Kegiatan
halaqahnya tak pernah ia tinggalkan. Ia semkain bersemangat menuntut ilmu, karena
kini telah hadir dua buah hati yang akan siap menerima curahan illmunya. Aisyah
ingin putera puterinya menjadi anak yang shalih dan shalihah. Ia akan membekali
mereka ilmu sejak dini. Agar tertanam kecintaan mereka kepada Allah. Aisyah
menerapkan sebuah hadist �Didiklah anak-anakmu dengan tiga perkara yaitu cinta
Kepada Nabinya, cinta kepada ahlul bait, dan cinta kepada Al-Qur�an�. Aisyah ingin
mendidik anak-anaknya seperti apa yang di perintahkan Rasulullah.
Kegiatan halaqah membuat Daniel merasa janggal. Karena sekarang Aisyah pergi pada
hari Senin. Hari dimana Daniel tengah sibuk mengerjakan pekerjaannya yang menumpuk.
Daniel harus memaksakan pulang pada jam istirahat hanya untuk mengantar Aisyah.
Daniel merasa sangat bosan.
Daniel bosan ketika ia harus membaca SMS dari Aisyah tidak lain hanya memintanya
untuk pulang mengantar ke majlis ta�lim. Jarang sekali Daniel membalas pesan dari
Aisyah.
?
Handphone Daniel yang di letakkan di atas meja kerjanya bergetar. Pertanda satu
pesan singkat telah masuk. Daniel sudah dapat menebak, pasti itu SMS dari Aisyah
yang memintanya untuk segera pulanga memngantarnya.
�Ass.. Afwan Bi, Abi bisa kan pulang dulu antrin Umi?�membalas dengan hanya satu
huruf �Y�. Sebenarnya ia enggan ekali mengantarka Aisyah. Hanya saja ia memikirkan
kedua anaknya. Sebenarnya Aisyah bisa saja berangkat sendiri tanpa diantar jika
memang Daniel mengizinkan nya. Tetapi Daniel tidak mau jika menelantarkan anak-
anaknya dirumah. Bukan hanya itu yang ia pikirkan, Daniel juga tak ingin kedua anak
nya menjadi bodoh tentang agama seperti diriniya. Biarkan saja Aisyah yang mendidik
anak-anaknya dengan ilu yang terus ia tuntut selama ini. Hal itulah yang dapat
merubah pikiran Daniel ketika ia merasa enggan untuk mengantarkan Aisyah.
Daniel kemudian bergegas keluar kantor menuju tempat dimana mobilnya di parkirkan.
Langsuung ia memnyetirnya. Letak kantor dan rumahnya memang tidak begitu jauh.
Hanya membutuhkaknk waktu kurang lebih 15 menit untuk sampai. Itulah sebabnya
Aisyah berani meminta Daniel untuk pulang.
Sesampainya di gerbang rumah, ia langsung membunyikan kelakson. Tampaklah Aisyah
dengan busana gamis muslim dibalut kerudung panjang, wajahnya tertutup cadar
berwarna cokelat sangat serasi dengan warna pakaiannya. Aisyah menenteng tas,
menngendong Monica dan menuntun Fredick. Fredick langsung memanggil Papanya ketika
sampai di depan mobil.
�Papa...� Sahut Fredick dengan lucu.
�Iya sayang... Ayo masuk.� Jawab Daniel tersenyum.
Aisyah langsung membukakan pintu mobil. Fredick masuk kedalam. Daniel merangkul
Fredick dan menciuminya. Aisyah pun masuk dengan Monica. Dengan nakal Monica
merayap menuju Papanya.
�Awas sayang, hati hati entar jatoh lho..� Ucap Daniel pada anak-anaknya begitu
perhatian.
Aisyah tersenyum bangga mendengar perkataan Daniel. Semakin senang perasaan Aisyah
ketika melihat sang suami langsung menciumi anak-anaknya, memanjaan mereka. Meski
sebenarnya dalam hati kecil Aisyah tersimpan rasa cemburu, karena ia juga ingin
diperlakukan sama seperti anak-anaknya oleh Daniel.
Mobil di hidupkan. Aisyah mengajak semuanya untuk berdoa. Kemudian mobil melaju
ketempat yang dituju.
Sesampainya di tampat halaqah, Aisyah turun dari mobil, lalu menciumi kedua tangan
suaminya dengan mengucapkan salam.
�Hati-hati ya Bi, makasih udah mau nganterin. Assalamu�alaikum.�
�Iya, jagain anak-anak Syah. Wa alaikum salam.�
Selalu hanya kalimat itu yang di ucapkan oleh Daniel kepada Aisyah ketika hendak
pulang setelah mengantar Aisyah. Padahal Aisyah brharap lebih dari itu. Ia ingin
suaminya berpesan lembut untuknya, tidak sekedar untuk anak-anak saja. �Ya Syah,
kamu juga jaga dirimu bai-baik.� Pesan singkat itu yang sebennarnya ia harapkan
dari suaminya. Namun entah mengapa begitu sulit untuk mendapatkan hal itu.
Daniel sama sekali tak pernah turun dari mobil untuk mengantar Aisyah dan anak-
anaknya hingga ke majlis atau halamannya. Tidak seperti teman-teman yang lain.
Suami mereka terliha hangat dan begitu mesra mengantarkan isterinya. Suami mereka
ikut turun dari mobil, mencium kening isteri dan anak-anak mereka. Kemudian
mengakhiri dengan salam yang begitu lembut, tidak seperti Daniel jika bukan Aisyah
yang memberi salam maka ia lupa mengucapkan salam. Namun Aisyah tidak pernah
mengungkit dan membahas hal itu, ia tidak mau membanding-bandingkan suaminya dengan
yang lain. Karena bagaimanapun suaminya dalah lelaki terbaik dalam hidup Aisyah.
?

Tetesan Air mata Aisyah

Daniel pulang kerja tidak seperti biasa. Ia pulang selepas waktu Isya. Aisyah
segera menghampiri Daniel ketika pulang. Sebelumnya Aisyah sempat khawatir Daniel
belum juga pulang. Hatinya merasa sangat lega ketika Daniel pulang langsung
memanggil namanya.
�Abi, kok pulangnya malem banget ?� Tanya Aisyah pada suaminya yang duduk di sofa
ruang tamu dan melepas sepatu.
�Aku lembur Syah, tadi kamu pulang jam berapa?�
Hati Aisyah tersenyum mendengar pertanyaan Daniel. Ternyata Daniel masih peduli
padanya. Dengan mengambil tas, lalu menyuguhkan teh hangat, Aisyah menjawab.
�Biasa Bi, jam tiga sore, nih diminum dulu Bi tehnya.�
Aisyah menyodorkan secangkir teh yang telah dibawanya. Kemudian ia duduk di
bersebelahan menunggu Daniel bicara atau menunggu Daniel memerintahkan sesuatu .
Itulah yang selalu diharapkan Aisyah ketika suaminya pulang. Bagai seorang hamba
sahaya yang tengah tunduk menunggu intruksi dari baginda raja. Karena isteri yang
shalihah akan memperlakukan seorang suami seperti rajanya sendiri.
Tiba-tiba Daniel bangkit dari duduk. Sepertinya ada yang aneh. Wajahnya terlihat
sangat masam. Aisyah dapat menebak kalo suminya tengah kecapean karena sibuk dengan
pekerjaan kantor. Tanpa diduga Daniel yang semula menyapa Aisyah begitu lembut,
tiba-tiba saja Daniel marah pada Aisyah dengan nada tinggi.
�Syah! Mulai minggu besok aku tidak mau mengantarmu lagi! Aku enggak mau tahu! Itu
terserah kamu, aku tidak melarang kamu Syah pergi ngaji. Yang pasti aku gak mau
pekerjaanku terganggu hanya dengan mengantarmu ke tempat itu! Kamu aku izinkan
pergi kesana asalkan kamu tidak minta diantar.�
Hati Aisyah bergetar tak karuan mendengar cacian suminya yang begitu marah besar.
Sungguh Aisyah merasa sangat takut. Ia langsung tertunduk. Aisyah memang mudah
sekali mengeluarkan airmata.
�Maksud Abi?� Matanya berkaca-kaca.
�Syah, aku tuh enggak ngerti sama sikap kamu. Aku fikir kamu itu perempuan yang
baik. Ternyata kamku itu enggak mau nurut sama suami! Aku malu Syah, setiap hari
senin harus pulang dulu nganterin kamu. Tahu gak Syah?! Dikantor cuma ada aku doang
yang setiap hari senin harus bolak-balik keluar kantor jam istirahat! Lagian Syah,
apa kamu enggak malu setiap hari Senin kamu pergi ke tempat itu. Sedangkan orang-
orang di komplek ini tidak ada yang mau ikut dengan kamu men gikuti pengajian itu.
Nanti disangkanya kamu malah ikut aliran sesat lah, apalah. Meskipun niat kamu itu
baik tapi sagkaan orang itu beda Syah! Dan aku yang lebih malu lagi sebagai suamimu
Syah!�
Aisyah tertunduk takut dengan tetesan airmata. Daniel merasa iba melihat Aisyah
yang mengucurkan air mata. Daniel tahu kalau sebenarnya Aisyah ingin mengatakan
sesuatu dan menjelaskan semuanya.Namun dia merasa takut akan sumainya. Daniel
sengaja diam menunggu Aisyah bicara. Akhirnya Aisyah pun dengan nada tersengal-
sengal menjelaskan semua.
�Bi, maaf kalo Aisyah sudah durhaka sama Abi. Aisyah tak pernah nurut sama Abi.
Aisyah rela dihukum. Jika Abi mau memukul, silahkan pukul Aisyah sepuasanya. Aisyah
memang bersalah. Silahkan Bi, Aisyah ridha karena Allah.
Tapi perlu Abi tahu, Aisyah selalu rajin pergi ngaji karena Aisyah sadar bahwa kita
punya anak. Anak kita perlu dibekali ilmu agama selagi masih kecil. Dan Aku ingin
mengajari mereka. Sebaik-baiknya pengajar adalah ibunya sendiri. Mereka akan lebih
nyaman belajar denganku Bi, maaf Bi dulu Aisyah berharap Aisyah ingin belajar
tentang agama dan mendidik anak-anak bersama suami, suamilah yang akan membimbing
Aisyah dan ank-anak. Tapi Aisyah sadar kalo Abi terlalu sibuk dengan urusan Abi,
jadi Aisyahlah yang harus menggantikannya, mencari ilmu untuk membekali anak-anak
kita agar mereka menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah, agar suatu saat nanti
mereka dapat menerangi alam kubur kita Bi, Maafkan aku Bi kalo ini kurang pantas.�
Mendengar ucapan Aisyah, Daniel merasa sangat malu. Kata-kata Aisyah memang benar.
Tidak ada yang salah. Hanya saja Daniel masih merasa sangat keberatan jika harus
rutin mengantarkannya.
�Tapi kan Syah kamu tidak harus diantar. Kamu bisa kan naik taxi sendiri, kamu juga
bisa kan jagain Fredick dan Monica?�
�Bi, sebenarnya dari dulu aku bisa saja berangkat tanpa diantar, tapi Aisyah merasa
cemburu ketika melihat teman-teman yang lain selalu diantar oleh suaminya. Aisyah
hanya ingin menjaga kehormatan suami, Aisyah tidak mau pergi tanpa diantar oleh
suami, Aisyah ingin membuktikan kalo Aisyah punya kamu Bi, suami yang baik, suami
yang setia, suami yang selalu mengantarkan kemanapun Aisyah pergi.�
Daniel bingung harus menjawab apa. Semua perkataan Aisyah memang benar. Aisyah
masih tertunduk dengan mengusap airmatanya yang meleleh.
�Sudahlah Syah, terserah kamu. Aku izinkan kamu pergi. Tapi ingat! Sekali lagi aku
tak mau mengantarmu! Kau pergi saja sendiri!�
Aisyah diam dengan tangisnya. Melihat keadaan Aisyah yang seperti itu, Daniel
memilih untuk tidak melanjutkan pertengkaran. Ia pergi ke kamar meninggalkan Aisyah
yang masih tertunduk takut.
Orang yang kuat bukanlah orang yang mampu menundukan lawan ketika berperang atau
bertengkar, tapi orang yang kuat ialah orang yang mmampu mengendalikan dirinya
sendiri pada saat ia marah.
Aisyah kembali duduk dan merenungi semuanya. Ia teringat kata-kata suaminya.
�Lagian Syah, apa kamu enggak malu setiap hari Senin kamu pergi ketempat itu.
Sedangkan orang-orang di komplek ini tidak ada yang mau ikut dengan kamu mengikuti
pengajian itu.�
Sebenarnya Aisyah ingin sekali pergi mengaji bersama isteri-isteri yang ada disini.
Tetapi memang di komplek ini tidak ada yang beragama Islam selain keluarganya.
Hanya ada beberapa orang saja yang beragama Islam tetapi letak rumah mereka sangat
jauh, tidak satu blok dengannya. Selebihnya mereka beragama Kristen. Karena komplek
ini termasuk kalangan elite jadi banyak sekali dihuni oleh orang-orang Chines dan
Kristen.
Aisyah kembali merenung, memotivasi dirinya sendiri. Terkadang hati kecilnya
kecewa, mengapa Allah mempertemukan ia dengan seorang imam yang sangat jauh berbeda
dengan apa yang ia inginkan yang ia sampaikan disetiap ibadahnya. Mengapa Allah
begitu tega, padahal dirinya selalu berusaha tiada henti untuk meminta agar ia
mendapatkan suami seperti yang ia inginkan. Hatinya terus bergumam kecewa. Namun
Aisyah sadar dan beristighfar bahwa fikiran itu tidaklah baik. Semua telah diatur
oleh Allah yang maha pengatur. Dan Allah memiliki rencana yang jauh lebih baik
dibalik semua ini.
�Ketika aku mohon kepada Allah kekuatan, Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi
wanita yang kuat. Ketika aku memohon kepada Allah kebijaksanaan, Allah memberiku
masalah untuk dipecahkan. Ketikan aku memohon kepada Allah kesejahteraan Allah
memberiku akal untuk berfikir, dan ketika aku memohon kepada Allah keberanian, maka
Allah akan memberiku bahaya dan masalah untuk ku hadapi dan ku atasi. Aku yakin
Allah tidak akan mengujiku melebihi batas kemampuanku.� Aisyah berucap sendiri
dalam batinnya memotivasi dirinya sendiri agar tetap sabar dan tegar menghadapi
semua ini.
Aisyah meninggalkan ruang tamu, lalu mengambil wudhu. Baginya air Wudhu adalah
satu-satunya air penyejuk yang dapat menenangkan segala kegundahannya. Ia basuh
secara perlahan wajahnya. Terasa sejuk dan dingin air itu. Hatinya tak henti
mengucap asma Allah. Wajahnya kembali bersinar, penuh cahaya dari bias air wudhu.
Hatinya kembali tenang dan tentram menikmati manisnya air penghilang hadas dan
penyuci jiwa.
Setelah berwudhu ia berdoa dalam hati. �Rabbanaa afrigh �alaina shabran wasabbit
aqdamanaa wansurna �alal qoumil kaafiriin� Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran
kepada kepada kami, kukuhkanlah langkah kami dan tolonglah kami dalam menghadapi
orang-orang kafir. Aamiin.
?
Keesokan harinya seperti biasa Aisyah menjalani hari-hari dengan penuh istiqamah.
Ia lupakan kejadian semalam ketika Daniel marah. Bagaimanapun dia sebagai seorang
isteri harus senantiasa taat dan mau mengurus anak dan suami.
Pagi-pagi sekali Aisyah sudah mempersiapkan semuanya. Segala kebutuhan suami, mulai
dari pakaian, perlengkapan kantor, sarapan hingga mengantarkannya kedepan pintu
rumah dengan doa dan senyuman.
Aisyah ingin dengan sikapnya itu, kelak akan menjadi pembuka pintu-pintu surga
untuknya. Bukankah saat wanita telah menjadi seorang isteri, maka ridha Allah
terletak pada keridaan suaminya? Begitu juga surga Allah terletak pada ketaatannya
terhadap suami. Semua itu bisa didapatkan oleh seorang isteri yang taat pada
seorang suami melalui ibadah-ibadahnya kepada suami dengan menjalankan kewajibannya
sebagai isteri. Aisyah selalu ikhlas menjalani semua itu. Meskipun Daniel tak
memperlakukannya seperti apa yang ia lakukan kepada Daniel.
?
Sebuah Buku yang Memotivasi

Setelah selesai mempersiapkan dan melayani suami, Aisyah dengan penuh rasa sabar
dan ikhlas merawat putera-puterinya. Mulai dari memandikan, menyuapi makanan dan
menyusui. Bagi Aisyah tangis dan rengekan buah hati adalah hiburan terindah
untuknya yang tidak semua orang dapat merasakan.
Aisyah sering mengajak Adam dan Fatimah bermain didalam perpustakaan kecilnya.
Perpustakaan itu terdesain seperti tempat bermain anak-anak. Sengaja Aisyah simpan
mainan Adam dan Fatimah di tempat itu. Agar Aisyah bisa lebih nyaman ketika membaca
buku, sedangkan anaknya asyik bermain. Tanpa harus khawatir mereka akan berkeliaran
di luar. Terkadang Aisyah membacakan cerita anak-anak untuk putera-puterinya. Jika
Adam mengobrak-abrik buku-buku yang bergambar menarik, maka Adam akan meminta
Aisyah untuk membacakannya. Aisyah merasa bahagia dengan sikap Adam yang sudah
kelihatan hobinya dari sekarang, yaitu hobi membaca seperti dirinya.
Salah satu buku terfavoritnya yaitu sebuah buku tebal yang berjudul �La Tahzan�,
sampulnya bergambarkan wanita muslimah yang sedang menagis, dan di dalam sampulnya
terdapat sebuah bacaan:
Bila kamu sedang dirundung duka ingatlah pesan Allah
�La Tahzan� Janganlah kamu sedih. ( Dia ada )
Bila kamu kembali ceria, ingatlah kata-kata ini
�La Taghtar� Jangan terbuai ( Dia mungkin masih menduga )
Kata-kata dalam sampul buku itulah yang senantiasa membantunya untuk tetap
kuat. Buku itu sudah beberapa kali ia tamatkan. Namun tetap saja Aisyah tidak
pernah bosan, di dalam buku itu terdapat kalimat-kalimat motivasi yang dapat
membangkitkan semanngat hidup juga dapat mendorongnya untuk senantiasa istiqamah
menjalankan perintah Allah serta menjauhi segala larangan-Nya. Aisyah benar-benar
menyukai buku itu.
Buku itu ia dapatkan ketika ia masih gadis. Waktu itu ia pulang dari Pondok
Pesantren Al-Falah di Lamongan Jawa Timur, Pimpinan K.H Rasyid Sadid. Saat itu
Aisyah masih kuliah di sebuah Universitas Islam Lamongan Jawa Timur ia mengambil
jurusan Tafsir Hadist. Agar menghemat biaya hidup, jika ia harus tinggal di kost-an
maka ia putuskan untuk menetap di sebuah pondok pesantren. Bukan hanya itu
tujuannya tinggal di pondok, Aisyah juga ingin belajar agama dan mampu
memperjuangkan agamanya.
Anugerah terindah bagi Aisyah waktu itu adalah tinggal di Pondok Pesangtren. Sejak
ia duduk di bangku SLTP ia sudah menetap di pondok pesantren. Hidup di lingkungan
ponndok adalah kehidupan yang membuatnya selalu rindu. Mulai dari berwudhu
bersama, shalat berjamaah, berlarian menuju mesjid selepas Isya ketika ada
pengajian bersama Kiyai Rasyid Sadid, pengajian itu adalah saat �saat yang paling
di tunggu santri dan santriat, gaya ceramah sang kyai yang benar-benar mengobarkan
semangat muda untuk berjihad, hingga petuah-petuahnya yang sangat menyenntuh kalbu.
Gemuruh shalawat disetiap penjuru pondok di saat senja, membuatnya semakin rindu,
juga lantunan ayat Al-Qur�an yang selalu terdengar merdu menjelang shalat lima
waktu, semua itu sangat indah bagi Aisyah. Banyak kenangan terindah yang ia
dapatkan disana, termasuk ketika ia mendapatkan sebuah buku kesayangannya yang
berjudul La Tahzan.
Aisyah sangat cerdas dalam menuntut ilmu, ia banyak menghafal Hadist dan Al-
Qur�an. Itulah sebabnya Aisyah sangat disegani oleh penghuni pondok, baik orang-
orang yang lebih muda dariinya, hingga guru-guru, ustadz dan ustadzahnya pun sangat
menyukainya. Aisyah yang sangat patuh juga berakhlak baik.

Sepulang shalat Tarawih di mesjid Al Falah, sebuah mesjid agung yang berada
di sekitar pondok itu, tiba-tiba ada seorang santriyat yang berumur 17 tahun, dia
masih SMA memberinya sebuah paket kecil padanya. Tepatnya di depan serambi mesjid.
Adalah sebuah kebiasaan Aisyah ketika selesai tarawih ia tidak langsung pulang ke
pondok, ia asyik membaca AlQur�an dengan nada lirihnya, atau membaca buku-buku dan
novel-novel islami yang selalu ia selipkan didalam tas mukenanya. Bagi Aisya mesjid
itu adalah tempat Favoritnya.
Suasana nya sejuk, dengan cahaya lampu neon yang bersinar terang, membuatnya nyaman
untuk membaca. Juga yang paling ia suka adalah sura seorang mua�adzin yang selalu
membacakan kalam Ilahi selepas tarawih hingga malam. Membuatnya semakin tenteram
dan selalu ingin berada di mesjid itu.
Ketika Aisyah merapikan kerudung dan mukenanya tiba-tiba ada seorang gadis
menghampirinya.
�Assalamu�alaikum mbak..�
�Wa �alaikum salam.� Aisyah membalas dan tersenyum.
�Afwan Mbak, ini ada titipan dari Akhi Majid, dia juga titip salam buat Mbak
Aisyah.� Gadis itu menyodorkan sebuah paket berbentuk kotak seperti buku.
�Majid? Majid yang mana dek?� Aisyah merasa heran
�Ustadz muda itu lho Mbak, yang sering jadi imam di mesjid ini. Masa gak kenal sih
Mbak?�
�Oh, yang tadi pake baju koko warna biru, peci putih?�
�Na�am Mbak.�
�Kalo enggak salah tadi dia pake sarung item corak ijo? Iya kan?�
�Iya Mbak, bener banget, gak nyangka ya ternyata Mbak sering merhatiin dia..
Hehe..�
�Ah, kamu ada-ada aja dek, gimana gak merhatiin, orang tadi dia ngliatin aku
terus.�
�Wah, setuju deh Mbak, cocok banget.�
�Kamu ngomong apa sih dek.. Oya, apaan ini dek?�
�Pokoknya terima aja deh Mbak, ini pemberian dari Ustadz Majid. Gak tau isinya apa?
Tapi kayaknya sih Al Quur�an kalo gak salah. Nama nya juga Ustadz.�
�Emang bener ya kalo dia ustadz?�
�Hmmm ya gitu lah, dia kan orangnya pinter banget, shaleh lagi, udah gitu sering
ngajar di daerah sini. Andalan Kiyai Rasyid, jadi kami biasa manggilnya Ustadz
Muda.�
�Oh gitu ya.., syukran ya dek..�
�Iya Mbak sama-sama.�
Gadis remaja itu langsung berlalu stelah memberikan titipan dari ustaz muda
tersebut. Aisyah dengan rasa penasaran membuka paket tersebut.
Terkejut bercampur gembira Aisyah melihatnya. Sebuah buku islami yang berjudul Laa
Tahzan. Ternyata didalam buku itu terselip sebuah surat. Surat itu berisi:
Assalamu�alaikum duhai Insan Allah..
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Ku titip salam rindu ini bersama tasbih yang mengalun merdu..


Sekiranya ukhti mau menerima pemberian dari ana sebuah lembaran
yang isinya penuh dengan ceceran pena yang menggores kalimat-kalimat penuh makna.
Buku ini memang tak seberapa harganya, tapi maknanya sungguh tak ternilai berapa
banyaknya. Semoga bermanfaat.
Duhai Ukhti Muslimah.. Semoga Engkau senantiasa dalam lindungan Nya
Semoga ukhti selalu utuh menjaga ketakwaan, dan keimanan ukhti seperti yang selalu
ana lihat di diri ukhti...
Wahai Ukhti Muslimah, Ana mohon jangan simpan prasangka buruk kepada ana tentang
pemberian ini.
Ana hanyalah seorang hamba yang mengagumi kepribadian ukhti..
Dan ana selalu berdoa agar Sang Pemilik Nyawa mau mempersatukan kita..
Salam Ta�aruf dari Hamba Dho�if

Abdul Majid
Aiyah tersenyum mengingat hal itu. Ketika ia mendapatkan buku kesayangannya.
Surat itu masih tersimpan terselip dalam halaman buku yang ia berikan. Sesekali
Aisyah selalu membacanya. Surat itu sangat indah dan menyejukan hati ketika
dibaca. Aisyah selalu merasakan rindu yang amat berharga dan bermakna ketika
me,baca kata-katanya.
Entahlah kemanakah sekarang yang bernama Abdul Majid itu? Yang dulu sempat ia
harapkan untuk menjadi seorang imam dalam hidupnya. Ternyata dia menghilang begitu
saja. Hanya menyisakan sebuah teka-teki dan misteri dalam hidupnya. Ia yakin pasti
Majid sudah menikah, beruntuung sekali wanita yang di pinangnnya.
Aisyah tersentak dari lamunannya. Adam memanggilnya meminta untuk membacakan
sebuah komik isalmi yang berjudul �Kholid Bin Walid�
�Umi.. baca...� Adam merengek.
�Iya nak.. sini Umi bacain.�
Adam dengan khidmat mendengarkan ibunya becerita, hal ini adalah yang paling
disukai Adam. Jika Aisyah membacakan cerita maka dengan sendirinya ia mengatur
posisi sambil bertopang dagu seperti orang dewasa. Jika Aisyah berhenti membaca,
untuk menengok Fatimah, Adam akan marah merasa ceritanya terganngu. Aisyah selalu
tersenyum melihat tingkah Adam.
�Khalid Bin Walid adalah musuh Rasulullah, ia sangat membenci pasukan
muslimin. Khalid Bin Walid adalah orang yang saaaangat kuat. Ia selau di tunjuk
untuk memimpin pasukan perang. Suatu hari pasukan kafir Quraisy yang di pimpin oleh
Khalid Bin Walid kalah dalam pertempuran oleh kaum muslimin, padahal pasukan kaum
muslimin jumlahnya lebih sedikit dari pada kaum kafir Quraisy. Tetapi kaum muslimin
selalu menang dalam pertempuran, akhirnya Khalid Bin Walid kagum pada kaum
muslimin, terlebih beliau sangat mengagumi Rasulullah yang selalu berkata jujur.�
Begitu semangat dan fasih Aisyah membacakan cerita, hingga membuat Adam semakin
serius.
�Akhirnya Allah memberikan hidayah padanya. Khalid Bin Walid pun bersaksi
bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah. Dan Muhammad itu adalah
Rasul. Dia masuk Islam deh... Ikh.. Adam sampe gak ngedip gitu..� Sindir Aisyah.
�Umiii.. Terusiin....� Rengek Adam.
�Setelah masuk Islam... Khalid Bin Walid dijadikan pemimpin perang, karena
ia sa...Ngat kuat. Adam mau kuat seperti Khalid?� Tanya Aisyah. Adam mengangguk.
�Kalo Adam pengen kuat, Adam harus rajin shalat ya nak..�
Adam mengangguk, ia tak menjawab dengan kata-kata saking seriusnya.
�Saking kuatnya, Rasul memberinya gelar si Pedang Allah.. Khalid Bin Walid
ingin sekali mati di medan perang, agar beliau mati syahid dalam keadaan berjihad.
Namun Sayyidina Ummar melarang Khalid untuk ikut berperang lagi..�
�Umar itu siapa?� Cetus Adam.
�Umar itu sahabat Nabi juga.�
�Katanya sahabat Nabi itu Khalid?�
�Kan sahabat Nabi itu banyak nak, gak cuma Khalid aja, ada Sayyidina Umar,
Ustman, Ziyyad Bin Tabit, terus satu lagi yang paling kuat yaitu Ali.. Dan masih
banyak lagi..�
�Khalid Bin Walid mati enggak?� Tanya Adam polos.
�Dengerin Umi selesai cerita dulu ya sayang... Waktu itu... Karena Khalid
sangat kuat, beliau sangat dikagumi umat muslimin. Sangat dipuja-puja oleh kaum
Muslimin. Sayyidina Umar mulai khawatir, takut kalo Khalid dianggap Tuhan karena
kehebatan dan kekuatannya.. Padahal kan yang kuat dan hebat hanya satu... Hayo
siapa..? Kamu tahu enggak siapa yang paling kuat?�
�Khalid mi?�
�Bukan sayang, yang paling kuat dan hebat itu hanyalah Allah.. Dan kekuatan
Khalid adalah salah satu anugerah yang Allah berikan kepada beliau.. Adam ngerti?�
Adam mengangguk paham. Aisyah tersenyum lalu melanjutkan ceritanya.
� Karena Sayyidina Umar melarangnya untuk ikut berperang, akhirnya ia tidak
ikut, ia tinggal dirumah saja. Tidak lama beliau jatuh sakit, dan meninggal di
tempat tidurnya, bukan di medan perang. Padahal Khalid Bin Walid sangat ingin
meninggal dalam perang membela agama. Tapi Allah berkehendak lain.�
�Dia masuk syurga gak Mi?�
�Insya Allah beliau dijamin masuk surga. Orang yang berjuang membela agama
Allah dan mencintai Rasulullah akan masuk surga. Adam mau enggak nanti masuk surga
bareng Umi?� Adam mengangguk.
�Berarti Adam harus jadi anak yang shalih. Harus rajin ngaji dan shalat, harus
nurut juga sama Umi dan Abi.. Ya sayang..�

Aisyah begitu perhatian mendididk anaknya. Semua ilmu dan segala sesuatu
yang ia ketahui selalu ia ceritakan kepada Adam. Meskipun umurnya masih empat
tahun, tetapi Adam sudah bisa dijadikan temannya sendiri. Adam dan Fatimah selalu
menjadi penghibur kesehariannya.
Aisyah semakin tulus dan semangat medidik dan mengurus anaknya ketika ia
mengigat sebuah hadist Nabi � Apabila semalaman seorang ibu tidak tidur , dan
memelihara anaknya yang sakit, maka Allah Swt memberikan pahala seperti
memerdekakan 70 �abid dengan ikhlas untuk membela agama Allah�.
Subhanallah.. betapa besar pahala seorang ibu yang tinggal bahagia bersama
anak-anaknya. Betapa mudah bagi seorang ibu untuk berlomba-lomba mendapatkan pahala
dari Allah, hanya dengan ikhlas mengurusi buah hatinya.
?

Aisyah Seorang Umi yang Cerdas

Waktu dzuhur telah tiba Aisyah segera bergegas ke kamar mandi membersihkan badan
yang terkena najis, ompol Fatimah. Setelah bersih kemudian ia berwudhu. Fatimah
tertidur pulas di ranjang. Sedangkan Adam terus membuntutinya. Sebenarnya Adam
ingin sekali mengikuti Uminya berwudhu, tapi Aisyah melarang, karena takut
pakaiannya basah. Setelah berwudhu Aisyah memakai mukena dan menggelar sajadah
kecil untuk Adam yang mengikutinya shalat. Aisyah tersenyum bangga melihat
seaorang calon mujahid yang begitu rajin.
�Nak, suatu saat kalo kamu udah gede, giliran Umi yang ada di belakang, Adam
yang menjadi imam. Kamu akan menjadi anak yang shalih... Bilang aamiin dong
sayang...�
�Aamiin� Ucap Adam dengan lugu sambil memakai kopiahnya.
Selesai shalat, Aisyah mengangkat kedua tangan dan berdoa. �Allahummaj �al
auladii min ahlil �ilmi wa ahlil khoiri walaa taj �al auladii min ahlidh dhoiri
innaka �ala kulli syaiin qadiir� Ya Allah.. jadikanlah anak-anakku ahli ilmu dan
ahli kebaikan, dan jangan Engkau jadikan anak-anakku ahli sesat. Sesungguhnya
Engkau maha kuasa atas segala perkara. Aamiin.
Doa itu selalu ia selipkan dalam setiap ibadahnya. Doa untuk anak-anaknya,
agar kelak mereka menjadi penolong dalam kubur.
?
Daniel pulang seperti hari kemarin, dia pulang selepas Isya. Dilihatanya
Aisyah sedang berada diruang perpustakaan sedang membacakan dongeng pada anak-
anaknya. Diam-diam Daniel mengintip, dan mendengarkan Aisyah bercerita. Daniel
melihat Adam tengkurap dan menopang gadu. Memmbuat Daniel gemas melihatnya.
�Al-Qamah ketika syakaratul maut begitu mengenaskan. Padahal ia adalah hamba
Allah yang sangat bertakwa, tapi dia matinya saaakiiit sekali. Tersenngal-sengal
seperti tertusuk pedang.� Aisyah sangat pintar membaca cerita. Nadanya sangat bagus
untuk anak-anak, sangat pantas jika ia jadi pendongeng.
Jujur sebenarnya Daniel terharu melihat Aisyah yang begitu pintar menndidik
putera-puterinya. Hanya saja Daniel tidak mau mengungkapkan hal itu. Daniel terus
memperhatikan Aisyah yang membacakan cerita dengan mengelus-ngelus Fatimah yang
sudah tertidur di pangkuannya.
�Matinya sakit ya Mi? Memangnya dia di gigit apa?� Tanya Adam dengan polos,
membuat Daniel tertawa kecil mendengarnya.
�Sakitnya itu bukan digigit apa-apa, tapi itu adalah siksa dari Allah. Adam
pengen tahu enggak kenapa Al-Qamah matinya sakit dan susah?� Lagi-lagi Adam hanya
mengangguk. Pertanda dia ingin Aisyah melanjutkan cerita.
�Karena Al-Qamah sangat durhaka pada ibunya.Dia pelit sama ibunya, dan orang
durhaka itu akan disiksa, makanya Adam harus sayang sama Umi dan Abi, biar gak di
siksa.� Adam berkedip.
�Kalo orang yang yang disiksa itu tempatnya dimana sayang?�
�Neraka.� Jawab Adam. Daniel tersenyum bangga mendengar jawaban Adam.
Ternyata Aisyah telah membuat Adam banyak mengerti tentang agama. Tidak seperti
dirinya.
Tiba-tiba Adam menoleh ke arah Daniel. Adam berteriak memanggilnya.Aisyah pun
menoleh. Ternyata Daniel sudah pulang. Adm langsung menghampiri dan memeluk
Papanya. Aisyah segera bangun, namun kesulitan karena Fatimah tengah tertidur pulas
di pangkuannya.
�Syah, kau bawa saja dulu Monica ke kamar, jangan ditidurin disitu kasihan.�
Suruh Daniel begitu perhatian pada puterinya. Aisyah langsung menggendong Fatimah
dan membawanya ke kamar. Setelah itu, Aisyah menghampiri Daniel sambil membawakan
minuman.
�Bi, nih minumnya. Abi sudah makan belum?�
�Aku sudah makan Syah.�
Sedikit kecewa Aisyah mendengar jawaban itu. Ternyata Daniel sudah makan.
Padahal dari tadi siang dia belum makan, ia menunggu suaminya pulang, Aisyah ingin
makan brsama dengan suaminya. Namun Aisyah yang bersifat pengertian, ia tak
mempermasalahkan hal itu, ia tahu kalau suaminya lembur, jadi wajar jika ia makan
lebih dulu. Kasihan jika harus makan menahan lapar hingga sampai rumah.
Dengan rasa sedih Aisyah terpaksa makan sendirian. Sudah terbiasa baginya
mennghadapi hal semacam ini. Padahal ia sangat ingin merasakan kehangatan makan
bersama suami tercinta. Namun hal itu jarang sekali ia dapatkan.

Waktu meninjukan pukul 02:11, Seperti biasa Aisyah beranjak dari tidur.
Baginya sepertiga malam adalah segalanya. Waktu ini adalah waktu yan paling ia
sukai. Aisyah selalu bermunajat kepada Allah dengan sujud dan shalat sunnah serta
dzikir-dzikirnya. Dalam sepertiga malam terakhir inilah Aisyah bebas bercerita
kepada Rabbnya tentang segala masalah, keinginan, dan harapan-harapannya tanpa
takut tidak didengar. Ia yakin waktu ini adalah waktu yang paling mustajab untuk
berdoa.
�Allah turun kelangit dunia-Nya setiap malam pada sepertiga malam. Allah
berfirman�Barang siapa yanag berdoa kepada-Ku niscaya Aku kabulkan! Barang siapa
yang meminta kepada-Ku niscaya Aku beri! Barang siapa yang meminta ampun kepada-Ku
tentu Aku ampuni!� Demikianlah keadaannya hingga terbit fajar4.
Begitulah Aisyah. Aisyah selalu ingat akan hadist itu. Tak pernah sekalipun Aisyah
meninggalkan qiyyamullailnya. Aisyah akan sangat menyesal dan bersalah ketika ia
bangun pada waktu shubuh dan meninggalkan shalat malam. Tidak lain itu semua karena
ulah Fatimah yang selalu rewel setiap malam hingga membuat Aisyah tidur larut malam
dan akhirnya kesiangan.
�Subhanllahi walhamdulillahi walaa ilaha illaallaah huwallaahu akbar.�
Aisyah terus berdzikir sehabis shalat hingga sembilan puluh sembilan kali. Ia
berharap Allah melapangkan dirinya dari segala kesedihan dan kepenatan.
Aisyah kemudian mengangkat kedua tangan dan bdoa, doa untuk dirinya, untuk
suaminya juga untuk putera-puterinya. �Allaahummaj�alni mahbuuban �inda jauzi
birahmatika yaa arhamarraahimiin.� Ya Allah jadikanlah hamba dicintai oleh suami,
dengan rahmat-Mu wahai zat yang maha penyayang diantara para penyayang.
Tak lupa dia berdoa untuk kebahagiaan anak-anak dan keluarganya �Rabbahu
qaala rabbi hablii min ladunka dzurriyatan thayyibatan innaka samii�uddu�aa.� Ya
Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau
maha pendengar doa.�
Aisyah masih terisak dalam doa. Ia merasa sedih melihat suaminya tidak
shalat. Dalam doanya Aisyah selalu mendoakan agar suaminya diberi petunjuk.
�Yaa Allah yang maha pemberi petunjuk.. Berilah suamiku petunjuk agar ia
senantisa mengingat-Mu dan beribadah kepada-Mu, jadikanlah ia pemimpin yang baik
untukku dan anak-anakku. Jangan Engkau memberinya suatu kepedihan sebelum ia
bertaubat. Ya Allah aku pasrah dengan segala cara-Mu.. Ya Allah aku mohon apapun
itu rencana-Mu segera lakukanlah agar suamiku sadar akan ibadah kepada-Mu.. Semua
itu terserah-Mu Ya Allah.. Bimbing dia karena aku tak bisa membimbingnya..
Bimbinglah dia dengan cara-Mu...�
�Ya Allah, aku mohon kepada Mu, curahan rahmat dari sisi-Mu yang dengannya
hatiku mendapat petunjuk, terkumpul segala yang cerai berai, terhimpun segala yang
terpisah, tertolak segala fitnah atas diriku, dan bertambah baik urusan agamaku,
terpelihara segala sesuatu yang jauh dariku, dan terangkat apa yang dekat denganku,
disucikan perbuatanku, dan dicerahkan wajahku, diberi ilhham menuju petunjuk dan
terpelihara diriku dari segala sesuatu yang buruk5�
�Rabbisy rahli sadrii wa yaasirlii amrii wahlul uqdatan mil lisaanii yafqahul
qauli. Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah untukku urusanku agar
mereka mengereti perkataanku.�
Aisyah mengusapkan kedua telapak tangannya pada wajah. Lega rasanya ia dapat
berdoa kepada Tuhan. Setelah itu Aisyah beranjak tidur dengan wudhunya yang utuh.

Kepergian Aisyah

Tiba hari Senin. Seperti biasa hari ini adalah waktu Aisyah mengikuti pengajian.
Kebetulan Daniel sedang libur. Daniel ingin menikmati hari liburnya bersama Fredick
dan Monica dirumah.
�Syah, kalo kamu mau pergi, pergi aja. Fredick dan Monica biar dirumah saja
denganku. Dan kamu tak perlu aku antar.� Ucap Daniel yang sedang menggendong
Monica.
�Iya, Bi. Terimakasih. Maaf kalo Aisyah merepotkan.� Jawab Aisyah dengan
sangat sopan. Seperti seorang hamba sahaya yang tengah berbicara dengan rajanya.
Aisyah merapikan isi tas, tidak lain isinya adalah mukena, sajadah kecil,
dompet, handphone, Al-Qur�an dan buku catatannya.
Setelah selesai merapikan, Aisyah segera menghampiri suami dan anak-anakknya.
Dia pamit untuk pergi.
�Adam, Fatimah, Umi berangkat dulu yah, kalian jangan nakal. Jangan lupa
makan ya. Oh iya Bi, aku sudah siapkan sebotol susu untuk Fatimah, Aisyah simpen
dikamar diatas meja dekat ranjangnya, kalo misalnya ngompol celananya sudah Aisyah
siapkan dideket ranjang. Aisyah berangkat dulu ya Bi. Assalamu �alaikum.�
Aisyah mencium tangan suaminya dengan hormat. Mecium kening kedua anaknya
penuh kasih sayang. Baru kali ini ia berangkat tanpa ditemani Adam dan Fatimah. Ia
merasa pasti di perjalanan sepi tak ada canda Adam dan Fatimah.
Adam dan Fatimah hanya menatap ibunya ketika berangkat. Mereka memang tidak rewel
jika ada Papanya dirumah. Bermain dengan Papanya tidak kalah menyenangkan. Daniel
selalu memanjakan dan menuruti keinginan anak-anaknya.
Aisyah berangkat dengan keikhlasan suaminya. Meski Daniel tidak memberi suatu pesan
apapun untuk dirinya, Aisyah merasa senang dan bahagia, jika kepergiannya diridhai
sang suami. Aisyah berharap Daniel berpesan kepadanya yang akan membuat ia merasa
terjaga walau hanya dengan kalimat �Hati-hati Syah.� Padahal hanya dengan kalimat
itu Aisyah merasa dirinya amat nyaman jika bepergian. Namun tak terdengar sepatah
katapun dari suami untuk dirinya.
Menunggu Daniel mengatakan sesuatu padanya, setelah Aisyah mengucap salam dan mau
pergi, ia kembali menoleh menatap suami dan anak-anak. Mungkin karena Aisyah tidak
biasa berangkat sendiri tanpa anak-anaknya, seolah Aisyah enggan untuk meninggalkan
mereka. Tiba-tiba Aisyah yang sudah melangkahkan kaki, kembali menghampiri anak-
anak dan suaminya. Aisyah mencium mereka dengan hangat. Sepertinya Aisyah sangat
keberatan
�Nak, kalo Umi gak ada kalian jangan nakal yah, maen sama Abi. Harus nurut sama
Abi. Nanti jangan lupa minta ma�am sama Abi. Doain Umi ya, supaya selamat.� Aisyah
berpesan lebih banyak dari sebelumnya. Daniel sedikit heran dengan sikap Aisyah.
�Sudah Syah, kau berangkat saja. Tenang, anak-anak biar aku yang urus. Mereka
bakalan baik-baik aja kok.� Jawab Daniel yang masih duduk di sofa bersama Fredick
dan Monica.
�Iya Bi, jagain mereka ya, kalo Aisyah pergi, Abi juga jaga diri baik-baik. Abi
jangan lupa shalat.� Mata Aisyah berkaca-kaca. Entahlah hari ini ia merasa sangat
sedih dan takut kehilangan anak-anak dan suaminya. Ia berpesan seperti orang yang
akan pergi dan tak akan kembali. Padahal nanti sore juga dia pulang ba�da Ashar.
�Syah, kamu hati-hati jangan terlalu sore pulangnya, takut anak-anak nangis pengen
sama kamu.� Tanpa diduga ternyata Daniel mengatakan sesuatu seperti yang diinginkan
oleh Aisyah.
�Insya Allah Bi. Assalamu�alaikum.� Aisyah mengucap salam dan tersenyum.
Senyuman yang begitu tulus untuk suami dan putera-puterinya.
�Wa�alaikum salam.� Jawab Daniel.
�Allahumma hawwin �alaina safaranaa haadzaa wa ath wi�anna bu�dahu.
Allahumma antash shahibu fii safari wal khalifatu fil ahli. Ya Allah, mudahkanlah
perjalanan kami dan dekatkanlah kejauhannya. Ya Allah Engkau adalah teman bepergian
dan pelidung keluarga.� Aisyah berdoa dalam hati.
?
Daniel sibuk mengurus kedua anaknya. Mulai dari bermain, menyuapi hingga
Daniel kewalahan harus membacakan dongeng-dongeng yang dipinta oleh Fredick seperti
yang selalu dibacakan Aisyah untuknya.
Daniel bermain bersama Fredick dan Monica diperpustakaan kecil milik Aisyah.
Diam-diam Daniel membuka-buka buku-buku yang ada disana. Subhanallah hampir buku
islami semua. Mulai dari yang tebal, yang memiliki beberapa jilid, hingga yang
berukuran sangat kecil seperti Tuntunan Doa Untuk Anak-anak. Judul bukunya juga
bermacam-macam dan sangat bagus. Ada yang berjudul Sepenggal kisah Siti Fatimah,
Tatacara Solat Menurut Imam Syafi�i, Puisi Cinta Siti Rabi�ah, Petuah Hasan Al
bashri, Kata Mutiara Imam Ghozali, Kholid Bin Walid Si Pedang Allah, Belajar dari
Batu dan Air, Hidayah itu Datang Dari Allah, Siksa Pedih Bagi Isteri Pembangkang,
Terjemahan Tafsir Jalalain dan masih banyak lagi yang judulnya tak terbaca oleh
Daniel.
Sebenarnya Daniel tertarik dengan buku-buku itu. Namun ia enggan untuk
membaca. Dilihatnya buku tebal bersampul putih tergeletak diatas meja yang berjudul
La Tahzan. Daniel tahu kalau ini adalah buku terfavorit Aisyah, Daniel sering
melihat Aisyah asyik membaca buku ini dikamar. Bukuna cukup tebal, Daniel tidak
tertarik untuk membaca.
?
Waktu sudah menunjukan pukul 16:00. Sudah saatnya Aisyah pulang. Satu SMS
muncul dari Aisyah di monitor handphone Daniel.
�Ass. Afwan Bi ganggu, Abi bisa jemput ga? Aku tnggu d depan gerbang majlis.�
Daniel tak membalas. Kenapa sih Aisyah masih saja minta dijemput. Emangnya
dia gak bisa apa pulang sendiri? Biarin lah biar dia pulang sendiri aja. Pikir
Daniel dalam hati.
Daniel sengaja tak membalas. Satu SMS muncul kembali.
�Abi lg sibuk ya? Aisyah tunggu ya di sebrang jalan.�
Daniel merasa kesal. Ia tak mau membalas. Tidak lama SMS datang lagi.
�Bi, disini ujan gede bgt. Abi kalo kbratan g usah jmput, Aisyah mnt izn ya
mw pulang naek taxi aja. Kshan anak2. Wassalam.�
Daniel tersenyum aman membaca SMS itu, akhirnya Aisyah mau pulang sendiri.
Diluar memang hujan sangat deras. Membuat Daniel semakin malas untuk keluar.

Menjelang maghrib hujan baru reda. Aisyah belum juga sampai rumah. Mungkin
karena disana masih hujan jadi Aisyah belum berani pulang. Tapi Daniel sedikit
resah, biasanya dalam keadaan apapun Aisyah lebih mementingkan suami dan anak-
anaknya. Daniel seakin dibuat resah, Fredick dan Monica yang mulai rewel memanggil
Aisyah, mereka sudah sangat rindu hampir setengah hari ditinggal ibunya. Anak-anak
mulai merengek-rengek memanggil uminya. Daniel semakin tidak karuan. Ia sudah
menelpon Aisyah beberapa kali namun tetap saja tidak ada jawaban.
Daniel merasa kkhawatir yang luar biasa. Waktu maghrib sudah hampir habis,
namun Aisyah tak juga pulang. Prasangka yang tidak baik mulai bermunculan dalam
pikirannya. Ia sangat hawatir dengan keadaan Aisyah. Panggilannya tak satupun
dijawab membuat hatinya dilanda resah. Dia sudah mondar-mandir melangkahkan kaki
kesana-kemari menenangkan hati. Fikirannya mulai terbayang wajah Aisyah. Wajah
Aisyah yang tersenyum ketika ia mau berangkat hingga meninggalkan pesan untuknya
dan untuk anak-anaknya. Fikiran Daniel mulai melayang kesana-kemari, ia merasa
takut kehilangan Aisyah. Hatinya terus berdoa agar tidak terjadi apa-apa dengan
Aisyah.
Daniel kembali menelpon Aisyah hingga sebelas kali, namun tetap saja tidak
ada jawaban. Sengaja Daniel mengirimakan pesan singkat. �Syah km dmn? Cpt plang.�
Lama Daniel menunggu balasan namun tetap saja tidak ada.
Daniel berjalan-jalan mengelilingi ruangan kamar tidak jelas. Sedangkan
Monica merengek-rengek menangis memanggil uminya. Dia sudah memberinya susu, namun
tetap saja menangis. Sedangkan Fredick tertidur pulas diatas ranjang. Daniel benar-
benar merasa tak tega melihat anak-anaknya yang sangat membutuhkan Aisyah.
�Sabar ya sayang, bentar lagi Mama pulang, tuh liat masih ujan di luar.
Kasihan Mama pulangnya takut. Monic diem ya.. Bobo sama Kaka..� Daniel terus
menenangkan Monica sambil menggendong, memeluk dan menciumnya.
Karena tingkah Daniel yang tidak karuan, bolak-balik kesana-kemari. Kurang
konsetrasi akhirnya Daniel menyenggol meja kecil yang ada di samping tempat tidur,
hingga oleng.

�Praaaakkk..� susu Monica tumpah, pas bunga dan lampu pijar pecah. Tiba-tiba Monica
menjerit sejadi-jadinya. Perasaan Daniel memuncak resah, gelisah, takut dan
bingung. Ia mempunyai firasat buurk. Ia benar-benar merasa sangat takut kehilangan
Aisyah. Fikirannya langsung melayang pada wajah Aisyah. Ya Allah lindungilah
Aisyah, jangan sampai terjadi apa-apa dengar dirinya.
Telepon Daniel berdering, fikirannya segera tertuju pada Aisyah. Semoga saja Aisyah
yang menelpon. Segera ia cek, ternyata benar. Satu panggilan dari Aisyah membuat
hatinya lega. Daniel segera medahului salam tidak seperti biasanya.
Bergetar hati Daniel mendengar suara asing di telepon, batinnya berkecamuk takut.
�Maaf, ini dari keluarga Aisyah bukan ya?�
�I.. Iya... Saya suminya. Ada apa dengan isteri saya?� Daniel langsung menangis,
badannya lemas. Ia sudah mampu menebak apa yang terjadi.
� Mbak Aisyah di larikan kerumah sakit. Tadi ketika hujan Mbak Aisyah mau
menyebrang jalan, mengejar taxi, tiba-tiba ada mobil truk, Mbak Aisyah tertabrak
dan terpental ke trotoar. Sekarang dia ada di rumah sakit dekat majlis ta�lim.�
Daniel terkulai lemas mendengarnya. Sebelum dimatikan, telepon itu sudah terjatuh
dari tangan Daniel. Daniel menjerit memanggil nama Aisyah. Sesuatu yang tak pernah
diucapkan pada Aisyah kini ia ungkapkan.
�Aisyah... Aaaku sangat mencintaimu.... Jangan tinggalkan aku Syah...�
Sebuah kalimat yang selama ini Aisyah harapkan dari Daniel. Sekian lama Aisyah
menanti kalimat indah itu. Baru kali ini Daniel mampu mengucapkannya. Rasa sedih,
menyesal dan takut bercampur di dada Daniel. Nafasnya terasa sesak mendengar
berita menyakitkakn itu.
Daniel menangis bersama Fatimah. Meraung dan menjerit sejadi-jadinya. Airmata
mengucur deras. Dia benar-benar merasa kehilangan Aisyah.
?
Sesampainya dirumah sakit, Daniel sibuk mencari ruangan dimana Aisyah berada. Kedua
anaknya ia bawa.
�Sus isteri saya dimana Sus?� Tanya Daniel kepada salah seorang Suster yang
bertabrakan dengannya.
�Bapak isterinya Ibu Aisyah yang tadi kecelakaan?� Tanya Suster.
�Iya Sus. Dimana isteri saya?� Daniel semakin panik.
�Mari ikut saya, dia da diruang No.D.102.� Suster menunjukan ruangan dimana Aisyah
berada. Daniel segera mengikuti dengan tergesa-gesa.
Seteah tiba di ruangan tersebut, pintu kamar terbuka. Dilihatnya seorang dokter
tengah menutupi wajah Aisyah dengan kain. Daniel terkejut dan segera menubruk
mayit Aisyah. Daniel menangis memeluk tubuh Aisyah yang dingin. Masih terlihat
olehnya wajah Aisyah yang pucat tak bernyawa namun ia tetap tersenyum. Badannya
masih tertutup rapi dengan pakaian yang ia kenakan ketika berangkat. Bahkan niqob
masih melekat menutupi bibirnya. Masih ada sisa-sisa darah di keningnya bekas
benturan yang sangat kuat.
�Aisyah... Jangan tinggalin aku Syah... Aku nggak bisa merawat anak-anak kita tanpa
kamu Syah.. Syah maafin aku..� Daniel menangis histeris memeluk Aisyah.
Dokter menenangnkan Daniel yang begitu terlihat pilu dan histeris.
�Sudah Pak, jangan di tanngisi.. Maaf nyawanya tak bisa diselamatkan. Kita doakan
saja semoga amal-amalannya di terima oleh Allah.�
�Aisyah, kamu denger kan suaraku Syah? Ini aku Syah, suamimu. Aku mencintaimu Syah,
kamu masih bisa kembali kan Syah? Jawab Syah! Ja...Waab Syah...�
�Pak Daniel, sebaiknya tak usah seperti itu. Tidak baik menangisi mayit..� Dokter
mengangkat tubuh Daniel. Dokter menjelaskan pesan-pesan yang disampaikan Aisyah
ketika syakaratul maut.
�Pak Daniel, tadi ketika isteri Bapak dibawa kesini dia masih bernyawa, dan dia
berpesan agar tidak membuka sedikitpun auratnya sebelum suaminya datang.
Subhanallah isteri Bapak, isteri yang shalihah.� Dokter mengangguk penuh haru
menceritakan hal itu.
Hati Daniel menghujam ketika mendengar penjelasan dari dokter. Bagai sesuatu yang
jatuh pada lembah yang curam. Hati Daniel tersentuh dan terkoyak. Sungguh Aisyah
tidak akan kembali. Daniel hanya bisa meratapi penyesalannya yang selama ini
menyia-nyiakan Aisyah. Daniel terpuruk memeluk tubuh Aisyahyang dingin tak
bernyawa.
Innalillahi Wa inna ilaihi raaji�uunn.
?

Hidayah Datang Setelah Kepergian Aisyah


Daniel menangis dalam sujud. Hidayah telah datang dari Allah melalui kepergian
Aisyah. Dia telah sadar bahwa isteri shalihah adalah harta yang paling berharga
yang telah diberikan Allah kepadanya. Isteri shalihan adalah salah satu jembatan
menuju hidayah yang terang benderang. Isteri yang shalihah adalah perhiasan
terindah yang menghiasi lika-liku rumah tangganya.
Sungguh Aisyah adalah permata yan g seharusnya dicari oleh setiap insan yang benar-
benar merindukan ibadah kepada Allah. Daniel menyesal telah menyia-nyiakan Aisyah
selama hidupnya. Andai waktu bisa diputar kembali, Daniel akan mengulanginya untuk
belajar mencintai Aisyah agar ia merasa bahagia hidup bersamanya, seperti
kebahagiaan Siti Aisyah Radhiallahu �Anhu bersama Baginda Rasulullah.
�Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba�da idz hadaitanaa wahablanaa milladunka rahmatan
innaka antal wahhab... Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong
ada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada
kami rahmat dari sisi Engkau karena sesungguhnya Engkau maha Pemberi karunia6�
Daniel mengusapkan kedua telapak tangan setelah berdoa. Dia ingin selalu mendoakan
Aisyah seperti Aisyah yang selalu mendoakannya.
Selesai shalat malam dan berdoa, Daniel menatap wajah anak-anaknya yang terpekur
lelap ranjang. Airmata kembali menetes teringat Aisyah yang selalu memeluk Adam dan
Fatimah dalam tidur. Dia merasa sangat sedih melihat anak-anaknya hidup tanpa
seorang ibu. Teringat Aisyah yang selalu mengangkat kedua telapak tangannya ketika
ia gundah. Aisyah yang selalu mendoakan ia dan keluarganya.
Dalam hati Daniel berdoa. Semoga Allah menjadikan Fatimah menjadikan anak yang
shalihah seperti Aisyah. Juga Adam menjadi anak yang shalih seperti yang selalu
diharapkan Aisyah dulu.

�Rabbij �alni muqimashshalati wamin dzurriyyatii Rabbanaa wataqabbal du�aa.. Ya


Rabb ku, jadikanlah anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat.. Ya Rabb
kami perkenankanlah doa ku...7�
Setelah kepergian isterinya Daniel dengan penuh rasa tulus bertaubat. Bertaqarrub
kepada Allah, dia tak pernah meninggalkan shalat lima waktu, dia kini rajin
mendatangi ustadz untuk belajar Al-Qur�an dan belajar agama. Meski hatinya masih
tersa sedih karena kehilangan Aisyah, namun Daniel tidak pernah lupa dengan
kewajibannya.

Daniel lebih sering berada di perpustakaan kecil tempat Aisyah membaca bersama
anak-anaknya. Daniel mulai belajar agama dari buku-buku Aisyah yang ada di
perpustakaan itu. Ternyata buku-buku Aisyah sangat bermanfaat, isinya sangat
mengetuk pintu hati untuk senantiasa taat kepada Allah.
Daniel teringat sebuah tas Aisyah yang dibawanya pergi halaqah, sebelum Aisyah
meninggal. Tas itu masi utuh beserta seluruh isinya, termasuh handphone-nya, ketika
Aisyah terpental. Daniel segera lari ke kamar. Ia buka lemari Aisyah. Dilihatnya
pakaian Aisyah yang tergantung, mengingatkan akan sosok Aisyah yang selalu menjaga
auratnya. Hati Daniel bertasbish melihat pakaian-pakaian itu, juga kerudung-
kerudung panjang Aisyah yang selalu ia ulurkan di kepalanya, bagai mahkota yang
selalu melekat di kepala sang ratu.
Daniel membidik-bidik mencarari tas itu. Matanya menatap ketika melihat tas
berwarna coklat yang selalu di tenteng Aisyah ketika pergi. Diambilnya tas
tersebut, kemudian ia periksa. Daniel dulu sempat lupa tak memeriksa tas itu.
Didalamnya terdapat mukena ,sajadah kecil, mushaf Al-Qur�an kecil dengan
terjemahannya, serta buku catatan Aisyah. Segera ia keluarkan semuanya. Kembali
hati Daniel bertasbih, ketika membuka buku catatannya.
Didalam catatannya terdapat tulisan-tulisan Al-Hadist dan Al Qur�an yang di tulis
Aisyah ketika pengajian, juga perkataan-perkataan para ulama serta catatan
pribadinya.
?

EPILOG
Tangis Cinta Dalam Catatan Aisyah

Daniel membaca satu-persatu catatan itu. Sungguh membuat hatinya bergetar.


�Barang siapa yang pergi menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan Sabilillah
hingga ia pulang kemabali� ( H.R At Tirmidzi )
�Aku hanya akan mencari ilmlu karena Allah aku tidak akan mencarinya jika untuk
selain Allah�
( Imam Ghozali )
Daniel sadar setelah membacanya, betapa pentingnya menuntut ilmu. Begitulah Aisyah
yang selalu memaksakan dirinya untuk pergi menuntut ilmu agama. Subhanallah..
Daniel kembali membalik halaman tersebut dengan tidak beraturan. Disana tercantum
tanggal kelahiran kedua anaknya. Juga jam berapa ia melahirkan. Daniel membaca
sebuah tulisan Aisyah yang membuat airmata meleleh.
Aku ingin Engkau cabut nyawaku dalam keadaan Husnul Khatimah, aku ingin nyawaku
melayang bersama illmu yang aku dapat baru saja ketika aku mendapatkannya dari
seorang guru. Aku ingin mati dalam keadaan hendak menuntut ilmu, atau sedang
menuntut ilmu, pulang menuntut ilmu pun tak mengapa..
Aisyatul Mar�ah.
Daniel menangis membacanya. Sungguh Aisyah adalah wanita yang akhlaknya selembut
sutera. Allah mengabulkan segala keinginan Aisyah. Aisyah meninggal dalam kedaan
pulang menuntut ilmu. Maha Suci Allah.
Daniel terus membaca tulisa-tulisan Aisyah yang sangat menyentuh nuraninya.
Duhai pemilik nyawa...
Silahkan saja Engkau memberiku derita, tapi jangan Kau limpahkan derita itu kepada
suamiku.. Aku sangat menyayanginya..
Tak mengapa jika ia tidak pernah mencintaiku, sudah cukup bagiku Engkau yang
mencintaiku...

Aisyul Mar�ah
�Aisyah.. kau ini malaikat atau bidadari..?? Sungguh kamu bagai permata
Syah.. Maafin aku Syah selama ini aku tak bisa membahagiakan mu.� Gumam Daniel
penuh haru ketika membacanya. Daniel kemabali membaca tulisan. Kutipan dari seorang
imam yang selalu Aisyah ceritakan kepada Adam.
Jika Allah bersamamu, maka jangan takut kepada siapa saja
Akan tetapin jika Allah sudah tidak lagi bersamamu
Maka siapa lagi yang bisa diharapkan olehmu? ( Imam Syafi�i )

Daniel terus memahami kata-kata yang ada dalam catatan Aisyah. Semua
tulisannya tak ada yang terlewatkan. Isinya penuh makna yang menggugah jiwa. Tak
lama Daniel menemukan sebuah tulisan panjang lebar, seperti pemaparan atau curahan
hati Aisyah. Dengan rasa penasaran Daniel segera membacanya. Bait demi bait ia
pahami, bahkan matanya sampai berkaca-kaca ingin menjatuhkan airnya.

Aku hanyalah seorang hamba dengan sekeping hati..


Disini.. Dalam sepertiga malam, aku ingin bercerita kepada Mu..
Tentang resah ini, tentang gelisah ini, tentang rindu ini.. Dan semua tentangnya..
Aku tahu sekarang Kau hadir dihadapanku, melihat isak tangisku, mendengar setiap
doaku..
Entahlah, kepada siapa aku harus bercerita?? Kepada siapa ku harus mengadu??
Dan ternyata hanya kepada Mu Wahai Tuhan ku...
Sekali lagi, ku mohon dengarkan aku!!
Engkau ciptakan aku dengan segala bimbingan Mu..
Dan Kau ciptakan dia tanpa Kau perdulikan, hingga ia sangat jauh dan tidak
mengenal Mu..
Kami lahir dari tuntunan yang berbeda...
Tapi kenapa Kau persatukan aku dalam ikatan itu??!
Aku ingin hidup bersama seorang imam, hamba pilihan Mu...
Yang bisa menjaga hidupku, yang menuntun aku ke jalan Mu Ya Allah..
Yang mengusap air mataku ketika aku menangis,
Yang mencium keningku ketika aku tidur,
Yang menegurku ketika aku salah,
Yang mencintaiku karena Mu dengan tulus...
Tapi mengapa kau memberiku bukan dari apa yang aku minta Duhai Tuhanku?
Aku bersyukur Kau telah anugerahkan untuk ku, rasa kasih sayang yang tulus
untuknya..
Seandainya tidak, mungkin aku akan hidup sendirian di bumi ini...
Ya Allah Yang Maha Penyayang dari segala Yang Penyayang...
Aku sudah pasrah atas kasih sayang yag tak pernah ia berikan padaku..
Namun aku selalu yakin bahwa suatu saat Engkau akan membuka pintu hatinya untukku
dan untuk Mu.. Agar ia selalu mengingat ku dan mengingat Mu..
Aku adalah kekasih halalnya , yang seharusnya ia dambakan dari wanita yang
lainnya..
Namun adaku seolah hanya sebuah benalu dalam hidupnya, yang selalu mengganggu
setiap ketenangannya dan mengusik hidupnya..
Aku bahagia Engkau telah memberiku seorang Mujahid dan Mujahidah yang amat ia
sayangi.. Aku titip mereka Ya Allah... Jagalah mereka dengan kasih sayang Mu..
Seandainya Engkau tidak memberiku dua buah hati itu, mungkin aku akan hidup
sendiri... Dia akan pergi meninggalkan ku..
Aku tahu Engkau Maha Adil, disaat pintu kebahagiaan yang satu tertutup, maka pintu
kebahagiaan yang lain selalu terbuka...
Tuhan.. Aku ingin dia tersenyum karenaku, sungguh aku tak pernah melihatnya
sekalipun..
Tapi aku bahagia, aku mampu tersenyum disaat ia merasa bahagia..
Ya Rabby.. Ketuklah pintu hatinya agar aku bisa menyandarkan kepenatanku diatas
bahunya..
Tuhan peluklah aku.. Aku lelah, aku hanya ingin dia mengerti tentang mauku..
Satu doaku yang tak pernah ku lupa setelah sembahyangku
Allahummaj�alni inda jauzi birahmatika yaa Arhamar raahiimiin..
Ya Allah.. jadikanlah aku dicintai oleh suamiku dengan segala rahmat Mu
Wahai Zat Yang Maha penyayang diantara Para Penyayang... Aamiin..

Aisyatul Mar�ah

Daniel menangis menangis membacanya, ia benar-benar merasakan apa yang telah


dirasakan Aisyah. Rasa haru bercampur rindu memadu bersama gejolak rasa
kehilangannya.
Aku Aisyah..
Aku bukan isteri seorang Nabi yang memiliki hati mulia..
Parasku memang tak seindah Ratu Balqis, tak seanggun Siti Julaikha
Aku tak sekaya Siti Khadijah, tak sesabar Siti Fatimah...
Namun aku selalu mencobanya...
Mengikuti prilaku khairnya...

Ummu Adam

?
Daniel terus membca bait-bait tulisan Aisyah, begitu indah.. kalimat-kalimatnya
sangat menyejukkan..
Teruntuk Abi, Suamiku tercinta..
Maafkan aku yang selalu mengganngumu, maafkan aku yang tak pernah membuat hatimu
tentram..
Maafkan aku yang tak pernah menuruti apa kata-kata mu..
Tolong ridhai aku untuk terus menuntut ilmu..
Agar kita tidak buta dan tidak tuli tentang agama.
Kita memang terlahir berbeda, sengaja Allah rencanakan perbedaan itu agar kita
senantiasa saling melengkapi dan memahami dalam setiap perbedaan itu..
Kelak suatu saat Allah akan menurunkan Rahmat -Nya dalam perbedaan itu Duhai
Kekasih ku...
Ada satu hal yang sangat ku ingini dari mu Wahai Imam ku..
Aku ingin kau bangunkan aku dalam sepertiga malam terakhir..
Mencium keningku dengan lembut, mengusap wajahku penuh sayang..
Memintaku untuk segera berwudhu, agar terbasuh semua kelelahanku...
Aku ingin shalat malam bersamamu.. Bermunajat kepada Nya dengan empat tangan kita
yang terangkat bersama...
Aku ingin kau bisikan ayat Al-Qur�an untukku agar aku tertidur lelap, dan para
Malaikat senantisa menjagaku..
Ya Allah.. jika Engkau tak mengizinkan aku bahagia besamanya di dunia Mu..
Perkenankanlah agar aku bahagia bersamanya di Surga Mu...
Aamiin..
Aisyatul Mar�ah
Daniel kemabali meneteskan airmata. Sungguh ia merasa amat bersalah tentang
perlakuannya terhadap Aisyah. Selama ini diam belum bisa menjadi pemimpin yang baik
untuk Aisyah dan anak-anaknya. Dalam hati Daniel berdoa
�Rabbanaa hablanaa min azwajina wadzurriyyatinaa qurrata a�yuniw waj �alnaa lil
muttaqiina imaamaa. Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri dan dan
keturunan kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.
Aamiin8 �
Daniel semakin hari semakin rajin beribadah, dia selalu pergi ke pengajian dan ke
mesjid untuk mempelajari ilmu agama bersama kedua buah hatinya. Dia selalu membaca
buku-buku yang ada di perpustakaan kecil Aisyah yang membantu menuntunnya untuk
selalu beribadah.
Daniel paham, dulu Daniel adalah seorang lelaki bodoh yang tak mengerti apa-apa
tentang agma. Tapi mengapa Allah malah mempertemukannya dengan seorang wanita yang
sangat berbeda sekali keperibaian serta kehidupannya? Aisyah adalah wanita yang
taat, sedangkan dirinya? Mengapa Allah tidak mempertemukan Aisyah dengan lelaki
yang sempurna seperti kesempurnaan yang dimiliki Aisyah?
Itulah rahasia Allah.. Allah memiliki rencana yang indah saat menyatukan dua insan
yang berbeda. Dalam perbedaan itulah manusia akan merajut sebuah keindahan, saling
melengkapi antara setiap kekurangan dan kelebihan. Karena perbedaan itu rahmat yang
diturunkan oleh Allah kepada makhluk Nya.
�Diantaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang
menghendaki akhirat, Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji
kamu. Dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia yang
di limpahkan kepada orang-orang yang beriman9�

SELESAI

Pesan Cerita

Manusia memang dilahirkan oleh Allah dengan segala macam perbedaan, kita
tidak perlu memandang perbedaan itu. Haruskah yang miskin bertemu dan hidup dengan
yang miskin pula? Yang kaya dengan yang kaya lagi? Yang pintar bergaul dengnan yang
pintar? Yang taat kepada Tuhan hidup dengan yang taat pula? Lalu bagaimana dengan
seseorang yang keimanannya lemah ketika ia ingin memperbaiki agamanya? Nah,
disitulah dia akan dipertemukan oleh Allah dengan hamba-Nya yang baik. Agar mampu
membimbimng kelemahan tersebut.
Memang pada hakikatnya manusia ingin mendapatkan jodoh yang baik. Dan Allah
telah menjanjikan bahwa perempuan yang baik akan dipertemukan dengan laki-laki yang
baik pula, begitu juga sebaliknya. Tapi ingat, jodoh itu rahasia Allah, yang telah
digariskan dan direncanakan oleh-Nya dengan sedemikian rupa.
Ingat jika kita bertemu dengan seseoranng yang lemah agamanya, jangan
dijauhi. Tapi sebisa mungkin kita harus membimbingya. Berdakwah , saling
menasehati, mengingatkan dengan cara yang lemah lembut seperti pribadi Rasulullah
kepada umatnya.
Kita tidak boleh menolak atau mencela seseorang karena akhlaknya yang buruk.
Jangan merasa diri ini paling baik sehingga tidak mau dipertemukan dengan orang
yang rendah ketakwaannya. Buktinya Aisyah seorang tokoh novel diatas bisa menerima
dengan lapang ketika ia dijodohkan dengan seseorang yang bukan keinginannya.
Padahal dia adalah perempuan baik-baik. Karena keyakinan hatinya akan rencana Allah
itu jauh lebih indah dari apa yang ia pikirkan, selalu berhusnudzan kepada-Nya,
serta bersabar atas segala ujian Tuhan maka Allah akan membalasnya..
Sabar dan ikhlas serta sikap lemah lembut adalah perhiasan terindah bagi
seorang wanita. Segala sesuatunya biarkan Allah yang mendengar. Karena Dia sebaik-
baik pengatur segala urusan dan tak akan pernah merubah janji-Nya.

Tentang Penulis

Assalamu�alaikum teman-teman�..
Perkenalkan nama saya Irma, lengkapnya Irma Susilawati. Saya lahir di Tangerang-
Banten 25 Desember 1995. Saat ini saya masih duduk di kelas 12 SMK, umur saya bisa
dibilang 18 tahun, sweet eighteen. Saya terlahir dari pasangan Abdul Rohman dan
Lisyanah, anak pertama dari delapan saudara.(Banyak juga yah.. He..He..)
Dulu saya sekolah di SDN Dangdang 02, SMPN 02 Cisauk, dan sekarang di SMK Bina
Insani Cisauk, saya mengambil study jurusan Administrasi Perkantoran (AP), tinggal
di daerah perkampungan yaitu Kp. Pasirawi, Desa Mekarwangi, Kecamatan Cisauk,
Kabupaten Tangerang.
Hobi saya memang membaca, terutama baca novel, apa lagi novel-novel islami yang
membangun jiwa dan menggugah hati, Seperti karya-karyanya Habiburrahman El-Syirazy.
Subhanallah� I like it..!!! It�s wonderfull..!!
Nah, dari hobi membaca itulah saya sangat berkeinginan menjadi seorang penulis
muda. Saya ingin membuktikan kepada dunia bahwa remaja Indonesia adalah remaja yang
mampu berkarya..!!
Potensi saya dalam menulis memang sudah ada sejak duduk di bangku SD, namun belum
ada dorongan untuk dipublikasikan. Alhamdulillah dengan adanya lomba penulisan
novel ini memberikan peluang kepada saya untuk menampilkan ide dan imajinasi yang
telah saya tulis dalam karya saya ini.
Semoga dengan novel pertama ini dapat memotivasi teman-teman dan seluruh remaja
Indonesia agar mampu menampilkan kreativitasnya, serta dapat memanfaatkan masa
mudanya untuk terus berkarya..!!!
See you�

Irma Susilawati

Você também pode gostar