Você está na página 1de 6

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA MENURUT PANDANGAN AGAMA

KATOLIK

A. Pendahuluan.
Kehidupan manusia dalam hakekatnya tidaklah hidup seorang diri, melainkan hidup
bersama-sama dengan pribadi lainya yang mempunyai agama atau kepercayaan berbeda.
Setiap hari terjadi adanya hubungan dan berkomunikasi dengan pihak lain, baik dilingkungan
tempat tinggal, sekolah ataupun dikampus, dikantor, dipasar, direstoran, dan lain sebagainya.
Singkatnya dimana manusia berada selalu bertemu dengan orang-orang yang mempunyai
agama dan kepercyaan serta keyakinan yang berbeda. Perbedaan ini meliputi bentuk dan cara
mengungkapkannya, baik dalam bentuk gedung beribadat, cara-cara beribadat, isi kitab suci,
maupun pandangan hidup dalam menjalani hidup dan kehidupan yang ahkirnya berkembang
dan melahirkan keaneka-ragaman yang luas, dan berharga. Seperti pada hari raya Idul Fitri
umat muslim banyak yang melaksanakan sholat Idul Fitri di mesjid-mesjid, umat kristiani
dimalam Natal mengumandangkan lagu-lagu rohani di gereja-gereja, umat Hidup merayakan
Nyepi, Galungan, Kuningan di Pura dan umat Buddha memperingati hari Waisak, Asadha
bersama-sama di vihara maupun cetiya.

Warisan sejarah demikian ini menjadikan tantangan bagi generasi sekarang untuk
memahami dan menghargai kekayaan nilai suatu bangsa, masing-masing harus saling
bertukar pikiran tentang keyakinan dan keimanan agama lain, untuk memperluas cakrawala
pandangan memahami agama dan keyakinan sendiri. Terpenting adalah untuk menciptakan
kerukunan antar umat beragama. Masalah kerukunan umat beragama adalah hal yang penting
bagi suatu bangsa dalam memelihara kesatuan dan persatuan bangsa. Majelis
Permusyawaratan Rakyat dalam sidang tahun 1978 mengeluarkan ketetapan MPR No.
II/MPR/1978 tentang sila Ketuhana Yang Maha Esa, yaitu; “Dengan sila Ketuhanan Yang
Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab. Didalam kehidupan masyarakat Indonesia
dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antar pemeluk-pemeluk agama
dan penganut kepercayaan yang berbeda sehingga dapat selalu dibina kerukunan hidup
diantara sesama umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”.
B. Menurut Para Ahli
Dr. L.M.Joshi dari Univesitas Punjab-India menagatkan “Kerukunan antar umat beragama,
bila dan jika akan terrcapai, merupakan suatu anugerah bagi bumi ini”. Pengembangan
kerukunan beragama merupakan hal terpenting bagi terciptanya persatuan dan kesatuan
bangsa serta untuk menjaga stabilitas nasional. Yang cukup menggembirakan saat ini adalah
kerukunan beragama telah terwujud dan dirasakan berasama seluruh pelosok tanah air, para
ahli dari luar negeri pun mengakui, seperti Prof. Muh. Ayub dari Universitas Toronto,
Kanada menyatakan “ Indonesia adalah salah satu Negara yang umat beragamanya hidup
rukun dan untuk menciptakan situasi kerukunan tersebut perlu dikembangkan studi bersama
perbandingan antar agama. Pengetahuan yang serupa penting artinya karena memungkinkan
setiap umat beragama untuk saling menghargai, menghormati dan bekerja sama dalam
memciptakan kerukunan dan kesejahteraan berasama.

C. FORMAT KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA MENURUT


PANDANGAN AGAMA KATOLIK

( Oleh Ir. Norbert Ama Ngongu, MP )

DASAR UNTUK HIDUP RUKUN DAN DAMAI


Menurut ajaran Katolik, manusia itu adalah citaan Tuhan Yang Paling Mulia. Dalam suatu
Kitab Suci dikatakan bahwa pada awal mula manusia diciptakan menurut rupa dan citra Allah
sendiri. Hanya manusia saja yang dikatakan diciptakan menurut rupa dan citra Allah.
Ciptaan-ciptaan lain tidak dinyatakan demikian.

Jadi manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling indah, melampaui harga dan keindahan
ciptaan apapun yang pernah ada dan akan ada di dunia ini, selain manusia itu sendiri. Karena
Allah itu maha tahu, maha pencipta, maka yang namanya manusia, ia adalah hasil cetak biru
yang luar biasa canggihnya yang pernah dilakukan oleh Allah. Tiap orang diciptakan oleh
Tuhan sebagai nomor seri yang kesekian yang pertama dan terakhir. Karena itu tidak akan
pernah ada dua orang yang pernah dilahirkan dimuka bumi yang sama persis. Tiap pribadi
adalah unik, dan itulah karya Agung Tuhan yang maha canggih.

Allah itu juga adalah maha pengasih dan Penyayang, kasih dan sayangnya tak terukur atau
takberhingga, singkatnya Ia sama dengan Kasih, dan karenanya Allah mencintai manusia
dengan kasih sayang yang penuh, atau dengan kata lain, Allah tidak pernah mencitai manusia
dengan separoh hati, atau sepersekian hati melainkan dengan penuh hati. Cinta Tuhan kepada
manusia adalah 100% dan abadi. Di mata Tuhan, manusia adalah ciptaan-Nya yang paling
berharga. Sejak dikandung ibunya, ketika manusia masih belum mengerti tentang cinta,
ketika manusia belum tahu mengucapkan terima kasih kepada Tuhan, Allah sudah terlebih
dahulu mencintai manusia. Begitu besar cinta Allah kepada manusia sehingga Ia mencitakan
bumi dengan segala segala isinya dan diserahkan pengelolaannya kepada manusia untuk
kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia ciptaannya itu. Karena manusia adalah ciptaan
Tuhan yang paling mulia dan berharga, maka tidak ada kekuasaan apapun, dan dengan alasan
apapun untuk dibenarkan melecehkan/menghina apalagi membunuh ciptaan Tuhan yang
namanya manusia itu.

Saya dan saudara adalah bagian dari umat manusia yang menghuni bumi yang sama ini, dan
dicintai Tuhan. Jika saya mengatakan saya mencintai Tuhan, maka alangkah indahnya jika
saya juga mengatakan saya mencintai sesama saya, karena saya tidak mungkin dapat
mencintai Tuhan yang tidak kelihatan jika sesama manusia saya sebagai sesama ciptaan
Tuhan yang kelihatan saja, saya tidak dapat mencintai mereka. Karena itu jika Tuhan begitu
menghargai dan mencintai manusia, maka saya tidak mempunyai alasan untuk
menghina/melecehkan apalagi sampai membunuh sesama saya.

*) Makalah disampaikan dalam Workshop Kerukunan Umat Beragama Tingkat Propinsi


NTB, 26 Juli 2006 di PSBB Man 2 Mataram.

Sebab jika saya menghina sesama saya, itu artinya secara tidak langsung menghina pencipta-
Nya yaitu Allah sendiri. Maka jika saya sungguh mencintai Allah, maka seyogianya juga
saya harus mencitai sesama saya, karena sesama saya itu adalah para kekasih Allah sendiri.

Kami mencintai anda, kami membutuhkan anda semua. Kita bersaudara dalam siraman kasih
Tuhan yang tanpa batas. Dengan keyakinan itu, seyogianya kita akan selalu saling
membahagiakan. Karenanya dengan rendah hati, kami mengajak saudara-saudaraku, mari
kita sama-sama saling merangkul, bergandengan tangan untuk membangun dan mewariskan
suatu dunia yang lebih baik bagi anak-anak kita, bagi generasi penerus kita, yaitu suatu dunia
yang penuh dengan kedamaian, kesejukan dan kesejahteraan atau bebas dari kekerasan dan
kekejaman. Mari kita menjadi duta-duta perdamaian, duta-duta cinta. Mari....., bila ada
perpecahan kita menjadi juru damai, bila ada keputus asaan kita menjadi pemberi harapan,
bila ada kesesatan kita menjadi pembimbing, bila ada kebencian dan dendam kita menjadi
pembawa cinta dan pengampunan. Kita ingin..., bila tiba saatnya, agar supaya suatu hari
kelak, para arwah kita dapat beristirahat dengan damai dan bahagia, menyaksikan anak-anak
kita, cucu-cucu kita dapat hidup dengan rukun dan damai antar mereka. Atau kita ingin
jangan sampai ada suatu generasi damai yang hilang di muka bumi tanah air tercinta ini.
Masakan, atas keinginan segelintir orang provokator saja, kita semua yang cintai damai
sebanyak duaratusan juta jiwa ini, mau-mau saja terpengaruh dan dibuat kalang kabut oleh
ulah mereka?

FORMAT KERUKUNAN
Diperlukan Silaturahmi berkesinambungan antar tokoh agama, baik secara formal maupun
informal.
Diperlukan kegiatan bhakti sosial bersama antar semua penganut agama Islam, Kristen,
Hindu, Budha dan Konghucu.
Untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan bersana tersebut di atas, diperlukan permbentukan
wadah koordinasi yaitu Forum Komunikasi antar Umat Beragama.

Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama


Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama Relevansi Kan. 748 KHK 1983 Pendahuluan
Gereja Katolik sangat menaruh perhatian kepada kerukunan hidup antar umat beragama. Hal
itu dapat kita baca dalam dokumen – dokumen Gereja secara khusus dalam Konsili Vatikan
II. Dokumen Pernyataan tentang hubungan Gereja dengan Agama – Agama bukan Kristen
(Nostrae Aetate) menyatakan pada pendahuluan bahwa: “Semua bangsa merupakan satu
masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah menghendaki segenap umat manusia
mendiami seluruh muka bumi. Semua juga mempunyai satu tujuan terakhir yakni Allah, yang
yang menyelenggarkan”. Selain dari pada itu dokumen pernyataan tentang kebebasan
beragama (Dignitatis Humanae), no. 6: “Pada hakekatnya termasuk tugas setiap kuasa sipil:
melindungi dan mengembangkan hak-hak manusia yang tak dapat diganggu-gugat. Maka
kuasa sipil wajib melalui hukum-hukum yang adil serta upaya-upaya lainnya yang sesuai,
secara berhasil-guna menanggung perlindungan kebebasan beragama semua warga negara
dan menciptakan kondisi-kondisi yang menguntungkan dan mengembangkan hidup
keagamaan”. Demikian juga dalam KHK 1983, kan. 748, ditegaskan bahwa: “Semua orang
wajib mencari kebenaran dalam hal-hal yang menyangkut Allah dan Gereja-Nya, dan
berdasarkan hukum Ilahi mereka wajib dan berhak memeluk dan memelihara kebenaran yang
mereka kenal”. Selain itu, “Tak seorang pun boleh memaksa orang untuk memeluk iman
katolik melawan hati nuraninya”. Bagaimana relevansinya kanon ini dalam membangun
kerukunan hidup antar umat beragama? Dalam alam kebebasan itu manusia dapat
menentukan imannya berdasarkan hati nuraninya yang bebas dari segala paksaan dan
tekanan. Semua usaha manusia dalam mencari Allah yang diimaninya akan terwujud sebuah
perdamaian jika diiringi dengan praktek hidup sehari-hari dalam dialog antar umat beragama.
Gereja Katolik menawarkan sebuah spiritualitas dialogal yang berlandasan pada persaudaraan
dalam peziarahan iman menuju persatuan dengan Allah.
1. Spiritualitas Dialogal Spiritualitas dialogal adalah gerakan manusia dalam membangun
kerukunan yang sejati antar umat beragama di dunia. Gereja Katolik mengajak semua umat
beragama di dunia untuk membangun kerukunan antar umat beragama melalui spiritualitas
dialogal. Apakah Spiritualitas dialogal itu? Spiritualitas dialogal adalah sebuah gerakan
religius umat beriman dengan mengosongkan dirinya untuk dipenuhi dengan Roh ilahi dan
melihat realitas hidup di sekitarnya untuk berdialog secara integral dan transformatif dengan
sesama umat beriman lainnya menuju kedamaian dan kerukunan hidup yang sesungguhnya.

2. Beberapa pokok Spiritualitas dialogal antar iman


2.1. Spiritualitas dialogal, suatu bentuk hidup yang didasarkan kepada Roh Tuhan, suatu
ikatan relasi kasih antara manusia dengan Allah. Dasar Spiritualitas dialogal itu didasarkan
pada kisah penciptaan sendiri (bdk. Kej. 1: 1-3) dan peristiwa penjelmaan-Inkarnasi dalam
diri Yesus Kristus, Sang Sabda yang menjadi daging (Yoh. 1:1-3: 14), dan sebagai anugerah
Paskah-Nya mencurahkan Roh-Nya atas para murid-Nya. Itulah landasan biblis bagi
spiritualitas dialogal yang bermuara pada bersatunya manusia dari segala bangsa dengan
Allah yang disebut dengan “Manunggaling kawula Gusti”.
2.2. Spiritualitas dialogal, membutuhkan suatu penyadaran diri manusia bahwa kita
diciptakan oleh Allah dengan Roh-Nya sesuai dengan gambaran dan rupa Allah sendiri
dimana akhir perjalanan hidup manusia adalah persatuan Roh manusia dengan Allah itu
sendiri (persatuan Atman dengan Paraatman dalam Hindhuisme). Lebih jauh dari pada itu,
cinta kasih Allah kepada manusia tercurah melimpah dalam seluruh ciptaan alam semesta di
dunia kosmos. Keselarasan satu kosmos itulah yang dalam dunia ketimuran menjadi akar dari
seluruh kebersamaan hidup manusia di dunia, yang menurut tradisi Kristiani sebagai
kelimpahan cinta ilahi. Kelimpahan cinta ilahi itu memuncak dalam peristiwa Inkarnasi dari
Allah yang menjadi manusia, dalam diri Yesus. Dengan pernyataan ini pula, manusia diajak
untuk menjaga keselarasan alam semesta (lingkungan) dengan yang ilahi.
2.3. Oleh karena itulah umat beriman sejati menyadari tanggungjawab yang mendesak untuk
sekali lagi membangkitkan sikap tanggap sasmita: mendengarkan suara alam beserta
misterinya. Umat beriman di manapun diundang untuk bertemu hati dalam keheningan dan
cintakasih akan alam semesta, untuk menerima tata tertib karya Allah dan serasinya alam,
untuk menandingi daya-daya destruktif yang menghancurkan lingkungan. Harmoni dengan
alam semesta menghidupkan harmoni dalam hati dan menjalinkan harmoni antar pribadi
sesama manusia.
2.4. Spritualitas dialogal pada intinya adalah spiritualitas yang menciptakan
hubungan/ikatan antara manusia dengan manusia dan manusia dengan Allah. Maka
spiritualitas dialogal mengungkapkan jawaban manusia terhadap panggilan Allah, terhadap
sapaan ilahi dengan perantaraan Sang Sabda. Dalam dialog yang berlandaskan pada
penciptaan itulah seluruh umat manusia atas kekuatan Roh Allah bergerak mendekati Allah
satu-satunya.
2.5. Spiritualitas dialogal membutuhkan sikap dasar hati yang terbuka. Sikap yang
demikian itu memmerlukan model kenosis (pengosongan diri), suatu kesadaran tak berdaya,
pemurnian tiada hentinya dari kecenderungan pemusatan diri, egoisme, bertumbuh terbuka
dalam dialog dengan umat beriman lainnya. Pada intinya kenosis terwujudkan dalam
kematian menuju kebangkitan, mati bagi dirinya sendiri untuk memasuki hidup baru dalam
kepenuhan hidup.
2.6. Spiritualitas dialogal bersifat komuniter, berpusatkan pada ekaristi, saat semua umat
beriman sadar dan sengaja menghayati “anamnesis”, yakni kenangan akan Yesus Kristus
beserta misteri PaskahNya, hidup dalam Gereja dan berkarya melalui Gereja.
2.7. Spiritualitas dialogal bersifat integral transformatif: merubah hidup orang beriman
melalui sharing pengalaman hidup religius guna mengentaskan keterpurukan krisis total
menuju Indonesia baru. Dalam pergulatan demi transformasi itu meminta semua umat
beriman bersikap sabar dan rendah hati. Tiap peserta dialog harus mencoba mengakukan
pada dirinya sedapat mungkin intuisi dan pengalaman sesama digunakan untuk mencoba
mengungkapkan dan mengkomunikasikan pengalaman religiusnya.
2.8. Berkat bimbingan Roh Tuhan, semua umat beriman diajak berdialog berjalan bersama
mencari kebenaran. Setiap peserta dialog antar umat beriman saling berbagai pengalaman
religius kehidupan sehari-hari, saling memperkaya dan saling meneguhkan satu sama lain
dalam membangun dunia yang rukun, damai dan sejahtera di bumi Indonesia.

3. Buah Spiritualitas dialogal antar umat beriman


3.1. Iman peserta mengalami pengayaan lewat sharing-kesaksian peserta dialog. Dengan itu
pula iman peserta diperluas dengan peluang untuk saling mendengarkan, menghalau segala
praduga yang sudah mengakar, memperlebar pengertian yang sempit.
3.2. Iman peserta dijernihkan berkat perjumpaan antar umat beriman untuk merevisi asumsi,
pandangan yang keliru antar umat beragama. Meninggalkan masa lampau yakni pengalaman
yang buruk dalam membangun kerukunan hidup beragama, saling mengampuni dan memulai
babak baru yang makin baik menuju kerukunan yang sejati.
3.3. Iman peserta diperdalam dengan saling mengenal dan menghargai berdasarkan landasan
kebenaran dan keadilan tanpa terpengaruh oleh sikap dan perilaku kelompok ekstrim.
Spiritualitas dialog yang sejati dan mendalam akan merubah sikap hidup kita antar umat
beriman dari dialog antar iman (interreligious dialogue – interfaith dialogue) menuju
pertobatan (metanoia). Semua perserta dialog antar umat beriman menjadi tanda pertobatan
yang mengantar umat manusia kepada Allah.
Penutup Sebagai penutup dari tulisan ini, perlu kiranya menjabarkan Spiritualitas dialogal
secara konkrit dalam situasi pluri-agama dan pluri-kepercayaan/kebatinan. Beberapa pokok
pikiran tentang hal itu adalah sebagai berikut:
1. Kita hendaknya menyadari bahwa umat beragama dan umat kepercayaan/kebatinan
lain adalah rekan-rekan seperjalanan dalam ziarah menuju Allah.
2. Oleh karena itu merupakan kewajiban kita untuk menggalang kerekanan –
kekerabatan – persaudaraan (menyama braya) antar umat beragama dan umat
kepercayaan/kebatinan yang ada di dalam masyarakat Indonesia, sebagai model bagi
hubungan sosial.
3. Kekerabatan – persaudaraan (menyama braya) itu akan menghasilkan kerukunan
sebagai prinsip hubungan sosial.
4. Menjaga moralitas hidup yang baik, yang ditandai dengan kebenaran, kebaikan,
keadilan, kejujuran, dan menjunjung tinggi nilai-nilai insani luhur dalam menghayati
dan mengamalkan Pancasila sebagai ideologi dan dasar hidup kemasyarakatan.
5. Mengusahakan kesejahteraan umum (bonum commune), yang adil makmur dan
merata, terutama dalam opsi mengutamakan rakyat miskin dan tersingkir. Itulah
Spiritualitas transformatif, merombak hidup umat beriman sendiri semakin
menyerupai diri Allah, melahirkan umat manusia yang baru dipenuhi cinta kasih
D. Menurut Pandangan Saya Sendiri

Kerukunan antar umat beragama sangatlah penting dalam menjalani kelangsungan hidup di
Indonesia negara saya sendiri. Karena di Indonesia terdapat 5 agama yang sudah diakui
negara dan itu berarti menjaga kerukunan antar umat agama yang berbeda sangat - sangat
diperlukan untuk mencagah terjadinya kesalah pahaman dan pertengkaran ataupun
perselisihan. Kuncinya adalah toleransi, adil, dan rukun. Setiap umat beragama memiliki hak
masing - masing namun hak tersebut diupayakan jangan sampai merugikan atau mengganggu
agama lain dengan adanya toleransi saya rasa kerukunan bisa diwujudkan. Semoga saja tidak
ada lagi yang namanya kaum minoritas dan mayoritas. Kita semua sama di mata Tuhan dan
tentunya Tuhan akan sangat berbahagia apabila melihat umatnya rukun satu sama lain di
dalam cinta kasih.

SOURCE :
http://joenanto.multiply.com/journal/item/39
http://norbertang.blogspot.com/2008/03/format-kerukunan-antar-umat-beragama.html
http://semangatdhama.blogspot.com/2012/11/kerukunan-umat-beragama_20.html

Você também pode gostar