Você está na página 1de 41

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN FRACTURE
Ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III
Dosen: Ns. Ashar Prima, S.kep., M.Kep

Kelompok 1
S1 Keperawatan
Kelas A2 Angk. 2016

Ika Rizkiani (NH0116071) Ika Nurjulianti (NH0116070)

Indrawati. D (NH0116069) A. Dea Shafira (NH0116014)

Hasriyanti (NH0116062) Gabryela Cicilya Aponno (NH0116055)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

1
KATA PENGGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah yang


telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya
dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "Fraktur”.
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di
susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan, penyusun
membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.

Makassar, 7 Desember 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


KONSEP MEDIS
A. Pengertian..................................................................................................4
B. Etiologi......................................................................................................5
C. Manifestasu Klinis.....................................................................................5
D. Patofisiologi...............................................................................................6
E. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................6
F. Pentalaksanaan...........................................................................................7
G. Penyimpangan KDM.................................................................................10
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian.................................................................................................11
B. DiagnosaKeperawatan...............................................................................13
C. Intervensi...................................................................................................14
D. Implementasi.............................................................................................20
E. Evaluasi.....................................................................................................20

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian.................................................................................................23
B. Diagnosa Keperawatan..............................................................................25
C. Intervensi...................................................................................................26
D. Implementasi & Evaluasi..........................................................................29
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................33
B. Saran..........................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan Kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional
yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya
seluruh potensi bangsa Indonesia baik masyarakat, swasta maupun
pemerintah. Dalam pelaksanaannya tentu saja terdapat berbagai tantangan
atau masalah kesehatan yang perlu ditangani bersama.
Masalah kesehatan yang dihadapi dewasa ini semakin kompleks
dimana penyakit tidak menular semakin meningkat sedangkan penyakit
menular tetap menjadi perhatian serius. Hal ini berpengaruh pada ruang
lingkup epidemiologi, dimana terjadi perubahan pola dari penyakit menular
ke penyakit tidak menular yang disebut dengan transisi epidemiologi seiring
dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Menurut data dari WHO
SEARO (2000), penyebab kematian penduduk di dunia 52% diakibatkan
oleh penyakit tidak menular, 9% akibat kecelakaan dan 39% akibat penyakit
menular dan penyakit lainnya.
Salah satu penyakit tidak menular tersebut adalah penyakit
muskuloskeletal atau penyakit yang menyerang tulang dan jaringan otot.
Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan
WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan
persendian. Masalah pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas
adalah fraktur. Fraktur merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung.
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai
jalan, jumlah pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan,
bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas
terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma-trauma

1
lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian,
kecelakaan kerja dan cedera olah raga.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih
dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2
juta orang mengalami kecatatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang
cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah, sekitar 46,2% dari
insiden kecelakaan yang terjadi.
Walaupun penyebab terbanyak dari fraktur adalah peristiwa trauma,
tetapi di kalangan usia lanjut, fraktur lebih sering terjadi karena lemahnya
tulang karena suatu penyakit yang disebut fraktur patologik. Hal ini bahkan
menjadi masalah utama pada kelompok usia tersebut. WHO memperkirakan
pada pertengahan abad mendatang, jumlah patah tulang panggul karena
osteoporosis meningkat tiga kali lipat dari 1,7 juta pada tahun 1990 menjadi
6,3 juta kasus pada tahun 2050 kelak. Data dari International Osteoporosis
Foundation (IOF) menyebutkan bahwa di seluruh dunia, satu dari tiga
wanita dan satu dari delapan pria yang berusia di atas 50 tahun memiliki
resiko mengalami patah tulang akibat osteoporosis dalam hidup mereka.
Diperkirakan bahwa di Eropa 179.000 pria dan 611.000 wanita
mengalami fraktur panggul setiap tahunnya. Di negara Swiss pada tahun
2000, sebanyak 62.535 orang dirawat di rumah sakit karena patah tulang
diantaranya 57% perempuan dan 43% laki – laki. Di negara Cina, penyakit
osteoporosis mempengaruhi hampir 70 juta penduduk berusia di atas 50
tahun dan menyebabkan 687.000 patah tulang panggul setiap tahunnya. Di
Selandia Baru, pada tahun 2007 terdapat sekitar 84.000 kasus patah tulang
karena osteoporosis dengan 60% kasus terjadi pada wanita.
Kejadian terjatuh dan fraktur pada manula merupakan persoalan
penting kesehatan masyarakat yang terus meningkat dan dialami oleh
150.000 – 200.000 orang setiap tahun di Inggris, diantara jumlah tersebut
ditemukan sebanyak 60.000 kasus fraktur panggul. Data Badan Kesehatan
Amerika Serikat pada tahun 2001 memperkirakan terjadinya kasus patah
tulang akibat osteoporosis adalah 1.5 juta kasus pertahun dengan rincian
33% kasus patah tulang daerah belakang, 14% kasus patah tulang daerah

2
pergelangan tangan, 20% kasus patah tulang panggul serta lebih dari 30%
patah tulang pada bagian tubuh lainnya.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi
kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh,
kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/tumpul. Dari 45.987
peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang(3.8%) dan
20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770
orang (8.5%) dari 14.127 trauma benda tajam tumpul, yang mengalami
fraktur sebanyak 236 orang (1,7%).

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Agar kelompok dan pembaca yaitu rekan mahasiswa
Keperawatan mampu menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien
dengan masalah utama Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Fraktur.
b. Tujuan Khusus
Setelah memahami makalah asuhan keperawatan pada pasien
dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal: Fraktur, maka kelompok
dan pembaca yaitu rekan mahasiswa Keperawatan mampu:
1. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan masalah
utama Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Fraktur.
2. Menganalisa data pasien dengan masalah utama Gangguan Sistem
Muskuloskeletal : Fraktur.
3. Merumuskan diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien dengan masalah utama Gangguan Sistem Muskuloskeletal :
Fraktur.
4. Menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan masalah
utama Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Fraktur.
5. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien dengan masalah
utama Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Fraktur.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP MEDIS

A. Pengertian

Fraktur adalah gangguan komplet atau tak-komplet pada


kontinuitas struktur tulang dan didefinisikan sesuai dengan
jenis dan keluasannya. Fraktur terjadi ketika tulang menjadi
subjek tekanan yang lebih besar dari yang dapat diserapnya.
Fraktur dapat disebabkan oleh hantaman langsung, kekuatan
yang meremukkan, gerakan memutar mendadak, atau bahkan
karena kontraksi otot yang ekstrim. Ketika tulang patah,
struktur dsekitarnya juga terganggu, menyebabkan edema
jaringan lunak, hemoragi ke otot dan sendi, dislokasi sendi,
rupture Rendon, gangguan saraf, dan kerusakan pembuluh
darah. Organ tubuh dapat terluka akibat gaya yang
disebabkan oleh fraktur atau oleh fragmen fraktur (Brunner &
Suddart, 2013).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan tulang, an jaringan lunak disekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap (Nurarif & Kusuma, 2015).

Tipe tipe fraktur :

1. Fraktur komplet : patah di seluruh penampang lintang


tulang, yang sering kali tergeser

2. Fraktur inkomplet, juga disebut sebgai sebagai fraktur


greentick : patah terjadi hanya pada sebagai dari
penampang lintang tulang.

4
3. Fraktur remuk (comminuted) : patah dengan beberapa
fragmen tulang.

4. Fraktur tertutup, atau fraktur sederhana : tidak


menyebabkan robekan di kulit

5. Fraktur terbuka, atau fraktur campuran atau kompleks :


patah dengan luka pada kulit atau membrane mukosa
meluas ke tulang yang fraktur. Fraktur terbuka diberi
peringkat sebagai berikut : derajat I : luka bersih sepanjang
kurang dari 1 cm; derajat II : luka lebih luas tanpa
kerusakan jaringan lunak yang luas; derajat III: luka sangat
terkontaminasi dan menyebabkan kerusakan jaringan lunak
yang luas (tipe paling berat).

6. Fraktur dapat juga dideskripsikan menurut penempatan


fragmen secara anatomic, terutama jika frakutur tergeser
atau tidak tergeser.

7. Fraktur intra-artikular meluas ke permukaan sendi tulang.

B. Etiologi

Fraktur dikategorikan berdasarkan penyebabnya.

1. Fraktur transversal jenis ini meliputi patah yang melintangi


tulang. Biasanya disebabkan hantaman keras, dans erring
terjadi pada lengan dan kaki.

2. Fraktur spiral jenis ini merupakan patah yang disebabkan


gerakan memutir secara tiba-tiba. Biasanya terjadi pada
tulang lengan atau kaki.

Greensik pada patah tulang jenis ini, satu sisi tulang retak
dan sisi lainnya bengkok. Fraktur greenstick hanya terjadi

5
pada anak-anak, karena tulang mereka lebih lentur
dibandingkan tulang dewasa.

3. Fraktur kominutif (patah remuk) dalam patah tulang jenis ini,


ada bagian tulang yang pecah. Pecahnnya bisa
menyebabkan kerusakan jaringan di sekitarnya. Fraktur
kominutif disebabkan oleh pukulan langsung atau tubrukan.

4. Fraktur kompresi/impresi pada patah tulang jenis ini, satu


area tulang melekuk ke dalam. Fraktur impresi paling sering
timbul pada tulang tengkorak setalah pukulan keras.

5. Fraktur rmuk pada patah tulang ini bagian dalam tulang


yang berbentk seperti spons remuk. Biasanya hal ini terjadi
pada tulang belakang penderita osteoporosis.

C. Manifestasi Klinis

1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak

2. Nyeri pembengkakan

3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari


ketinggian atau jatuh dikamar mandi pada ornag tua,
penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja,
trauma olahraga).

4. Gangguan fungsi anggota gerak

5. Gangguan fungsi anggota gerak

6. Deformaitas

7. Kelainan gerak

8. Krepitasi atau dating dengan gejala-gajala lain.

Selain manifestasi

6
D.Patofisiologi

Fraktur gangguan pada tulang biasnya di sebabkan oleh


trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stres,
gangguan fisik, gangguan metabolic, dan patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka
ataupun tertutup. Kerusakan pembulu darah akan
mengakibtakan pendarahan, maka volume darah menurun.
COP meurun maka terjadi perubahan perfusi jariangan.
hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi
edem local maka penumpukan terjadi di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulakan gangguan rasa nyaman nyeri, selain itu dapat
mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu.
Disamping itu fraktur terbuaka dapat mengenai jaringan lunak
yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerasuakan
jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan intergritas kulit.

E. Pemeriksaan penunjang

1. X-ray : menentukan lokasi/luasnya fraktur

2. Scan tulang : memperhatikan fraktur lebih jelas,


mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya


kerusakan vaskuler

4. Hitung darah lengkap : hemokonsentrasi mungkin


meniingkat, menurun pada perdarahan; peningkatan lekosit
sebagai respon terhadap peradangan

5. Kretin : trauma otor meningkatkan beban kretiniin untuk


klirens ginjal

7
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, transfuse atau cedera hati.

F. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medis

a. Penatalaksanakan kedaruratan

1) Segara setelah cedera, imobilisasi bagian tubuh


sebelum pasien dipindahkan

2) Bebat fraktur, termasuk sendi yang berada di dekat


fraktur, untuk mencegah pergerakan fragmen fraktur.

3) Imobilisasi tulang panjang ekstermitas bawah dapat


dilakukan dengan mengikat (membebat) kedua
tungkai bersama-sama : ekstermitas yang tidak
tergaganggu berperan sebagai bebat untuk
ekstermitas yang cedera.

4) Pada cedera ekstermitas atas, lengan dapat dibebat


ke dada, atau lengan bawah yang cedera dapat
digendong dengan mitela (kain gendongan).

5) Kaji status neurovascular di sisi distal area cedera


sebelum dan setelah pembebatasan untuk
menentukan keadekuatan perfusi jaringan perifer dan
fungsi saraf.

6) Tutupi luka fraktur terbuka dengan balutan steril


untuk mencegah kombinasi jaringan yang lebih
dalam.

b. Reduksi Fraktur
1) Fraktur direduksi (“mengatur”tulang) dengan
menggunakan metode tertutup (manipulasi dan

8
traksi manual [mis.,bebat atau gips] atau metode
terbuka (penempaatan alat fiksasi secara bedah
[mis.,pin logam, kawat,sekrup, pelat, paku atau
batang] untuk mengembalikan fragmen fraktur
kembali sejajar secara anatomis dan untuk rotasi.
Metode spesifik bergantung pada sifat fraktur.
2) Setelah fraktur sudah direduksi, imobilisasi bertujuan
menahan tulang tetap pad posisi yang tepat dan
sejajar sampai penyatuan kemabali. Imobilisasi
dilakukan dengan fiksasi eksternal atau internal.
3) Fungsi dipertahakan dan dikembalikan dengan
mengotrol pembengkakan dengan meninggikan
ekstermitas yang cedera dan menempelkan es sesuai
program. Gelisah, ansietas, dan ketidaknyamanan
dikontrol dengnan menggunakan berbagai
pendekatan (mis.,upaya penenangan, ubah posisi,
dan strategi Pereda nyeri, termasuk penggunaan
analgesic). Latihan isometric dan pembentukan otot
dianjurkan untuk meminimalkan atrofi dan untuk
meningkatkan sirkulasi. Dengan fiksasi internal,
dokter bedah menentukan jumlah pergerakan dan
stress akibat menahan beban yang dapat ditanggung
oleh ekstermitas dan menetapkan tingkat aktivitas
yang dapat dilakukan.
2. Penatalaksanaan Komplikasi
a. Terapi syok terdiri dari menstabilkan fraktur untuk
mencegah hemoragi lebih lanjut, mengembalikan
volume dan sirkulasi darah, meredakan nyeri pasien,
memberikan imobilisasi yang tepat, dan melindungi
pasien dari cedera lebih lanjut dan ari komplikasi lain.
Lihat “Penatalaksanaan Keperawata” pada “syok
Hipovolemik” di Bagian S untuk informasi tambahan.

9
b. Pencegahandan penatalaksanaan embolisme lemak
mencakup mengimobilisasi fraktur dengan cepat,
menopang tulang yang mengalami fraktur ketika
berpindah dan memperbaiki posisi secara tepat, dan
mempertahankan keseimbangan cairan elektrolit.
Memulai bantuan pernapasan secara cepat dan tepat
diikuti dengan penecegahan asidosis respiratorik dan
asidosis metabolic serta memeprebaiki pangguan
homeoestatik merupakan langkah yang penting.
Kortikosteroid dan obat vasopressor dapat diberikan
c. Sidrom konpartemen ditangani dengan mengendalikan
pembengkakan dengan meninggikan ekstermitas
jantung atau dengan melepaskan alat restriktif
(balutan/gips). Fasiotomi (dekompresi bedah dengan
eksisi fasia) mungkin diperllukan untuk meredakan faasi
otot yang mengalami konstriksi. Luka tetap terbuka dan
ditutup dengan balutan saring streil yang basah selama
3-5 hari. Tungkai dibebat dan ditinggikan. Latihan
rentang pergerakan pasif yang telah di programkan
dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
d. Fraktur yang tidak menyatu (nonunion) (kegagalan ujung
tulang fraktur untuk menyatu) diterapi denga fiksisi
internal, tandur tulang (osteogenesis, osteokonduksi,
osteoinduksi), stimulasi tulang elektrik, atau kombinasi
dari semua ini
e. Penatalaksanaan reaksi terhadap alat fiksasi internal
mencakup perlindungan dan refrakktor akibat
osteoporosis, perubahan struktur tulang, dan trauma.
f. Penatalaksaan CRPS mencakup upaya meninggikan
ektremitas, Pereda nyeri, laatihan rentang pergerakan,
dan membantu pasien mengatasi nyeri kronis, atrofi otot
akibat tidak digunakan (disuse atrophi), dan

10
osteoporosis. Hindari memeriksa tekanan darah atau
melakukan punksi vena di ekstremitas yang tergangu.
g. Komplikasi lain diterapi sesuai indikasi (lihat gangguan
spesifik).

11
G. Penyimapangan KDM

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi Patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri Akut

Perub Jaringan Sekitar Kerusakan fragmen tulang

Tek sumsum tulang lebih


Pergeseran fragmen Spame otot tinggi dari kapiler

Peningkatan
Deformitas Melepaskan katekolamin
tek kapiler

Metabolisme asam lemak


Pelepasan
histamin
Ggn fungsi ekstremitas Bergabung dgn trombosit

Protein plasma
Hambatan mobilitas hilang Emboli
fisik
Edema Menyumbat pembuluh
Laserasi kulit darah
Penekanan
pembuluh darah

Ketidak efektifan perfusi


jaringan perifer

Putus Resiko infeksi Kerusakan


vena integritas kulit

Perdarahan Kehilangan volume Resiko syok (hipovolemik)


12
KONSEP KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada


praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien ke berbagai tatanan
pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia dengan
menggunakan metodologi proses keperawatan berpedoman kepada standar
keperawatan dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam lingkup wewenang serta
tanggung jawab perawat.
Perawat daam memberikan asuhan keperawatan kepada klien melalui proses
perawatan. Teori dan konsep diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan
terorganisir yang melalui pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan muskuloskletal khususnya fraktur cruris
dextra 1/3 tengah terbuka (Barbara Engram, 1998, Hal 280) meliputi :
a. Pengumpulan data meliputi :
1) Biodata klien dan penanggung jawab klien.
Biodata klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, agama, tanggal masuk RS, nomor medik,
dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Merupakan keluhan klien pada saat dikaji, klien mengalami fraktur dan
immobilisasi biasanya mengeluh tidak dapat melakukan pergerakan,
nyeri, lemah, dan tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
3) Pemeriksaan fisik
Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
terhadap berbagai sistem tubuh maka ditemukan sebagai berikut :
a) Keadaan umum
Pada klien yang immobilisasi perlu dilihat dalam hal keadaan
umum meliputi penampilan, postur tubuh, kesadaran, dan gaya
bicara klien, immobilisasi biasanya mengalami kelemahan,
kebersihan dirinya kurang, bentuk tubuh kurus akibat berat badan
turun, dan kesadaran composmentis.
b) Sistem pernafasan
Perlu dikaji mulai bentuk hidung ada tidaknya secret pergerakan
cuping hidung waktu bernafas. Kesimetrisan dada waktu bernafas,
apakah ada ronchi, serta frekuensi nafas. Hal ini penting karena

13
immobilisasi berpengaruh pada pengembangan paru dan mobilisasi
sekret jalan nafas.
c) Sistem kardiovaskuler
Mulai dikaji dari warna konjungtiva, warna bibir, ada tidaknya
peninggian vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi
jantung pada daerah dada dan pengukuran tekanan darah dengan
palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi.
d) Sistem pencernaan
Yang dikaji meliputi keadaan mulut, gigi, bibir, lidah, nafsu makan,
peristaltik usus dan bab. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui
secara dini penyimpangan dari sistem ini.
e) Sisten genitourinaria
Dapat dikaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah
pinggang, observasi dan palpasi daerah pinggang, observasi dan
palpasi daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi
urine dan kaji tentang alat genitourinaria bagian luar mengenai
bentuk ada tidaknya nyeri benjolan serta bagaimana pengeluaran
urinenya lancar atau ada nyeri waktu miksi, ada nyeri atau tidak
serta bagaimana warna urine.
f) Sistem muskuloskeletal
Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat range of motion
dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak
bawah, adanya nyeri yang dilaporkan waktu bergerak, toleransi
klien waktu bergerak, observasi adanya luka pada otot akibat fraktur
terbuka. Selain ROM tonus dan kekuatan otot konus dikaji juga,
karena klien dengan immobilisasi biasanya tonus otot dan
kekuatannya menurun.
g) Sistem integumen
Yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan kuku,
pemeriksaan kulit meliputi tekstur, kelembaban turgor, warna dan
fungsi perabaan.
h) Sistem neurosensori
Sistem neurosensori yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi
kranial, fungsi sensori serta fungsi refleks.
4) Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas sehari-hari pada klien fraktur meliputi frekuensi makan,
jenis makanan, porsi makan, jenis d an kualitas minum dan kuantitas

14
minum dan eliminasi yang meliputi BAB (frekuensi, warna, konsistensi)
serta BAK (frekuensi, banyak urine yang keluar setiap hari dan warna
urine). Personal hygiene (frekuensi mandi, gosok gigi, cuci rambut, serta
memotong kuku), olahraga (frekuensi dan jenis) serta rekreasi (frekuensi
dan tempat rekreasi).
5) Data psikososial
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan immobilisasi pada
dasarnya sama dengan pengkajian psikososial pada sistem lain yaitu
mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri
dan identitas diri) dan hubungan atau interaksi klien dengan anggota
keluarganya maupun dengan lingkungan.
Pada klien yang fraktur dan diimobilisasi adanya perubahan konsep diri
terjadi secara perlahan-lahan yang mana dapat dikenali melalui
observasi terhadap adanya perubahan yang kurang wajar dalam status
emosional. Perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam
pemecahan masalah dan perubahan status tidur.
6) Data spiritual
Klien yang fraktur perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya,
keyakinan, harapan serta semangat yang terkandung dalam diri klien
merupakan aspek yang penting untuk kesembuhan penyakitnya.
7) Data penunjang
a) Studi diagnostik
Sinar rontgen digunakan untuk menentukan luasnya fraktur bone
scane, termogram dan CT scane digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan.
b) Studi laboratorium
Dengan pemeriksaan darah dan urine untuk mengetahui kadar alkali
fosfate kalsium, kreatinin, dan fhosfat.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah kesimpulan yang dibuat oleh perawat
berdasarkan data yang terkumpul yang berupa rumusan respon klien terhadap
masalah kesehatan yang aktual dan potensial serta faktor etiologi yang
berkontribusi terhadap timbulnya masalah yang dihadapi serta perlu diatasi
dengan tindakan intervensi keperawatan. Diagnosa keperawatan pada klien
dengan fraktur cruris dextra 1/3 tengah terbuka grade IIIB terpasang fiksasi
eksterna dengan fraktur.

15
3. Intervensi
No Diagnosa Pre Operasi NOC NIC
.

1. Nyeri akut Kontrol nyeri Manajemen nyeri

Indicator: 1. Lakukan pengkajian nyeri


komprehensif yang
1. Mengenali kapan
meliputi lokasi,
nyeri terjadi
2. Menggambarkan karakteristik, durasi,
factor penyebab frekuensi, intensitas atau
3. Menggunakan beratnya nyeri dan factor
analgesic yang di pencetus.
rekomendasikan 2. Pastikan perawatan
analgesic bagi pasien
dilakukan dengan
pemantau yang ketat.
3. Berikan individu penurun
nyeri yang optimal
dengan pengresepan
anlgesik.
4. Gunakan tindakan
pengontrol nyeri sebelum
nyeri bertambah berat.
5. Dukung istirahat/tidur
yang adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri.
6. Libatkan keluarga dalam
modalitas penurun nyeri,
jika memungkinkan.
7. Pilih dan
implementasikan
tindakan yang beragam
(misalnya farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
memfasilitasi penurunan
nyeri sesuai dengan
kebutuhan.

16
8. Ajarkan prinsip-prisip
manajemen nyeri.

2. Hambatan mobilitas Ambulasi: Kursi Terapi Latihan : Ambulasi


fisik. roda
1. Beri pasien pakaian yang
Indicator: tidak mengekang
2. Sediakan tempat tidur
1. Perpindahan ke berketinggian rendah,
dan dari kursi yang sesuai.
roda 3. Konsultasikan pada ahli
2. Menjalankan terapi fisik mengenai
kursi roda dengan rencana ambulasi, sesuai
aman. kebutuhan.
3. Menjalankan 4. Bantu pasien untuk
kursi roda dalam duduk di sisi tempat tidur
jarak dekat. untuk menfasilitasi
4. Menjalankan
penyesuaian sikap tubuh
kursi roda dalam 5. Bantu pasien untuk
jarak sedang. perpindahan, sesuai
5. Menjalankan
kebutuhan.
kursi roda dalam 6. Terapkan / sediakan alat
jarak jauh. bantu (kursi roda,
tongkat, walker) untuk
ambulasi.
7. Bantu pasien untuk
berdiri dan ambulasi
dengan jarak tertentu dan
dengan sejumlah staf
tertentu.
8. Intruksikan pasien /
caregiver mengenai
pemindahan dan teknik
ambulasi yang aman

3. Kerusakan integritas Integritas jaringan: Perawatan luka


kulit dan membran
kulit
mukosa 1. Berikan balutan yang
Indicator: sesuai dengan jenis luka.
2. Perkuat balutan (luka),
1. Suhu kulit
2. Sensasi sesuai kebutuhan.
3. Tekstur 3. Pertahankan teknik

17
4. Integritas kulit balutan steril ketika
melakukan perawatan
luka, dengan tepat.
4. Periksa luka setiap kali
perubahan balutan.
5. Bandingkan dan catat
setiap perubahan luka.
6. Anjurkan pasien atau
anggota keluarga pada
prosedur perawatan luka.
7. Anjurkan pasien dan
keluarga untuk mengenal
tanda dan gejala infeksi.

4. Ansietas Tingkat kecemasan Pengurangan kecemasan


Indicator:
1. Gunakan pendekatan
1. Tidak dapat yang tenang dan
beristirahat
2. Perasaan gelisah meyakinkan.
3. Wajah tegang 2. Jelaskan semua prosedur
termasuk sensai yang
akan dirasakan yang
mungkin akan dialami
klien selama prosedur
dilakukan.
3. Berada di sisi klien untuk
meningkatkan rasa aman
dan mengurangi
ketakutan.
4. Dorong keluarga untuk
mendampingi klien
dengan cara yang tepat.
5. Berikan aktivitas
pengganti yang bertujuan
untuk mengurangi
tekanan.
6. Puji/kuatkan perilaku
yang baik secara tepat.
7. Instruksikan klien untuk
menggunakan teknik
relaksasi.

18
5. Resiko infeksi Control resiko : Perlindungan infeksi
proses infeksi
1. Monitor adanya tanda dan
Indicator:
gejala infeksi sistemik
1. Mengenali factor
resiko individu dan local.
terkait infeksi 2. Monitor kerentanan
2. Mengidentifikasi terhadap infeksi.
tanda dan gejala 3. Ajarkan pasien dan
infeksi
3. Mencuci tangan keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi dan
kapan harus
melaporkannya kepada
pemberi layanan
kesehatan.
4. Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
bagaimana cara
menghindari infeksi.
5. Anjurkan istirahat.
6. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic yang
diresepkan.
7. Jaga penggunaan
antibiotic dengan
bijaksana.
8. Tingkatkan asupan nutrisi
yang cukup
9. Anjurkan asupan cairan,
dengan tepat

No Diagnosa Post NOC NIC


.
Operasi
1. Nyeri akut Kontrol nyeri Manajemen nyeri

Indicator: 1. Lakukan pengkajian nyeri


komprehensif yang
1. Mengenali kapan
meliputi lokasi,
nyeri terjadi
2. Menggambarkan karakteristik, durasi,
factor penyebab frekuensi, intensitas atau
3. Menggunakan beratnya nyeri dan factor
analgesic yang di pencetus.
rekomendasikan 2. Pastikan perawatan

19
analgesic bagi pasien
dilakukan dengan
pemantau yang ketat.
3. Berikan individu penurun
nyeri yang optimal
dengan pengresepan
anlgesik.
4. Gunakan tindakan
pengontrol nyeri sebelum
nyeri bertambah berat.
5. Dukung istirahat/tidur
yang adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri.
6. Libatkan keluarga dalam
modalitas penurun nyeri,
jika memungkinkan.
7. Pilih dan
implementasikan
tindakan yang beragam
(misalnya farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
memfasilitasi penurunan
nyeri sesuai dengan
kebutuhan.
8. Ajarkan prinsip - prisip
manajemen nyeri.

2. Resiko infeksi Control resiko : Perlindungan infeksi


proses infeksi
1. Monitor adanya tanda dan
Indicator: gejala infeksi sistemik
dan local.
1. Mengenali factor 2. Monitor kerentanan
resiko individu terhadap infeksi.
terkait infeksi 3. Ajarkan pasien dan
2. Mengidentifikasi keluarga mengenai tanda
tanda dan gejala dan gejala infeksi dan
infeksi kapan harus
3. Mencuci tangan
melaporkannya kepada

20
pemberi layanan
kesehatan.
4. Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
bagaimana cara
menghindari infeksi.
5. Anjurkan istirahat.
6. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic yang
diresepkan.
7. Jaga penggunaan
antibiotic dengan
bijaksana.
8. Tingkatkan asupan nutrisi
yang cukup
9. Anjurkan asupan cairan,
dengan tepat

3. Hambatan mobilitas Ambulasi: Kursi Terapi Latihan : Ambulasi


fisik roda
1. Beri pasien pakaian yang
Indicator: tidak mengekang
2. Sediakan tempat tidur
1. Perpindahan ke berketinggian rendah,
dan dari kursi yang sesuai.
roda 3. Konsultasikan pada ahli
2. Menjalankan terapi fisik mengenai
kursi roda rencana ambulasi, sesuai
dengan aman. kebutuhan.
3. Menjalankan 4. Bantu pasien untuk
kursi roda dalam duduk di sisi tempat tidur
jarak dekat. untuk menfasilitasi
4. Menjalankan
penyesuaian sikap tubuh
kursi roda dalam 5. Bantu pasien untuk
jarak sedang. perpindahan, sesuai
5. Menjalankan
kebutuhan.
kursi roda dalam 6. Terapkan / sediakan alat
jarak jauh. bantu (kursi roda,
tongkat, walker) untuk
ambulasi.
7. Bantu pasien untuk
berdiri dan ambulasi

21
dengan jarak tertentu dan
dengan sejumlah staf
tertentu.
8. Intruksikan pasien /
caregiver mengenai
pemindahan dan teknik
ambulasi yang aman

4. Defisit perawatan diri Perawatan diri: Bantuan perawatan diri :


kebersihan mandi / kebersihan

Indicator: 1. letakkan handuk, sabun,


deodorant, alat bercukur,
1. Mencuci tangan
2. Mempertahankan dan aksesoris lain yang
penampilan yang diperlukan di sisi tempat
rapi tidur atau kamar mandi.
3. mempertahankan 2. Sediakan bahan pribadi
kebersihan tubuh yang di inginkan.
3. Fasilitasi pasien untuk
menggosok gigi dengan
tepat.
4. Monitor kebersihan kuku
sesuai dengan merawat
diri pasien
5. Monitoring integritas
kulit pasien.
6. Berikan bantuan sampai
pasien benar-benar
mampu merawat diri
secara maniri.

5. Kerusakan integritas Integritas jaringan: Perawatan luka


kulit dan membran
kulit
mukosa 1. Berikan balutan yang
Indicator: sesuai dengan jenis luka.
2. Perkuat balutan (luka),
1. Suhu kulit
2. Sensasi sesuai kebutuhan.
3. Tekstur 3. Pertahankan teknik
4. Integritas kulit balutan steril ketika
melakukan perawatan
luka, dengan tepat.
4. Periksa luka setiap kali

22
perubahan balutan.
5. Bandingkan dan catat
setiap perubahan luka.
6. Anjurkan pasien atau
anggota keluarga pada
prosedur perawatan luka.
7. Anjurkan pasien dan
keluarga untuk mengenal
tanda dan gejala infeksi.

6. Defisiensi Pengetahuan : Kontrol infeksi


pengetahuan manajemn infeksi
1. Anjurkan pasien
Indicator : mengenai teknik cuci
tangan yang tepat.
1. Tanda dan gejala 2. Ajarkan pasien dan
infeksi keluarga mengenai tanda
2. Prosedur
dan gejala infeksi dan
pemantauan
kapan harus
untuk infeksi
3. Pentingnya melaporkannya kepada
sanitasi tangan penyedia kesehatan.
3. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
bagaimana menghindari
infeksi.

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi
tindakan-tindakan yang telah direncanakan sebelumnya.
Dalam melaksanakan rencana tersebut harus diperlukan kerjasama dengan tim
kesehatan yang lain, keluarga klien, dan klien sendiri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
- Kebutuhan klien.
- Dasar-dasar dari tindakan.
- Kemampuan perseorangan, keahlian/keterampilan dan perawat.
- Sumber dari keluarga dan klien sendiri.
- Sumber dari instansi.

5. Evaluasi

23
Evaluasi adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan
dalam memenuhi kebutuhan klien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan
dalam menggunakan proses keperawatan.
Adapun evaluasi klien dengan fraktur cruris dextra 1/3 tengah terbuka grade IIIB
dilakukan berdasarkan kriteria tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, dan
asuhan keperawatan dinilai berhasil apabila dalam evaluasi terlibat pencapaian
kriteria tujuan.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Tn. A berumur 35Thn, Dirawat diruang bedah orthopedic dengan


keluhan nyeri pada kaki kiri karena kecelakaan mobil. Saat
pengkajian Tuan A mengeluh nyeri pada tungkai kiri yang terpasang
skin traksi. Extremitas bawah kanan lebih panjang 3 cm dari
ektreimitas bawah kiri. Tungkai terpasang fiksasi internal yang
terbalut kasa pada tibia 1/3 proximal. Nyeri dirasakan seperti
disayat-sayat. Nyeri bertambah bila sedang dilakukan perawatan
luka. Skala nyeri 8 pada rentang 0-10. Nyeri berkurang bila sedang
diistirahatkan. Hasil pengkajian fisik : RR 22 x/I, N:110x/I, TD 130/80
mmhg, S: 37,9 oC. CRT kuku kaki 3 detik. Data lab: HB, 10,3 g/dl,
hematokrit 36%, leukosit 13.000/mm3. Trombosit 450.000 mm/gr dl,
protein total 6,8 g/dl. Pasien mendapatkan terapi metronidazol 2 x
500 mg drips, vit b dan vit c 3 x1, IVFD NaCL 5 tpm, Calc 3x1, diet
TKTP.

A. Pengkajian

1. Anamnese

Nama : Tn. A
Umur : 35Thn
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Sopir Mobil

2. Riwayat Penyakit

a. Keluhan Utama : Nyeri

b. Riwayat Penyakit Sekarang : Tn. A mengeluh nyeri


pada tungkai kiri yang terpasang skin traksi.

24
P : kecelakaan mobil
Q : nyerinya seperti disayat-sayat
R : terasa nyeri pada bagian kaki kiri dengan skala nyeri 8
S : nyeri bertambah pada saat dilakukan perawatan luka

c. Riwayat Penyakit Dahulu : tidak ada

d. Riwayat Kesehatan Keluarga : tidak ada

3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
GCS : 15 ( E4V5M6)
TTV : TD : 130/80 mmHg
N : 110 x/m
S : 37,9OC
P : 22 x/m
a. Kulit : kulit tampak adanya lesi
b. Kepala : kepala tampak simetris, kulit kepala tampak
simetris, tidak ada massa dan tidak ada nyeri tekan pada
kepala.
c. Telinga : tidak adanya massa pada telinga, tidak ada nyeri
tekan, serta tidak adanya perdarahan
d. Hidung : tampak simetris, tidak ada masa serta nyeri
tekan
e. Mata : mata tampak simetris, tidak ada edema dan
peradangan, serta konjungtiva an anemis.
f. Leher : Bentuk leher (simetris), peradangan (- ), jaringan parut (- ),
massa ( - ) Palpasi : pembesaran kelenjar limfe (- ), pembesaran kelenjar
tiroid (-)
g. Dada : Normal chest, Bentuk dada (simetris), Suara nafas Area
Vesikuler (bersih), tidak ada Suara tambahan Terdengar.
h. Abdomen : Massa/Benjolan (- ), Kesimetrisan (- ), Frekuensi peristaltic
usus 10 x/menit.
i. Ektermitas : pada bagian ekstermitas tampak adanya luka
pada bagian/area tungkai kaki kiri yang telah dipasang
skin traksi serta adanya nyeri tekan.

25
4. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Medik
a. Darah Lengkap : Diisi Tanggal
Leukosit : 13.000/mm3 ( N : 3.500 – 10.000 / μL)
Trombosit : 450.000 mm/gr ( N : 150.000 – 350.000 / μL )
Haemoglobin : 10,3 g/dl ( N : 11.0 – 16.3 gr/dl )
Hematokrit : 36% ( N : 35.0 – 50 gr / dl )
b. Kimia Darah
c. Total Protein : 6,8 g/dl ( N : 6.7 – 8.7 mg /dl )

5. Analisa Data
N Data Etiologi Masalah
o.

1. DS: klien Trauma langsung Nyeri Akut


mengatakan
nyeri pada
bagian tungkai Fraktur

kiri
DO : klien
Pergeseran
tampak meringis
fragmen tulang
P : kecelakaan
mobil
Q : nyerinya
Nyeri Akut
seperti disayat-
sayat
R : terasa nyeri
pada bagian
kaki kiri dengan
skala nyeri 8
S : nyeri
bertambah pada
saat dilakukan
perawatan luka

2 DS : klien Pergeseran Hambatan


fragmen tulang mobilitas fisik
mengatakan
tidak bisa Deformitas

menggerakkan Ggn fungsi


ekstremitas
kaki sebelah kiri
Hambatan

26
DO : klien mobilitas fisik
tampak sulit
menggerakkan
kaki bagian
kirinya karena
adanya fraktur.

3. DS: pasien Fraktur Resiko Infeksi


mengatan nyeri
Diskontinuitas tulang
pada daerah
Perubahan jaringan
kaki sebelah kiri
sekitar
DO:
Laserasi kulit
Skala nyeri 8
Leukosit : Resiko infeksi

13.000/mm3
Trombosit :
450.000 mm/gr
Haemoglobin :
10,3 g/dl

B. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
integritas struktur tulang
3. Resiko infeksi

C. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
.
1. Nyeri akut b/d Kontrol nyeri Manajemen nyeri
agen cedera fisik
Indicator: 1. Lakukan pengkajian
Defenisi :
nyeri komprehensif
Pengalaman 1. Mengenali kapan
yang meliputi
sensori dan nyeri terjadi
2. Menggambarkan lokasi, karakteristik,
emosional tidak
factor penyebab durasi, frekuensi,
menyenangkan 3. Menggunakan intensitas atau
yang muncul analgesic yang di beratnya nyeri dan

27
akibat kerusakan rekomendasikan factor pencetus.
2. Pastikan perawatan
jariangan actual
analgesic bagi
atau potensial
pasien dilakukan
atau yang di
dengan pemantau
gambarkan
yang ketat.
sebagai 3. Berikan individu
kerusakan penurun nyeri yang
(international optimal dengan
association for pengresepan
the study of anlgesik.
paint); awitan 4. Gunakan tindakan
yang tiba-tiba pengontrol nyeri

terlambart dari sebelum nyeri

intensitas ringan bertambah berat.


5. Dukung
hingga berat
istirahat/tidur yang
dengan akhir
adekuat untuk
yang dapat di
membantu
atisipasi atau di
penurunan nyeri.
prediksi 6. Libatkan keluarga
Batasan dalam modalitas
karakteristik: penurun nyeri, jika
 Ekspresi wajah memungkinkan.
7. Pilih dan
meringis
implementasikan
 Perilaku
tindakan yang
distraksi
beragam (misalnya
 Perubhan pada
farmakologi,
parameter
nonfarmakologi,
fisiologis
interpersonal) untuk
(tekanan
memfasilitasi
darah)
penurunan nyeri
sesuai dengan
kebutuhan.
8. Ajarkan prinsip-
prisip manajemen
nyeri.

2. Hambatan Ambulasi: Kursi Terapi Latihan :

28
mobilitas fisik b/d roda Ambulasi
kerusakan
Indicator: 1. Beri pasien pakaian
integritas struktur
yang tidak
tulang. 1. Perpindahan ke
mengekang
Defenisi : dan dari kursi 2. Sediakan tempat
Keterbatasan roda tidur berketinggian
2. Menjalankan
dalam gerak fisik rendah, yang sesuai.
kursi roda dengan 3. Konsultasikan pada
atau satu atau
aman. ahli terapi fisik
lebih ekstremitas 3. Menjalankan
mengenai rencana
secara mandiri kursi roda dalam
ambulasi, sesuai
dan terarah. jarak dekat.
4. Menjalankan kebutuhan.
Batasan
4. Bantu pasien untuk
karakteristik : kursi roda dalam
duduk di sisi tempat
 Gangguan jarak sedang.
5. Menjalankan tidur untuk
sikap berjalan menfasilitasi
kursi roda dalam
 Gerakan penyesuaian sikap
jarak jauh.
lambat tubuh
 Keterbatasan 5. Bantu pasien untuk

rentang gerak perpindahan, sesuai


kebutuhan.
 Ketidak
6. Terapkan / sediakan
nyamanan
alat bantu (kursi
Penurunan
roda, tongkat,
kemampuan
walker) untuk
melakukan
ambulasi.
ketrampilan 7. Bantu pasien untuk
motoric kasar berdiri dan ambulasi
dengan jarak
tertentu dan dengan
sejumlah staf
tertentu.
8. Intruksikan pasien /
caregiver mengenai
pemindahan dan
teknik ambulasi
yang aman

3. Resiko infeksi Control resiko : Perlindungan infeksi

29
Defenisi: proses infeksi 1. Monitor adanya
Rentan tanda dan gejala
Indicator:
mengalami infasi infeksi sistemik dan
dan multiplikasi 1. Mengenali factor local.
2. Monitor kerentanan
organisme resiko individu
terhadap infeksi.
patogenik yang terkait infeksi
3. Ajarkan pasien dan
2. Mengidentifikasi
dapat keluarga mengenai
tanda dan gejala
mengganggu tanda dan gejala
infeksi
kesehatan 3. Mencuci tangan infeksi dan kapan
harus
melaporkannya
kepada pemberi
layanan kesehatan.
4. Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
bagaimana cara
menghindari infeksi.
5. Anjurkan istirahat.
6. Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotic yang
diresepkan.
7. Jaga penggunaan
antibiotic dengan
bijaksana.
8. Tingkatkan asupan
nutrisi yang cukup.
9. Anjurkan asupan
cairan, dengan tepat.

D. Implementasi dan Evaluasi


N Diagnosa Impelementasi Evaluasi
o
1. Nyeri akut Manajemen nyeri S: pasien
b/d agen mengatakan
1. Melakukan pengkajian
cedera fisik masih mengalami
nyeri komprehensif
nyeri pada bagian
yang meliputi lokasi,
tungkai kaki
karakteristik, durasi,

30
frekuensi, intensitas kirinya
atau beratnya nyeri dan O : pasien tampak
factor pencetus. meringis
2. Memastikan perawatan
Skala nyeri 8
analgesic bagi pasien
A : Intervensi yang
dilakukan dengan
teratasi
pemantau yang ketat.
3. Memberikan individu 1. Lakukan pengkajian

penurun nyeri yang nyeri komprehensif

optimal dengan yang meliputi

pengresepan anlgesik. lokasi, karakteristik,


4. Menggunakan tindakan durasi, frekuensi,
pengontrol nyeri intensitas atau
sebelum nyeri beratnya nyeri dan
bertambah berat. factor pencetus.
5. Mendukung 2. Pastikan perawatan
istirahat/tidur yang analgesic bagi
adekuat untuk pasien dilakukan
membantu penurunan dengan pemantau
nyeri. yang ketat.
6. Melibatkan keluarga 3. Berikan individu
dalam modalitas penurun nyeri yang
penurun nyeri, jika optimal dengan
memungkinkan. pengresepan
7. Memilih dan
Implementasikan anlgesik.
4. Gunakan tindakan
tindakan yang beragam
pengontrol nyeri
(misalnya farmakologi,
sebelum nyeri
nonfarmakologi,
bertambah berat.
interpersonal) untuk 5. Dukung
memfasilitasi istirahat/tidur yang
penurunan nyeri sesuai adekuat untuk
dengan kebutuhan. membantu
8. Mengajarkan prinsip -
penurunan nyeri.
prisip manajemen 6. Libatkan keluarga
nyeri. dalam modalitas
penurun nyeri, jika
memungkinkan.
7. Pilih dan
Implementasikan

31
tindakan yang
beragam (misalnya
farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri
sesuai dengan
kebutuhan.
8. Ajarkan prinsip -
prisip manajemen
nyeri.

P : Pertahankan
intervensi

2. Hambatan Terapi Latihan : Ambulasi S : Pasien


mobilitas mengatakan
1. Memberikan pasien
b/d kesulitan
pakaian yang tidak
kerusakan menggerakan kaki
mengekang
integritas 2. Menyediakan tempat sebelah kiri
struktur tidur berketinggian O : Pasien tampak
tulang. rendah, yang sesuai. kesusahan dalam
3. Mengkonsultasikan pada menggerakan kaki
ahli terapi fisik
sebelah kirinya
mengenai rencana
A:
ambulasi, sesuai
kebutuhan. 1. Beri pasien pakaian
4. Membantu pasien untuk yang tidak
duduk di sisi tempat mengekang
tidur untuk menfasilitasi 2. Sediakan tempat

penyesuaian sikap tubuh tidur berketinggian


5. Membantu pasien untuk rendah, yang sesuai.
perpindahan, sesuai 3. Konsultasikan pada

kebutuhan. ahli terapi fisik


6. Menerapkan / sediakan mengenai rencana
alat bantu (kursi roda, ambulasi, sesuai
tongkat, walker) untuk kebutuhan.
ambulasi. 4. Bantu pasien untuk
7. Membantu pasien untuk duduk di sisi tempat

32
berdiri dan ambulasi tidur untuk
dengan jarak tertentu dan menfasilitasi
dengan sejumlah staf penyesuaian sikap
tertentu. tubuh
8. Menginstruksikan pasien 5. Bantu pasien untuk
/ caregiver mengenai perpindahan, sesuai
pemindahan dan teknik kebutuhan.
6. Terapkan/sediakan
ambulasi yang aman
alat bantu (kursi
roda, tongkat,
walker) untuk
ambulasi.
7. Bantu pasien untuk
berdiri dan ambulasi
dengan jarak
tertentu dan dengan
sejumlah staf
tertentu.
8. Intruksikan
pasien/caregiver
mengenai
pemindahan dan
teknik ambulasi
yang aman.

P : Pertahankan
intervensi

3. Resiko Perlindungan infeksi S: Pasien


Infeksi mengatakan nyeri
1. Monitor adanya tanda
pada kaki sebelah
dan gejala infeksi
kiri
sistemik dan local.
2. Monitor kerentanan O:
terhadap infeksi. Skala nyeri 8
3. Ajarkan pasien dan Leukosit :
keluarga mengenai tanda 13.000/mm3
dan gejala infeksi dan
Trombosit :
kapan harus
450.000 mm/gr
melaporkannya kepada
Haemoglobin :10,3
pemberi layanan

33
kesehatan. g/dl
4. Ajarkan pasien dan
A:
anggota keluarga
bagaimana cara 1. Memonitor adanya
menghindari infeksi. tanda dan gejala
5. Anjurkan istirahat. infeksi sistemik dan
6. Instruksikan pasien untuk
local.
minum antibiotic yang 2. Memonitor
diresepkan. kerentanan terhadap
7. Jaga penggunaan
infeksi.
antibiotic dengan 3. Mengajarkan pasien
bijaksana. dan keluarga
8. Meningkatkan asupan
mengenai tanda dan
nutrisi yang cukup.
9. Menganjurkan asupan gejala infeksi dan
cairan, dengan tepat kapan harus
melaporkannya
kepada pemberi
layanan kesehatan.
4. Menganjurkan
pasien dan anggota
keluarga bagaimana
cara menghindari
infeksi.
5. Menganjurkan
istirahat.
6. Menginstruksikan
pasien untuk minum
antibiotic yang
diresepkan.
7. Menjaga
penggunaan
antibiotic dengan
bijaksana.
8. Meningkatkan
asupan nutrisi yang
cukup.
9. Menganjurkan
asupan cairan,
dengan tepat.

34
P: Lanjutkan Intervensi

35
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur. Penyebab fraktur yaitu
karena traumatic, patologis, maupun stress.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan oleh seorang perawat pada pasien
fraktur, salah satunya adalah kalaborasi dengan dokter pemberian obat analgesik.

B. Saran
Untuk memperbaiki makalah askeo kami kedepan, kami membutuhkan saran
dan kritikan dari pembaca.

36
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2013). Keperrawatan Medikal Bedah. (Ed. 12). Jakarta: EGC

Gloria Bulechek, Howard K. Butcher, Joanne M.Dochterman, Cheryl M. Wagner.


(2016) . Nursing Intervention Classification, (6th Ed). Elsevier Inc.

Miller, N. C., & Askew, A. E. (2007). Tibia Fractures. Orthopaedic Nursing, 26(4),
216–223. Doi:10.1097/01.nor.0000284648.52968.2.

NANDA International Inc. nursing diagnoses: definition & classification Diagnosis


Keperawatan: Definisi & Klasifikasi (Ed 10). (2017). Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. (ed. Revisi). Yogyakarta:
MediAction.

Sue Moorhead, Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson. 2016.


Nursing Outcomes Classification , (5th Indonesian Edition). Elsevier Inc.

37
38

Você também pode gostar