Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
SLE (sistemisc Lupis Erythematosus) adalah penyakit radang multi sistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan
atau kronik dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam
tubuh. (Sukmana,2004)
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah
penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya
perubahan sistem imun (Albar, 2009). SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu
suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh
darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang
kompleks. Etiologi dari beberapa penyakit collagen-vascular sering tidak diketahui tetapi
sistem imun terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut (Delafuate,2011)
Penyakit tidak menular (PTM) diketahui sebagai faktor utama penyebab kematian
tahun 2012. Secara global diperkirakan 56 juta orang meninggal karena PTM. PTM terus
meningkat diantarannya yaitu lupus.
Organisasi kesehatan dunia atau WHO mencatat jumlah penderita penyakit lupus di
seluruh dunia, mencatat dewasa terkena penyakit lupus mencapai 5 juta orang. Sebagian
besar dari mereka adalah perempuan dengan usia produktif dan setiap tahun ditemukan
lebih dari 100 ribu penderita baru.
2
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
8. Untuk mengetahui komplikasi dari Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
9. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik dan fsiologis dari Lupus Eritematosus Sistemik
(SLE)
3
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
SLE (Systemisc Lupus erythematosus )atau lupus adalah penyakit autoimun dimana
organ dan sel mengalami kerusakan yang disebabkan oleh tissue-binding autoantibody dan
kompleks imun, yang menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai sistem organ
namun sebabnya belum diketahui secara pasti, dengan perjalanan penyakit yang mungkin
akut dan fulminan atau kronik, terdapat remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya
berbagai m SLE adalah penyakit autominum sistemik kronik yang ditandai dengan berbagai
macam antibodi membentuk kompleks imun dan menimbulkan reaksi inflamasi pada
berbagai organ tubuh.
SLE atau LES (lupus eritematosus sistemik) adalah penyakit radang atau imflamasi
multisystem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan system imun (Albar,
2009).
Penyakit lupus adalah penyakit sistem daya tahan atau penyakit autoimun artinya
tubuh pasien lupus membentuk anti bodi yang salah arah, merusak organ tubuh sendiri
seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit atau trombosit. Lupus adalah penyakit
yang disebabkan sistem imun menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat. Sistem
imun yang terbentuk berlebihan, kelainan ini dinamakan autoimunitas.
2.2 Etiologi
Seperti penyakit jaringan penyambung sistemik lainnya, etiologi SLE tidak diketahui.
Faktor imunologis menonjol dan terdapat bukti kuat bahwa kompleks imun di saring keluar
dari sirkulasi dan ditempatkan pada membrana basalis ginjal dan tempat lain yang diserang
penyakit ini.
Faktor resiko :
a. Genetik
1. Jenis kelamin
Wanita cenderung terserang sembilan kali lebih sering dibanding pria.
2. Usia
Usia amitan rata-rata adalah 20-40 tahun
3. Ras
Di Amerika Serikat, penyakit ini menyerang populasi kulit hitam tiga kali lebih
sering dari pada orang berkulit putih.
4. Faktor keturunan
Frekuensi 10% - 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat yang juga menderita
SLE.
b. Hormonal
Estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen mengurangi resiko ini.
c. Sinar ultraviolet
4
Sinar ultaviolet mengurangi supresi imun, sehingga terapi menjadi kurang efetif,
sehingga SLE kambuh / bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan
sitokinin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun
secara sistemik melalui peredaran di pembuluh darah.
d. Imunitas
Pada pasien SLE terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T.
e. Beberapa obat tertentu dan makanan (touge alfalta) tampak sebagai pencetus
awitan gejala atau memburuk penyakit yang sudah ada, seperti procainamide
(pronestyl) dan hydralazine (Apresoline). Beberapa obat seperti Phenytorn
(Dilantin) dan phenobarbital diketahui dapat memperburuk penyakit yang sudah
ada.
f. Stress berat
Dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki kecenderungan akan
penyakit ini
Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal hidung.
Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari. Ruam yang
lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar oleh sinar matahari.
Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-sel
ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang
menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu menjalani
dialisa atau pencangkokkan ginjal.
Sistem saraf
5
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering ditemukan
adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa terjadi pada bagian
manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem saraf. Kejang, psikosa, sindroma
otak organik dan sakit kepala merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bisa
terjadi.
Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk bekuan
darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli paru.
Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang melawan faktor
pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti. Seringkali terjadi
anemia akibat penyakit menahun.
Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis
maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat dari keadaan
tersebut.
Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan tersebut
sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.
b. Ruam pada kuku, ruam kulit karena sinar matahari, sensitif terhadap sinar matahari
g. gangguan penglihatan
2.5 Patofsiologis
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh
kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit
yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan
6
beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat
dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan. .
Patofiologi penyakit SLE dihipotesiskan sebagai berikut : adanya satu atau beberapa
faktor pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai predisposisi genetik akan
menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel TCD 4+, mengakibatkan hilangnya
toleransi sel T terhadap sel-antigen.
Sebagai akibatnya munculah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta
ekspansi sel B, baik yangmemproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel memori. Ujud
pemicu ini masih belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk didalamnya ialah hormon
seks, sinar ultraviolet dan berbagai macam infeksi.
Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan terhadap antigen yang
terutamaterletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein histon dan
non histon.Kebanyakan diantaranya dalam keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat
protein dan atau kompleks protein RNA yang disebut partikel ribonukleoprotein (RNA). Ciri
khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak tissue-spesific dan merupakan komponen
integral semua jenis sel.Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti-nuclear
antibody). Dengan antigennya yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar
dalam sirkulasi. Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada SLE terganggu.
Dapat berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemprosesan
kompleks imun dalam hati, dan penurun
Uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan ini memungkinkan
terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear. Kompleks imun ini
akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya fiksasi komplemen
pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan
substansi penyebab timbulnya reaksi radang. Reaksi radang inilah yangmenyebabkan
timbulnya keluhan/ gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi,
pleura, pleksus koroideus, kulit dan sebagainya. Bagian yang penting dalam patofisiologi ini
ialah terganggunya mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas
patologis pada individu yang resisten.
2.6 Penatalaksanaaan
Pengobatan SLE bertujuan untuk mengurangi gejala penyakit, mencegah terjadinya
inflamasi dan kerusakan jaringan, memperbaiki kualitas hidup pasien, mempertahankan
ketahanan pasien, monitor penyebaran penyakit dan serta memberikan pengetahuan tentang
pengcegahan dari penyebaran penyakit SLE menurut manifestasi klinis terjadinya SLE.
Dalam penanganan SLE dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok ringan dan
kelompok berat.
7
1. Kelompok Ringan
Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan, kelelahan, dan
sakit kepala
2. Kelompok Berat
Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik,
trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis, pneumonitis
lupus, dan perdarahan paru.
Dan pengobatan SLE dibagi menjadi 2 kelompok yaitu secara non farmakologi dan
farmakologi
A. NON Farmakologi
1. Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi, demam infeksi,
gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau stres emosional. Upaya mengurangi
kelelahan disamping obat ialah cukup istirahat, pembatasan aktivitas yang berlebih,
dan mampu mengubah gaya hidup
2. Hindari Merokok
3. Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi
4. Hindari stres dan trauma fisik
5. Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia
6. Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00 sampai 15.00
7. Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung hormon estrogen
B. Farmakologi
8
j. Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang berat bisa
diberikan obat penekan sistem kekebalan
k. Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat pertumbuhan
sel) pada penderita yang tidak memberikan respon yang baik terhadap
kortikosteroid atau yang tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi.
2. Trombositopenia autoimun
Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada respon dalam 4
minggu, ditambahkan imunoglobulin intravena (IVIg) dengan dosis 0,4 mg/kg
BB/hari selama 5 hari berturut-turut
3. Perikarditis Ringan
Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif dapat diberikan
prednison 20-40 mg/hari
4. Perkarditis Berat
Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari
a. Miokarditis
Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat dikombinasikan
dengan siklofosfamid
b. Lupus Pneunomitis
Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu
c. Lupus serebral
Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil dilanjutkan
dengan pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan. Dapat diberikan
metilprednison.
a. Pemeriksaan darah
9
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada
hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan pada penyakit
lain.
Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan
untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir
spesifik untuk lupus, tapi tidak semua memiliki antibodi.
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem
kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk
memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.
2.8 Komplikasi
Menurut knelee julia,2011 komplikasi yang serting terjadi pada orang yang terkena
penyakit SLE yaitu,
1. Serangan pada Ginjal
a) Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)
b) Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)
c) Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin).
2.Serangan pada Jantung dan Paru
a) Pleuritis
Peuritis lapisan yang membungkus paru-paru. Radang dapat disebabkan karena
infeksi bakteri,tuberkulosa,kanker,atau kondisi lainnya. Peluritis ditandai dengan rasa
sakit bagian dada terutama saat menarik napas panjang dan batu.
b) Pericarditis
c) Efusi pleura
d) Efusi pericard
e) Radang otot jantung atau Miocarditis
f) Gagal jantung
g) Perdarahan paru (batuk darah).
10
3. Serangan Sistem Saraf
a. Sistem saraf pusat
b. Cognitive dysfungsi
c. Sakit kepala pada lupus
d. Sindrom anti-phospholipid Sindrom otak Fibromyalgia.
Sistem saraf tepi
Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki
Sistem saraf otonom
Gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak, dapat
menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan otak yang sifatnya permanen
(stroke). Stroke dapat menimbulkan pengaruh sistem saraf otonom.
11
· Trombositopenia
· Gangguan pembekuan
· Limfositopenia
8. Serangan pada Hati
2. Peran Perawat
a. Memberikan informasi tentang masalah SLE yang diderita dan berperan serta
aktif pada kegiatan pengelolaan yang akan dilaksanakan.
b. Memberikan informasi mengenai serta memahami untung rugi yang mungkin
dialami dan bersedia memberikan persetujuan tertulis (Informed Concent).
c. Memberitahu keluarga penderita untuk berperan sebagai penunjang
pelaksanaan pasca operasi.
d. Memberikan penjelasan, bimbingan, serta bantuan sehingga penderita dan
keluarga dapat bersama-sama menghadapi kenyataan dengan tenang.
e. Menganjurkan pasien membaca kitab suci untuk meningkatkan spiritual dan
keyakinan pribadi pasien
f. Memberikan motivasi dan dukungan kepada pasien dan keluarga.
12
PATWAY
Sendi
Degedrasi jaringan
Terbuntuk endapan
Pada sendi
Antragia Artitis
Pembengkan sendi
Gangguan
rasa nyaman
13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. pengumpulan data
14
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang
salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan
penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit, stress,
faktor genetik atau keturunan, imunitas menurun dan terpapar terhadap sinar matahari.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan SLE akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari penuruan
imunitas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan
terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan sle keadaan umumnya lemah.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi
dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah,
pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain
akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-
otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping
itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL
nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
5) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri abdomen, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat
perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan
rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
6) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya.
15
Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua
itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya.
3. Pemeriksaan Fisik
1. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
2. Kardiovaskuler
a) Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
b) Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan
gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
3. Sistem Muskuloskeletal
16
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi
hari.
4. Sistem integumen
a) Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang
pangkal hidung serta pipi.
b) Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
Sistem pernafasan
5. Pleuritis atau efusi pleura.
6. Sistem vaskuler
7. Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous
dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan
bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun
manifestasi SSP lainnya.
17
Batasan Karakteristik: Vital sign status - Posisikan pasien
- Perubahan untuk
kedalaman Kriteria Hasil: memaksimalkan
pernapasan ventilasi
- Perubahan ekskursi Mendemontrasikan - Identifikasi pasien
dada batuk efektif dan perlunya pemasangan
- Bradipneu suara nafas yang jalan alat nafas
- Penurunan tekanan bersih, tidak ada - Lakukan fsioterapi
ekspirasi sianosis dan dypneu dada jika perlu
- Penurunan ventilasi (mampu - Aukultasi suara
semenit mengeluarkan nafas, catat adanya
- Pernapasan cuping spuntum, mampu suara tambahan.
hidung bernafas dengan - Lalukan suction
- Takipnue mudah, tidak ada mayo
Batasan karakteristik pursed lips) - Berikan pelembab
- Asietas Menunjukkan jalan udara untuk cairan
- Posisi tubuh nafas yang paten mengoptimalkan
- Keletihan (klien tidak merasa - Monitot respirasi dan
- Hiperventilasi tercekik, irama nafas, status O2 /oxyigen
- Sindrom freukensi pernafasan terapi
hipoventilasi dalam rentang - Monitor aliran
- Nyeri normal, tidak ada oksigen
- Keletihan otot pernapasan suara - Monitor TD, Suhu,
pernapasan cedera napas abnormal) dan RR
medula spinalis Tanda-tanda vital - Catat adanya
dalam rentang, fluktuasi tekanan
normal (tekanan darah
darah, nadi, - Monitor sianosis
pernapasan) perifer
- Monitor suara paru
18
berhubungan : luka /lesi pada kulit Insision Site Care:
Eksternal Perfusi jaringan baik
- Zat kimia, radiasi Menunjukkan - Membersihkan,
- Usia yang ekstrim pemahaman dalam memantau dan
- Kelembapan proses perbaikan meningkatkan proses
- Hipertermia, hipotermia kulit dan mencegah penyembuhan pada
- Medikasi terjadinya cidera luka yang ditutup
- Imobilitas fiisk berulang dengan jahitan, klip
Internal Mampu melindungi atau streples
- Perubahan status cairan kulit dan - Monitor tanda dan
- Perubahan pigmentasi mempertahankan gejela infeksi pada
- Perubahan turgor kulit kelembaban kulit dan area insisi
- Faktor perkembangan perawatan diri - Bersihkan area
- Kondisi sekitar jahitan
ketidakseimbangan menggunakan lidi
nutrisi dan kapas steril
- Penurunan imunologis - Gunakan preparat
dengan antiseptic
19
mobilisasi pasien saat mobiliasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs
- Bersihkan alat bantu
jika klien
memerlukan
- Anjarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan.
6. Intervensi Paliatif
1. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita
pasien
2. Memberikan motivasi kepada pasien agar tetap semangat melewati masa
penyembuhan penyakit
3. Mengalihkan perhatian pada saat pasien mengeluhkan nyeri dengan cara
mengajak berbicara , mendengarkan music atau dll
4. Mengajak pasien untuk selalu mengingat Tuhan-Nya dengan cara berdzikir ,
shalat dll
5. Melibatkan peran keluarga dalam proses perawatan pasien dengan cara
memberikan motivasi pada keluarga agar tetap memberikan semangat kepada
pasien dalam proses penyembuhan
20
KASUS
21
BAB V
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
SLE (Systemisc Lupus erythematosus )atau lupus adalah penyakit autoimun dimana
organ dan sel mengalami kerusakan yang disebabkan oleh tissue-binding autoantibody dan
kompleks imun, yang menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai sistem organ
namun sebabnya belum diketahui secara pasti, dengan perjalanan penyakit yang mungkin
akut dan fulminan atau kronik, terdapat remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya
berbagai m SLE adalah penyakit autominum sistemik kronik yang ditandai dengan berbagai
macam antibodi membentuk kompleks imun dan menimbulkan reaksi inflamasi pada
berbagai organ tubuh.
3.2 Saran
Diharapkan kepada teman teman dan tim kesehatan untuk meningkatkan kesadaran
tentang adanya hubungan komunikasi terapeutik yang baik kepada pasien dan keluarga
pasien dan dapat memberikan penkes tentang penyakit kepada pasien dan keluarga pasien
untuk menambah pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Buku Kedokteran
Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta:Balai Penerbit F
FK UI
Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. V. Jakarta: Interna
Publishing.
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
23