Você está na página 1de 13

Penilaian Pre-operatif dan managemen

Apabila penggunaan antikoagulan harus di ganggu , pasien harus diberikan


instruksi yang jelas untuk konsumsi dosis antikoagulan yang terakhir.

1. Penilaian Pre-op:
Nilai apakah antikoagulan perlu di sela atau tidak untuk melakukan
prosedur operasi. Beberapa prosedur dapat dilakukan sambil penggunaan
rivaroxaban, dabigatran, apixaban, dan warfarin dengan INR <3.0, seperti:
 Prosedur angiografi oleh radiologi vaskular
 Prosedur minor: dental, oftalmik (operasi katarak), dan operasi
dermatologi
 Prosedur brokoskopi dan endoskopi

2. Apabila antikoagulan perlu disela, tentukan apakah pasien merupakan pasien


dengan resiko trombotik stardar atau tinggi

3. Pasien tertentu perlu didiskusikan sebelum menyarankan protocol bridging:


a. Pasien dengan resiko trombotik tinggi , perlu didiskusikan dengan
anestetis, yaitu:
 Pasien dengan thrombosis vena dalam 3 bulan terakhir
 Pasien dengan stroke baru (dalam jangka 6 bulan terakhir)
 Pasien dengan left-ventricular assist device
 Pasien yang dalam 1 bulan pemasangan stent bare-metal atau
dalam 3 bulan penggunaan drug-eluting stent insertion
b. Prosedur yang memiliki resiko perdarahan yang tinggi
4. Pasien tanpa faktor komplikasi (contoh: gangguan fungsi renal, BB>150kg,
harus mengikuti rencana terapi dengan resiko standard dan resiko tinggi
yang sudah ditentukan
5. Pasien dengan terapi heparin berat molekul rendah , harus menghentikan
dalteparin setidaknya 24 jam sebelum operasi.
6. Pasien yang direncanakan menggunakan anestesi epidural / spinal atau
anestesi untuk >48 jam merupakan pasien dengan resiko tinggi, sehingga
perlu dipikirkan metode alternative, karena dalteparin tidak aman untuk
pelepasan kateter epidural.
7. Pasien dengan penurunan fungsi ginjal
a. Pasien dengan resiko standard (ringan-sedang) harus diturunkan
dosisnya apabila eGFR <20ml/menit/1.73m2 . Pasien dengan resiko
tinggi harus menggunakan unfractionated heparin secara IV jika
eGFR <30ml/menit/1.73m2 .
8. Pasien dengan BB >150kg memiliki rencana terapi sesuai penjelasan yang
tertera

Managemen Pre-operasi dan Post-operasi pada Pasien dengan


penggunaan Antikoagulan Antagonis Vitamin K ( warfarin,
acenocoumarol, atau phenindione)

Managemen pre-operasi:
 Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan seminggu sebelum
operasi (bisa dilakukan bersamaan dengan pemereiksaan pre-op INR).
Apabila pasien memiliki trombositopenia akut atau kronis (trombosit
< 150x 109/L) perlu dikonsultasikan dengan hematologis
 Pemeriksaan urea dan elektrolit harus dilakukan dalam 6 minggu
sebelum operasi dan diulang seminggu sebelum operasi untuk
penilaian fungsi renal yang akurat
 Ukur berat badan actual pasien sehingga dosis antikoagulan bisa
dihitung secara tepat
 Pasien yang mengkonsumsi warfarin , pemeriksaan INR perlu
dilakukan H-2 ( pada pasien resiko tinggi) dan H-1 (pada pasien
resiko standard)
Warfarin : pasien perlu diinstruksikan untuk mengkonsumsi dosis
terakhirnya 5 hari sebelum operasi (4 hari bebas warfarin sebelum
operasi) dan melakukan pemeriksaan INR pre-op. Pasien juga perlu di
berikan penjelasan mengenai kemungkinan penggunaan injeksi dalteparin
setelah pulang dari RS, hingga INR dalam nilai terapeutik. Pasien perlu
di ajarkan cara melakukan injeksi dalteparin sendiri jika memungkinkan.

Phenindione dan Acenocoumarol: agen-agen ini memiliki waktu paruh


yang lebih singkat di banding warfarin, maka dari itu memiliki durasi
yang singkat dan onset yang lebih cepat. Pasien pasien perlu
diinstruksikan untuk mengkonsumsi dosis terakhirnya 3 hari sebelum
operasi (2 hari bebas warfarin sebelum operasi) dan melakukan
pemeriksaan INR pre-op. Pasien juga perlu di berikan penjelasan
mengenai kemungkinan penggunaan injeksi dalteparin setelah pulang
dari RS, hingga INR dalam nilai terapeutik.

Managemen Post-Operatif:
1. Ikuti rencana perawatan yang tepat sesuai dengan risiko trombotik pasien.
1.1. Pengobatan harus ditinjau setiap hari. Dosis akan meningkat bila haemostasis aman. Beri
perhatian khusus jika pasien memiliki risiko pendarahan tinggi dan mencari saran jika ada
masalah. Jika perdarahan terbuka terjadi, hentikan antikoagulan dan diskusikan dengan ahli
hematologi.
1.2. Dosis Dalteparin harus disesuaikan dengan berat badan dan fungsi ginjal.
1.3. Pasien yang menjalani operasi jantung sebaiknya tidak diberikan dalteparin pada hari
operasi.
1.4. Pasien atau perawat mereka harus dilatih untuk menyuntikkan dalteparin saat mereka berada
di rumah sakit. Banyak pasien yang mampu menyuntikkan sendiri dalteparin setelah keluar
dari rumah sakit.
1.5. Pasien dengan fibrilasi atrium tanpa stroke / TIA sebelumnya dan pasien dengan katup aorta
bileaflet prostetik dan tidak ada faktor risiko stroke lainnya dapat dipulangkan sebelum
mencapai INR terapeutik jika pasien secara medis sehat.
Managemen Pre-operasi dan Post-operasi pada pasien dengan
penggunaan Rivaroxaban, dabigatran, dan apixaban

Managemen Pre-operatif

 Sama dengan managemen pre-operasi pada pengguna warfarin


 Pasien yang mengkonsumsi rivaroxaban, dabigatran atau apixaban
harus melakukan pemeriksaan PT, aPTT, dan thrombin time
sebelum operasi

Management Post-operatif :

Rencana Terapi berdasarkan resiko trombotik :


 Terapi perlu ditinjau kembali setiap hari. Dosis ditingkatkan
jika hanya homeostasis tidak terganggu. Perhatikan pasien
dengan resiko tinggi perdarahan. jika terdapat perdarahan
antokagulan harus dihentikan.
 Dosis Dalteparin harus disesuaikan dengan berat badan dan
fungsi ginjal pasien. Pasien resiko tinggi dengan gangguan
fungsi ginjal (CrCL <30ml/menit) harus di konsultasikan
hematologis
 Pasien yang akan menjalani operasi jantung tidak boleh
diberikan dalteparin pada hari operasi.

Pasien dengan DVT dalam 3 bulan terakhir dengan penggunaan


rivaroxaban 15 mg 2x1 selama 21 hari merupakan resiko tinggi
thrombosis. Pertimbangkan untuk penundaan operasi hingga 3 bulan jika
memungkinkan.

Pasien yang sedang menjalani profilaksis dengan rivaroxaban, harus


menkonsumsi dosis terakhirnya sekurangnya 18 jam sebelum operasi.
Pengelolaan pasca operasi dabigatran setelah prosedur minor dan risiko perdarahan rendah:

 Rivaroxaban dapat diberikan kembali paling cepat 24 jam setelah prosedur.


 Jika ada kekhawatiran tentang absorbsi Rivaroxaban, dalteparin dapat dilanjutkan lebih lama,
dosis tergantung pada kelompok risiko trombotik.
 Pasien dengan penggunaan dosis profilaksis (10 mg OD) dapat diberikan kembali 6-8 jam pasca
operasi.
Pengobatan harus ditinjau setiap hari. Dosis dapat ditingkatkan bila haemostasis aman. Beri perhatian
khusus jika pasien memiliki risiko pendarahan tinggi dan mencari saran jika ada masalah. Jika perdarahan
terbuka terjadi, hentikan antikoagulan dan diskusikan dengan ahli hematologi.
Pengelolaan pasca operasi dabigatran setelah prosedur minor dan risiko perdarahan rendah:

 Dabigatran dapat diberikan kembali paling cepat 24 jam setelah prosedur.


 Jika ada kekhawatiran tentang absorbsi dabigatran, dalteparin dapat dilanjutkan lebih lama, dosis
tergantung pada kelompok risiko trombotik.
 Fungsi ginjal harus diperiksa pascaoperasi dan dosis dabigatran disesuaikan.
Pengobatan harus ditinjau setiap hari. Dosis dapat ditingkatkan bila haemostasis aman. Beri perhatian
khusus jika pasien memiliki risiko pendarahan tinggi dan mencari saran jika ada masalah. Jika perdarahan
terbuka terjadi, hentikan antikoagulan dan diskusikan dengan ahli hematologi.

Bridging Antikoagulasi Untuk Pasien dengan Apixaban (semua dosis)


Pengelolaan pasca operasi apixaban setelah prosedur minor dan risiko perdarahan rendah

 Apixaban dapat diberikan kembali paling cepat pada 24 jam setelah prosedur.
 Jika ada kekhawatiran tentang absorbsi apixaban, dalteparin dapat dilanjutkan lebih lama, dosis
tergantung pada kelompok risiko trombotik.
 Fungsi ginjal harus diperiksa pascaoperasi dan dosis apixaban disesuaikan.
Pengobatan harus ditinjau setiap hari. Dosis dapat ditingkatkan bila haemostasis aman. Beri perhatian
khusus jika pasien memiliki risiko pendarahan tinggi dan mencari saran jika ada masalah. Jika perdarahan
terbuka terjadi, hentikan antikoagulan dan diskusikan dengan ahli hematologi.

Managemen untuk anestesi epidural atau spinal atau analgesia

Resiko hematoma spinal pada anestesia spinal/ epidural sangat tinggi


dengan adanya insersi dan pelepasan kateter / jarum

1. Pasien dengan dosis rendah dalteparin pada hari ke 0, 1 atau 2


posrt operasi (baik pada resiko tinggi maupun resiko standard)
a. Kateter spinal/ epidural harus di insersi atau di lepas
sekurangnya 12 jam setelah dosis terakhir profilaksis
dalteparin
b. Dosis dalteparin berikutnya harus diberikan sekurangnya 4
jam setelah insersi atau pelepasan kateter spinal/epidural
c. Apabila pasien mengkonsumsi dalteparin dosis rendah 2x1
perhari, dosis kedua perlu ditunda 4 jam untuk
memperbolehkan insersi atau pelepasan kateter spinal /
epidural.
2. Pasien dengan dosis tinggi dalteparin (pasien resiko tinggi pada 3
hari post operasi)
 Apabila pasien resiko tinggi membutuhkan analgesia
spinal/epidural untuk lebih dari 48 jam post-operasi , maka
perlu dipertimbangkan analgesia alternative lainnya. Dosis
tinggi dalteparin tidak aman untuk pelepasan kateter
spinal/epidural.
 Kateter spinal / epidural harus diinsersi atau di lepas
sekurangnya 24 jam setelah dosis terakhir dalteparin dosis
tinggi
 Dosis tinggi dalteparin tidak boleh di konsumsi dalam 2 jam
insersi atau removal kateter spinal/epidural
3. Pasien dengan rivaroxaban , dabigatran, apixaban
 Pasien yang mengkonsumsi rivaroxaban dan memiliki
creatinine clearance >30ml/ menit , harus di beri jarak
sekurangnya 48 jam antara dosis terakhir rivaroxaban
dengan insersi kateter spinal/epidural. Pada pasien dengan
creatinine clearance 15- 30 ml/menit harus diberinjarak
sekurangnya 72 jam. Pasien dengan rivaroxaban 10 mg
sekali sehari, harus diberi jarak 18 jam.
 Pasien dengan dabigatran dan memiliki creatinine clearance
>50 ml/menit harus diberi jarak 60 jam antara dosis terakhir
rivaroxaban dengan insersi kateter spinal/epidural. Pada
pasien dengan creatinine clearance 30-50 ml/menit harus
diberi jarak 96 jam.
 Pasien dengan rivaroxaban, apixaban, dabigatran harus
melakukan pemeriksaan PT, aPTT dan TT ketika kateter
ipdural/spinal ingin di insersi atau dilepaskan.
4. Pasien dengan warfarin harus memiliki INR ≤ 1,5 ketika kateter
spinal/epidural akan di insersi atau di lepas
5. Waspada dengan tanda-tanda kompresi medulla spinalis akibat
hematoma spinal (nyeri punggung, kelemahan tungkai, hilangnya
sensasi pada tungkai dan perianal, hilangnya kontrol kadung
kemih.

Penggunaan heparin berat molekul rendah sebagai terapi


bridging anticoagulant
Heparin berat molekul rendah atau low-molecular weight
heparin (LMWH) diberikan secara subkutan memiliki
bioavailibilitas 90-100% dan respon nya lebih dapat diprediksi
dibanding unfractionated heparin (UFH). LMWH memiliki waktu
paruh 4 jam dan dosis dissesuaikan dengan berat badan. Dosis
monitoring umumnya tidak diperlukan kecuali pada pasien dengan
gangguan gagal ginjal, berat badan berlebih, atau pada kehamilan.
Dibandingkan dengan UFH,LMWH memiliki keuntungan yang
lebih pada rasio resiko model hewan dan pada terapi VTE. LMWH
juga dapat diberikan pada pasien rawat jalan. Karena keuntungan
inilah LMWH lebih direkomendasikan dibandingkan UFH sebagai
agen antikoagulan bridging.
Pada pasien resiko standard harus mendapatkan LMWH dosis
profilaksis hingga antikoagulan oral menjadi dosis terapeutik (INR
>2.0). Pada pasien dengan rivaroxaban atau dabigatran, dosis
LMWH terakhir harus di minum 24 jam sebelum memulai kembali
dabigatran atau rivaroxaban.
Pada pasien resiko tinggi pasien harus konsumsi LMWH
dengan dosis yang ditingkatkan post operasi hingga dosis penuh
terapeutik tercapai. LMWH harus tetap dilanjutkan pada pasien
yang menggunakan warfarin hingga menjadi terapeutik (INR
>2.0). apabila pasien menggunakan rivaroxaban atau dabigatran,
dosis LMWH terakhir harus dikonsumsi 24 jam sebelum memulai
dabigatran dan rivaroxaban. Penilaian creatinine clearance dan
fungsi liver harus dilakukan sebelum memulai kembali dabigatran
atau rivaroxaban dan dosisnya harus diperiksa dengan parameter
tersebut.
Pengaturan dosis LMWH pada pasien gangguan fungsi renal
sangat diperlukan. Pasien yang membutuhkan dalteparin dosis
profilaksis harus dikurangi dosisnya apabila nilai eGFR <
20ml/menit / 1,73 m2 dan pemantauan kadar anti-Xa secara
berkala. Pada pasien yang membuthkan dalteparin dosis tinggi,
pemberian UFH secara infus lebih dianjurkan. Pasien yang
membutuhkan dalteparin dalam dosis terapeutik dan meiliki CrCl
antara 20-29 ml/menit dapat diturunkan dosisnya disertai
pemantauan kadar anti-Xa . pemberian infus UFH dapat dijadikan
sebagai alternative.

Você também pode gostar