Você está na página 1de 15

A.

Teori Umum

B. Pembahasan

Argentometri merupakan analisis volumetri berdasarkan atas reaksi pengendapan dengan

menggunakan larutan standar argentum. Atau dapat juga diartikan sebagai cara pengendapan

atau pengendapan kadar ion halida atau kadar Ag+ itu sendiri dari reaksi terbentuknya endapan

dan zat uji dengan titran AgNO3.

Pada metode titrasi ditambahkan larutan indikator pada zat uji. Indikator adalah suatu

senyawa organik yang kompleks yang digunakan untuk menentukan titik akhir suatu reaksi. Titik

akhir titrasi adalah suatu keadaan dimana penambahan satu tetes larutan baku dapat

menyebabkan perubahan warna pada indikator. Indikator memiliki rentang pH tertentu dan dapat

berubah warna dengan adanya perubahan pH dari larutan uji. Pada percobaan inin digunakan

indikator K2CrO4.

Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam

presipitimetri jenis argentometri. Cara pengendapan yang digunkan dalam percobaan ini adalah

cara mohr karena dipakai dalam penentuan clorida yaitu MgCl2.

Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan

menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida

(Cl-, Br-, I-) (Khopkar,1990).

Hasil kali konsentrasi ion-ion yang terkandung suatu larutan jenuh dari garam yang sukar

larut pada suhu tertentu adalah konstan. Misalnya suatu garam yang sukar larut AmBn dalam

larutan akan terdisosiasi menjadi m kation dan n anion (Khopkar,1990).

AmBn → Ma++ Nb-


Hasil kali kelarutan = (CA+)M × (CB-)N titrasi argentometri adalah titrasi dengan

menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak yang sukar larut.

Jika larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan kalium sianida maka mula-mula akan

terbentuk endapan putih yang pada pengadukan akan larut membentuk larutan kompleks yang

stabil (Harrizul.1995).

Titik akhir ditandai dengan terbentuknya endapan putih yang permanent. salah satu

kesulitan dalam menentukan titik akhir ini terletak pada fakta dimana perak sianida yang

diendapkan oleh adanya kelebihan ion perak yang agak lebih awal dari titik ekuivalen, sangat

lambat larut kembali dan titrasi ini makan waktu yang lama (Underwood.1992).

Larutan jenuh dapat dicapai dengan penambahan zat ke dalam pelarut secara terus

menerus hingga zat tidak melarut lagi dengan cara menaikkan lagi konsentrasi ion-ion tertentu

hingga terbentuk endapan (Khopkar.1990).

Faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu suhu, sifat pelarut, ion sejenis, aktivitas ion,

pH, hidrolisis, hidroksida logam, dan pembentukan senyawa kompleks (Skogg.1965).

Pada kebanyakan garam anorganik, kelarutan meningkat jika suhu naik. Sebaiknya proses

pengendapan, penyaringan dan pencucian endapan dilakukan dalam keadaan larutan panas

kecuali untuk endapan yang dalam larutan panas memiliki kelarutan kecil cukup disaring setelah

terlebih dahulu didinginkan di lemari es. Kebanyakan garam anorganik larut dalam air dan tidak

arut dalam pelarut organik. Air memiliki momen dipol yang besar dan tertarik oleh kation dan

anion membentuk ion hidrat (Underwood.1995).

Teknik penambahan ion sejenis dilakukan oleh analis untuk tujuan (Harizul.1995) :

1) Menyempurnakan pengendapan

2) Pencucian endapan dengan larutan yang mengandung ion sejenis dengan endapan
Untuk larutan yang mengandung Ag, jika ditambahkan NaCI maka mula-mula

terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku). Laju terjadinya koagulasi

menyatakan mendekamya titik ekivalen. Penambahan NaCI ditersukan sampai titik akhir

tercapai. Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya endapan AgCI pada cairan

supernatan. Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan untuk menyempurnakan titik akhir.

Penentuan Ag sebagai AgCI dapat dilakukan dengan pengukuran turbidimetri yaitu dengan

pembauran sinar (Underwood,1986).

Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCI yang mengandung zat berpendar fluor, titik akhir

ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga. Jika didiamkan,

tampak endapan berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsorpsi

indikator pada endapan AgCI. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada

penukaan (Khopkar, 1990).

Semua indikator adsorpsi bersifat ionik. Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat pula

indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan, yaitu turunan

krisodin. Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi dan

memberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom. Indikator ini berwarna merah

pada suasana asam clan kuning pada suasana basa. Indikator ini juga digunakan untuk titrasi ion

I" dengan ion Ag+. Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya (Khopkar, 1990).

Selain kelemahan, indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan. Indikator ini

memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi. Perubahan warna yang

disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam. Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika

endapan mempunyai luas permukaan yang besar. Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika

endapan terkoagulasi. Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi.
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut. Indikator-indikator tersebut bekerja

pada batasan daerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja, yaitu pada

keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Svehla,1985).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan (Svehla,1985) :

a. Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur. Kadangkala endapan yang baik terbentuk

pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap larutan panas karena

pengendapan dipengaruhi oleh faktor temperatur. Garam-garam anorganik lebih larut dalam

air. Berkurangnya kelarutan di dalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar

pemisahan dua zat. Kelarutan endapan dalam air berkurang jika lanitan tersebut mengandung

satu dari ion-ion penyusun endapan, sebab pembatasan K s.p (konstanta hasil kali kelarutan).

Baik kation atau anion yang ditambahkan, mengurangi konsentrasi ion penyusun endapan

sehingga endapan garam bertambah. Pada analisis kuantitatif, ion sejenis ini digunakan untuk

mencuci larutan selama penyaringan.

b. Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam lanitan terdapat garam-garam yang

berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam netral atau efek aktivitas.

Semakin kecil koefesien aktivitas dari dua buah ion, semakin besar hasil kali konsentrasi

molar ion-ion yang dihasilkan. Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan.

Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan perubahan (H). Kation

dari spesies garam mengalami hidrolisis sehingga menambah kelarutannya

c. Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain yang membentuk

kompleks dengan kation garam tersebut. Beberapa endapan membentuk kompleks yang larut

dengan ion pengendap itu sendiri. Mula-mula kelarutan berkurang (disebabkan ion sejenis)

sampai melalui minuman. Kemudian bertambah akibat adanya reaksi kompleksasi


Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator

yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain (Harizul,1995) :

a. Metode Mohr

Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan

AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya

perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi

karena timbulnya Ag2CrO4, saat hampir mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan

menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki

normalitas 0,1 N atau 0,05 N.

Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk
endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari
warna endapan analat dengan Ag+ .
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana
netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CHO4 sebagai indikator.

Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 –
9,0.
Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan
terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO72- + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH
2AgOH ↔ Ag2O + H2O
Sesama larutan dapat diukur dengan natrium bikorbonat atau kalsium karbonat. Larutan alkalis
diasamkan dulu dengan asam asetat atau asam borat sebelum dinetralkan dengan kalsium
karbonat. Meskipun menurut hasil kali kelarutan iodida dan tiosianat mungkin untuk ditetapkan
kadarnya dengan cara ini. Namun oleh karena perak lodida maupun tiosanat sangat kuat
menyerang kromat, maka hasilnya tidak memuaskan. Perak juga tidak dapat ditetapkan dengan
titrasi menggunakan NaCl sebagai titran karena endapan perak kromat yang mula-mula terbentuk
sukar bereaksi pada titik akhir. Larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak
katalis dititrasi dengan larutan titer perak nitrat menggunakan indikator kromat.
Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan
bereaksi membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir
titrasi.
Sebagai indikator digunakan larutan kromat K2CrO4 0,003M atau 0,005M yang dengan ion
perak akan membentuk endapan coklat merah dalam suasana netral atau agak alkalis. Kelebihan
indikator yang berwarna kuning akan menganggu warna, ini dapat diatasi dengan melarutkan
blanko indikator suatu titrasi tanpa zat uji dengan penambaan kalsium karbonat sebagai
pengganti endapan AgCl.

b. Metode Volhard

Teknik Volhard, dikembangkan untuk menetapkan kadar perak, sedangkan Fajans dan Liebig
kedua-duanya mengembangkan teknik penetapan titik ekuivalensi titrasi. Metode Volhard
menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ sebagai indikator.Sampai
dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih.
Ag+(aq) + SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang
sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard,
titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang untuk anion-
anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali. pada larutan X- ditambahkan Ag+ berlebih yang
diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant
selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:

Ag+(aq) (berlebih) + X-(aq) ↔ AgX(s) ↓


Ag+(aq) (kelebihan) + SCN-(aq) (titrant) ↔ AgSCN(s) ↓
SCN-(aq) + AgX (s) ↔ X-(aq) + AgSCN(aq) ↓
Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya
melemah (warna berkurang).
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant
bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion
halogenida perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh,
dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang
harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara
lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu
sebab garamnya larut dalam keadaan asam.

a. Prinsip
Pada metode ini, sejumlah volume larutan standar AgNO3 ditambahkan secara berlebih ke dalam
larutan yang mengandung ion halida (X-).Sisa larutan standar AgNO3 yang tidak bereaksi dengan
Cl- dititrasi dengan larutan standar tiosianat (KSCN atau NH4SCN) menggunakan indikator besi
(III) (Fe3+). Reaksinya sebagai berikut ;
Reaksi yang terjadi dalam titrasi argentometri dengan metode volhard adalah sebagai berikut:
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + SCN-(aq)  AgSCN(s) (endapan putih)
Fe3+(aq) + SCN(aq)  Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah)
Sample yang mengandung ion halida (X-) ditambahkan larutan baku AgNO3 berlebih. Kelebihan
AgNO3 dititrasi kembali dengan larutan thiosianat (KSCN atau NH4SCN). Titik akhir titrasi bila
warna merah telah terbentuk.
b. Indikator
Indikator yang digunakan dalam metode volhard adalah garam feri amonium sulfat
FeNH4(SO4)2, indikator besi (III) (Fe3+) atau dapat juga digunakan larutan besi (III) nitrat.
c. Reaksi
Reaksi yang terjadi pada saat titrasi :
1. Ag+ (berlebih) + X- AgX↓+ sisa Ag
2. Ag+ (sisa) + SCN- (titrant)  AgSCN↓ (endapan putih)
3. SCN- (kelebihan titran) + Fe3+ (indikator)  FeSCN2 (endapan merah)
Titrasi Ag+ dengan SCN- dalam suasana asam dengan menggunakan indikator Fe3+, dapat terjadi
perubahan warna sebelum titik ekuivalen karena :
a. AgSCN mengadsorpsi ion Ag+
b. Ag+ dalam larutan menjadi berkurang
c. Penambahan larutan SCN- juga berkurang sehingga perubahan warna nampak terjadi lebih awal
hal ini dapat diatasi dengan pengocokan (homogenesasi) yang lebih baik selama titrasi sehingga
ion Ag+ yang teradsorpsi dapat terlepas.

d. Kelebihan Metode Volhard


1. Penetapan kadar : Cl-, Br- dan SCN- dalam suasana asam.
2. Penetapan kadar senyawa halida yang tidak dapat dititrasi dengan metode mohr ataupun
menggunakan indikator adsorbsi (metode fajans).
3. Penetapan kadar Br- dan I- tidak perlu dilakukan penyaringan terhadap endapan AgBr atau AgI
sebelum dilakukan titrasi terhadap kelebihan Ag+.
4. Dapat digunakan untuk penetapan kadar halida secara volumetri dalam suasana asam kuat.
5. Dapat dipakai untuk penetapan kadar anion yang garam Ag-nya sukar larut dalam air tetapi larut
dalam asam seperti : oksalat, fosfat, arsenat, kromat dan sulfide.
Caranya :
a) Anion diendapkan dengan larutan Ag+ berlebih.
b) Kelebihan Ag+ dititrasi kembali dgn SCN- dan indikator Fe3+ setelah dilakukan penyaringan
atau endapannya dilarutkan kembali dalam HNO3 dan Ag+ yg dibebaskan di titrasi dengan CNS-
dan indikator Fe3+.

e. Syarat titrasi
volhard adalah harus asam dan merupakan kelebihan dibandingkan dengan penggunaan cara-
cara lain untuk penentuan ion halogenida karena ion karbonat, oksalat dan arsenat tidak
mengganggu reaksi sebab garamnya larut dalam keadaan asam.

f. Contoh senyawa yang digunakan dalam metode Volhard


1) Standarisasi larutan ammonium tiosianat (NH4SCN) dengan larutan standar AgNO3
2) Penentuan kadar NaCl dalam garam dapur
3) Penentuan konsentrasi klorida dalam air laut
c. Metode Fajans

Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat

diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan

ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator

yang dipakai dan pH.

Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau

basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang

digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk mudahnya

ditulis HFl saja).

HFl(aq) ↔ H+(aq) +Fl-(aq)

Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna

merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar

permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas mungkin,

maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu

bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+).

Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat

warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan

menyebabkan endapan terurai.

Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya.

Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga

harus dengan cepat.

Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara mohr, hanya terdapat
perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah
indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh
Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah.pH tergantung pada macam
anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh
permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar
terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai
ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3.
Metode ini dipakai untuk penetapan kadar halida dengan menggunakan indikator adsobsi.
Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung zat berpendar fluor, titik akhir ditentukan
dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga.Jika didiamkan, tampak endapan
berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsobsi indikator pada endapan
AgCl. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada permukaan
Pembentukan Endapan Berwarna
Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indikator untuk titrasi asam-basa.
Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakanuntuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi
pengendapan. Dalam hal initerjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak yang
manadigunakan ion kromat sebagai indikator.Pemunculan yang permanen dandini dari endapan
perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE).

a. Prinsip
Pada titrasi argentometri dengan metode fajans ada dua tahap untuk menerangkan titik akhir
titrasi dengan indikator absorpsi (fluorescein). Selama titrasi berlangsung (sebelum TE) ion
halida (X-) dalam keadaan berlebih dan diabsorbsi pada permukaan endapan AgX sebagai
permukaan primer.
Setelah titik ekivalen tercapai dan pada saat pertama ada kelebihan AgNO3 yang ditambahkan,
Ag+ akan berada pada permukaan primer yang bermuatan positif menggantikan kedudukan ion
halida (X-). Bila hal ini terjadi maka ion indikator (Ind-) yang bermuatan negatif akan diabsorpsi
oleh Ag+ (atau oleh permukaan absorpsi).
Jadi titik akhir titrasi tercapai bila warna merah telah terbentuk.
Selama titrasi berlangsung (sebelum Titik Ekuivalen) ion halida (X-) dalam keadaan berlebih dan
diadsorbsi pada permukaan endapan AgX sebagai permukaan primer. Setelah titik ekivalen
tercapai dan pada saat pertama kelebihan AgNO3 yang ditambahkan Ag+akan berada pada
permukaan primer yang bermuatan positif menggantikan kedudukan ion halida (X-). Bila hal ini
terjadi maka ion indikator yang bermuatan negatif akan diadsorpsi oleh Ag+ (atau oleh
permukaan absorpsi). Jadi titik akhir titrasi tercapai bila warna merah telah terbentuk. Jadi pada
titrasi argentometri dengan metode fajans ada dua tahap untuk menerangkan titik akhir titrasi
dengan indikator absorpsi (fluorescein)

b. Indikator
Indikator yang digunakan pada metode ini adalah indikator adsorbsi. Indikator adsorbsi adalah
zat yang dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya
warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH. Metode ini menggunakan indikator absorbsi yang
berguna untuk reaksi pengendapan. Selama proses absorbsi terjadi suatu perubahan dalam
indikator yang menimbulkan suatu zat dengan warna yang berbeda.

Ada beberapa macam indikator yang dapat digunakan dalam titrasi menggunakan metode fajans :
1. Fluorescein
a) Merupakan indikator yang banyak digunakan. Flourescein merupakan asam lemah dengan
konstanta ionisasi = 10-8
b) Perubahan warna disebabkan teradsorbsinya fluorescein dalam bentuk ion
c) Ion H+ mempengaruhi jumlah ion fluorescein dalam larutan maka titrasi harus dilakukan pada
pH : 7– 10.

2. Dichlorofluorescein
a) Merupakan asam yang lebih kuat dari fluorescein, sehingga dapat digunakan pada titrasi suasana
sedikit asam, pH > 4.
b) Dapat digunakan pada penetapan kadar Cl- dalam senyawa dengan Cu, Ni, Mn, Zn dan Al secara
titrasi langsung, dimana senyawa-senyawa tadi tidak dapat dititrasi dgn metoda mohr.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan indikator flourescein dan dichlorofluorescein
:
(1) Lakukan pengocokkan yang merata sehingga akhirnya endapan berwarna kemerahan.
(2) Titrasi harus dilakukan bebas dari cahaya langsung matahari.
(3) Jumlah yang besar dari garam netral mengganggu Titik Akhir Titrasi (TAT).
(4) Pada kadar halida yang sangat encer, perubahan warna yang terjadi tidak berlangsung lama, hal
ini disebabkan oleh endapan Ag-halida yang terbentuk sangat sedikit.
(5) Larutan Cl- dengan konsentrasi lebih dari 0,005 N tidak dapat dititrasi dengan menggunakan
indikator Fluorescein ataupun Dichlorofluorescein

3. Eosin Atau Tetrabrom Fluorescein


a) Digunakan pada penetapan kadar Br-, I- dan CNS-
b) Tidak untuk penetapan kadar Cl- sebab TAT akan jatuh lebih awal dari titik ekivalen.
c) Merupakan asam yang jauh lebih kuat dari fluorescein, hingga dapat digunakan pada pH ≥ 2,
biasanya pada pH : 3 – 10
d) Perubahan warna yang terjadi sangat tajam hingga dapat dipakai pada penetapan kadar dalam
suatu larutan yang sangat encer, yaitu sampai pada konsentrasi 0,001 N.

4. Diiodofluorescein
a) Digunakan untuk penetapan kadar I- yang terdapat bersama-sama dengan ion Cl-.
b) Ion I- jauh lebih kuat teradsorbsi pada permukaan endapan AgI dari pada ion Cl-.
c) Indikator diiodofluorescein teradsorbsi sedikit lebih lemah dari pada ion I- tetapi masih jauh
lebih kuat dari pada ion Cl-.
d) Perubahan warna terjadi sebelum ion Cl- mengendap.
e) Konsentrasi ion I- yang ditentukan kadarnya tidak lebih dari 0,02 N
f) Selain diiodofluorescein, pada penetapan kadar I- yang terdapat bersama-sama dengan ion Cl-,
dapat digunakan indikator Dimethyl Diodofluorescein atau juga Bengal Red.

c. Reaksi
Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
Ag+ + X-AgX
Ag++ (indikator) Ag + Indikator (merah muda)
d. Syarat titrasi menggunakan indikator absorbsi
Beberapa syarat titrasi dgn menggunakan indikator adsorbsi :
1) Endapan yg terbentuk harus merupakan sistem koloid
2) Jika endapan terflokulasi terlalu kuat maka perlu diberi koloid pelindung
3) Ion indikator yg digunakan harus mempunyai muatan yang sama dengan ion yang dititrasi dan
tidak boleh teradsorbsi sebagai lapisan pertama sebelum titik ekivalen, tetapi harus teradsorbsi
sebagai lapisan kedua setelah titik ekivalen.

e. Contoh senyawa yang digunakan dalam metode fajans


1) Standarisasi Larutan AgNO3 Dengan Larutan Standar NaCl.
2) Penentuan Kadar NaCl Dalam Garam Dapur
3) Penentuan Konsentrasi ion klorida (Cl-) dalam air laut
4) Penentuan Kadar Sulfat
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Analisis. Universitas Muslim Indonesia : Makassar.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia :
Jakarta.

Harizul, Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Universitas Indonesia Press 22 : Jakarta.

Khopkhar, SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press : Jakarta.

Skogg. 1965. Analytical Chemistry. Edisi keenam. Sounders College Publishing : Florida.

Svehla,G. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Ke Lima. PT. Kalman Media
Pusaka : Jakarta.

Underwood. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Erlangga : Jakarta.

Você também pode gostar