Você está na página 1de 58

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kesehatan adalah salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan
cita cita bangsa Indonesia dan merupakan hak asasi manusia. Agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tinginya maka diperlukan pembangunan kesehatan secara menyeluruh
terarah dan terpadu yang melibatkan seluruh komponen bangsa dengan berdasarkan pada prinsip
nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan dan berkelanjutan. Tantangan dalam pembangunan
kesehatan menuntut adanya dukungan sumber daya yang cukup serta arah kebijakan dan strategi
pembangunan kesehatan yang tepat namun pada kenyataannya sumber data dan informasi masih
sangat terbatas karena pada dasarnya Data dan informasi merupakan sumber daya yang sangat
strategis dalam pengelolaan pembangunan kesehatan yaiutu pada proses manajemen,
pengambilan keputusan, kepemerintahan dan penerapan akuntabilitas.
Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) disebutkan bahwa keberhasilan manajemen
kesehatan sangat ditentukan antara lain oleh tersedianya data dan informasi kesehatan, dukungan
kemajuan ilmu pengetahuan, dukungan hukum kesehatan serta administrasi kesehatan. Lebih
lanjut disebutkan bahwa SKN terdiri dari 6 (enam) subsistem, yaitu 1) Subsistem Upaya
Kesehatan, 2)Subsistem Pembiayaan Kesehatan, 3) Subsistem Sumber Daya Manusia Kesehatan,
4) Subsistem Obat dan Perbekalan Kesehatan, 5) Subsistem Pemberdayaan Masyarakat dan 6)
Subsistem Manajemen Kesehatan. Untuk manajemen kesehatan tingkat keberhasilannya sangat
ditentukan oleh tersedianya data dan informasi dengan dukungan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Unsur utama dalam manajemen kesehatan tersebut adalah informasi kesehatan Informasi
kesehatan diartikan sebagai data kesehatan yang telah diolah atau diproses menjadi bentuk yang
mengandung nilai dan makna yang berguna untuk meningkatkan pengetahuan dalam mendukung
pembangunan kesehatan. Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah seperangkat tatanan yang
meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat, teknologi dan sumber daya manusia yang
saling berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau keputusan yang
berguna dalam mendukung pembangunan kesehatan. Dalam upaya peningkatan kualitas data dan
informasi dan kemudahan akses bagi masyarakat maka diperlukan perencanaan dan penguatan

1
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

sistem informasi kesehatan (SIK) yang berkesinambungan agar diperoleh data dan informasi yang
akurat, tepat dan cepat.
Salah satu Salah satu produk dari Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah dokumen
Profil Kesehatan Kabupaten Semarang yang merupakan gambaran situasi kesehatan di wilayah
Kabupaten Semarang dan diterbitkan setiap tahun. Setiap edisi memuat berbagai data dan
informasi tentang kesehatan dan data pendukung lain yang berhubungan dengan kesehatan seperti
data kependudukan, pendidikan, fasilitas kesehatan, pencapaian program-program kesehatan dan
keluarga berencana. Data yang ada ditampilkan secara sederhana dalam bentuk tabel dan grafik,
dimana data yang disajikan mengacu pada Indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang
ditetapkan dalam Peraturan Menteri kesehatan RI Nomor 43 Tahun 2016.
Sumber data dalam penyusunan Profil Kesehatan ini berasal dari berbagai program di
lingkungan Dinas Kesehatan maupun lintas sektoral terkait yaitu Dispendukcapil, RSUD
Ungaran, RSUD Ambarawa, RS Bina Kasih dan RS Ken Saras serta UPTD Puskesmas.

1.2 VISI DAN MISI


A. Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang adalah “MENJADI INSTITUSI YANG
MEWUJUDKAN MASYARAKAT SEHAT MANDIRI”
Visi tersebut ditetapkan dengan pertimbanagn bahwa sektor kesehatan merupakan sektor
penting yang diperlukan untuk mencapai visi pembangunan jagka menengah Kabupaten
Semarang dalam menjalankan misinya. Visi tidak akan berjalan jika kondisi masyarakat
Kabupaten Semarang tidak sehat, oleh karena itu sektor kesehatan memang perlu direncanakan
sebaik-baiknya agar berbagai hambatan dan krndala sektor kesehatan dapat diatasi.
B. MISI
Dalam rangka mewujudkan Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang maka ditetapkan 4
(empat) Misi yaitu :
1. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat sehat mandiri
2. Meningkatkan mutu sumber daya tenaga kesehatan dan pengembangan profesionalisme
3. Meningkatkan peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan dalam rangka
menyelenggarakan Pembangunan Kesehatan
4. Penyelenggaraan Pelayanan Publik Bermutu
C. Tujuan dan Sasaran
1. Misi I : Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat sehat mandiri
Tujuan : Meningkatkan pelayanan Kesehatan Masyarakat
Sasaran :

2
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

1) Meningkatnya kesehatan ibu dan anak


2) Terkendalinya Penyakit menular dan tidak menular
3) Meningkatnya fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi standar
4) Meningkatnya kuantitas dan kualitas kesehatan pemukiman, tempat tempat umum dan
tempat oengolahan makanan
5) Meningkatnya mutu sediaan farmasi, makanan minuman, alat kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
2. Misi II : Meningkatkan mutu sumber daya manusia kesehatan dan pengembangan
profesionalisme

Tujuan :
1) Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia kesehatan
2) Mendayagunakan sumber daya manusia kesehatan
Sasaran :
1) Meningkatnya sumber daya manusia kesehatan yang mengikuti pendidikan dan pelatihan
2) Meratanya penempatan tenaga kesehatan
3. Misi III : Menyelenggarakan Pembangunan Kesehatan melalui peran serta
masyarakat dan pemangku kepentingan
Tujuan : Meningkatkan pendekatan (advokasi) dan dukungan sosial (social support)
pemangku kepentingan
Sasaran :
1) Meningkatnya peran Pemerintah Kabupaten Semarang dalam pembangunan
kesehatan
2) Meningkatnya peran dunia usaha dalam pembangunan kesehatan
3) Meningkatnya peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan
4. Misi IV : Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang Bermutu
Tujuan :
1) Meningkatnya pelayanan administrasi di bidang kesehatan
2) Meningkatnya pelayanan informasi di bidang kesehatan
Sasaran :
1) Meningkatnya penerbitan ijin dan registrasi sumber daya kesehatan
2)Meningkatnya tata kelola kepegawaian, aset, keuangan, perencanaan dan evaluasi
pembangunan kesehatan
3)Meningkatnya tata kelola administrasi perkantoran

3
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

4)Meningkatnya masyarakat yang memanfaatkan informasi kesehatan

1.3 TUJUAN
Tujuan disusunnya Profil Kesehatan Kabupaten Semarang tahun 2017 adalah tersedianya data dan
informasi yang berkualitas, relevan, akurat, tepat dan cepat sehingga dapat dipergunakan dalam
proses perencanaan, pemantauan dan evaluasi pencapaian pembangunan kesehatan di Kabupaten
Semarang tahun 2017 serta dalam pengambilan keputusan para pemangku kebijakan.

1.4 SISTEMATIKA PENYAJIAN


BAB I. PENDAHULUAN
Secara ringkas bab ini menjelaskan maksud tujuan disusun dan diterbitkannya Profil
Kesehatan Kabupaten Semarang Tahun 2017.

BAB II. GAMBARAN UMUM KABUPATEN SEMARANG


Bab ini menyajikan tentang gambaran umum Kabupaten Semarang. Selain uraian
tentang letak geografis, administratif dan informasi umum lainnya, bab ini juga mengulas
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan meliputi kependudukan, ekonomi,
pendidikan, sosial budaya, perilaku dan lingkungan.

BAB III. SITUASI DERAJAT KESEHATAN


Bab ini berisi uraian tentang indikator mengenai angka kematian, angka kesakitan, dan
angka status gizi masyarakat.

BAB IV. SITUASI UPAYA KESEHATAN


Bab ini menguraikan tentang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan
dan penunjang, pemberantasan penyakit menular, pembinaan kesehatan lingkungan dan
sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan,
pelayanan kesehatan dalam situasi bencana. Upaya pelayanan kesehatan yang diuraikan
dalam bab ini juga mengakomodir indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM)

4
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Bidang Kesehatan serta upaya pelayanan kesehatan lainnya yang diselenggarakan oleh
Kabupaten Semarang.

BAB V. SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN


Bab ini menguraikan tentang sarana kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan kesehatan
dan sumber daya kesehatan lainnya.

BAB VI. KESIMPULAN


Bab ini diisi dengan sajian tentang hal-hal penting yang perlu disimak dan ditelaah lebih
lanjut dari Profil Kesehatan Tahun 2017. Selain keberhasilan-keberhasilan yang perlu
dicatat, bab ini juga mengemukakan hal-hal yang dianggap masih kurang dalam rangka
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

Lampiran
Pada lampiran ini berisi tabel resume/angka pencapaian Kabupaten Semarang dan 92
tabel data kesehatan dan yang terkait kesehatan yang responsif gender.

5
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

BAB II
GAMBARAN UMUM KABUPATEN SEMARANG

Gambar 1. Peta Kab. Semarang

Kabupaten Semarang adalah salah satu Kabupaten otonom di Propinsi Jawa Tengah
secara geografis terletak pada posisi 110º 14’ 54,75” - 110º 39” 3” Bujur Timur dan 7º 3 ’57 “ -
7º 30 ’0 “ Lintang Selatan, dengan batas-batas administratif sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Kota Semarang dan Kabupaten Demak

6
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

2. Sebelah Timur : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Boyolali


3. Sebelah Selatan : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Magelang
4. Sebelah Barat : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Kendal
5. Bagian Tengah : Terletak Kotamadia Salatiga
Luas wilayah Kabupaten Semarang adalah 95.020,674 hektar atau sekitar 2,92% dari luas
Provinsi Jawa Tengah. Secara administratif wilayah Kabupaten Semarang terdiri dari 19
Kecamatan yang terdiri dari 208 desa dan 27 Kelurahan.
Kabupaten Semarang diuntungkan secara geografis mengingat posisinya yang strategis
terletak di jalur-jalur penghubung segitiga pusat perkembangan wilayah Jogjakarta, Solo dan
Semarang (Joglosemar). Posisi strategis tersebut merupakan kekuatan yang dapat dijadikan
sebagai modal pembangunan daerah.
Berdasarkan data dari Dispendukcapil Kabupaten Semarang, pada akhir tahun 2017 ,
jumlah penduduk Kabupaten Semarang adalah 1.011.635 jiwa, dengan perbandingan jumlah
penduduk laki-laki sebesar 506.754 jiwa dan perempuan sebesar 504.881 jiwa. Dari data yang
tersedia, dapat dilihat bahwa setiap tahun jumlah penduduk mengalami peningkatan.
Perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan menghasilkan perhitungan
rasio jenis kelamin, yang didapat hasil rata-rata rasio jenis kelamin di Kabupaten Semarang tahun
2017 adalah sebesar 100,37. Sedangkan perbandingan antara jumlah penduduk usia produktif
(usia 15 – 64 ) tahun dengan usia non-produktif (usia 0 – 14 dan 65 + ) tahun menghasilkan
Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio) sebesar 40,29.
Peningkatan jumlah penduduk, jumlah rumah tangga dan kepadatan penduduk di
Kabupaten Semarang dalam kurun waktu 2013 – 2017 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kabupaten Semarang Tahun 2013 – 2017


TAHUN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
2013 497.227 486.302 983.529
2014 495.791 493.608 989.399
2015 499.066 497.280 996.346
2016 503.539 502.138 1.005.677
2017 506.754 504.881 1.011.635
Sumber : - Dispendukcapil Kabupaten Semarang Tahun 2013 – 2017

Tabel 2. Jumlah Rumah Tangga / Kepala Keluarga dan Kepadatan Penduduk Kabupaten
Semarang Tahun 2013 - 2017

7
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

TAHUN KK KEPADATAN PENDUDUK PER KM2


2013 335.036 1.035
2014 317.431 1.041
2015 315.472 1.048
2016 316.772 1.058
2017 328.326 1.065
Sumber : - Dispendukcapil Kabupaten Semarang Tahun 2013 – 2017

BAB III
SITUASI DERAJAT KESEHATAN

8
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

A. ANGKA KEMATIAN
1). Angka Kematian Neonatal
Kematian Neonatal adalah kematian yang terjadi pada bayi usia 0 – 28 hari.
Angka Kematian Neonatal di Kabupaten Semarang tahun 2017 sebesar 5.44 per 1.000 KH
(73 kasus), dengan penyebab tertinggi adalah kelahiran dengan Berat Bayi Lahir
Rendah/BBLR (27), asfiksia (18), kelainan kongenital (7) dan penyebab lainnya antara lain
Penyakit jantung bawaan, sepsis dan lain-lain sebanyak (21).
Angka Kematian Neonatal tahun 2017 lebih rendah dibandingkan tahun 2016.
Penurunan Angka Kematian Neonatal dikarenakan sudah optimalnya upaya yang dilakukan
antara lain adanya orientasi petugas penggunaan MTBM dalam kunjungan neonatal, yang
dilanjutkan dengan implementasi kunjungan neonatal bagi bidan, sosialisasi tata laksana
neonatal bagi dokter serta sosialisasi tata laksana asfiksia dan BBLR.

2). Angka Kematian Bayi (AKB)


Kematian bayi adalah kematian yang terjadi pada bayi usia 0 – 11 bulan, yang
termasuk di dalamnya adalah kematian neonatus (usia 0 – 28 hari). Angka Kematian Bayi di
Kabupaten Semarang tahun 2017 menurun bila dibandingkan tahun 2016. Pada tahun 2017,
Angka Kematian Bayi sebesar 7,60 per 1.000 KH (102 kasus), sedangkan Angka Kematian
Bayi tahun 2016 sebesar 11,15 per 1.000 KH (151 kasus). Bila dilihat dari umur kematian
bayi, kasus terbanyak terjadi pada usia 0 – 7 hari (61 bayi), usia 8 – 28 hari (12 bayi) dan
usia 29 hari – 11 bulan (29 bayi).
Pada tabel dibawah dapat dilihat bahwa penyebab terbesar AKB adalah BBLR
(27), Asfiksi (18), dan sisanya (57) adalah karena infeksi, aspirasi,kelainan kongenital,
diare,pnemonia dan lain-lain.

Tabel 3. Penyebab Kematian Bayi Kabupaten Semarang Tahun 2013 – 2017


Jumlah kasus
Penyakit Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2013 2014 2015 2016 2017
BBLR 62 57 62 44 27
Asfiksi 25 31 33 29 18
Infeksi 8 4 2 6 4
Aspirasi 15 11 1 11 6
Kelainan Kongenital 17 7 14 8 9
DBD
Pneumonia 1 0 0 1 0

9
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Diare 4 1 9 11 4
Ileus 6 5 5 13 3
TN 3 3 1 1 1
Gizi buruk 0 0 1 0 0
Kelainan jantung 0 0 1 0 0
Lain2 0 0 3 6 11
28 23 26 21 19
Jumlah Total 169 142 158 151 102

Sumber : Seksi Kesga Gizi

Tabel 4. Angka Kematian Bayi Kabupaten Semarang Tahun 2013 - 2017

TAHUN AKB

2013 11,95 per 1000 kh


2014 10,25 per 1000 kh
2015 11,18 per 1000 kh
2016 11,15 per 1000 kh
2017 7,60 Per 1000 KH
Sumber : Seksi Kesga Gizi

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan Angka Kematian Bayi (AKB)
antara lain dengan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada ibu hamil Kurang Energi
Kronik (KEK) agar tidak terlahir bayi dengan kondisi BBLR. Selain itu juga dilaksanakan
sosialisasi tentang cara perawatan bayi, sosialisasi konselor menyusui bagi dokter dan bidan,
survei ASI eksklusif, sosialisasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam tata laksana BBLR dan asfiksia serta pelatihan
tata laksana neonatal bagi dokter, bidan dan perawat. Disamping kegiatan diatas, juga
dibentuk Satgas Penurunan AKI AKB, mengoptimalkan jejaring ibu dan bayi dan nomor
telepon Call Center untuk rujukan dalam penanganan kasus kelahiran.

Tabel 5. Jumlah Kematian Bayi (AKB) di Puskesmas se Kabupaten Semarang Tahun 2013 - 2017

JUMLAH KEMATIAN BAYI


NO PUSKESMAS
2013 2014 2015 2016 2017
1 GETASAN 9 5 8 3 4
2 JETAK 3 4 5 4 1
3 TENGARAN 10 9 4 12 8
4 SUSUKAN 10 7 7 7 2
5 KALIWUNGU 7 6 4 5 9
6 SURUH 5 2 4 4 3
7 DADAPAYAM 1 0 4 4 2
8 PABELAN 8 5 3 8 4
9 SEMOWO 1 1 6 0 1

10
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

10 TUNTANG 9 2 11 11 8
11 GEDANGAN 1 3 6 5 3
12 BANYUBIRU 5 8 9 3 5
13 JAMBU 5 10 6 6 2
14 SUMOWONO 15 15 11 2 1
15 AMBARAWA 10 8 5 5 4
16 DUREN 11 3 8 11 3
17 JIMBARAN 10 15 8 13 5
18 BAWEN 7 6 9 8 7
19 BRINGIN 13 9 9 11 9
20 BANCAK 5 3 6 6 6
21 BERGAS 8 7 8 8 1
22 PRINGAPUS 3 4 11 8 4
23 UNGARAN 2 4 0 4 3
24 LEREP 2 0 3 1 0
25 LEYANGAN 0 1 1 0 1
26 KALONGAN 9 5 2 2 6
JUMLAH 169 142 158 151 102
Sumber : Seksi Kesga Gizi

3). Angka Kematian Balita (AKABA)


Angka Kematian Balita (12-59 bulan) pada tahun 2017 menurun namun tidak
signifikan bila dibandingkan tahun 2016 yang sebesar 12,46 per 1.000 KH menurun menjadi
12,41% per 1.000 KH pada tahun 2017. Jumlah Penyebab kematian balita (usia 12-59 bulan)
dapat dilihat pada tabel dibawah.
Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk menekan Angka Kematian Balita
(AKABA) antara lain dengan pelaksanaan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK) untuk balita dan anak pra sekolah di TK dan PAUD, pelayanan balita
dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), tata laksana perawatan bayi dan balita,
kajian kasus kematian balita dan Audit Maternal Perinatal (AMP), peningkatan pengetahuan
dan ketrampilan petugas dalam tata laksana gizi buruk, pelatihan Pertolongan Pertama
Kegawatdaruratan Obstetric dan Neonatus (PPGDON), pelatihan Asuhan Persalinan Normal
(APN), pelatihan Antenatal Care (ANC) terpadu, tata laksana neonatus dan bayi baru lahir,
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan bagi balita gizi buruk, tatalaksana dan
sosialisasi Skrining Hipertyroid Kongenital (SHK),pertemuan anak berkebutuhan khusus dan
implementasi pembentukan Kelas Ibu Balita.

11
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Tabel 6. Penyebab Kematian Balita (12-59 bulan) Kabupaten Semarang


Tahun 2013 - 2017

12
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Jumlah kasus
Penyakit Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2013 2014 2015 2016 2017
ISPA / Pneumonia 1 0 3 3 1
Diare 1 1 1 3
Thalasemia 1 0 0 0
HIV / AIDS 1 0 0 0 1
Penyakit jantung bawaan 1 2 2 0 2
Muntah + kejang 1 0 0 1
Gibur + Down Syndrom 1 1 0 0
Leukemia 1 1 0 0
Kejang demam 1 1 2 0
Tenggelam 2 0 0 1
Kanker mata 1 0 0 1
Gibur + Pneumonia 1 0 0 0
Meningitis 3 0 4 0 2
Kanker testis 1 0 0 0
Aspirasi 1 0 0 2 2
Lactose intolerance 1 0 0 0
Tumor otak 0 0 0 0
Haemathomega enchepalitis 0 0 0 0
Kelainan aesophagus 0 0 0 0
Febris 0 0 0 0
Kejang 0 0 0 0
Atresia bilier 0 0 0 0
Kecelakaan 0 0 0 0
Gizi buruk 0 1 0 0 2
Kecelakaan lalu lintas 0 1 0 0
Kanker lidah 0 1 0 0
Colelitiasis 2 0 0 0
Neoblastioma 0 0 1 0
KEP 0 0 1 0
Gagal ginjal 0 0 1 1
Ilius 0 0 1 1
Infeksi 0 0 1 0 1
Combustio 0 0 1 4
Hidrocephalus 2
NHL/Kelenjar getah bening 1
Abses Selaput otak 1

Jumlah Total 18 21 9 18 16

13
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Tabel 7. Angka Kematian Balita Kabupaten Semarang Tahun 2013 – 2017


TAHUN AKABA AKABA
(12- 59 bulan) (0- 59 bulan)
2013 1,49 per 1000 kh 13,44 per 1000 kh
2014 0,65 per 1000 kh 10,90 per 1000 kh
2015 1,27 per 1000 kh 12,46 per 1000 kh
2016 1,26 per 1000 kh 12,41 per 1000 kh
2017 1,19 per 1000 kh 8,79 per 1000 kh
Sumber : Seksi Kesga Gizi

14
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Adapun jumlah kematian balita di Puskesmas se-Kabupaten Semarang secara


keseluruhan dari tahun 2013 – 2017dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 8. Jumlah Kematian Balita (AKABA) di Puskesmas


se Kabupaten Semarang Tahun 2013 - 2017
NO PUSKESMAS JUMLAH KEMATIAN BALITA (12-59 bln)
2013 2014 2015 2016 2017
1 GETASAN 1 0 1 0 1
2 JETAK 1 0 1 1 0
3 TENGARAN 2 1 0 1 0
4 SUSUKAN 0 1 2 0 0
5 KALIWUNGU 0 0 0 0 0
6 SURUH 1 0 2 1 2
7 DADAPAYAM 0 0 0 1 0
8 PABELAN 0 0 0 2 1
9 SEMOWO 0 0 0 0 0
10 TUNTANG 0 0 0 1
11 GEDANGAN 0 0 0 0 3
12 BANYUBIRU 0 0 1 0 0
13 JAMBU 1 1 1 0 0
14 SUMOWONO 1 0 0 0 1
15 AMBARAWA 2 0 0 3 1
16 DUREN 0 1 0 0 1
17 JIMBARAN 2 1 1 0 2
18 BAWEN 4 3 0 0 1
19 BRINGIN 2 2 5 1 1
20 BANCAK 0 0 0 1 1
21 BERGAS 1 0 0 1 0
22 PRINGAPUS 1 1 2 4 0
23 UNGARAN 0 0 0 4 0
24 LEREP 0 0 1 0 0
25 LEYANGAN 1 0 1 0 0
26 KALONGAN 1 0 0 0 0
JUMLAH 21 9 18 17 16
Sumber : Seksi Kesga Gizi

4). Angka Kematian Ibu (AKI)


Angka Kematian Ibu di Kabupaten Semarang tahun 2017 mengalami
peningkatan bila dibandingkan tahun 2016. Bila di tahun 2016 AKI sebesar 103,39 per
100.000 KH (14 kasus), maka di tahun 2017 menjadi 111,83 per 100.000 KH (15 kasus).
Penyebab kematian tertinggi terjadi pada saat ibu bersalin (8 kasus) yang disebabkan karena
perdarahan sebanyak 6 kasus dan diikuti penyebab tertinggi kedua yaitu pre
eklamsi/eklamsia dengan jumlah 5 kasus. Adapun penyebab kematian ibu lainnya dapat
dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 9. Penyebab Kematian Ibu Kabupaten Semarang Tahun 2013 – 2017
Penyakit Jumlah kasus

15
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Perdarahan 3 8 4 3 6
Pre-eklampsi / Eklampsi 9 0 5 5 5
Emboli ketuban 3 2 0 0
CRF / gagal ginjal 1 0 0 1 1
Penyakit jantung 1 1 3 0
Hipertensi 0 5 0 1
Enchepalitis 0 1 0 0
Cardiomiopathy post 0 1 0 1
partum
Sepsis 0 1 0 0
Infeksi 0 1 1 0
Kanker 0 0 2 0
TB Paru & diare kronis 0 0 1 1
Emboli Pulmonal 0 0 1 0
Meningitis 1 2
Asma 1
Tidak dapat disimpulkan 1
1
Jumlah Total 17 20 17 14 15
Sumber : Seksi Kesga Gizi

Kematian ibu terbesar terjadi pada ibu dengan tingkat pendidikan SMA (8 kasus)
dan a terjadi pada ibu dengan usia 31 – 35 tahun (5 kasus). Upaya yang telah dilakukan
untuk menekan Angka Kematian Ibu (AKI) anatara lain dengan melaksanakan Program
Maternal and Infant Mortality Meeting (M3) dari tingkat desa sampai tingkat kabupaten,
meningkatkan jejaring ibu bayi selamat dengan memperbaiki sistem rujukan, upaya deteksi
dini ibu hamil dengan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
dan Antenatal Care (ANC) terintegrasi, serta peningkatan ketrampilan dan pengetahuan
petugas dengan berbagai pelatihan termasuk Asuhan Persalinan Normal (APN) dan
Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Obstetric dan Neonatus (PPGDON) serta
optimalisasi Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetric dan Neonatal Emergency Dasar).
Selain itu juga dibentuk Satgas Penurunan AKI, mengoptimalkan jejaring dan nomor telepon
Call Center untuk penanganan kasus obstetric dan neonatal. Upaya lainnya Penyeliaan
fasilitatif terhadap bidan, Monev Tim Gadar RS ke puskesmas PONED, On Job training Tim
Puskesmas Rawat Inap ke RS PONEK,koordinasi Lintas Program Lintas Sektor dalam
peningkatan Kesehatan keluarga, RTK JAmpersal, WA Gateway untuk komunikasi rujukan
obstetric neonatal dan juga kegiatan konsultasi ahli.
Sebagai bahan pembanding, pada tabel berikut dapat dilihat AKI di Kabupaten
Semarang sejak tahun 2013 – 2017.
Tabel 10. Angka Kematian Ibu Kabupaten Semarang Tahun 2013 - 2017
TAHUN AKI

16
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

2013 120,22 per 100 rb kh


2014 144,31 per 100 rb kh
2015 120,34 per 100 rb kh
2016 103,39 per 100rb kh
2017 111,83 per 100rb kh
Sumber : Seksi Kesga Gizi

Adapun jumlah kematian ibu seluruhnya di Puskesmas se-Kabupaten Semarang


selama 5 tahun terlihat dalam tabel berikut .

Tabel 11. Jumlah Kematian Ibu di Puskesmas se Kabupaten Semarang


Tahun 2013 - 2017

17
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

NO PUSKESMAS JUMLAH KEMATIAN IBU


2013 2014 2015 2016 2017
1 GETASAN 0 0 0 0 0
2 JETAK 0 0 0 0 0
3 TENGARAN 1 2 1 2 1
4 SUSUKAN 0 2 0 0 0
5 KALIWUNGU 0 1 0 0 1
6 SURUH 1 0 0 0 1
7 DADAPAYAM 2 0 1 0 2
8 PABELAN 1 2 1 1 0
9 SEMOWO 2 0 1 1 1
10 TUNTANG 1 1 1 0 0
11 GEDANGAN 2 0 0 0 0
12 BANYUBIRU 0 0 0 0 1
13 JAMBU 0 1 1 0 0
14 SUMOWONO 0 3 2 0 0
15 AMBARAWA 2 1 0 1 3
16 DUREN 0 0 1 1 0
17 JIMBARAN 1 0 0 0 0
18 BAWEN 2 2 1 0 0
19 BRINGIN 0 0 1 3 0
20 BANCAK 0 0 1 0 0
21 BERGAS 1 1 3 2 1
22 PRINGAPUS 0 2 0 1 1
23 UNGARAN 0 1 1 2 0
24 LEREP 0 1 0 0 0
25 LEYANGAN 0 0 0 0 1
26 KALONGAN 1 0 1 0 2
JUMLAH 17 20 17 14 15

18
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Sumber : Seksi Kesga Gizi

B. ANGKA KESAKITAN
1). Penemuan dan Angka Kesembuhan Tuberculosis (TB)
Kesuksesan dalam penanggulangan TB adalah dengan menemukan penderita
dan mengobati penderita sampai sembuh. WHO menetapkan target global Case
Detection Rate (CDR) atau penemuan kasus TB sebesar 70% dan Cure Rate (CR) atau
angka kesembuhan pengobatan sebesar 85%. Angka kesembuhan menunjukkan
persentasi pasien TB paru BTA (+) yang sembuh setelah selesai masa pengobatan
diantara pasien TB paru BTA (+) yang tercatat (Kemenkes RI, 2011).
Target Program nasional Penanggulangan TB sesuai dengan target eliminasi
global adalah Eliminasi TB pada tahun 2035 dan Indonesia bebas TB tahun 2050.
Eliminasi kasus TB adalah kasus TB kurang dari 1 per 100.000 penduduk. Jumlah
keseluruhan kasus TB (Case Notification Rate/CNR) di Kabupaten Semarang sudah diatas
50 %. Namun demikian untuk penemuan kasus baru TB BTA + masih dibawah target
nasional sebesar 70 %. Informasi terakhir dari Kementerian Kesehatan, untuk target
penemuan kasus baru TB BTA + tidak dapat dijadikan target pencapaian oleh Kabupaten /
Kota. Target yang harus dicapai oleh Kabupaten / Kota dalam kasus penemuan TB adalah
CNR diatas 50 %.
Masih rendahnya penemuan kasus baru TB BTA + disebabkan antara lain
karena : (1) masih adanya stigma di masyarakat bahwa penyakit TB adalah penyakit
kutukan, sehingga masyarakat malu ketika nanti ditemukan penyakitnya, (2) keterampilan
petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan, pemeriksaan dan perawatan belum
optimal, (3) jejaring penemuan kasus TB, baik internal kesehatan maupun eksternal belum
optimal.
Kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka mengatasi masalah diatas adalah
antara lain dengan : (1) melakukan penyuluhan kepada masyarakat bahwa penyakit TB
bukanlah penyakit kutukan dan bisa disembuhkan dengan pengbatan teratur dan
berkesinambungan, (2) melakukan pembinaan teknis kepada petugas kesehatan untuk
meningkatkan keterampilan, baik dalam hal penyuluhan, pemeriksaan maupun perawatan
pasien TB, (3) melakukan koordinasi untuk membentuk jejaring internal dan mengusulkan
19
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

kepada Kementerian Kesehatan untuk bisa mendapatkan bantuan dukungan dari LSM
sebagai mitra dalam pengendalian kasus TB.
Angka kesembuhan (cure rate) di Kabupaten Semarang sebesar 96,30%, angka
ini sudah memenuhi target nasional yang harus dicapai yaitu minimal 85%. Hal ini terkait
adanya peningkatan kesadaran pasien penderita TB untuk periksa dan menjalani pengobatan
sampai dengan tuntas, karena bila pengobatan TB tidak dilakukan secara tuntas nantinya
kuman akan kebal terhadap dosis obat TB yang telah diberikan sehingga pengobatannya
dibutuhkan waktu yang lebih lama dengan dosis obat yang lebih tinggi dan efek samping
obat yang keras. Petugas memberikan arahan kepada penderita TB bahwa mereka harus
disiplin dalam minum obat dan periksa agar tidak menularkan penyakitnya kepada anggota
keluarga yang lain juga masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.

Gambar 1. Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA+


di Kabupaten Semarang Tahun 2013-2017

120
100 96,3
100 85 87,5 90,00
80,67
80
60
40
20
0
Cure Rate TB BTA +

Target Column 4 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 2. Penemuan Kasus TBC BTA +


di Kabupaten Semarang Tahun 2008-2017

20
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

30
25,4826,3226,2124,42 24,9523,62
25 22,17
20 17,87 CDR BTA +
15,44
15 Linear (CDR
10 BTA +)
5
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Target CDR Kabupaten Semarang ada 30% dan capaian pada tahun 2017 adalah 68,51%.
Penemuan kasus TB pada tahun 2017 tidak hanya pada kasus TB BTA + tetapi penemuan
kasus keseluruhan. Bila dibandingkan dengan target maka capaian penemuan kasus TB di
Kabupaten Semarang sudah memenuhi target.
2). Persentase Balita dengan Pneumonia Ditangani
Cakupan penemuan kasus pneumonia di tahun 2017 adalah mengalami
penurunan yang signifikan dibandingkan tahun 2016 yaitu 78,75% pada tahun 2016 menjadi
51,06% pada tahun 2017. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 2017 jumlah penderita yang
ditemukan dan ditangani jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan tahun 2016. Dan
dari penemuan tersebut semua kasus sudah tertangani 100%.
Kondisi ini terjadi karena penemuan kasus pneumonia dalam pemeriksaan
klinisnya butuh waktu lebih lama bila dilaksanakan sesuai dengan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS), yaitu pemeriksaan satu pasien butuh waktu sekitar 45 menit, sehngga
sering mendapatkan keluhan dari masyarakat akibat lamanya waktu pemeriksaan. Untuk
menangani kondisi diatas, petugas sudah sering melakukan penyuluhan kepada masyarakat
bahwa dalam pemeriksaan pneumonia masyarakat harus lebih sabar karena pemeriksaannya
harus dilakukan sesuai dengan standar. Selain itu, petugas juga diberikan tambahan
keterampilan melalui bimbingan teknis tentang penemuan dan penanganan pneumonia.

21
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Gambar 3. Cakupan Penemuan Penderita Pneumonia Balita


Tahun 2009-2016

90
80 78,8
70
60
50 51,06
Series1
40
32,9
27,5
30
20 17,29 27,6
23,6
10 15,5 13,56
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

3). Persentase Kasus HIV, AIDS dan Syphilis Ditangani


Penemuan kasus HIV / AIDS adalah fenomena gunung es. Kasus yang
ditemukan hanya sebagian kecil dari keseluruhan kasus yang belum ditemukan. Sampai
dengan saat ini masih merupakan fase pencarian atau penemuan kasus. Di Kabupaten
Semarang, jumlah penderita HIV / AIDS ditemukan pada tahun 2017 jumlahnya menurun
bila dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016, ditemukan sebanyak 82 kasus HIV
dan 29 kasus AIDS, sedangkan pada tahun 2017 ditemukan sebanyak 74 kasus HIV dan 21
kasus AIDS.
Dengan seringnya dilakukan penyuluhan oleh petugas kesehatan diharapkan
mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk datang dan periksa ke klinik VCT,
sehingga akan semakin banyak kasus HIV / AIDS yang ditemukan. Kondisi penurunan
penemuan kasus masih disebabkan adanya masa terkait bila hasil pemeriksaan ternyata

22
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

reaktif akan dikucilkan oleh keluarga dan masyarakat, hal tersebut disebabkan adanya
stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV-AIDS.
Terhadap mereka yang sudah positif menderita HIV / AIDS juga tetap dilakukan
penyuluhan dan pendampingan agar mereka teratur minum obat seumur hidup. Sedangkan
bagi mereka dengan perilaku yang beresiko tertular HIV / AIDS juga dilakukan penyuluhan
agar menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan mau memeriksakan diri ke
klinik VCT terdekat.
Syphilis merupakan salah satu jenis penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS).
Pada tahun 2017, tidak ditemukan kasus Syphilis di Kabupaten Semarang. Namun hal ini
bukan berarti tidak ada kasus Syphilis di masyarakat, hal ini mungkin terjadi karena tidak
adanya pasien dengan keluhan yang datang berobat di fasilitas kesehatan atau periksa ke
fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah kabupaten Semarang.

Gambar 4. Kasus HIV/AIDS (secara kumulatif)


di Kabupaten Semarang Tahun 2006 -2017

800

600
HIV
400 AIDS
Total
200

0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

HIV 53 94 118 151 181 201 216 238 301 381 463 537
AIDS 14 16 18 22 25 38 54 71 90 116 145 166
Total 67 110 136 173 206 239 270 309 391 497 608 703

Jumlah penderita HIV / AIDS dalam 5 (lima) tahun terakhir dari tahun 2013 – 2016
dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 12. Jumlah Penderita HIV / AIDS di Kabupaten Semarang Tahun 2013-2017
TAHUN HIV AIDS
2013 22 17
2014 63 19
2015 80 26
2016 82 29
2017 74 21
23
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Sumber : Seksi P2PL

4). Persentase Kasus Diare Ditemukan dan Ditangani


Kasus diare yang ditemukan di Kabupaten Semarang pada tahun 2017 sudah
melebihi dari target yang ditentukan. Dari estimasi sasaran sebesar 21.649 kasus, dapat
ditemukan sebanyak 23.204 kasus, yang berarti sebesar 107,2 %. Lebih besar dari target
sebesar 60 %.
Jumlah kasus yang ditemukan dan ditangani melebihi jumlah target penemuan
dikarenakan target menggunakan perkiraan 10% dari jumlah penduduk yang ada. Selain itu
juga dikarenakan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk periksa dan berobat sedini
mungkin agar lebih cepat tertangani dan lekas sembuh, karna apabila tidak segera ditangani
akan berbahaya dan besar kemungkinan menyebabkan kematian, sehingga kewaspadaan dini
dalam penemuan dan penanganan diare sangat dibutuhkan.
Tabel 13. Kasus Diare di Kabupaten Semarang Tahun 2013 - 2017
Tahun Kasus Diare CFR Diare Target CFR Balita dengan diare
(%) Diare ditangani (%)
2013 24.483 0,06 100
2014 22.975 0 100
2015 19.250 0 100
2016 20.447 0 100
2017 23.204 100
Sumber : Seksi P2PL

5). Penemuan dan Angka Prevalensi Kusta


Penemuan kasus baru kusta pada tahun 2017 di Kabupaten Semarang sebanyak
10 kasus (PB dan MB), sedangkan pada anak usia 0 – 14 tahun tidak ditemukan adanya
kasus kusta. Angka cacat tingkat 2 juga tidak ditemukan. Kondisi ini menggambarkan
bahwa di Kabupaten Semarang masih berpotensi ditemukan kasus kusta lainnya.
Penularan penyakit kusta sangatlah spesifik yaitu dengan adanya sentuhan kulit
dengan penderita yang terjadi berulang-ulang dan dalam waktu lama, baik sentuhan kulit
langsung maupun lewat pakaian atau handuk yang digunakan bergantian oleh anggota
keluarga maupun orang yang tinggal satu rumah. Oleh karena itu masyarakat selalu
diberikan penyuluhan dan himbauan agar menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) dalam kehidupannya sehari-hari untuk dapat mengurangi resiko penularan berbagai
macam penyakit.

24
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Angka kesembuhan penderita kusta yang mencapai 100 % menggambarkan


adanya peningkatan kesadaran penderita yang kooperatif untuk melakukan pengobatan
sampai tuntas.

6). Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita penyakit “Acute Flaccid Paralysis”
(AFP) per 100.000 penduduk < 15 Tahun
Jumlah penemuan kasus AFP (non folio) pada tahun 2017 sebanyak 5 kasus.
Jumlah ini telah mencapai target yang telah ditentukan untuk tahun 2016 yaitu 5 kasus.
Tercapainya terget penemuan kasus AFP ini didukung oleh surveilans aktif yang dilakukan
di Rumah Sakit dan Puskesmas.

Gambar 5. Jumlah Kasus AFP pada Anak Usia < 15 Tahun Tahun 2013-2017

7
6 6 6
6
5 5
5 2013
2014
4 3,46
2,68 2,66 2015
3 2,25 2,27 2016
2
2017
1
0
Kasus AFP AFP Rate

7). Penyakit Menular Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)


Pada tahun 2017 di kabupaten Semarang terjadi 2 jenis PD3I (Penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi) yaitu difteri sebanyak 4 kasus dan campak sebanyak 60
kasus. Kedua Jenis PD3I tersebut segera dilakukan pelacakan dalam waktu kurang dari 24
jam dan segera dirujuk ke Rumah Sakit sehingga tidak meluas. Masih adanya kasus difteri
yang ditemukan karena masih ada masyarakat yang belum sadar akan pentingnya imunisasi
karena masih memegang budaya atau keyakinan tertentu. Namun ditemukannya kasus difteri
ini sudah mendapatkan penanganan segera sehingga kasus difteri ini tidak semakin
memburuk. Masih ditemukan penyakit Campak, meskipun cakupan imunisasi campaknya
sudah tinggi, karena Program CBMS (Case Base Measles Surveilans) di Kabupaten
Semarang aktif, sehingga semua kasus campak klinis dicatat dan ditindaklanjuti dengan
pengambilan sampel untuk diperiksa secara laboratorium di BLK Yogyakarta
25
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

8). Angka Kesakitan dan Kematian Demam Berdarah Dengue (DBD) per 100.000
penduduk
Angka Kesakitan (Incidence Rate/IR) Demam Berdarah Dengue (DBD) per
100.000 penduduk di Kabupaten Semarang pada tahun 2017 mengalami penurunan
dibandingkan tahun sebelumnya. IR DBD tahun 2016 sebesar 98,7 per 100.000 penduduk
dari 993 kasus ditemukan dan ditangani. Sedangkan IR DBD tahun 2017 sebesar 24,3 per
100.000 penduduk dari 246 kasus ditemukan dan ditangani.
Hal ini disebabkan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
menjaga lingkungan agar terbebas dari penyakit terutama penyakit DBD. Kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan
gerakan 3M plus. Program PSN 3M Plus, yaitu: 1) Menguras, adalah membersihkan tempat
yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat
penampungan air minum, penampung air lemari es dan lain-lain 2) Menutup, yaitu menutup
rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan lain
sebagainya; dan 3) Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki
potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Demam Berdarah.Plus
pemakaian Repelant yaitu obat atau bahan yang mampu mengusir nyamuk.
Angka Kematian (Case Fatality Rate/CFR) DBD di Kabupaten Semarang tahun
2016 sebesar 0,70 % (7 kasus), mengalami penurunan pada tahun 2017 yang sebesar 0,4 %
(2 kasus). Penurunan kasus kematian ini tejadi akibat adanya kewaspadaan dini terhadap
penyakit DBD dari masyaraakt dan fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Untuk mengubah pola pikir tersebut telah dilakukan penyuluhan mencegah
penularan DBD dengan PSN dan pentingnya periksa sesegera mungkin ke fasilitas
pelayanan kesehatan apabila mendapati tanda-tanda terserang DBD.

Gambar 6. Incident Rate DBD Di Kab.Semarang Tahun 2013 - 2017

26
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

120
2016; 98,7
100

2013; 30,1
80

2015; 50,6
2014; 34,1
60

40
2017; 24,3
Target; 20
20

0
Incident Rate DBD

Tabel 14. CFR DBD di Kabupaten Semarang Tahun 2011 - 2016


TAHUN JUMLAH KEMATIAN CFR TARGET CFR DBD
DBD
2011 2 org 1,85%
2012 2 org 1,80%
2013 3 org 1,01%
2014 2 org 0,6%
2015 6 org 1,2 %
2016 7 org 0,7%

2017 2 org 0.4 %


Sumber : Seksi P2PL

9). Angka Kesakitan dan Kematian Malaria per 1.000 penduduk


Kasus malaria yang ditemukan di Kabupaten Semarang tahun 2014 merupakan
kasus yang awal mulai terjangkitnya didapat dari luar Kabupaten Semarang saat yang
bersangkutan bekerja boro. Jumlah kasus malaria ditemukan tahun 2017 sebanyak 5 kasus,
yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Gedangan (1 kasus), Wilayah kerja Puskesmas
Banyubiru (1 kasus), wilayah Puskesmas Duren (1 Kasus) dan di wilayah Puskesmas
Ambarawa (2 kasus). Angka Kesakitan (Annual Parasite Incidence/API) malaria di tahun
2017 sebesar 0.00494 per 1.000 penduduk. Bila dibandingkan dengan tahun 2016 yang
sebesar 0.0079 per 1.000 penduduk, API tahun 2017 mengalami penurunan.

27
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Untuk Angka Kematian (Case Fatality Rate/CFR) malaria di Kabupaten


Semarang tahun 2016 sebesar 0 %, karena tidak terjadi kasus kematian malaria.

Tabel 15. Angka Kesakitan Malaria di Kabupaten Semarang


Tahun 2013 -2017
TAHUN Angka Kesakitan Malaria (per 1.000 pddk)
2013 0,0041
2014 0,0010
2015 0,006022
2016 0,0079
2017 0,00494
Sumber : Seksi P2PL

10). Kasus Penyakit Filariasis Ditangani


Kasus Filariasis di Kabupaten Semarang tahun 2017 sebanyak 7 kasus
seluruhnya terdiri dari kasus lama sebanyak 7 kasus. Namun, Kabupaten Semarang oleh
Kementerian Kesehatan telah dinyatakan sebagai daerah endemis filariasis, sehingga seluruh
penduduk Kabupaten Semarang yang berumur 2 – 70 tahun harus minum obat filariasis
setahun sekali berturut-turut selama 5 tahun. Program pemberian obat masal pencegahan
filariasis ini dimulai tahun 2017 sampai tahun 2021. Dengan program tersebut memperkecil
kemungkinan penularan penyakitnya terhadap warga sekitar. Terhadap warga masyararakat
juga dilakukan penyuluhan terus - menerus karena filariasis dapat ditularkan lewat gigitan
nyamuk. Penularan filariasis dapat ditekan dengan meningkatan kesadaran masyarakat
untuk menerapkan PHBS dalam kehidupan sehari-hari.

11). Cakupan Pemeriksaan Penyakit Tidak Menular (PTM)


Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang seringkali tidak
terdeteksi karena tidak bergejala dan tidak ada keluhan. Biasanya ditemukan dalam tahap
lanjut sehingga sulit disembuhkan dan berakhir dengan kecacatan atau kematian dini.
PTM ini dapat dicegah melalui pengendalian faktor resiko seperti merokok,
kurang aktifitas fisik, diet yang tidak sehat dan konsumsi alkohol. Peningkatan kesadaran
dan kepedulian masyarakat terhadap faktor resiko PTM sangat penting dalam pengendalian
PTM. Adapun kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pengendalian PTM di puskesmas
antara lain :
a. Pengukuran tekanan darah

28
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Pada tahun 2017 Data hasil pengukuran tekanan darah diperoleh dari Puskesmas
dan jaringannya seperti Pustu dan Posbindu. Berdasarkan data pengukuran tekanan darah
didapatkan hasil 64,43% dari jumlah penduduk usia ≥ 18 tahun dilakukan pengukuran
darah Adapun hasil pengukuran tekanan darah tinggi pada laki-laki sebanyak 10,18 %,
sedangkan pada perempuan sebanyak 11.54 %. Dan hasil pengukuran tekanan darah
tinggi laki dan perempuan sebesar 11,02%.
Apabila faktor resiko PTM tersebut terpantau secara dini / rutin, maka dapat
diupayakan menjaga kondisi normal, atau jika berada dalam kondisi buruk faktor resiko
tersebut dikendalikan supaya kembali pada kondisi normal, sehingga angka kesakitan dan
kematian akibat hipertensi dapat dikendalikan.
b. Pemeriksaan obesitas
Untuk tahun 2017, data hasil pemeriksaan diperoleh dari Puskesmas dan
jaringannya.Pemeriksaan obesitas dilakukan dengan mengukur berat badan dan tinggi
badan untuk kemudian ditentukan besar nilai IMT (indeks Massa Tubuh). Dikategorikan
obesitas apabila nilai IMT lebih dari 27. Berdasarkan hasil pemeriksaan obesitas, sebesar
100% dari jumlah pengunjung Puskesmas dan jaringannya yang berusia ≥ 15 tahun
dilakukan pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan tersebut diperoleh angka obesitas sebesar
6,68%.
c. Pemeriksaan IVA+ dan CBE
Untuk tahun 2017, Jumlah wanita usia 30-49 tahun yang dilakukan pemeriksaan
IVA sebanyak 1584 orang. Dari Jumlah tersebut, sebanyak 127 orang memberikan hasil
positif (terdapat lesi). Sedangkan untuk deteksi dini kanker payudara dari 1584 orang
wanita usia 30-49 tahun yang dilakukan CBE, sebanyak 4 orang memberikan hasil positif
(terdapat benjolan).

Tabel 16. Jumlah Kasus Penyakit Tidak Menular Tahun 2013-2016


TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN
NO KASUS
2013 2014 2015 2016 2017
1 Penyakit jantung dan 35.294 40.869 41.134 44.173 52.425
pembuluh darah
2 Diabetes Melitus 7.672 12.328 12.448 13.222 16.183
3 PPOM (penyakit paru 442 1.038 1.014 936
obstruktif menahun)
4 Asma Bronkial 2.903 2.463 2.679 2.730 3.631
5 Neoplasma (penyakit 204 1.572 2.825 241 6.349
kanker)

29
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

6 Psikosis 1.094 1.478 1.403 1574 949


Sumber : Seksi P3KLB dan RS

12). Cakupan Desa / Kelurahan Terkena KLB Ditangani < 24 Jam


Jumlah KLB pada tahun 2017 sebanyak 11 kasus, yang seluruhnya dapat
ditangani < 24 jam. Jumlah KLB tahun 2017 lebih sedikit jika dibandingkan dengan tahun
2016 (17 kasus), serta dengan menggunakan sistem EWARS (sistem Peringatan Dini) maka
seluruh KLB dapat ditangani sehingga tidak meluas.
Dengan menggunakan sistem EWARS (sistem Peringatan Dini) dan pelaporan
yang cepat dari puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, maka seluruh kejadian
KLB dapat ditangani dalam waktu kurang dari 24 jam. Demikian juga untuk KLB yang
memerlukan pemeriksaan laboratorium, sampel daat diperoleh sesuai ketentuan, seperti
contoh pada kasus AFP sampel dapat diambil dalam waktu kurang dari 15 hari, kasus
Rubella/Campak sampel diambil dalam kurun waktu 4 – 28 hari sejak hari pertama
timbulnya rash dan tidak lebih dari 7 hari sampel sudah sampai di laboratorium di
Yogyakarta/ Bandung. Demikian juga untuk kasus keracunan, segera setelah kejadian dapat
diambil sampelnya dan dikirim ke BLK Semarang.

30
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

BAB IV
SITUASI UPAYA KESEHATAN

A. PELAYANAN KESEHATAN
1). Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-1 dan K-4
Cakupan kunjungan ibu hamil K1 adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali
mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja, yang digunakan
untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam
menggerakkan masyarakat.
Bila pada tahun 2017 persentase cakupan kunjungan ibu hamil K-1 di Kabupaten
Semarang sebesar 100 %, maka persentase cakupan kunjungan ibu hamil K-1 pada tahun
2016 sama yaitu 100 %.
Cakupan kunjungan ibu hamil K-4 adalah cakupan ibu hamil yang telah
memperoleh pelayanan antenatal sesuai standar, paling sedikit empat kali dengan distribusi
waktu satu kali pada trimester 1, satu kali pada trimester 2 dan dua kali pada trimester 3,
yang digunakan untuk mengetahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap sesuai
standar yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil serta menggambarkan
kemampuan manajemen serta kelangsungan program Kesehatan Ibu dan Anak.
Persentase cakupan kunjungan ibu hamil K-4 di Kabupaten Semarang tahun 2016
sebesar 89,5 %, sedikit mengalami penurunan pada tahun 2017 sebesar 88,4 %. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang pentingnya pemantauan kesehatan ibu
hamil pada trimester 3. Pada kehamilan di trimester 3 biasanya keluhan mual dan lemas
yang dialami oleh ibu hamil sudah terlewati sehingga terkadang ibu hamil merasa tidak
perlu lagi rutin memeriksakan kehamilannya. Selain itu, penyebab masih kurangnya cakupan
kunjungan K-4 antara lain adalah tingginya mobilisasi ibu hamil di daerah industri. Sering
kali terjadi ibu hamil trimester 3 pulang kampung untuk melahirkan di daerah asalnya dan
juga ada ibu hamil yang baru memeriksakan kehamilan ketika di Trimester II. Sistem
pencatatan dan pelaporan (kohort) ibu hamil di desa juga masih perlu lebih dioptimalkan.

Tabel 17. K1 & K4 Ibu Hamil di Kab. Semarang Tahun 2013 - 2017
TAHUN K1 K4 Target K4 SPM

31
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

2013 99,09 % 90,70 %


2014 98,20 % 89,98 %
2015 100 % 90,3 %
2016 100% 89,5%
2017 100 % 88,4 % 100%
Sumber : Seksi Kesga Gizi

2). Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan


Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan pada tahun 2016 sebesar 99,8 %, meningkat pada tahun 2017 yang
sebesar 99,9 %. Hasil ini dapat tercapai berkat koordinasi dan dukungan dari berbagai
pihak terkait. Selain itu, tercapaianya target ini juga disebabkan oleh telah meningkatnya
kesadaran ibu hamil akan pentingnya melakukan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan
dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sesuai dengan kompetensinya.

Tabel 18. Persalinan oleh Nakes di Kab. Semarang Tahun 2013– 2017

TAHUN Persalinan oleh Nakes


2013 95,46%
2014 99,72%
2015 99,9 %
2016 99,8%
2017 99,9 %
Sumber : Seksi Kesga Gizi

3). Cakupan Pelayanan Nifas dan Pemberian Vitamin A pada Ibu Nifas
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada ibu mulai 6 jam
– 42 hari setelah melahirkan. Kunjungan nifas (KF) minimal dilakukan sebanyak 3 kali
dengan ketentuan waktu kunjungan nifas pertama (KF-1) pada masa 6 jam – 3 hari pasca
persalinan, kunjungan nifas kedua (KF-2) dalam waktu 2 minggu (8-14 hari) setelah
persalinan dan kunjungan nifas ketiga (KF-3) dalam waktu 6 minggu (36-42 hari) setelah
persalinan.
Cakupan pelayanan nifas tahun 2016 sebesar 93,6 %, sama dengan cakupan
pelayanan nifas tahun 2017 sebesar 93,6 %. Sedangkan cakupan pemberian Vitamin A pada
ibu nifas tahun 2017 sebesar 98,39 %, menurun namun tidak signifikan bila dibandingkan
tahun 2016 sebesar 99,4 %
Upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan capaian kunjungan nifas antara
lain dengan penyuluhan yang intensif kepada masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan
kesehatan setelah melahirkan dan pelayanan nifas melalui kunjungan rumah, walaupun
belum dapat merubah stigma bahwa setelah melahirkan ibu belum boleh keluar rumah

32
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

sebelum 40 hari. Selain itu juga dilakukan pembinaan kepada bidan desa dalam rangka
mengoptimalkan pencatatan dan pelaporan (kohort) ibu hamil dan bidan desa bertanggung
jawab melakukan kunjungan rumah pada ibu nifas.

4). Persentase Cakupan Imunisasi TT pada Ibu Hamil dan WUS


Cakupan TT-1 dan TT-2 ibu hamil pada tahun 2016 sebesar 10,8 % dan 15,5 %.
Pada tahun 2017, cakupan TT-1 dan TT-2 ibu hamil menurun menjadi 8,1 % dan 10,5 %.
Hal ini terjadi karena peningkatan pelaksanaan program TT 5 dosis yang dihitung dari mulai
pemberian TT hingga ibu hamil berstatus TT berikutnya. Selain itu diperlukan sosialisasi
terus menerus pada ibu hamil agar lebih memahami dan menyadari pentingnya mendapatkan
imunisasi TT.
Imunisasi TT tidak hanya diberikan pada ibu hamil saja. Wanita dengan kisaran
usia 15 – 39 tahun, atau sering disebut Wanita Usia Subur (WUS) juga merupakan sasaran
pemberian imunisasi TT. Pemberian imunisasi TT pada WUS dimaksudkan untuk
memperpanjang durasi kekebalan terhadap resiko penyakit tetanus sebagai upaya preventif
mempersiapkan kehamilan. Namun dalam pelaksanaannya, cakupan pemberian imunisasi
TT pada WUS masih cukup rendah. Hal ini terjadi karena biasanya WUS hanya datang ke
faskes (puskesmas / bidan) apabila ada keluhan, saat menjadi calon pengantin (catin) atau
hamil.

Tabel 19. Pemberian Imunisasi TT Bumil di Kabupaten Semarang


Tahun 2013 - 2017
TAHUN TT1 TT2

2013 42,29% 43,72%


2014 26,60% 31,80%
2015 15,7 % 19,9 %
2016 10,8% 15,5%
2017 8,1 % 10,5 %
Sumber : Seksi Kesga Gizi

5). Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Tablet Fe


Pemberian tablet besi (Fe) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada ibu hamil dalam upaya meningkatkan kualitas kehamilannya dan
mempersiapkan persalinan yang sehat dan aman. Tablet besi (Fe) diberikan 90 tablet selama
masa kehamilan, setiap pemberian 30 tablet (Fe1), 60 tablet (Fe2) dan 90 tablet (Fe3).
Cakupan ibu hamil yang mendapatkan tablet besi pada tahun 2016 sebesar 87,95
% (Fe1) dan 86,94 % (Fe3). Cakupan ini mengalami penurunan namun tidak signifikan
33
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

pada tahun 2017 yaitu 87,42% (Fe1) dan 86,00% (Fe3). Hal tersebut disebabkan karena ibu
hamil trimester pertama masih enggan meminum tablet besi karena baunya yang amis.

Tabel 20. Pemberian tablet Fe di Kab. Semarang Tahun 2011 - 2016


TAHUN Fe1 Fe3 Target Fe3 SPM
2013 89,34 % 83,36%
2014 87,30 % 85,25%
2015 88,40 % 87,25% 100 %
2016 87,95% 86,94%
2017 87,42 % 86,00%
Sumber : Seksi Kesga Gizi

6). Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani


Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani pada tahun 2016 telah mencapai
target yang ditetapkan sebesar 100 %. Sedangkan cakupan komplikasi kebidanan yang
ditangani pada tahun 2017 meningkat menjadi 131, 45 %, hal ini dikarenakan jumlah kasus
yang ditemui lebih besar dari perkiraan jumlah Bumil dengan komplikasi yaitu sebanyak
3.869 kasus ibu dengan komplikasi yang ditangani sedangakn jumlah perkiraan ibu hamil
dengan komplikasi kebidanan sebanyak 2.943 kasus.
Ibu hamil resiko tinggi tidak terlambat ditangani karena kegiatan deteksi dini ibu
hamil resiko tinggi sudah berjalan dengan baik. Kegiatan deteksi dini yang dilakukan antara
lain pelaksanaan kelas ibu hamil, pelaksanaan Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K), Antenatal Care (ANC) terintegrasi, pendampingan ibu hamil
resiko tinggi dan pemantauan lewat Buku Kesehatan Ibu dan Anak.

7). Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang Ditangani


Neonatus dengan komplikasi yang ditangani pada tahun 2017 sebesar 134,6 %.
Jumlah neonatus dengan komplikasi yang ditangani sebanyak 2.709 kasus, melebihi jumlah
estimasi sebanyak 2.012 kasus.Hasil ini tercapai berkat adanya kesadaran ibu dalam
memeriksakan bayi (neonatus) ke tenaga kesehatan. Selain itu, tenaga kesehatan juga telah
mendapatkan pelatihan serta sosialisasi dalam penatalaksanaan penanganan neonatus.

8). Persentase Peserta KB Baru dan KB Aktif


Peserta KB baru di Kabupaten Semarang tahun 2017 sebanyak 22.669 orang
(11,56 %) dari jumlah Pasangan Usia Subur/PUS sebanyak 197.877 PUS. Sedangkan

34
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

peserta KB aktif sejumlah 164.522 orang (%). Data cakupan peserta KB baru dan peserta
KB aktif ini diperoleh Badan KB dan PP Kabupaten Semarang.
Bila dibandingkan cakupan tahun 2016, cakupan tahun 2017mengalami pada
persentase peserta KB baru, dan peserta KB aktif tidak menunjukan perubahan persentase.

Tabel 21. Persentase Peserta KB Baru & KB Aktif


di Kab. Semarang Tahun 2011 – 2016
TAHUN Peserta KB Baru Peserta KB Aktif
2013 13,79 % 87,21 %
2014 12,60 % 83,20 %
2015 12,20 % 83,20 %
2016 11,6% 83,16%
2017 11,5 % 83,1%
Sumber : Badan KBPP (2011-2012, 2013-2017) ; Seksi Kesga Gizi (2012)

9). Persentase Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) ditangani


Persentase kejadian BBLR pada tahun 2016 sebesar 4,4 %, mengalami
peningkatan pada tahun 2017 yang sebesar 4,6 % dari jumlah total bayi lahir dan semua
100% ditangani. Di Kabupaten Semarang, BBLR masih menjadi salah satu masalah
kesehatan yang menjadi perhatian. Pengetahuan dan pola asuh ibu perlu ditingkatkan
sebagai salah satu upaya memperkecil kasus BBLR. Hal ini dapat dilakukan dengan
sosialisasi dan penyuluhan secara terus menerus mengenai gizi maupun kesehatan ibu dan
anak. Namun demikian, seluruh kasus BBLR telah tertangani 100 % dengan baik sehingga
tidak berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Disamping
itu, perlu diupayakan agar semua persalinan yang dicurigai BBLR dapat ditangani di sarana
pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas PONED, dan sebagainya).

Tabel 22 .Cakupan BBLR ditangani di Kabupaten Semarang


Tahun 2013 - 2016
TAHUN Kasus BBLR BBLR ditangani

2013 5,37% 100%

35
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

2014 4,80% 100%


2015 4,70 % 100 %
2016 4,45% 100%
2017 4,6 % 100 %
Sumber : Seksi Kesga Gizi

10). Cakupan Kunjungan Neonatus


Cakupan kunjungan neonatus (KN Lengkap) di Kabupaten Semarang tahun 2017
sebesar 96,40 %. Cakupan ini hampir sama dibandingkan tahun lalu sebesar 96,49 %,
Pencapaian ini merupakan hasil dari perbaikan sistem pencatatan dan pelaporan serta adanya
sosialisasi mengenai penggunaan register kohort persalinan.

Tabel 23 .Cakupan Kunjungan Neonatus di Kabupaten Semarang


Tahun 2013 - 2016

TAHUN Kunjungan Neonatus


(0-28 hari)

2013 95,49%
2014 94,32%
2015 95,60%
2016 96,49 %
2017 96,40 %
Sumber : Seksi Kesga Gizi

11). Persentase Bayi yang Mendapat ASI Eksklusif


Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi karena kandungan zat
gizinya yang lengkap dan paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Pemberian ASI Eksklusif perlu diberikan pada bayi dari usia 0 – 6 bulan. Namun pemberian
ASI Eksklusif sering menemui berbagai kendala, diantaranya adalah karena ibu bekerja
sehingga tidak bisa memberikan ASI Eksklusif secara optimal, kurangnya informasi, alasan
kesibukan dan ASI yang tidak bisa keluar. Cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten Semarang
tahun 2016 sebesar 49,34 %, meningkat pada tahun 2017 menjadi 51,4 %. Pencapaian ini
terjadi karena sosialisasi yang berkesinambungan mengenai pemberian ASI Eksklusif, baik
melalui kegiatan sosialisasi motivator ASI maupun sosialisasi konselor menyusui. Selain itu
ada beberapa kegiatan yang mendukung pemberian ASI Eksklusif seperti kegiatan kelas ibu
dan penyediaan sarana prasarana seperti ruang menyusui yang disediakan di beberapa kantor
maupun perusahaan, peningkatan penyebaran informasi tentang pentingnya pemberian ASI
Eksklusif, dukungan regulasi berupa Perda Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif Nomor

36
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

5 Tahun 2014, serta adanya pemantauan dan pembinaan ke tempat penyelenggaraan kerja
tentang Upaya Kesehatan Kerja / UKK.

Tabel 24. Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Semarang


Tahun 2013 - 2017
Tahun Pemberian ASI Eksklusif
2013 36,29%
2014 44,30%
2015 44,80 %
2016 49,34%
2017 51,4%
Sumber : Seksi Kesga Gizi

12). Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi


Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi di Kabupaten Semarang tahun 2016 sebesar
106,17 %. Capaian ini mengalami peningkatan pada tahun 2017 sebesar 113,9 %. Hal ini
disebabkan definisi operasional tentang pelaporan pelayanan kesehatan bayi sudah dipahami
dengan baik, dan sudah optimalnya pencatatan dan pelaporan di bidan desa.

Tabel 25 .Cakupan Kunjungan Bayi di Kabupaten Semarang


Tahun 2013 - 2017
TAHUN Kunjungan Bayi Target SPM 2017

2013 84,33%
2014 93,78%
2015 83,7 %
2016 106,17 % 100 %
2017 113, 9 %
Sumber : Seksi Kesga Gizi

13). Cakupan Desa / Kelurahan “Universal Child Immunization” (UCI)


Dari tabel dibawah dapat dilihat bahwa dari tahun 2013 – 2017, seluruh desa /
kelurahan di Kabupaten Semarang telah mencapai UCI desa / kelurahan sesuai dengan target
100 % UCI desa / kelurahan. Target tersebut dapat tercapai karena semua hasil pelayanan
imunisasi dicatat dalam kohort sehingga dapat dilihat kelengkapan / status imunisasinya.
Apabila ditemukan bayi belum lengkap imunisasinya maka dilakukan sweping bayi /
37
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

kunjungan rumah untuk melengkapi status imunisasinya sehingga mengurangi angka Drop
Out (DO). Juga dilakukan monitoring evaluasi pencatatan / pelaporan secara berkala, dan
manajemen logistik imunisasi sehingga cakupan pelayanan dan penggunaan vaksinnya dapat
tercukupi dan terpantau.

Tabel 26. Pencapaian UCI Kabupaten Semarang tahun 2011-2016


TAHUN UCI Desa
2013 100 %
2014 100 %
2015 100 %
2016 100%
2017 100 %
Sumber : Seksi P3KLB

14). Persentase Cakupan Imunisasi Bayi


Cakupan imunisasi rutin bayi dan imunisasi dasar lengkap pada tahun 2014
seluruhnya telah mencapai target yang telah ditentukan. Tercapainya target cakupan
imunisasi karena telah dilaksanakannya Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) imunisasi
oleh puskesmas. Dengan menggunakan PWS, semua wilayah desa / kelurahan di Kabupaten
Semarang dapat terpantau cakupannya.

Tabel 27. Cakupan Imunisasi Bayi Kabupaten Semarang tahun 2016 - 2017
2016
Antigen Realisasi 2016
Target Realisasi
BCG 104,45 % 98,10 % 99,08%

DPT-Hb-Hib 3 105,88 % 97,90 % 116,44

Polio 4 104,79 % 97,60 % 116,10

Campak 105,68 % ≥98 % 114,73


Sumber : Seksi P3KLB

15). Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi dan Anak Balita


Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang penting bagi tubuh, terutama bagi
bayi dan anak balita dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Dalam rangka
memenuhi kebutuhan ini, pemerintah menjadwalkan program pemberian Vitamin A secara
38
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

rutin setiap bulan Februari dan Agustus, melalui posyandu dan jaringan puskesmas lainnya.
Vitamin A kapsul biru diberikan pada bayi usia 6 - 11 bulan, sedangkan Vitamin A kapsul
merah diberikan pada anak balita (12 – 59 bulan).
Cakupan pemberian Vitamin A pada bayi dan anak balita di Kabupaten
Semarang tahun 2017 sudah cukup tinggi. Target Kabupaten untuk usia 6 – 11 bulan adalah
99,8 % dan untuk usia 12 – 59 bulan adalah 99,4 %. Dari 7.459 bayi usia 6 – 11 bulan,
seluruhnya (100 %) sudah mendapatkan Vitamin A. Sedangkan untuk anak balita, dari
58.672 anak balita seluruhnya juga sudah mendapatkan Vitamin A. Secara keseluruhan,
bayi dan anak balita yang mendapat Vitamin A di Kabupaten Semarang sebanyak 66.131
anak (usia 6 – 59 bulan) atau 100 %.
Keberhasilan dalam pencapaian target ini tidak lepas dari adanya kerjasama yang
baik dan berkesinambungan antara tenaga kesehatan dengan masyarakat. Peningkatan
kesadaran masyarakat akan pentingnya pemberian vitamin A pada anak sangat menentukan
keberhasilan program. Selain itu, tenaga kesehatan juga melakukan kunjungan ke rumah
bayi dan balita yang belum mendapatkan kapsul vitamin A.

16). Cakupan Baduta Ditimbang


Anak usia dibawah dua tahun atau biasa disebut baduta adalah periode waktu
yang cukup penting dalam kehidupan seorang anak karena merupakan periode emas dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Pada tahun 2017, jumlah baduta di Kabupaten Semarang sebanyak 28.531
baduta. Dari jumlah tersebut, 25.201 anak (90,6 %) yang datang dan ditimbang secara rutin
di posyandu. Cakupan ini sama dengan cakupan tahun 2016 yang sebesar 90,6 %. Hal ini
menunjukkan hasil yang positif dari peran lintas program dan lintas sektor terkait yang
saling mendukung kegiatan tersebut.
17). Cakupan Pelayanan Anak Balita
Cakupan pelayanan anak balita tahun 2017 di Kabupaten Semarang sebesar 89,1
%, Cakupan ini meningkat dari cakupan tahun sebelumnya yaitu 81,5 %. Meningkatnya
kesadaran masyarakat untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak balita melalui
posyandu menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya cakupan pelayanan anak balita.
Meskipun demikian, masih perlu adanya peningkatan kualitas pelayanan dan pencatatan
pelaporan.
18). Cakupan Balita Ditimbang

39
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Cakupan balita yang ditimbang pada tahun 2017 sebesar 87,0 %. Hasil ini
menunjukkan bahwa pada tahun 2017, cakupan balita ditimbang sudah dapat mencapai
target yang diharapkan walaupun mengalami penurunan bila dibandingkan dengan cakupan
tahun 2016 sebesar 87,56 %. Keberhasilan ini merupakan hasil dari kerjasama lintas
program dan lintas sektor terkait yang saling mendukung kegiatan tersebut.
19). Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan
Jumlah balita gizi buruk ditemukan dan ditangani pada tahun 2017 sebanyak 61
anak. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan tahun 2016 sebanyak 66anak. Seluruh jumlah
balita gizi buruk tadi dapat tertangani / mendapatkan perawatan sehingga kondisi gizi
buruknya tidak berlarut-larut yang dapat mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan balita.
Dari tabel dibawah dapat dilihat bahwa dari tahun 2013 sampai dengan tahun
2017, jumlah balita gizi buruk di Kabupaten Semarang semakin berkurang. Hal ini
menunjukkan sebuah pola yang positif dalam upaya menurunkan jumlah balita gizi buruk di
Kabupaten Semarang.

Tabel 28. Jumlah balita gizi buruk di Kabupaten Semarang


Tahun 2013 - 2017

TAHUN Jumlah Balita Gizi buruk

2013 85
2014 64
2015 60
2016 66
2017 61
Sumber : Seksi Kesga Gizi

20). Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat


Kegiatan pemeriksaan kesehatan (penjaringan) siswa SD dan setingkat telah
secara rutin dilaksanakan setiap tahunnya. Biasanya kegiatan ini dilaksanakan pada awal
tahun ajaran SD / MI. Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan meliputi pemeriksaan hygiene
sanitasi perorangan. Selain melakukan pemeriksaan, juga dilakukan penyuluhan kepada
siswa agar dapat belajar menjaga kebersihan dan kesehatan. Bila ditemukan siswa yang
perlu mendapatkan penanganan lebih lanjut, maka diberikan rujukan untuk pemeriksaan di
puskesmas.

40
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat pada tahun 2017 sebesar
99,95 % atau sebanyak 16.942 siswa dari total siswa 16.950 . Cakupan ini meningkat bila
dibandingkan cakupan tahun 2016 yang dapat mencapai 99,46 %.
21). Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak SD dan Setingkat
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada anak SD dan setingkat di Kabupaten
Semarang khususnya untuk pelayanan tumpatan / pencabutan pada tahun 2017mengalami
sedikit penurunan bila dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016 rasio tumpatan /
pencabutan sebesar 2,3 sedangkan pada tahun 2017 sebesar 1,8.
Kegiatan Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) secara keseluruhan sudah
berjalan dengan baik. Pada tahun 2017, dari 96.451 siswa, baru 71.547 siswa (74,2%) yang
diperiksa. Dari jumlah itu, 13.725 siswa perlu perawatan dan 55,4 % (13.725 siswa)
mendapat perawatan,

Tabel 29. Pelayanan Kesehatan Gigi Mulut di Kabupaten Semarang


Tahun 2013 - 2017

Murid SD/MI mendapat


TAHUN Rasio Tambal / Cabut Murid SD/MI diperiksa
perawatan
2013 2,3 65,27 % 71,35%
2014 2,1 72,80 % 71,90%
2015 2,0 66,80 % 74,10 %
2016 2,3 74,0% 61,7%
2017 1,8 74,2 % 55,4 %
Sumber : Seksi Yankes

22). Cakupan Pelayanan Kesehatan Usila


Pelayanan kesehatan rutin bagi usila (usia ≥ 60 tahun) sangat diperlukan. Hal ini
dikarenakan pada masa tersebut merupakan masa rawan timbulnya masalah kesehatan.
Selain fungsi saraf pusat sensorik, motorik dan kognitif, resiko terjadinya gangguan
kardiovaskuler juga mulai meningkat. Pelayanan kesehatan tersebut dapat diberikan di
sarana kesehatan terdekat seperti Puskesmas, Pustu, Polindes / PKD atau di posyandu lansia.
Pada tahun 2017 cakupan pelayanan kesehatan bagi Lansia 70,39%, cakupan ini
berkurang bila dibandingkan dengan tahun 2016. Hal ini bisa dilihat dalam table berikut :
Tabel 30. Cakupan Pelayanan Kesehatan Usila
di Kabupaten Semarang tahun 2013 – 2017

TAHUN YanKes Kesehatan Usila


2013 67,73 %
2014 66,28 %

41
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

2015 70,76 %
2016 98,67%
2017 70,39 %
Sumber : Seksi Kesga Gizi

23). Cakupan Pelayanan Gawat Darurat Level 1 yang Harus Diberikan Pelayanan
Kesehatan (RS) di Kabupaten / Kota
Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat
diakses masyarakat meliputi Rumah Sakit Umum baik milik pemerintah maupun swasta,
Puskesmas dan Balai Pengobatan. Kemampuan GADAR menurut Definisi Operasional
Standar Pelayanan Minimal adalah upaya cepat dan tepat untuk segera mengatasi puncak
kegawatan yaitu henti jantung dengan resusitas jantung paru otak (Cardio-Pulmonary-
Cerebral-Resucitation) agar kerusakan organ yang terjadi dapat dihindarkan atau ditekan
sampai minimal dengan menggunakan Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) dan
Bantuan Hidup Lanjut (ALS).
Rumah Sakit di Kabupaten Semarang, baik milik pemerintah maupun swasta
sudah memiliki kemampuan melakukan Pelayanan Gawat Darurat Level 1.

B. AKSES DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN


1). Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Cakupan Jaminan Kesehatan Menurut Jenis Jaminan dan Jenis Kelamin Kepesertaan
Jaminan Kesehatan Nasional terdiri dari Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Bukan
Penerima Bantuan Iuran (Non PBI). Peserta Non PBI terdiri dari pekerja penerima upah,
pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja. Sedangkan pekerja penerima upah terdiri
dari fakir miskin dan orang tidak mampu. Pada tahun 2017 untuk peserta non PBI, yaitu
pekerja penerima upah sebanyak 250.493 orang, pekerja bukan penerima upah sebanyak
66.059 dan bukan pekerja sebanyak 21.636 orang. Sedangkan peserta PBI di kabupaten
Semarang terdiri dari PBI APBN sebanyak 289.415 orang, PBI APBD 41.178 orang.
Disamping peserta yang telah tercover JKN masih ada juga masyarakat miskin dan tidak
mampu yang belum tercover JKN dan dibiayai dari Jamkesda yang menggunakan
rekomendasi SKTM yaitu sebanyak 7.055 orang. Jika diakumulasi secara keseluruhan maka
penduduk yang telah mendapatkan jaminan kesehatan sebanyak 675.836 orang atau 66,81%
dari jumlah penduduk. Hal ini mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun 2016 yaitu

42
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

634.101 orang atau 63% dari jumlah penduduk. Diharapkan tahun 2019 seluruh penduduk
(100%) telah tercover dalam JKN (universal coverage).

2). Cakupan Kunjungan Rawat Jalan, Rawat Inap dan Gangguan Jiwa di Sarana
Pelayanan Kesehatan
Cakupan kunjungan rawat jalan di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar
(Puskesmas) dan Pelayanan Kesehatan Rujukan (Rumah Sakit) di Kabupaten Semarang
mengalami kenaikan dari tahun 2016 sebesar 38,52 % menjadi 61,9 % di tahun 2017.
Peningkatan jumlah kunjungan rawat jalan di Rumah Sakit terutama di RSUD Ambarawa
dan Rumah Sakit Ken Saras, hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah rujukan ke rumah
sakit dan menunjukan bahwa masyarakat banyak yang membutuhkan perawatan tingkat
lanjutan baik itu perawatan rawat jalan maupun rawat inap.

Tabel 31. Cakupan Rawat Jalan Puskesmas se Kabupaten Semarang


Tahun 2013 – 2017

TAHUN Cakupan Rawat Jalan


2013 29,08 %
2014 50,78 %
2015 49,70 % (Pusk & RS)
2016 38,5% (Pusk & RS)
2017 61,9 % (Pusk & RS)
Sumber : Seksi Yankesdas dan Rujukan

Untuk cakupan rawat inap di puskesmas rawat inap Kabupaten Semarang dari
tahun ke tahun mengalami kenaikan, namun pada tahun 2017 cakupan kunjungan rawat inap
menurun walaupun tidak signifikan yaitu sebesar 4,56 % dibandingkan dengan tahun 2016
sebanyak 4,57 %. Hal ini disebabkan antara lain oleh sistem rujukan berjenjang yang sudah
mulai berjalan dengan baik, dimulai dari PPK I (puskesmas, klinik, dokter keluarga) yang
apabila tidak bisa menangani sesuai dengan ketentuan / kewenangannya (155 diagnosa
penyakit) akan dirujuk ke PPK II (rumah sakit tipe C) dan seterusnya berjenjang sampai
dirujuk ke Rumah Sakit Rujukan Nasional. Selain itu upaya promotif dan preventif di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sudah berjalan dengan baik dan penanganan

43
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

pasien di FKTP juga sudah baik sehingga pasien tidak perlu dirujuk ke fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjut (FKTL) yang dalam hal ini adalah Rumah Sakit serta kesadaran masyarakat
dalam pola hidup sehat juga meningkat
Untuk penyakit gangguan jiwa juga dapat dilakukan pemeriksaan di Puskesmas.
Jumlah kunjungan gangguan jiwa di puskesmas dan rumah sakit pada tahun 2017 sebanyak
3.349 kunjungan, jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2016 sebanyak 4.192
kunjungan. Jumlah kunjungan terbanyak adalah Jumlah kunjungan gangguan jiwa juga
mengalami peningkatan di tingat rujukan yaitu pada Rumah Sakit Ungaran sebanyak 1.400
jumlah kunjungan dan 1.159 kunjungan gangguan jiwa di Rumah Sakit Ken Saras.

Tabel 32. Cakupan Rawat Inap Puskesmas se Kabupaten Semarang


Tahun 2013- 2016
TAHUN Cakupan Rawat Inap
2013 3,29 % (Pusk & RS)
2014 4,2 % (Pusk & RS)
2015 4,7 % (Pusk & RS)
2016 4,6% (Pusk & RS)
2017 4,56 % (Pusk & RS )
Sumber : Seksi Yankesdas dan Rujukan

3). Angka Kematian Pasien di Rumah Sakit


Jumlah pasien rumah sakit di Kabupaten Semarang pada tahun 2016 sebanyak
41.377 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.006 orang keluar dalam kondisi meninggal
dunia. Angka Kematian Pasien di rumah sakit dihitung sebesar 24,3. Angka kematian ini
meningkat cukup banyak dibandingkan tahun 2016 yang sebesar 22,61.

4). Indikator Kinerja Pelayanan Rumah Sakit


Pengukuran indikator kinerja pelayanan rumah sakit diukur menggunakan
beberapa variabel yang saling terkait, yaitu dengan menghitung BOR, BTO, TOI dan ALOS.
Bed Occupancy Rate/BOR adalah persentase pemakaian tempat tidur pada satu
satuan waktu tertentu. BOR dihitung dari jumlah hari perawatan, jumlah tempat tidur dan
jumlah hari dalam satu tahun. BOR rumah sakit Kabupaten Semarang tahun 2017 sebesar
69,4 %.
Bed Turn Over/BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode,
berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu (biasanya dalam periode 1 tahun).
Indikator ini menunjukkan tingkat efisiensi pada pemakaian tempat tidur. BTO rumah sakit

44
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

di Kabupaten Semarang tahun 2017 adalah sebanyak 64,25 kali, hal ini berarti 1 (satu)
tempat tidur digunakan sebanyak 64 kali dalam 1 (satu) tahun. Idealnya, BTO dalam
kisaran 50 – 65 kali.
Turn Over Interval/TOI adalah rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati dari
saat terisi ke saat terisi berkutnya. Untuk tahun 2017, TOI rumah sakit di Kabupaten
Semarang adalah 1,7 hari, yang berarti bahwa tempat tidur rumah sakit tidak sampai 2 (dua)
hari sudah terisi kembali setelah pemakaian terakhir.
Average Length Of Stay/ALOS adalah rata-rata lama rawat (dalam satuan hari)
seorang pasien. ALOS rumah sakit di Kabupaten Semarang tahun 2017 sebesar 4,04 hari.
Hal ini dapat diartikan bahwa pasien rata-rata dirawat selama 4 – 5 hari di rumah sakit. Dari
penjelasan diatas secara keseluruhan kinerja pelayanan rumah sakit di Kabupaten Semarang
sudah cukup baik.

C. PERILAKU HIDUP MASYARAKAT


1). Persentase Rumah Tangga ber-PHBS
Menurut Teori HL Blum, derajat kesehatan sangat dipengaruhi oleh empat faktor
perilaku, lingkungan, genetik dan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini perilaku hidup bersih
dan sehat termasuk salah sau di dalamnya, dimana di Kabupaten Semarang pada tahun 2016
cakupan rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat sebanyak 81,1 %. Cakupan
ini mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun 2016 sebanyak 68,6 %.
Dalam pemantauan PHBS belum seluruh keluarga / rumah tangga dipantau.
Pada tahun 2017 baru 70,2 % keluarga / rumah tangga yang dipantau. Diharapkan nantinya
dengan Program Keluarga Sehat dapat dilakukan pendataan terhadap seluruh keluarga /
rumah tangga sehingga data yang diperoleh dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya
di masyarakat.

D. KEADAAN LINGKUNGAN
1). Persentase Rumah Sehat
Persentase rumah sehat di Kabupaten Semarang tahun 2017 sebesar 85,29 %.
Persentase ini masih jauh dibawah target rumah sehat yaitu 95 %. Namun meningkat bila
dibandingkan persentase rumah sehat tahun 2016 yang sebesar 84,16 %. Belum dapat
tercapainya target disebabkan oleh masih adanya rumah yang belum memiliki jamban,
sarana air bersih dan kebersihan lingkungan pekarangan yang kurang terjaga. Kondisi ini

45
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

sangat erat dengan masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk memiliki sarana sanitasi
dan karena faktor ekonomi. Penyuluhan tentang sanitasi kepada masyarakat adalah sebuah
kebutuhan yang harus dilaksanakan secara terencana, teratur dan berkesinambungan.

Tabel 33. Rumah Sehat yang diperiksa di Kab. Semarang


Tahun 2013 - 2017

TAHUN Rumah Sehat

2013 77,53 %
2014 77,70 %
2015 83,90 %
2016 84,16%
2017 85,29 %

Sumber : Seksi P2Pl

2). Persentase Penduduk yang Memiliki Akses Air Minum yang Layak
Persentase penduduk yang memiliki akses air minum yang layak di Kabupaten
Semarang pada tahun 2017 masih kurang dari target. Persentase tahun 2017 sebesar 89,67
%, sedangkan target yang harus dicapai sebesar 92 %, yang artinya baru 86,23 % dari
jumlah penduduk Kabupaten Semarang tahun 2017 yang memiliki akses air minum yang
layak dari yang ditargetkan sebesar 92 %.
Dari 907.097 penduduk yang memiliki akses air minum yang layak, sebagian
besarnya masih menggunakan sumur gali terlindung, seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 34. Akses Air Bersih di Kabupaten Semarang Tahun 2011 -2015
TAHUN Ledeng Sumur Sumur Penampunga Kemasan Mata Air Sumber
Pompa Gali n Air Hujan Lainnya
Tangan (SG)
(SPT)
2011 44,2 % 0,6 % 29,2 % 0,05 % 0,02 % 0,3 % 25,7 %
2012 36,5 % 0,02 % 30,3 % 0,2 % 1,9 % 17,3 % 1,7 %
2013 35,40 % 0,01 % 33,18 % 0% 1,23 % 15,36 % 3,61 %

46
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

2014 37,17 % 1,72 % 29,95 % 0,001 % ? 12,81 % 2,8 %


2015 36,84 % 9,98 % 20,42 % 0,001 % ? 14,47 % 5,32 %
Sumber : Seksi P2PL

Tabel 35 Akses Air Bersih di Kabupaten Semarang Tahun 2016-2017


TAHU Sumur Gali Sumur Sumur Terminal Mata air Penanmpungan Perpipaan
N terlindung Gali BOR Air terlindung air hujan (PDAM,BPSPAM)
dengan dengan
Pompa pompa

2016 19,54% 9,53% 2,66% 3,27% 14,46% 0 36,76%

2017 19,66% 10,13% 3,10% 3,10% 15,7% 0 37,42%

3). Persentase Penyelenggara Air Minum Memenuhi Syarat Kesehatan


Persentase penyelenyelenggara air minum yang memenuhi syarat kesehatan pada
tahun 2017 ini mengalami penurunan bila dibanding tahun 2016 yaitu sebesar 81,28%
menjadi 78,48 %. Hal ini disebabkan karena masih adanya sumber air yang mengandung Fe
dan coli serta belum dilakukan pengolahan yang sesuai standar.
Untuk menanggulangi masalah tersebut, Puskesmas lebih mengaktifkan kegiatan
klnik sanitasi dan melakukan penyuluhan mengenai tata cara pengolahan dan penanganan air
yang belum sesuai dengan baku mutu air minum.

4). Persentase Penduduk yang Memiliki Akses Sanitasi yang Layak


Penduduk Kabupaten Semarang yang memiliki akses sanitasi yang layak pada
tahun 2017 sebesar 86,7 % (877.047 orang), meningkat bila dibandingkan tahun 2016
sebesar 86,04 % (865.237 orang), Sarana sanitasi yang dimiliki oleh penduduk terdiri dari
beberapa macam jenis jamban, diantaranya 94,81 % menggunakan jamban komunal, 96,85
% menggunakan jamban leher angsa, 92,28 % menggunakan jamban plengsengan dan 88,4
% menggunakan jamban cemplung.
Kondisi ini tercipta karena didukung oleh adanya kegiatan pemicuan CLTS yang
dimulai sejak tahun 2011, denan maksud agar masyarakat terpicu untuk memiliki jamban di
rumahnya serta tidak buang air besar di sembarang tempat.

5). Persentase Desa STBM

47
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Desa STBM adalah desa yang telah mencapai 100 % penduduk melaksanakan 5
pilar STBM. Sedangkan STBM adalah pendekatan yang dilakukan untuk mengubah
perilaku hygiene dan sanitasi meliputi 5 pilar yaitu tidak buang air besar (BAB) sembangan,
mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola
sampah dengan benar dan mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman melalui
pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.
Untuk dapat melaksanakan 5 pilar STBM bukanlah hal yang mudah. Pada tahun
2017, di Kabupaten Semarang baru ada 1 desa yang mencapai Desa STBM yaitu di
Kecamatan Tengaran . Sedangkan pada Desa yang lain masih mencapai Pilar I STBM yaitu
Tidak Buang Air Besar sembarangan. Untuk dapat mencapai pilar – pilar yang lain, perlu
adanya pemicuan yang berkelanjutan dan kerja sama lintas program dan lintas sektor.

6). Persentase Tempat-tempat Umum Memenuhi Syarat


Persentase Tempat-tempat umum memenuhi syarat pada tahun 2017 di
Kabupaten Semarang menurun bila dibandingkan tahun 2016. Untuk tahun 2017, persentase
tempat-tempat umum memenuhi syarat sebesar 86,71 %, sedangkan pada tahun 2016
sebesar 87,05%. Penurunan ini disebabkan oleh masih kurangnya kesadaran dari
masyarakat untuk ikut menjaga kebersihan TTU serta karena kegiatan bersih-bersih
lingkungan tidak dilaksanakan secara terus – menerus.
Selama ini telah dilakukan kegiatan penyuluhan dan kunjungan ke tempat –
tempat umum dalam upaya menjaga kebersihan lingkungan. Kerja sama dengan asosiasi /
paguyuban juga menjadi salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga kebersihan di
TTU.

7). Persentase Tempat Pengelolaan Makanan Memenuhi Syarat, Dibina dan Diuji Petik
Jumlah Tempat Pengelolaan Makanan / TPM di Kabupaten Semarang pada tahun
2016 jumlah Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) sebanyak 2.363 TPM dibandingkan
tahun 2017 sejumlah 1.920 TPM. Dari 1.920 TPM, baru 1.654 TPM (86,1 %) yang
memenuhi syarat hygiene sanitasi dalam pengelolaan makanan. Hal ini terjadi disebabkan
oleh kurangnya konsistensi dari pengelola makanan untuk menjaga kebersihan dan kualitas,
baik bahan makanan, hasil olahan maupun tempat kerjanya.

48
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Dalam rangka peningkatan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya


menjaga hygiene sanitasi maka telah diadakan kegiatan kursus penjamah makanan untuk
menjamin kualitas makanan yang dikelola, sehingga dapat terhindar dari kejadian keracunan
makanan sebagai akibat dari buruknya kondisi sanitasi. Kerja sama lintas program dan
lintas sektor mutlak diperlukan untuk menunjang keberhasilan kegiatan ini.
Kegiatan selanjutnya, diadakan pembinaan terhadap 367 TPM yang belum
memenuhi syarat hygiene sanitasi. Karena keterbatasan tenaga, pada tahun 2017 ini baru
358 TPM yang dibina sebagai tindak lanjut
Bagi TPM yang telah memenuhi syarat hygiene sanitasi (1.654 TPM) kemudian
dilakukan uji petik. Pada tahun 2017 baru 115 TPM yang diuji petik.

8). Ketersediaan Obat


Kebutuhan dan ketersediaan obat esensial maupun obat generik di 26 puskesmas
di Kabupaten Semarang pada tahun 2017 dapat terpenuhi 100 %. Obat esensial yang
dimaksud adalah Daftar Obat Esensial Nasional, yang selanjutnya disebut DOEN,
merupakan daftar obat terpilih yang paling dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas
pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. Sedangkan obat generik adalah
obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan
farmasi tanpa perlu membayar royalti.

49
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

BAB V
SUMBER DAYA KESEHATAN

A. SARANA KESEHATAN
1). Data Dasar Puskesmas
Puskesmas di Kabupaten Semarang berjumlah 26 Puskesmas yang terdiri dari 12
Puskesmas Rawat Inap dan 14 Puskesmas Rawat Jalan. Puskemas dalam pelaksanaan
tugasnya di bantu dengan adanya Puskesmas pembantu dan Polindes/PKD, dimana jumlah
di Kabupaten Semarang sebagai berikut :

 Puskesmas Pembantu : 67 Pustu


 Polindes : 15 Polindes
 PKD : 164 PKD

2). Sarana Pelayanan Kesehatan Menurut Kepemilikan / Pengelola


Di Kabupaten Semarang, sarana pelayanan kesehatan tersebar di berbagai
kecamatan. Sarana Pelayanan Kesehatan yang ada di Kabupaten Semarang antara lain :

 Rumah Sakit Pemerintah : 2 RS


 Rumah Sakit Swasta : 3 RS
 Mobil Puskesmas Keliling di Puskesmas : 28 Pusling/ Ambulance
 Posyandu : 1.658 Posyandu
 Klinik Pratama : 66 klinik
 Apotek : 90 apotek
 Gudang farmasi : 1 buah
 Industri kecil obat tradisional : 3 buah

50
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

3). Persentase RS dengan Kemampuan Pelayanan Gawat Darurat Level 1


Kabupaten Semarang memiliki 5 (lima) rumah sakit yang seluruhnya mempunyai
kemampuan memberikan pelayanan gawat darurat level 1. Rumah sakit yang ada terdiri dari
2 (dua) rumah sakit milik pemerintah dan 3 (tiga) rumah sakit swasta.

4). Pelayanan Posyandu


Pada hakekatnya, Posyandu merupakan kegiatan yang berkembang dari, oleh dan
untuk masyarakat, sehingga kelangsungan dan pemenuhan sarana prasarana Posyandu
menjadi tanggung jawab bersama masyarakat di sekitarnya.
Kualitas posyandu diukur dari kemandiriannya. Sampai saat ini posyandu
dikategorikan menjadi 4 strata yaitu pratama, madya, purnama dan mandiri. Pada tahun
2017 jumlah posyandu pratama sebanyak 11 posyandu (0,66%), madya 473 posyandu
(28,53%), purnama 648 posyandu (39,08%), dan mandiri 526 posyandu (31,72%). Berikut
perbandingan persentase strata posyandu di kabupaten Semarang selama 5 tahun terakhir:
Tabel 36. Strata Posyandu di Kab. Semarang Tahun 2013 - 2017
TAHUN Pratama Madya Purnama Mandiri
2013 5,38 % 32,40 % 32,52 % 29,71 %
2014 1,70 % 33,86 % 37,81 % 26,63 %
2015 5,31 % 29,17 % 40,16 % 25,36 %
2016 1,21 % 30,68 % 39,97 % 28,74 %
2017 0,66 % 28,53% 39,08% 31,72%
Sumber : Seksi Promkes

5). Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM)


Desa dan kelurahan di Kabupaten Semarang sebanyak 235 desa/ kelurahan. Pada
tahun 2017 Seluruh desa / kelurahan tersebut sudah menjadi desa / kelurahan siaga akif yang
dikategorikan menjadi pratama, madya, purnama, mandiri. Desa / kelurahan siaga aktif
pratama sebanyak 92 desa/ kelurahan, desa / kelurahan siaga aktif madya sebanyak 110
desa / kelurahan, desa / kelurahan siaga aktif purnama sebanyak 27 desa / kelurahan, dan
desa / kelurahan siaga aktif mandiri sebanyak 6 desa / kelurahan. Hal ini belum sesuai yang
diharapkan bahwa mulai tahun 2016 diharapkan tiap wilayah kerja puskesmas mempunyai
setidaknya satu desa / kelurahan siaga aktif mandiri karena baru 6 wilayah kerja puskesmas
yang mempunyai desa / kelurahan siaga aktif mandiri.

51
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

B. TENAGA KESEHATAN
1). Sumber Daya Manusia Kesehatan
Jenis ketenagaan di bidang kesehatan dibagi menjadi : tenaga medis meliputi
dokter, dokter gigi, dr/drg spesialis ; tenaga perawat & bidan ; tenaga kefarmasian meliputi
apoteker, asisten apoteker; tenaga gizi ; tenaga teknis medis meliputi analis laboratorium,
TEM dan rontgen, anestesi dan fisioterapis; tenaga sanitasi, tenaga kesehatan masyarakat,
tenaga administrasi umum, baik yang pegawai negeri maupun honorer.
Sesuai Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas, jumlah standar
dokter umum di puskesmas rawat jalan kawasan pedesaan dan perkotaan sebanyak 1 orang
begitu juga dengan jumlah minimal dokter gigi yang ada sebanyak 1 orang. Untuk
puskesmas rawat inap kawasan pedesaan dan perkotaan standarnya terdapat 2 orang dokter
umum dan 2 orang dokter gigi..Berikut adalah standard ketenagaan Puskesmas berdasarkan
Permenkes 75 tahun 2014.

Tabel 37. Standar ketenagaan Puskesmas berdasarkan


Permenkes 75 tahun 2014

Puskesmas
Puskesmas Puskesmas Kawasan terpencil
kawasan perkotaan kawasan pedesaan dan sangat
terpencil
NO Jenis Tenaga
Non Non Non
Rawat Rawat Rawat
Rawat Rawat Rawat
inap inap inap
Inap inap inap

1 Dokter atau 1 2 1 2 1 2

52
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

dokter layanan
primer

2 Dokter gigi 1 1 1 1 1 1

3 Perawat 5 8 5 8 5 8

4 Bidan 4 7 4 7 4 7

5 Tenaga 2 2 1 1 1 1
Kesehatan
masyarakat

6 Tenaga 1 1 1 1 1 1
kesehatan
lingkungan

7 Ahli Teknologi 1 1 1 1 1 1
laboratorium
medik

8 Tenaga Gizi 1 2 1 2 1 2

9 Tenaga 1 2 1 1 1 1
Kefarmasian

10 Tenaga 3 3 2 2 2 2
Administrasi

11 Pekarya 2 2 1 1 1 1

Jumlah 22 31 19 27 19 27

Secara keseluruhan kebutuhan tenaga kesehatan di Kabupaten Semarang pada


tahun 2017 masih belum tercukupi terutama untuk kebutuhan tenaga perawat dan bidan pada
Puskesmas Rawat inap. walaupun demikian pelayanan kepada masyarakat tetap diutamakan
dengan mendayagunakan sumber daya manusia yang ada. Pada tahun 2017 tenaga
kesehatan masyarakat sudah bisa terpenuhi di setiap Puskesmas yaitu dengan pengadaan
tenaga promotor kesehatan yang perekrutannya dibiayai oleh anggaran BOK Kabupaten
Semarang.

Tabel 38. SDM Kesehatan di Kabupaten Semarang Tahun 2013-2017


TAHUN JENIS KETENAGAAN

53
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

Medis Perawat Bidan kefarmas GIZI Teknisi sanitarian Kesmas Umum


ian Medis
2013 282 658 405 159 59 93 25 65 525

2014 269 725 389 99 54 167 19 10 623

2015 226 724 404 104 40 168 4 5 542

2016 495 805 619 317 33 155 16 15 351

2017 702 852 739 387 47 189 19 33 641

Sumber : data kepegawaian terdiri dari data Pusk, RS, dan sarana kesehatan lainnya

Rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk dari tahun 2013 sampai dengan 2017
tampak seperti tabel di bawah ini :

Tabel 39. Rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk tahun 2013-2017
NO Jenis Tenaga Rasio 2013 Rasio 2014 Rasio 2015 Rasio 2016 Rasio 2017
Kesehatan per 100.000 per 100.000 per 100.000 per 100.000 per 100.000
penduduk penduduk penduduk penduduk penduduk
1 Dokter Spesialis 10,98 12,03 11,74 11,63 17,35
2 Dokter 12,40 11,12 10,94 28,14 49,67
3 Apoteker 2,44 1,21 2,3 12,43 16,06
4 Ahli Gizi 4,98 5,46 4,01 3,28 4,66
5 Perawat 62,02 68,02 67,65 80,05 84,47
6 Bidan 37,31 78,81 81,24 61,55 73,27
7 Ahli Kesehatan 2,5 1,01 0,50 1,49 3,27
Masyarakat
8 Ahli Sanitasi 1,9 1,92 0,40 1,59 1,89
9 Tenaga Teknisi 9,5 16,88 16,86 15,41 18,74
Medis

54
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

2). Tenaga Fungsional


Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang di tahun 2017 terdapat 13 jenis tenaga teknis
fungsional. Adapun jenis tenaga fungsional sebagaimana tampak pada gambar di bawah ini :

Gambar 7. Tenaga Fungsional Kabupaten Semarang Tahun 2011-2016

600

500
2013
400 2014
300 2015
200 2016
100 2017

0
Dokter

Perawat

Perawat

Apoteker

Sanitarian

Gizi

Fisioterapis

Adminkes
Gigi

Catatan : Th. 2013 RS tidak mengirimkan data jumlah tenaga fungsional

C. PEMBIAYAAN KESEHATAN
1). Persentase Anggaran Kesehatan dalam APBD Kabupaten
Total anggaran kesehatan di Dinas Kesehatan dan 2 (dua) rumah sakit
pemerintah baik yang bersumber dari APBD, APBD Provinsi, APBN (Dekonsentrasi, DAK

55
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

dan BOK), BPJS dan sumber pemerintah lainnya tahun 2017 sebesar Rp 311.067.825.894
(belanja langsung dan belanja tidak langsung).
Anggaran Belanja Kabupaten Semarang tahun 2017 sebesar Rp
2.192.710.304.000,- .Persentase Anggaran Belanja Kesehatan terhadap APBD Kabupaten
sebesar 8,22 %, persentase ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2016 yang sebesar
7,90 %.

2). Alokasi Anggaran Kesehatan Pemerintah per Kapita per Tahun


Anggaran kesehatan per kapita per tahun di Kabupaten Semarang pada tahun
2017 sebesar Rp 309.311,86,- Dapat dilihat bahwa anggaran belanja kesehatan pada tahun
2017 ini mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2016 yang sebesar Rp 419.212,75,-.
Dengan meningkatnya anggaran kesehatan per kapita ini diharapkan kualitas kesehatan
penduduk Kabupaten Semarang juga dapat meningkat, sehingga nantinya dapat
meningkatkan produktivitas dan kesejahteraannya.

56
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

BAB VI
KESIMPULAN

Pencapaian indikator pembangunan kesehatan di Kabupaten Semarang tahun 2017 sudah


terpaparkan dalam BAB III dan IV Profil Kesehatan Tahun 2017. Sebagai bahan evaluasi, tersaji
juga sebagian data dari tahun 2013 sampai dengan 2017. Pencapaian indikator yang tertuang
pada Profil kesehatan Tahun 2017 ini belum sepenuhnnya menggambarkan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) yang sesuai dengan Permenkes no. 43 tahun 2016 oleh sebab itu untuk kemudian
hari akan dilakukan penyesuaian indikator-indikator yang tertuang dalam profil kesehatan ini
yang mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM). Diharapkan dari kajian data
diatas dapat dijadikan sebagai materi pertimbangan dan perencanaan kegiatan yang akan datang.

Pencapaian hasil yang optimal tentunya perlu diwujudkan melalui kerjasama yang baik,
di lintas program maupun lintas sektor. Data yang akurat mutlak diperlukan untuk menilai
keberhasilan suatu kegiatan dan sebagai bahan evaluasi untuk pengembangan kegiatan di masa
yang akan datang. Untuk itu dipandang perlu adanya komitmen untuk mendapatkan pemenuhan
data satu pintu yang akurat dan dapat digunakan tepat waktu.

Semoga Profil kesehatan Kabupaten Semarang Tahun 2017 ini dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkan data tentang capaian indikator kesehatan di Kabupaten
Semarang baik sektor pemerintahan, swasta maupun perorangan.

57
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG 2017

58

Você também pode gostar