Você está na página 1de 17

ANALISA KUNJUNGAN RUMAH SAKIT TENTANG PASIEN

SAFETY DI RUMAH SAKIT BALADIKA HUSADA


KABUPATEN JEMBER

MAKALAH

oleh:

KELOMPOK F
Miftahudin NIM 142310101035
Fauziyah NIM 142310101040
Rini Sulistyowati NIM 142310101092
Nilam Ganung P.M NIM 142310101129

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
Oktober, 2017

1
ANALISA KUNJUNGAN RUMAH SAKIT TENTANG PASIEN
SAFETY DI RUMAH SAKIT BALADIKA HUSADA
KABUPATEN JEMBER

MAKALAH
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan dengan
dosen penanggung jawab mata kuliah Ns. Retno Purwandari M.Kep

oleh:

KELOMPOK F
Miftahudin NIM 142310101035
Fauziyah NIM 142310101040
Rini Sulistyowati NIM 142310101092
Nilam Ganung P.M NIM 142310101129

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
Oktober, 2017

i
BAB 1. PEMBAHASAN

1. Identifikasi Pasien
Identifikasi merupakan penerapan atau penentu ciri-ciri atau
keterangan lengkap seseorang (Hamzah, 2008). Identifikasi pasien adalah
suatu upaya atau usaha yang dilakukan dalam sebuah pelayanan kesehatan
sebagai suatu proses yang bersifat konsisten, prosedur yang memiliki
kebijakan atau telah disepakati, diaplikasikan sepenuhnya, diikuti dan
dipantau untuk mendapatkan data yang akan digunakan dalam meningkatkan
proses identifikasi (Joint Commission International, 2007).
Untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, perlu
dikembangkan berbagai pendekatan. Sasaran keselamatan pasien (SKP)
bertujuan untuk mendorong peningkatan spesifik dalam keselamatan pasien,
menjadi salah satu area yang tidak bermasalah dalam pemberian pelayanan
kesehatan dan menguraikan solusi atas permasalahan pemberian pelayanan
kesehatan. Identifikasi pasien merupakan salah satu bagian dari enam sasaran
keselamatan pasien yang sangat penting dalam pelayanan rumah sakit. Selain
itu, identifikasi pasien bertujuan mencegah masalah-masalah yang timbul
akibat kesalahan tindakan, pemberian obat, dan pelayanan kesehatan yang
diberikan.
1) Elemen Identifikasi Pasien
a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomer kamar atau lokasi pasien
b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah
c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis
d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan
atau prosedur
e. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi
2) Strategi dalam Identifikasi Pasien
Dalam rangka meminimalkan risiko kesalahan dalam pemberian
pelayanan kesehatan yang ditimbulkan karena kesalahan identifikasi,
WHO Collaborating Center for Patient Safety Solusions menerbitkan

1
Sembilan solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit (World Health
Organization, 2007), dimana pada solusi ke dua adalah identifikasi pasien.
Strategi yang ditawarkan dalam identifikasi pasien yaitu:
1. Pastikan bahwa organisasi kesehatan memiliki sistem identifikasi
pasien. Memastikan pasien secara benar sebelum melakukan tindakan,
penggunaan dua identitas (nama dan tanggal lahir), standarisasi
fasilitas yang berbeda, menyediakan protokol jelas untuk
mengidentifikasi pasien, mendorong pasien untuk berpartisipasi,
pemberian label pada darah atau spesimen.
2. Memasukkan ke dalam program pelatihan atau orientasi tenaga
kesehatan tentang prosedur pemeriksaan/verifikasi identitas pasien.
3) Sistem Identifikasi Pasien di RS Baladika Husada
1. Pasien datang ke IGD, tenaga kesehatan melakukan triage
2. Jika pasien opname, maka perawat memberikan surat pengantar pada
keluarga pasien untuk mendaftar di tempat pendaftaran pasien (TPP).
Pasien hanya sekedar di daftar, bukan di anamnesis.
3. Setelah itu, pasien mendapatkan nomor registrasi, yang langsung
diserahkan antar petugas (petugas pendaftaran ke petugas IGD) bukan
dikembalikan kepada keluarga.
4. Petugas medis di IGD mencatat keluhan dan hasil pengkajian pasien
dan mendapatkan rekam medis pasien.
5. Setelah itu, pasien mendapatkan gelang yang digunakan sebagai
identitas pasien dalam pemberian pelayanan selama di rumah sakit.
6. Gelang dibedakan atas :
a. Pasien wanita : berwarna pink
b. Pasien laki-laki : berwarna biru
c. Pasien resiko jatuh : terdapat pin berwarna kuning
d. Pasien alergi : terdapat pin berwarna merah
7. Gelang berisi identitas pasien berupa nama, tanggal lahir, jenis
kelamin, nomor rekam medis, tanggal MRS, Dokter Penanggung
Jawab Pasien (DPJP)
8. Sebelum melakukan tindakan kepada pasien, petugas kesehatan
melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan nama, dan tanggal
lahir.
Dari hasil analisis identitas pasien di RS Baladhika Husada tersebut, dapat
diambil kesimpulan bahwa di RS Baladika Husada menerapkan strategi

2
identifikasi pasien sesuai dengan WHO Collaborating Center for Patien
Safety Solutions.

2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif


Komunikasi merupakan salah satu hal terpenting yang menjadi kunci
keselamatan bagi pasien dalam tatanan kesehatan. Komunikasi dilakukan
tidak hanya antar perawat dengan pasien, akan tetapi telah menjadi kebutuhan
sebagai sarana untuk konfirmasi, konsultasi, bertanya, maupun banding saran
antar petugas kesehatan yang diberikan untuk meningkatkan kesehatan
pasien. Peningkatan komunikasi yang efektif perlu diberlakukan di tatanan
kesehatan. Dalam sasaran ini, salah satunya telah diaplikasikan di RS
Baladika Husada Jember, yaitu dengan metode SBAR dan TBAK selama
proses handover.
a. Metode SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation)
Menurut Kepala Perawat RS Baladika Husada Jember, metode yang
paling tepat digunakan ketika diskusi refleksi kasus (DRK) yaitu dengan
SBAR. Keuntungan dari penggunaan metode SBAR yaitu perawat dapat
berkomunikasi secara efektif mulai dari:
1) mengkonfirmasikan kondisi terkini pasien (identitas pasien, diagnosis
medis, keluhan utama, masalah keperawatan yang belum ataupun
telah teratasi, dan pemindahan pasien);
2) mengkonfirmasikan mengenai informasi pernting terkait kondisi
pasien dengan menjelaskan intervensi-respon pasien dari setiap
masalah keperawatan, dan riwayat alergi;
3) menjelaskan hasil pengkajian dan informasi intervensi yang diberikan
pada pasien; dan
4) menjelaskan mengenai intervensi keperawatan lanjutan, termasuk
discharge planning.
Metode ini tidak hanya dilakukan pada antar perawat jaga saja, akan tetapi
ketika timbang terima pasien/DRK antar petugas kesehatan pun juga
menggunakan metode ini.
b. Metode TBaK (Tulis, Baca,Konfirmasi)
Dalam The Joint Commission Journal on Quality and Patient Safety
(2010) menyatakan bahwa petugas kesehatan yang menerima hasil
pengkajian pasien secara verbal dari petugas yang lain perlu membaca dan

3
mengkonfirmasi ulang mengenai hasil tersebut selanjutnya memberikan
advice dan petugas lain membaca dan mengkonfirmasi ulang terkait
dengan advice yang telah diberikan. Hal ini umumnya ditransmisikan
dengan bukti tertulis sebagai hal legal apabila dikemudian harinya terdapat
permasalahan. Disisi lain dalam pelaksanaannya pun untuk menghindari
kesalahan, petugas kesehatan perlu mengajak teman lainnya sebagai saksi
pendengar advice yang diberikan. Begitu juga di RS Baladika Husada
Jember, mengaplikasikan penggunaan metode TBaK ini di lingkup petugas
kesehatan jika timbang terima pasien dilakukan dengan jarak jauh melalui
verbal. SOP dalam pengaplikasian metode ini telah disosialisasikan juga
kepada seluruh petugas kesehatan, baik perawat hingga dokter, apoteker,
rekamedis. SOP juga diletakkan di masing-masing ruangan guna sebagai
pengingat ketika TBaK digunakan, yaitu diletakkan di dekat telepon
ruangan. Namun ketika dilakukan sidak, hanya satu ruangan saja yang
menempel SOP itupun letaknya jauh dari telepon, sehingga hal ini menjadi
evaluasi tersendiri bagi Kepala Perawat RS Baladika Husada Jember.

3. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai


Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki
keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert). Elemen penilaian
sasaran 3 yaitu:
1) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses
identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan
elektrolit konsentrat.
2) Implementasi kebijakan dan prosedur.
3) Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
4) Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus
diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted)
Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai di RS Baladika
Husada Menerapkan form prinsip 7 benar pemberian obat yaitu:
1) Benar Pasien:

4
a) Gunakan minimal 2 identitas pasien.
b) Cocokkan obat yang akan diberikan dengan instruksi terapi tertulis.
c) Anamnesis riwayat alergi, anamnesis kehamilan/ menyusui.
d) Anamnesis lengkap riwayat obat/ penggunaan obat saat ini dan
buat daftar obat-obat tersebut.
e) Bandingkan pemberian obat saat ini dengan daftar obat yang
digunakan pasien di rumah (termasuk kelalaian, duplikasi,
penyesuaian, kehilangan/ menghilangkan, interaksi, atau tambahan
obat).
f) Identifikasi pasien yang akan mendapat obat dengan kewaspadaan
tinggi dilakukan oleh dua orang yang kompeten double check.
2) Benar Obat
Beri label semua obat dan tempat obat, dan larutan lain, obat dan
larutan lain di lokasi perioperatif atau ruang prosedur yang tidak akan
segera dipakai juga harus diberi label, pemberian label di lokasi
perioperatif atau ruang prosedur dilakukan setiap kali obat atau larutan
diambil dari kemasan asli ke tempat lainnya. Pada label, tuliskan nama
obat, kekuatan, jumlah, kuantitas, pengenceran dan volume, tanggal
persiapan, tanggal kadaluarsa, dan semua obat atau larutan diverifikasi
oleh 2 orang. Kebenaran jenis obat yang perlu kewaspadaan tinggi di
cek oleh dua orang yang kompeten double check. Perhatikan benar-
benar obat yang termasuk high alert dan obat yang namanya hampir
sama.
3) Benar Dosis
Dosis/ volume obat, terutama yang memerlukan kewaspadaan tinggi,
dihitung & dicek oleh dua orang yang kompeten (double chek). Jika
ragu konsultasi ke dokter yang menulis resep. Berkonsentrasi penuh
saat menyiapkan obat, dan hindari gangguan.
4) Benar Waktu
Sesuai waktu yang ditentukan: sebelum makan, setelah makan, saat
makan. Perhatikan waktu pemberian obat. Obat segera diberikan
setelah diinstruksikan oleh dokter.
5) Benar Cara/ Route Pemberian
Cara pemberian obat harus sesuai dengan bentuk/ jenis sediaan
obat: Slow-Release tidak boleh digerus dan Enteric coated tidak boleh

5
digerus. Contohnya obat-obat yang akan diberikan per NGT sebaiknya
adalah obat cair/ sirup. Pemberian antar obat sedapat mungkin
berjarak. Jadwal pemberian obat dan nutrisi juga berjarak.
6) Benar Dokumentasi
Setiap perubahan yang terjadi pada pasien setelah mendapat obat harus
didokumentasikan. Setiap dokumen klinik harus ada bukti nama dan
tanda tangan/ paraf yang melakukan. Setelah memberikan obat,
langsung di paraf dan diberi nama siapa yang memberikan obat
tersebut. Setiap perubahan jenis/ dosis/ jadwal/ cara pemberian obat
harus diberi nama & paraf yang mengubahnya. Jika ada coretan yang
harus dilakukan, buat hanya satu garis dan di paraf di ujungnya.
Dokumentasikan respon pasien terhadap pengobatan. Dokumentasikan
kejadian nyaris cedera terkait pengobatan dan dokumentasikan
kejadian didak diharapkan.
7) Benar Informasi
Semua rencana tindakan/ pengobatan harus dikomunikasikan pada
pasien & atau keluarganya, termasuk pasien di ICU (hak pasien).
Jelaskan tujuan dan cara mengkonsumsi obat yang benar. Jelaskan efek
samping yang mungkin timbul. Rencana lama terapi juga
dikomunikasikan pada pasien.

4. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi


Sasaran ini menekankan adanya, komunikasi yang tidak efektif/tidak
adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam
penandaan lokasi (site marking), tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi
operasi, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis
tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar
anggota tim bedah, resep yang tidak terbaca (illegible handwriting),
pemakaian singkatan. Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien. Adapun elemen
sasaran 4 yaitu :
1) Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses
penandaan.

6
2) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien
dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan
fungsional.
3) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum
insisi/time out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan
pembedahan.
4) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang
seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,
termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar
operasi.
Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi di RS Baladika
Husada:
Rumah sakit menggunakan tanda yang jelas untuk mengidentifikasi
lokasi operasi sebelum pasien dilakukan tindakan operasi guna untuk
menghindari kesalahan lokasi yang akan dioperasi. Kebijakan dan prosedur
dilakukan oleh tim operasi untuk memastikan tepat lokasi operasi, tepat
prosedur dan tepat pasien operasi. Cheklist dan site marking (penandaan)
digunakan untuk menghindari adanya kesalahan. Jika terjadi kesalahan dalam
penandaan pada pasien operasi akan menjadi kesalahan besar dari tenaga
kesehatan yang ada yang menjadi tanggung jawab dari direktur rumah sakit.
Prosedur yaitu SOP (standar operasional prosedur) menjadi acuan dari rumah
sakit dalam melakukan tindakan keperawatan dan tindakan medis.

5. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan


Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
resiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Elemen
penilaian terkait pengurangan resiko infeksi sebagai berikut.
1. Rumah sakit menerapkan pedoman hand hygiene terbaru yang dikeluarkan
dari WHO patient safety.
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan atau prosedur dikembangkan untuk pengurangan risiko infeksi
berkelanjutan terkait pelayanan kesehatan.
Pengurangan risiko infeksi pada rumah sakit Baladika Husada adalah
sebagai berikut:

7
1. Rumah sakit menerapkan hand hygiene pada lima moment yaitu sebelum
kontak dengan pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah terkena cairan
tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, setelah kontak dengan
linkungan di sekitar pasien dan rumah sakit juga menempelkan poster lima
momen cuci tangan serta enam langkah cuci tangan disetiap wastafel cuci
tagan. Hal tersebut diharapkan semua tenaga kesehatan dapat melakukan
hand hygiene dengan benar.
2. Adanya tim pengendalian infeksi
3. Pengolaan sampah pada rumah sakit baladika husada dibedakan menjadi
dua yaitu sampah medis dan sampah non medis
4. Adanya ruang isolasi untuk penyakit yang menular yaitu runag teratai dan
ruang anggrek
5. Adanya alat penyedot pada ruang penyakit TBC yang disebut dengan
hepavilter diman alat ini bekerja dengan cara menyedot angin pada
ruangan penyakit TBC tersebut dan pada alat ini mengandung antibiotik
untuk mematikan bakteri TBC.
6. Adanya perawat supervisi yang selalu mengontrolkeadaan di rumah sakit
baladika husada. Apabila perawat suversisi menemuakan suatu kasus maka
akan diadakan Diskusi Refleksi Kasus.

6. pengurangan risiko pasien jatuh


Rumah sakit mengenbangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
resiko pasien jatuh yang dapat mengakibatkan cedera pada pasien. Maksud
dan tujuan dari pengurangan resiko jatuh pada pasien adalah kasus jatuh pada
pasien sebagai penyebab cedera pasien rawat inab, sehingga rumah sakit perlu
untuk mengevaluasi resiko pasien jatuh dan mengambil tindakan mengurangi
resiko jatuh untuk mengurangi cidera. Elemen penilaian pada pengurangan
risiko jatuh antara lain:
1. rumah sakit menerapkan proses pengkajian awal resiko terjadinya pasien
jatuh dan melakukan pengkajian kembali apabila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan.

8
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi pasien
yang hasil ng diadapatkan risiko jatuh.
3. Langka-langka dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh maupun dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.
4. Kebijakan atau prosedur dikembangkan untuk mengurani resiko jatuh
berkelanjutan yang dapat menimbulkan cedera pada pasien.
Identifikasi risiko pasien jatuh pada rumah sakit Baladika Husada
adalah:
Rumah sakit Baladika Husada mengidentifikasi resiko jatuh dibagi menjadi
dua yaitu pada balita dan dewasa. Pada balita penghitungan resiko jatuh
disebut dengan dompty hompty. Sedangkan pada dewasa ada form tersendiri
untuk mengidentifikasi resiko jatuh. Apabila hasil skor dari penghitungan
tinggi maka pasien teridentifikasi resiko jatuh sehingga pihak rumah sakit
akan memberikan tanda dengan pin bewarna kuning pada gelang pasien yang
teridentifikasi resiko jatuh. Selain itu untuk menghindari terjadinya jatuh pada
pasin rumah sakit juga memasang pegangan pada jalan didalam rumah sakit.

9
BAB 2. ANALISA JURNAL

2.1 Jurnal Pertama


1. Judul Jurnal : Hubungan Fungsi Manajemen Kepala Ruang dengan
Penerapan Patient Safety Culture di Rumah Sakit Umum
Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
2. Penulis : Anwar, Kintoko R Rochadi,Wardiyah Daulay,Yuswardi
3. Tahun : 2016
4. Tujuan Penelitian : Mengetahui hubungan fungsi manajemen kepala ruang
dengan penerapan patient safety culture oleh perawat
pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh
5. Pembahasan :
Manajemen fungsi kepala ruang merupakan salah satu faktor penting yang
berperan dalam keberhasilan program patient safety culture. Penelitian dilakukan
untuk mengetahui hubungan fungsi manajemen kepala ruang dengan penerapan
patient safety culture oleh perawat pelaksana. Jenis penelitian yaitu kuantitatif
dengan desain cross- sectional. Penelitian dilaksanakan di ruang rawat inap
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh terhadap 75 orang
perawat pelaksana. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner checklist
dengan menyebarkan angket, analisis hubungan fungsi manajemen kepala ruang
dengan penerapan patient safety culture.
Data demografi penelitian menunjukkan bahwa usia perawat pelaksana
paling banyak berada dalam kategori dewasa awal, yaitu 18- 40 tahun dengan
rata- rata umur 30, 52 tahun dengan jenis kelamin didominasi oleh perempuan
dibandingkan laki- laki. Lama bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh terbesar jumlahnya adalah ≤ 5 tahun dengan rata- rata lama
kerja sebesar 5,57 tahun dengan tingkat pendidikan rata- rata diploma III
Keperawatan. Perawat pelaksana yang pernah mengikuti training keselamatan
pasien lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang belum pernah
mengikutinya.

10
Variabel fungsi manajemen kepala ruang dipersepsikan baik oleh 92%
responden. Manajemen fungsi kepala ruang mempunyai sub-sub variabel yang
terdiri dari lima variabel meliputi fungsi perencanaan, pengorganisasian,
pengaturan staf, pengarahan, dan pengendalian. Perawat yang mempersepsikan
penerapan patient safetyculture kurang lebih rendah dibandingkan perawat yang
mempersepsikan penerapan patient safety culture baik yaitu sebesar 28%.
Perawat lebih banyak mempersepsikan kepala ruang telah menjalankan
fungsi manajemen dengan baik. Hal ini merupakan modal positif bagi kepala
ruang dalam memimpin dan menggerakkan perawat pelaksana untuk senantiasa
memberikan asuhan keperawatan yang menjamin keselamatan pasien. Perawat
pelaksana dalam menerapkan patient safety culture ini perlu mendapatkan
perhatian serius dari pihak manajemen rumah sakit. Kepala ruang dapat
mempengaruhi strategi dan upaya menggerakkan perawat dalam lingkup
wewenangnya untuk bersama-sama menerapkan budaya keselamatan pasien.
Fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi pengaturan staf,
fungsipengendalian juga berhubungan dengan penerapan patient safety di rumah
sakit. Sedangkan fungsi pengarahan tidak berhubungan dengan penerapan patient
safety di rumah sakit.
Mayoritas perawat mempersepsikan baik terhadap fungsi manajemen yang
dilakukan oleh kepala ruang terhadap fungsi perencanaan, pengorganisasian,
pengaturan staf, pengarahan, dan pengendalian. Gambaran perawat pelaksana
yang mempersepsikan baik dalam menerapkan patient safety culture lebih tinggi
persentasenya dibandingkan dengan perawat yang mempersepsikan kurang.
Penelitian menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
fungsi manajemen kepala ruang dengan penerapan patient safety culture.

11
2.2 Jurnal Kedua
1. Judul Jurnal : Analisis Pelaksanaan Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang
2. Penulis : Alifa Rizqia Rachmawati, Putri Asmita Wigati, Ayun
Sriatmi
3. Tahun : 2017
4. Tujuan Penelitian : Untuk menganalisis pelaksanaan tujuh langkah
keselamatan pasien di rumah sakit islam Sultan Agung
Semarang
5. Pembahasan :
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien merupakan suatu acuan rumah
sakit untuk menjalankan program keselamatan pasien. Tujuh langkah tersebut
adalah membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, memimpin dan
mendukung staf, mengintegrasikan aktivitas pelaporan risiko, mengembangkan
sistem pelaporan, melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien, belajar dan
berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, serta mencegah cedera melalui
implementasi sistem keselamatan pasien. Metode dalam jurnal ini adalah
menggunakan kualitatif-deskriptif dengan penentuan sampel menggunakan
purposive sampling.
Hasil dari jurnal ini adalah pada langkah pertama didapatkan hasil
waawancara bahwa rumah sakit sudah melakukan upaya untuk membangun
kesaadaran dengan diberikannya penghargaan berupa uang bagi unit kerja yang
melaporkan insiden hingga selesai, kegiatan yang dilakukan hanya sebatas
pelaporan dan collecting data. Sehingga kesadaran untuk melakukan
pengembangan kearah perbaikan masih kurang. Langkah kedua didapatkan hasil
bahwa kunjungan monitoring lapangan kepada unit kerja belum dilakukan secara
rutin, belum fokus pada keselamatan pasien, dan belum merata pada seluruh unit
kerja. Langkah ketiga managemen resiko di rumah sakit masih dalam tahap
pelaporan, yaitu pada unit kerja mengidentifikasi masing-masing resiko,
melakukan penilaiaan pada resiko dan melaporkan setiap tiga bulaan sekali.
Langkah keempat adalah sistem pelaporan. Pelaporan insiden pada rumah sakit
dapat dilakukan melalui telepon atau dengan formulir insiden. Sistem pelaporan

12
yang dikembangkan oleh rumah sakit islam sultan agung (RSISA) masih belum
optimal karena masih banyaknya keterlambataan pelaporan insiden dari unit kerja,
adanya insiden yang tidak terlaporkan karena masih adaanya budaya saling
menyalahkan dan menghukum di unit kerja. Pada langkah kelima RSISA belum
mempunyai kebijakan atau panduan mengenai komunikasi insiden kepada pasien.
Rumah sakit perlu melakukan madical error disclosure atau pengungkapan
kesalahan medis dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi. Pada laangkaah
keenam belajar dan berbagi tentang keselamatan pasien dilakukan dengan cara
diskusi ketida adanya rapat ruangan. Diskusi tersebut melibatkan pihak rumah
sakit dan pihak yang terlibat dalam insiden. Dengan cara tersebut terdapat
beberapa kendala yaitu sulitanya mengumpulkan pihak tersebut pada satu waktu,
serta membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan proses lebih lanjut.
Langkah ketujuh adalah mencegah cedera dimana RSISA dalam mencegah cedera
menggunakan metode FMEA yang dilakukan satu tahun sekali. Dalam
pelaksanaan FMEA masih terdapat beberapa kendala yaitu membutuhkan dana
yang cukup besar sehingga harus dilakukan secara bertahap dan membutuhkan
waktu yang lama, birokrasi yang panjang, pelaksanaan sering bentrok dengan
program rumah sakit yang lain, dan vacuumnya pertemuan manajemen risiko.
Dalam pelaksanaan tujuh langkah RSISA pada sarana dan prasarana
komputer di unit kerja dinilai belum cukup dan masih kurang layak sehingga
dapat menghambat pelaksanaan dan pencatatan pelaporan. Selain itu RSISA juga
dokumen yang menjelaskan mengenai petunjuk pelaksanaan tujuh langkah
menuju keselamatan pasien. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
tujuh langkah belum dilaksanakan oleh RSISA dengan maksimal.

13
2.3 Jurnal Ketiga
1. Judul Jurnal : Nurses Perceptions of Leadership Behavior Manager In
The Application of The Six Quality Targets Patient Safety in Private Hospital
2. Penulis : Ratna Agustin
3. Tahun :
4. Tujuan Penelitian : Mengidentifikasi Persepsi perawat tentang perilaku
kepemimpinan manajer unit perawat dalam penerapan enam kualitas
keselamatan pasien di Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang.
5. Pembahasan :
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan baik sektor pemerintah
maupun swasta disyaratkan untuk selalu melakukan perbaikan dan perangkat
tambahan untuk memberikan kualitas pelayanan dan bermanfaat bagi masyarakat.
Satu kualitas Perbaikan di rumah sakit adalah dengan menjalankan pasien
program keselamatan (safety patient). Dalam jurnal yang berjudul “Nurses
Perceptions of Leadership Behavior Manager In The Application of The Six
Quality Targets Patient Safety in Private Hospital” bahwa dalam penelitian
tentang persepsi perawat terhadap perilaku kepemimpinan manajer unit perawat
dalam penerapan enam kualitas pasien safety, bahwa mayoritas perawat menilai
perilaku dari pimpinan kepala ruang dalam orientasi tugas yaitu berada pada
kategori baik, sedangkan perilaku kepala ruang dalam orientasi sosial atau
hubungan antara tenaga kerja memiliki nilai yang baik juga. Karena, perawat
manager unit selalu menerapkan kedisiplinan dalam melakukan tugas serta
memberikan arahan kepada perawat sebelum melaksanakan prinsip enam pasien
safety dan mutu sasaran, selain itu kepala ruangan juga menerima dan
mendengarkan hambatan yang dirasakan oleh perawat sehingga dapat ditemukan
solusinya. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang dengan
menggunakan metode deskriptif.

14
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Ratna.2017. Nurses Perceptions of Leadership Behavior Manager In The


Application of The Six Quality Targets Patient Safety in Private Hospital.
Surabaya : Universitas Muhammadiyah Surabaya

Anwar, dkk. 2016. Hubungan Fungsi Manajemen Kepala Ruang dengan


Penerapan Patient Safety Culture di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh
Commision International (JCI). 2011. Standar Akreditasi Rumah Sakit : Enam
Sasaran Keselamatan Pasien. Edisi ke-4. Jakarta.

Hamzah, B. Uno. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta Bumi Aksara.

Isomi M. Miake Lye. 2013. Inpatient Fall Prevention Programs as a Patient Safety
Strategy. A Sistematic Review. Annals of Interbal Medicine. Vol 156. No 5.

Peraturan Menteri Kesehatan 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang


Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Rachmawati, Alifa Rizqia, dkk. 2017. Analisis Pelaksanaan Tujuh Langkah


Menuju Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 5:1
World Health Organization. 2007. Collaborating Center for Patient Safety
Solutions.

Você também pode gostar