Você está na página 1de 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Menurut Renaldy (2010) secara global, Defek Septal Atrium (Atrial
Septal Defect-ASD) merupakan kelainan kedua tersering (6-10%) setelah
(Ventricular Septal Defect) VSD (25-30%) dan merupakan kelainan
jantung kongenital utama yang sering ditemukan pada orang pada dewasa.
Ostium sekundum terjadi pada sekitar 50-70% kasus, dengan
perbandingan wanita dan pria 2:1. Sedangkan ostium primum pada sekitar
30% kasus dan defek sinus venosus pada sekitar 10% kasus dengan
perbandingan wanita dan pria sama, yaitu 1:1 (Rahajoe, 2001).
Angka kejadian penyakit ASD menurut data yang diambil dari rumah
sakit dokter Soetomo, Surabaya pada tahun 2004, 2005, 2006 secara
berurutan 10,59%, 9,73%, 6,99% dan dikatakan termasuk salah satu
kelainan jantung bawaan yang paling sering ditemui tiap tahunnya
(Cahyono dan Rachman, 2007).
ASD juga terdapat sebanyak 7,4% menurut data yang diambil dari
rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta periode Februari sampai dengan
Agustus 2009 (Sjarif et al., 2011).
Manisfestasi klinis yang ditimbulkan penyakit ini akan
mempengaruhi kualitas hidup kedepannya, bergantung besar kecilnya defek
yang ada. Dikatakan sekitar 10% pasien yang di diagnosa penyakit ini
mengeluhkan kinerja mereka yang semakin menurun setiap harinya, di
karenakan sesak dan mudah lelah yang ditimbulkan penyakit ini. Dari hasil
penelitian juga dikatakan persentasi komplikasi akan meningkat apabila
defeknya mencapai lebih dari 3cm (Dugdale, 2012).
Penutupan defek dari penyakit ini dapat dilakukan apabila defeknya
lebih dari 2cm, dan dapat dilakukan secara bedah maupun amplatzer. Tetapi

1
keuntungan dari keduanya masih diperdebatkan karena aritmia atrium
masih ditemukan pada beberapa pasien walaupun sudah menjalani
penutupan dari defek tersebut (Markham, 2012).
Angka kematian Atrial septal defect meningkat sebanyak 30% pada
orang dewasa, yang biasanya disebabkan oleh komplikasi yang
ditimbulkan. Tercatat 12% angka kematian disebabkan oleh gagal jantung
dan timbul pada golongan usia dewasa muda. Gagal jantung juga
merupakan komplikasi yang sering ditimbulkan dan merupakan penyebab
tersering meningkatnya angka kematian (Haque, Khan, dan Mahmud,
2011).
1.2. Rumusan masalah
1.2.1 Apa definisi dari ASD ?
1.2.2 Apa saja etiologi dari ASD ?
1.2.3 Apa sajakah manifestasi klinis dari ASD ?
1.2.4 Bagaimana proses patofisiologi dari ASD ?
1.2.5 Bagaimana penatalaksanaan dari ASD ?
1.2.6 Apa saja komplikasi dari ASD ?
1.2.7 Bagaimana konsep keperawatan dari ASD ?
1.3. Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari ASD.
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi dari ASD.
1.3.3 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari ASD.
1.3.4 Untuk mengetahui proses patofisiologi dari ASD.
1.3.5 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari ASD.
1.3.6 Untuk mengetahui komplikasi dari ASD.
1.3.7 Untuk mengetahui konsep keperawatan dari ASD.
1.4. Manfaat
1.4.1 Mahasiswa mampu menjelaskan definisi ASD
1.4.2 Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi ASD
1.4.3 Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala ASD
1.4.4 Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi ASD

2
1.4.5 Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan ASD
1.4.6 Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosa keperawatan ASD
1.4.7 Mahasiswa mampu menjelaskan hasil NOC dan NIC dari ASD

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Medis


Peredaran darah (sirkulasi) dalam tubuh terdiri atas :
1. Aliran darah pulmonal
Aliran darah dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis kemudian
bercabang ke paru kiri dan paru kanan, bercabang lagi ke alveoli
(kapiler alveoli) keliling alveoli tempat terjadinya difusi gas O2 dan
CO2. CO2 lebih banyak berdifusi pada kapiler menuju rongga alveoli,
sedangkan O2 lebih banyak berdifusi pada rongga alveoli menuju
kapiler darah. Darah yang kaya akan oksigen mengalir menuju vena
pulmonalis sinistra dan vena pulmonalis dekstra masuk ke atrium kiri
terus ke ventrikel sinistra, siap dipompakan ke aliran darah sistemik.
2. Aliran darah sistemik
Mulai dari ventrikel sinistra ke aorta masuk ke seluruh tubuh.
Pembuluh darah arteri bercabang menjadi anteriole, kenudian menjadi
kapilermasuk ke dalam jaringan atau sel, keluar menuju kapiler vena
(venolus), kemudian menjadi vena, masuk kembali ke jantung melalui
vena kava superior dan vena kava inferior
3. Aliran darah koroner
Terbagi atas dua:
a. Arteri koronoer kanan (Right Coronery Artery/RCA)
Arteri yang mengurus distribusi nutrisi dan darah daerah otot
jantung kanan depan dan belakang serta otot jantung kiri bagian
belakang bawah berhadapan dengan diafragma
b. Arteri koroner kiri (Left Coronery Artery/LCA)
Memberi darah untuk otot jantung kiri depan dan septum jantung,
mengurus distribusi darah untuk daerah otot jantung kiri bagian
lateral kiri dan otot jantung bagian posterior. Bila terjadi sumbatan

4
aliran darah koroner maka pada satu cabang maka akan
menyebabkan iskemia infark miokard di daerah tertentu.

5
1. Definisi
Atrial Septal Defect (ASD) penyakit jantung bawaan dimana terdapat
lubang (defek) sederhana atau multiple antara kedua atrium, merupakan
kelainan tersering yang ditemukan pada masa dewasa karena tidak
terdiognosa (I Wayan Sudiarta, 2013)
Ada 3 bentuk ASD yaitu :
1. Ostium secundum: defect terletak ditengah septum atrial, pada bagian
daerah Fossa ovalis
2. Ostium primum: defect terletak bagian bawah dekat katup antrio
ventrikular
3. Sinus venosus: defect terletak bagian atas dekat muara vena cava
superior
2. Etiologi
Ada beberapa faktor yang disinyalir dapat menyebabkan terjadinya
kelainan pada jantung, seperti :
Faktor Prenatal (faktor eksogen)
1. Ibu mengalami infeksi, seperti rubela
2. Kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok selama masa kehamilan
3. Usia ibu hamil yang lebih dari 40 tahun
4. Ibu hamil memiliki diabetes pada anak yang membutuihkan insulin
5. Kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan penenang selama kehamilan
Faktor Genetik (faktor endogen)
1. Ayah atau ibu yang sebelumnya memiliki penyakit ciri-ciri jantung
bocor
2. Anak yang lahir sebelumnya juga memiliki bahaya jantung bocor
3. Sindrom Down yang terjadi akibat kelainan kromosom
4. Bayi dilahirkan dengan membawa kelainan bawaan yang lainnya.
3. Manifestasi Klinis
Jika kondisi semakin buruk, maka ada beberapa gejala jantung bocor,
di mana gejala-gejala tersebut bisa terjadi kapan saja berupa :

6
1. Mengalami infeksi saluran pernafasan dengan frekuensi yang sering.
(ISPA)
2. Mengalami sesak nafas, terutama ketika pasien sedang melakukan
aktifitas fisik
3. Terjadinya pembengkakan pada beberapa anggota tubuh, seperti kaki,
tungkai, serta perut
4. Mengalami kelelahan
5. Jantung berdebar-debar
6. Terjadinya penumpukan cairan serta darah pada organ paru-paru.
4. Patofisiologi
Apabila lubang ASD besar, aliran pirau dari kiri ke kanan yang terjadi
secara terus menerus dan berlangsung lama dapat menyebabkan beban
volume pada jantung kanan, mengakibatkan terjadinya dilatasi atrium dan
ventrikel kanan. Anulus katup trikuspid dan arteri pulmoner beserta annulus
katupnya akan melebar, mengakibatkan regurgitasi trikuspid dan
pulmunonal, kadang disertai penebalan ringan daun katup.
Dilatasi yang terjadi pada ventrikel kanan akan mendorong septum
ventrikel kearah ventrikel kiri dan menyebabkan fungsinya terganggu.
Deformitas ventrikel kiri juga dapat mengakibatkan prolaps katup mitral
yang terkadang disertai regurgitasi.
Kelebihan volume yang berlangsung lama ke sirkulasi pulmoner akan
berakibat dilatasi jaringan vaskular pulmoner. Secara mikroskopis akan
terlihat penebalan pada bagian medial muskular dari arteri dan vena
pulmoner, terjadi juga muskulerisasi dari arteriol. Pada beberapa kasus,
ASD akan berkembang menjadi hipertensi pulmoner berat dan penyakit
vaskular pulmoner yang irreversibel. (Rilantono, 2013; Kumar, Abbas,
Fausto, 2010

7
5. Pathway
Atrial Septal Defect
(ASD)

Sinus venosus Osteom secundum Ostium primum

Tekanan atrium sinistra > atrium dextra

Darah mengalir dari atrium sinistra ke atrium dextra

Volume atrium dextra dan ventrikel dextra lebih banyak

Hipertropi (pembengkakan) atrium dekstra

Darah mengalir dari atrium dextra ke atrium


sinistra (R-L shunt)

Tekanan atrium kiri Hiprtropi (pembengkakan


ventrikel kiri

Aliran darah dari paru Volume cairan di ventrikel


terhambat kiri

Tekanan pada paru Hipertropi


Beban ventrikel kiri

Edema paru
Decompenasi cordis
sinistra
DX. Gangguan
Hipoksia jaringan (sesak
pertukaran gas
nafas, cyanosis, dipsnea, DX. Penurunan curah
palpitasi) jantung

Kelemahan ,kelelahan

8
DX. Intoleransi aktifitas
6. Komplikasi
Komplikasi biasanya terjadi pada kasus-kasus ASD yang tidak mendapat
penanganan. Alirandarah ekstra pada sisi kanan jantung dan paru dapat
menyebabkan berbagai gangguan jantung. Pada umumnya, gangguan tidak
akan terlihat sampai penderita mencapai usia dewasa (diatas 30 tahun)
komplikasi sangat jarang terjadi pada infant dan anak-anak. Komplikasi
yang umum terjadi antara lain:
1. Gagal Jantung Kanan
ASD membuat sisi kanan jantung harus bekerja lebih keras karena harus
memompadarah ekstra yang diterima ke paru-paru. Apabila hal ini terus
dibiarkan, kerja otot jantung dapat melemah pada akhirnya dan tidak
dapat memompa normal kembali.
2. Arrhytmia
Aliran darah ekstra pada atrium kanan pada ASD dapat menyebabkan
atrium meregangdan membesar. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya aritmia (irregular heartbeat). Aritmia yang terjadi biasanya
turut diikuti palpitasi dan takikardi.
3. Stroke
Dalam keadaan normal, paru-paru biasanya akan menyaring darah yang
menggumpaldari sisi kanan jantung. Pada penderita ASD, kerap
ditemukan kejadian dimana gumpalan darah tersebut akan memasuki
atrium kiri dari atrium kanan dan dipompa keseluruh tubuh dan
menyumbat pembuluh darah otak dan menyebabkan stroke
4. Hipertensi Pulmonal
Hipertensi pulmonal merupakan peningkatan tekanan pada arteri
pulmonal. Hipertensi pulmonal dapat merusak arteri dan pembuluh
darah kecil pada paru kemudian menjadi tebal dan kaku membuat aliran
darah menjadi sulit

9
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan oleh klien penderita
ASD yaitu :
1. Chest X-Ray (CXR)
Untuk mengetahui pembengkakan pada atrium kanan dan ventrikel
kanan, dilatasi arteri pulmonal dan percabanganya, dan increased
pulmonary vascular markings
2. Cardiac Catheterization
Dilakukan jika terdapat hasil inkonsistensi data klinis, jika dicurigai
terjadi hipertensi pulmonal atau malformasi terkait atau jika terdapat
kemungkinan penyakit arteri koroner
6. Penatalaksanaan
Bila pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi sudah dapat
memastikan adanya defek septum atrium, maka penderita dapat diajukan
untuk operasi tanpa didahului pemeriksaan kateterisasi jantung. Bila telah
terjadi hipertensi pulmonal dan penyakit vaskuler paru, serta pada
kateterisasi jantung didapatkan tahanan arteri pulmonalis lebih dari
10U/m² yang tidak responsif dengan pemberian oksigen 100%, maka
penutupan defek septum atrium merupakan indikasi kontra.
1. Tindakan operasi
Indikasi operasi penutupan ASD adalah bila rasio aliran darah ke paru
dan sistemik lebih dari 1,5. Operasi dilakukan secara elektif pada usia
pra sekolah (3–4 tahun) kecuali bila sebelum usia tersebut sudah timbul
gejala gagal jantung kongaestif yang tidak teratasi secara
medikamentosa, defect atrial ditutup menggunakan patch.
2. Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke
ahli bedah untuk penutupan bila diagnosis pasti. Berdalih tentang
pembedahan jantung yang didasarkan pada ukuran shunt menempatkan
lebih pada kepercayaan terhadap data dari pada alasan yang diberikan.
Dengan terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri ke kanan

10
pada anak yang umurnya lebih dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan.
Agar terdeteksi, shunt dari kiri ke kanan harus memungkinkan rasio
QP/QS sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat adanya shunt
merupakan bukti cukup untuk maju terus.
Dalam tahun pertama atau kedua, ada beberapa manfaat menunda
sampai pasti bahwa defek tidak akan menutup secara spontan. Sesudah
umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang dibenarkan. Indikasi utama
penutupan defek sekat atrium adalah mencegah penyakit vascular
pulmonal abstruktif.
Pencegahan masalah irama di kemudian hari dan terjadinya gagal
jantung kongesif nantinya mungkin jadi dipertimbangkan, tetapi
sebenarnya defek dapat ditutup kemudian jika masalah ini terjadi.
Sekarang resiko pembedahan jantung untuk defek sekat atrium varietas
sekundum benar-benar nol. Dari 430 penderita yang dioperasi di Rumah
Sakit Anak Boston, tidak ada mortalitas kecuali untuk satu bayi kecil
yang amat sakit yang mengalami pengikatan duktus arteriosus paten.
Kemungkinan penutupan tidak sempurna pada pembedahan jarang.
Komplikasi kemudian sesudah pembedahan jarang dan terutama adalah
masalah dengan irama atrium. Berlawanan dengan pengalaman ini
adalah masalah obstruksi vaskular pulmonal yang sangat
menghancurkan pada 5–10 persen penderita, yang menderita penyakit
ini. Penyakit vaskular pulmonal obstruktif hampir selalu mematikan
dalam beberapa tahun dan dengan sendirinya cukup alasan untuk
mempertimbangkan perbaikan bedah semua defek sekat atrium
3. Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung sekarang
digunakan untuk menutup banyak defek sekat atrium. Defek yang lebih
kecil dan terletak lebih sentral terutama cocok untuk pendekatan ini.
Kesukaran yang nyata yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan
bangunan lain, seperti orifisium vena kava, adalah nyata dan hingga
sekarang, sistem untuk memasukkan alat cukup besar menutup defek

11
yang besar tidak tersedia. Keinginan untuk menghindari pemotongan
intratorak dan membuka jantung jelas. Langkah yang paling penting
pada penutupan defek sekat atrium transkateter adalah penilaian yang
tepat mengenai jumlah, ukuran dan lokasi defek. Defek yang lebih besar
dari pada diameter 25 mm, defek multipel termasuk defek di luar fosa
ovalis, defek sinus venosus yang meluas ke dalam vena kava, dan defek
dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau vena
pulmonalis kanan dihindari.
Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai, ukuran
ditentukan dengan menggembungkan balon dan mengukur diameter
yang direntangkan. Payung dipilih yang 80% lebih besar daripada
diameter terentang dari defek. Lengan distal payung dibuka pada atrium
kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi dengan kuat melengkungkan sekat
ke arah kanan. Kemudian, lengan sisi kanan dibuka dan payung
didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat dikonfirmasikan dan payung
dilepaskan. Penderita dimonitor semalam, besoknya pulang dan dirumat
dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan.
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan
pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan,
dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa
dewasa. namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat
tergantung pada besar kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya
gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru
(hipertensi pulmonal) serta penyulit lain. Sampai 5 tahun yang lalu,
semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah jantung
terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun
menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali
dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat, menyusul
ditemukannya mesin bantu pompa jantung-paru (cardio-pulmonary
bypass) setahun sebelumnya.

12
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat
(tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko
minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah).
Murphy JG, et.al melaporkan survival (ketahanan hidup) paska opearsi
mencapai 98% dalam follow up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada
penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin
tua usia saat dioperasi maka survival akan semakin menurun, berkaitan
dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada
pembuluh darah paru
4. Terapi intervensi non bedah
Lubang ASD dapat ditutup dengan tindakan nonbedah, Amplatzer
Septal Occluder (ASO), yakni memasang alat penyumbat yang
dimasukkan melalui pembuluh darah di lipatan paha. Meski sebagian
kasus tak dapat ditangani dengan metode ini dan memerlukan
pembedahan. Amplatzer septal occluder (ASO) adalah alat yang
mengkombinasikan diskus ganda dengan mekanisme pemusatan
tersendiri (self-centering mechanism). Ini adalah alat pertama dan hanya
menerima persetujuan klinis pada anak dan dewasa dengan defek atrium
sekundum (DAS) dari the United States Food and Drug Administration
(FDA US). Alat ini telah berhasil untuk menutup defek septum atrium
sekundum, patensi foramen ovale, dan fenestrasi fontanella.

2.2 Konsep Keperawatan


1. Pengkajian
a) Status Kesehatan
 Status Kesehatan Saat Ini
 Keluhan utama :
Klien mengeluhkan dispnea, nyeri dada, jantung berdebar-
debar, kelemahan fisik, dan demam.
 Status Kesehatan Massa Lalu :
1) Riwayat kesehatan lalu

13
 Prenatal History
Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan
ibu(infeksi virus Rubella), mungkin ada riwayat
pengguanaanalkohol dan obat-obatan serta penyakit DM
pada ibu.
 Intra natal
Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.
 Riwayat Neonatus
 Gangguan respirasi biasanya sesak, takipnea
 Anak rewel dan kesakitan
 Tumbuh kembang anak terhambat
 Terdapat edema pada tungkai dan hepatomegali
 Sosial ekonomi keluarga yang rendah.
 Riwayat Penyakit Keluarga :
 Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang
mengalami kelainan defek jantung
 Penyakit keturunan atau diwariskan
 Penyakit congenital atau bawaan
b) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum :
Tingkat kesadaran (komposmetis sampai dengan koma)
b. Tanda-tanda Vital :
Nadi =
Suhu =
TD =
RR =
c. Keadaan fisik
a) Kepala dan leher :
Difokuskan pada pengkajian bibir dan cuping telinga untuk
mengetahui adanya sianosis perifer atau kebiruan. Selain itu juga

14
dlakukan pengkajian pada vena jugularis apakah ada distensi atau
tidak.
b) Dada :
 Jantung
- Adanya murmur jantung
- Jika shuntnya besar, murmur juga bisa terdengar
akibat peningkatan aliran darah yangmengalir
melalui katup trikuspidalis
- Denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada
- Pemeriksaan dengan stetoskop menunjukkan bunyi
jantung yang Abnormal.
 Paru
- Menunjukan ronchi kering kasar, mengi.
c) Payudara dan ketiak :
d) Abdomen :
Hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin terlihat.
e) Genetalia :-
f) Integumen :-
g) Ekstremitas :-
h) Neurologis :-
d. Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium yang berhubungan
 Elektrokardigrafi
Menunjukkan aksis ke kanan akibat defek ostium primum, blok
bundel kanan, hipertrofi ventrikel kanan, interval PR memanjang,
aksis gelombang P abnormal.
 Foto Rontgen Dada
- Pada foto lateral terlihat daerah retrosternal terisi,akibat
pembesaran ventrikel kanan.
- Dilatasi atrium kanan.

15
- Segmen pulmonal menonjol,corakan vaskular paru
prominen.
 Ekokardiografi
- Dengan menggunakan ekokardiografi transtorakal(ETT) dan
doppler berwarna dapat ditentukan lokasi defek septum ,arah
pirau,ukuran atrium dan ventrikel kanan,keterlibatan katup
mitral misalnya prolaps yang memang sering terjadi pada
ASD.
- Ekokardiografi transesofageal(ETE) dapat dilakukan
pengukuran besar defek secara presisi sehingga dapat
membantu dalam tindakan penutupan ASD perkutan,juga
kelainan yang menyertai.

2. Data Fokus
Data subjektif Data objektif

 Klien mengeluh mengalami sesak  Mengalami peningkatan suhu


napas tubuh
 Megeluh terjadi pembengkakan  Sianosis
pada beberapa anggota tubuh,  Terdengar murmur
seperti kaki, tungkai, serta perut.  Denyut arteri pulmonalis dapat
 Sering mengalami kelelahan dan diraba di dada
jantung berdebar-debar.  Hipertrofi ventrikel kanan
 Berdasarkan hasil foto rontgen
dada klien mengalami dilatasi
atrium kanan, dan pembesaran
ventrikel kanan, serta terjadi
penonjolan pada segmen
pulmonal

16
3. Diagnosa
a. Intoleransi Aktifitas
domain : 4 (aktifitas atau istirahat)
kelas : 4 (respon kardiovaskular/pulmonal)
kode : 00092
b. Penurunan Curah Jantung
domain : 4 (aktifitas/istirahat)
kelas : 4 (respon kardiovaskular/pulmonal)
kode : 00029
c. Gangguan Pertukaran Gas
domain : 3 (Eliminasi dan Pertukaran)
kelas : 4 (Fungsi Respirasi)
kode : 00030

17
2.3 Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan Rasional


1 Intoleransi aktifitas (00092) NOC NIC
- Energi conservation Observasi
Domain : 4 - Activity tolerance 1. Monitor respon fisik, emosi, 1. Untuk mengetahui bgaimana
(aktifitas atau istirahat) - Self care sosial dan spiritual respon fisik, emosi dan spiritual
Mandiri dari klien.
Kelas : 4 Tujuan : 2. Bantu klien untuk 2. Untuk mengetahui apakah ada
(respon kardiovaskular/ setelah dilakukan tindakan selama 3 mengidentifikasi aktivitas yang aktifitas yang bisa dilakukan oleh
pulmonal) X 24 jam diharapkan intoleransi mampu dilakukan klien.
aktifitas dapat teratasi dengan 3. Bantu untuk memilih aktivitas
3. Agar klien tetap dapat
Definisi : konsisten yang sesuai dengan
beraktivitas sesai dengan
Ketidakcukupan energi Kriteria hasil : kemampuan psikologi dan sosial
kemampuan psikologis dan
psikologis atau fisikologis - Berpartisipasi dalam aktifitas 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
sosial klien.
untuk mempertahankan atau fisik tanpa disertai peningkatan mendapatkan sumber yang
menyelesaikan aktivitas tekanan darah, nadi, dan RR dikeluhkan untuk aktivitas yang
4. Agar klien dapat melakukan
kehidupan sehari-hari yang - Mampu melakukan aktifitas diinginkan
aktivitas yang diinginkannya.

18
harus atau yang ingin sehati-hari (ADLs) secara mandri 5. Bantu untuk mengidentifikasi
dilakukan. - Tanda-tanda fital normal aktifitas yang disukai
Batasan Karakteristik : - Energi psikomotor 6. Bantu klien untuk membuat 5. Untuk mengetahui aktivitas-
- Dispnea setelah beraktivitas - Level kelemahan jadwal latihan di waktu luang aktivitas apa saja yang disukai
- Keletihan - Mampu berpindah : dengan atau 7. Bantu pasien atau keluarga untuk oleh klien.
- Ketidaknyamanan setelah tanpa bantuan alat mengidentifikasi kekurangan 6. Agar klien dapat mengatur
beraktifitas - Ststus kardiopulmonari adekuat dalam beraktifitas waktu latihan di waktu luang.
- Perubahan - Sirkulasi status baik 8. Sediakan penguatan positif bagi 7. Agar pasien atau keluarga
elektrokardiogeram (EKG - Status respirasi : pertukaran gas yang beraktifitas dapat mengetahui apakah ada
Mis, Arimia abnormalitas dan fentilasi adekuat 9. Bantu pasien untuk kekurangan aktivitas pada
konduksi , Iskemia) mengembangkan motifasi diri dan klien.
- Respon frekuensi jantung penguatan 8. Agar klien mendapatkan
abnormal terhadap aktivitas HE penguatan positif saat
- Respon tekanan darah 10. Menganjurkan kepada klien beraktifitas.
abnormal terhadap aktivitas mengenai bahan-bahan yang 9. Untuk mempercepat
diperlukan untuk mengatru buang penyembuhan klien.
air besar yang normal (cairan
serat,aktifitas, dan latihan yang 10. Agar klien dapat mengatur

19
teratur untuk defekasi) buang air besar dengan
Kolaborasi normal.
11. Kolaborasiakan dengan 11. Untuk mempercepat proses
penyembuhan klien.
tenaga rehabilitasi medik dalam
meencanakan program terapi
yang tepat.
2 Penurunan Curah Jantung NOC NIC
(00029) 1. Cardiac pump effectiveness Observasi
Domain 4 : aktifitas/istirahat 2. Circulation status 1. Monitor status cardiovaskuler 1. Untuk mengetahui keadaan
Kelas 4 : 3. Vital sign status 2. Monitor status pernapasan yang jantung dan pebuluh darah
Respon kardiovaskular menandakan gagal jantung klien
/pulmonal Tujuan : 3. Monitor abdomen sebagai 2. Untuk mengetahui apakah
setelah dilakukan tindakan selama 3 indikator penurunan perfusi ada gangguan pernapasan
Definisi : X 24 jam diharapkan curah jantung 4. Monitor balance cairan yang mengarah ke gagal
Ketidakadekuatan darah yang dapat diatasi dengan 5. Monitor adanya perubahan jantung
dipompa oleh jantung untuk tekanan darah 3. Agar perawat dapat
memenuhi kebutuhan Kriteria hasil 6. Monitor respon pasien terhadap mengetahui tindakan yang
metabolik tubuh. - tanda vital dalam rentang normal efek pengobatan antiaritmia akan dilakukan selanjutnya

20
(tekanan darah, nadi, respirasi) 7. Monitor toleransi aktivitas pasien 4. Agar balance cairan tetap
Batasan Karakteristik : - dapat mentoleransi aktivitas, tidak 8. Monitor adanya dyspneu, fatigue, dalam keaaan normal
1. Bradikardia ada kelelahan tekipneu dan ortopneu. 5. Untuk mengetahui apakah
2. Palpitasi jantung - tidak ada edema paru, parifer, dan 9. Catat adanya disritmia jantung ada gangguan dalam
3. Perubahan tidak ada asites 10. Catat adanya tanda dan gejala peredaran darah klien
elektrokardiogram (EKG) - tidak ada penurunan kesadaran penurunan cardiac output 6. Untuk mengetahui apakah
(mis., aritmia, ada rekasi alergi yang di
abnormalitas konduksi, timbulkan dari pemberian
iskemia) obat.
4. Takikardia 7. Untuk mengetahui apakah
5. Edema aktivitas yang dilakukan
6. Keletihan murmur jantung klien dapat menombulkan
7. Dispnea cedera atau tidak
8. Penurunan resistansi 8. Untuk menegtahui apakah
vaskular paru (pulmonary ada gangguan berupa
vascular resistance, PVR) dyspneu, fatigue, tekipneu
9. Penurunan resistansi dan ortopneu
vaskular sistemik 9. Agar perawat dapat

21
(systemic vascular mengetahui tindakan untuk
resistance, SVR) mengatasi disritmia jantung
10. Perubahan tekanan darah 10. Agar dapat mengatasi gejala
11. Perubahan warna kulit Mandiri penurunan cardiac output
(mis., pucat, abu-abu, 11. Atur periode latihan dan istirahat 11. Untuk menghindari kelelahan
sianosis) 12. Identifikasi penyebab dari pada klien
12. Bunyi napas tambahan perubahan vital sign 12. Untuk mengetahui penyakit
13. Minimalkan stress lingkungan yang menyebabkan
Faktor yang berhubungan : perubahan vital sign
1. Perubahan afterload 13. Agar klien dapat istirahat
2. Perubahan frekuensi dengan tenang untuk
jantung mempercepat proses
3. Perubahan irama jantung HE penyembuhan.
4. Perubahan kontraktilitas 14. Instruksikan pasien dan keluarga 14. Agar klien/keluarga klien
5. Perubahan preload dalam perencanaan untuk dapat seara mandiri
6. Perubahan volume perawatan di rumah, meliputi melakukan perawatan pada
sekuncup pembatasan aktivitas, pembatasan klien.
diet, dan penggunaan alat 15. Untuk mempercepat

22
terapeutik. penyembuhan
15. Berikan informasi tentang teknik 16. Untuk mempercepat proses
penurunan stress, seperti penyembuhan
biofeedback, relaksasi otot
progresif, meditasi dan latihan
fisik
16. Anjurkan untuk menurunkan
stress
Kolaborasi
17. Kolaborasikan dengan dokter 17. Untuk mempercepat proses
menyangkut parameter pemberian penyembuhan
atau penghentian obat tekanan 18. Untuk mempercepat proses
darah penyembuhan klien.
18. Kolaborasi pemberian
antikoagulan untuk mencegah
pembentukan thrombus perifer,
sesuai dengan program atau
protocol.

23
3 Gangguan Pertukaran Gas NOC NIC
(00030) - Respiratory Status : Gas Observasi
exchange 1. Monitor rata-rata, kedalaman, 1. Untuk mengetahui atau
Domain : 3 - Respiratory Status : ventulation irama dan usaha respirasi mendeteksi adanya gangguan
(Eliminasi dan Pertukaran) - Viral sign status 2. Monitor suara nafas, seperti respirasi.
dengkur 2. Untuk mengetahui apakah
Kelas : 4 Tujuan : 3. Monitor pola nafas: bradipena, paien mengalami gangguan
(Fungsi Respirasi) setelah dilakukan tindakan selama takipenia, kussmaul, hiper pada pernapasan.
3 X 24 jam diharapkan gangguan ventilasi, cheyne stokes 3. Untuk medeteksi apakah ada
Definisi : pertukaran gas dapat teratasi 4. Monitor kelelahan otot diafragma gangguan dalam pola nafas
Kelebihan atau defisit dengan (dalam gerakan paradoksis) klien
oksigenasi dan/atau eliminasi 5. Monitor respirasi dan status O2 4. Agar perawat dapat
karbondioksida pada membran Kriteria hasil : 6. Identifikasi pasien perlunya mengetahui apakah terjadi
alveiolar-kapiler - Mendemonstrasikan peningkatan pemasangan alat jalan nafas kelelahan otot diafragma.
ventilasi dan oksigenasi yang buatan 5. Untuk mengetahui respirasi
Batasan Karakteristik : adekuat 7. Catat pergerakan dada, amati dan status O2 pada klien
- Diaforesis - Memelihara kebersihan paru-paru kesimetrisan, penggunaan otot apakah normal atau ada
- Dipsnea dan bebas dari tanda tanda tambahan, retraksi otot supra gagguan.

24
- Gangguan pengelihatan distress pernafasan clavicula dan intercostal 6. Agar perawat dapat
- Gas darah arteri abnormal - Mendemonstrasikan batuk efektif 8. Catat lokasi trakea mengetahui apakah pasien
- Gelisah dan suatu nafas yang bersih, tidak perlu untuk di laukan
- Hiperkapnea ada seanosis dan dyspneu Mandiri pemasangan alat jalan nafas
- Hipoksemia (mampu mengeluarkan sputum, 9. Posisikan pasien untuk buatan atau tidak.
- Hipoksia mampu bernafas dengan muda, memaksimalkan ventilasi 7. Untuk mengetahui apakah ada
- Iritabilitas tidak ada purfed lips) 10. Pasang mayo bila perlu gangguan pada sistem
- Konfusi Tanda-tandavital dalam rentang 11. Keluarkan sekret dengan batuk pernapasan klien
- Nafas cuping hidung normal atau suction 8. Untuk mengetahuiapakah ada
- Penurunan karbondioksida 12. Auskultasi suara nafas, catat gangguan pada trakea
- Peha arteri abnormal adanya suara tambahan 9. Agar pasien dapat bernapas
- Pola pernafasan abnormal 13. Atur intake untuk cairan dengan normal
(mis, kecepatan, irama, mengoptimalkan keseimbangan 10. Agar pasien dapat bernapas
kedalaman) 14. Auskultasi suara nafas catat area dengan normal
- Sakit kepala saat bangun penurunan/tidak adanya ventilasi 11. Untuk melancarkan jalan
- Sianosis dan suara tambahan napas klien
- Somnolen 15. Tentukan kebutuhan sucstion 12. Untuk mengetahui apakah ada
- Takikardi dengan mengauskultasi crakles suara napas tambahan

25
Warna kulit abnormal (mis dan ronhi pada jalan nafas utama 13. Agar keseimbangan klien
pucat, kehitaman) dapat terpenuhi
14. Untuk mengetahui apakah ada
gangguan ventilasi
15. Untuk melancrkan jalan napas
HE : klien.
16. Ajarkan pasien untuk melakukan 16. Agar pasien dapat melakukan
teknik relaksasi nafas dalam teknik relaksasi napas dalam
Kolaborasi : secara mandiri
17. Kolaborasikan untuk pemberian 17. Untuk mempercepat
fisioterapi dada jika perlu kesembuhan klien

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Atrial Septal Defect (ASD) penyakit jantung bawaan dimana terdapat
lubang (defek) sederhana atau multiple antara kedua atrium, merupakan
kelainan tersering yang ditemukan pada masa dewasa karena tidak
terdiognosa. Ada 3 bentuk ASD yaitu Ostium secundum, Ostium primum,
Sinus venosus.
Ada 2 faktor yang menyebabkan ASD, yaitu faktor prenatal dan
faktor genetik dimana keduanya menyebabkan gangguan pada fungsi
jantung (abnormalitas). Faktor penyebab ASD dapat menimbulkan gejala-
gejala berikut ini:
1. Mengalami infeksi saluran pernafasan dengan frekuensi yang sering.
(ISPA)
2. Mengalami sesak nafas, terutama ketika pasien sedang melakukan
aktifitas fisik
3. Terjadinya pembengkakan pada beberapa anggota tubuh, seperti kaki,
tungkai, serta perut
4. Mengalami kelelahan
5. Jantung berdebar-debar
6. Terjadinya penumpukan cairan serta darah pada organ paru-paru.
3.2 Saran
1. Diharapkan dapat menerapkan teori dan keterampilan yang diperoleh
sehingga dapat terjadi kesinambungandan keterikatan yang erat antara
2. Diharapkan agar dapat mengadakkan pembaharuan melalui pendidikan
tinggi keperawatan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2016. Komplikasi Atrial Septal Defect tersedia di


http://www.klinikherbaldunia.com/komplikasi-atrial-septal-defect/ diakses
pada tanggal 4 Oktober 2016
Admin. 2016. Pemeriksaan penunjang Atrial Septal Defect tersedia di
http://www.klinikherbaldunia.com/pemeriksaan-penunjang-atrial-septal-
defect/ diakses pada tanggal 4 Oktober 2016
Anonym. 2012. Defek Septal Atrium tersedia di
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40632/5/Chapter I.pdf diakses
pada tanggal 4 Oktober 2016
Dyiah, Roro. 2014. Jantung Bocor ASD dan VSD - Penyebab dan Pencegahan
tersedia di http://halosehat.com/penyakit/penyakit-jantung/jantung-bocor-
asd-dan-vsd pada tanggal 4 Oktober 2016
Helrino, M Fajar. 2016. Patofisiologi dan Komplikasi ASD tersedia di
https://www.scribd.com/doc/224666082/Patofisiologi-Dan-Komplikasi-
ASD diakses pada tanggal 4 Oktober 2016
Ieandna, A.G. 2014. Askep ASD tersedia di
https://www.scribd.com/doc/73614722/Askep-ASD diakses pada tanggal 4
Oktober 2016
Nanda Internasional. 2016. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
edisi10, 2015-2017. EGC
Syaifuddin. 2016. ANATOMI FISIOLOGI Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk
Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta. Buku Kedokteran EGC
Wayan, I Sudart. 2013. Asuhan Keperawatan Klien dan Gangguan Sistem
Cardiovaskuler. Yogyakarta. Gosyen Publishing
Wilkinson Judith M, Nancy R. Aher. 2011. Diagnosis Keperawatan edisi 9.
Jakarta: EGC

28

Você também pode gostar