Você está na página 1de 2

Aturan Perpanjangan Kontrak

Tambang Diubah

JAKARTA–Pemerintah akan mengubah regulasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor


23/ 2010 terkait perpanjangan kontrak perusahaan batu bara pemegang
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B).

Melalui revisi aturan pelaksanaan keg iatan usaha pertambangan mineral dan
batu bara tersebut, pemegang PKP2B dapat mengajukan perpanjangan kontrak
lima tahun atau selambat-lambatnya satu tahun sebelum kontrak berakhir.
”Sebelumnya kan dua tahun, ini menjadi lima tahun. Itu untuk member ikan
kepastian investasi. Seperti misalnya Freeport untuk kepastian membangun
fasilitas smelter sehingga sudah bisa ancangancang sebelumnya,” ujar Direktur
Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Bambang Gatot Ariyono di Jakarta, kemarin.

Menur ut dia, seluruh pemegang PKP2B nanti tidak lagi berlandaskan kontrak,
tapi wajib berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Untuk saat
ini revisi beleid tersebut masih tahap harmonisasi dengan pihak lem -
baga/kementerian terkait. ”Kita harapkan secepatnya bisa se - lesai,” kata dia.
Bambang mengatakan, ke depan era pertambangan har us berlandaskan Izin
Usaha Pertambangan Khusus. Sebab itu, bagi perusahaan batu bara yang masih
berlandaskan PKP2B harus ber ubah menjadi IUPK. ”Untuk saat ini yang jatuh
tempo itu baru Tanito, IUPK d ari PKP2B baru mau dibuat dasar hukumnya
sekarang. Tanito lebih d ar i 30 tahun,” katanya.

Dia menjelaskan, meski pengusaha menga jukan permohonan perpanjangan,


pemerintah tidak akan memberikan perpanjangan. Pemerintah, kata dia, tetap
akan mengevaluasi terkait kewajiban per usahaan tambang. Adapun kewajiban
yang dimaksud adalah melakukan reklamasi lahan bekas tambang , kemudian
kewajiban pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) dan hilirisasi batu
bara.

Sebagaimana diketahui, ad a 68 perusahaan berstatus PKP2B, sedangkan


sebanyak tujuh perusahaan besar PKP2B Generasi I yang segera habis
kontraknya, yaitu PT Tanito Har um (2019), PT Arutmin Indonesia (2020), PT
Kaltim Prima Coal (2021), PT Multi Harapan Utama (2022), PT Adaro Energy Tbk .
(2022), PT Kideco Jaya Agung (2023), dan PT Be - rau Coal (2025). Direktur E
ksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (A PBI) Hendra Sinadia
menyambut positif revisi aturan tersebut. Pasalnya, industri tambang
membutuhkan kepasti an usaha jangka panjang. ”Lebih awal lebih bagus karena
perusahaan bisa mencari pendanaan lebih cepat. Terutama untuk jaminan
perbankan,” kata dia .

Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira mengatakan,


selain memberikan kepastian usaha secara jangka panjang, juga dapat
memperlancar operasional kegiatan usaha. ”Tentu kami akan menyesuaikan
aturan yang berlaku sebagai bentuk ketaatan kami terhadap aturan
pemerintah,” ujar dia. Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gajah Mada
Yogyakarta (UGM) Fahmy Radhi beranggapan perubahan aturan itu dapat
memberikan kepastian usaha bagi pemegang PKP2B untuk pengambilan
keputusan usaha. Mengingat investasi di bidang minerba membutuhkan dana
dalam jumlah besar dan return investment dalam jangka panjang.

”Maka perpanjangan waktu pengajuan kontrak sangat realistis untuk


menguntungkan investor sehingga menjadikan iklim investasi di Indonesia
semakin kondusif,” kata dia. Tak hanya itu, perubahan aturan tersebut juga
mengatur penerimaan negara dari pajak dan royalti. Sebelumnya
pemegangPKP2Bharusmembayarpajak PPh Badan sebesar 45% akan diturunkan
menjadi sebesar 25%. Penurunan PPh Badan diikuti dengan kenaikan Dana Hasil
Batu Bara (DHPB) dari 13,5% menjadi 15% dan tambahan pajak 10% dari laba
bersih. Fahmy menilai, perubahan tarif pajak itu relatif lebih adil diterapkan bagi
pemegang PKP2B.

Perubahan itu juga tidak menurunkan penerimaan pajak lantaran ada kenaikan
tarif DHPB dan penambahan pajak terhadap laba bersih sehingga tidak hanya
memberikan kepastian usaha bagi investor dan pengenaan tarif pajak yang lebih
adil, tetapi juga meningkatkan penerimaan negara dari pajak sekaligus
menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif. ”Tidak ber lebihan jika
dikatakan bahwa revisi PP ini cenderung sebagai investment friendly,” kata dia.

Nanang wijayanto

Você também pode gostar