Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Disusun oleh :
Pembimbing:
dr. Ivan Joalshen, Sp.B,TKV
Ekstremitas
bawah
Menentukan
CPTP
CPTP rendah Clinical pretest
sedang/tinggi
Probability (CPTP)
Lakukan USG
Dopler
Tidak
D-dimer
DVT dieksklusi dan Tidak
diatas
dipertimbangkan
standar ?
diagnosis lain
Ya
Lakukan USG
kedua kali atau
venografi
T dieksklusi dan
dipertimbangkan
diagnosis lain
2
Clinical Pretest Probability (CPTP – Wells Score)
Kanker aktif (dalam masa pengobatan 6 bulan terakhir atau terapi paliatif) 1
Kelumpuhan, mati rasa, atau gangguan imobilisasi pada ekstremitas bawah 1
Imobilisasi 4 hari sebelumnya atau operasi besar ± 4 minggu sebelumnya 1
Localized tenderness sepanjang distribusi sistem vena 1
Bengkak pada seluruh kaki 1
Pembengkakan betis > 3 cm 1
Pitting edema 1
Vena superfisial kolateral (non varises) 1
Kemungkinan diagnosis lain -2
Risiko tinggi DVT = ≥ 3
Risiko DVT Sedang = 1-2
Risiko DVT rendah = ≤ 0
3
Algoritma terapi pada Deep Vein Thrombosis (DVT)
Diagnosis
DVT
Komplikasi dari
tromboemboli vena dan
Ya
penyulit
Tidak
Antikoagulan inisiasi
Low Molecular Weight Heparin (LMWH) /
Unfractionated Heparin (UPH) /
Fondaparinux/
Rivaroxaban
Antikoagulan maintenance
Warfarin/rivaroxaban
Tidak
Tidak
Ya Kegagalan terapi
Lanjutkan antikoagulasi antikoagulan?
dengan follow-up dan
pecegahan sekunder Tidak 4
Pengobatan trombosis vena diberikan pada kasus-kasus yang diagnosisnya sudah pasti
dengan menggunakan pemeriksaan yang objektif, oleh karena obat-obatan yang diberikan
mempunyai efek samping yang kadang-kadang serius.
Berbeda dengan trombosis arteri, trombosis vena dalam adalah suatu keadaan yang jarang
menimbulkan kematian.
5
Penyesuaian dosis untuk mencapai target dilakukan pada hari ke 1 tiap 6 jam, hari ke 2
tiap 2 - 4 jam. Hal ini di lakukan karena biasanya pada 6 jam pertama hanya 38% yang
mencapai nilai target dan sesudah dari ke 1 baru 84%.
Heparin dapat diberikan 7–10 hari yang kemudian dilanjutkan dengan pemberian
heparin dosis rendah yaitu 5000 iu/subkutan, 2 kali sehari atau pemberian anti koagulan
oral, selama minimal 3 bulan.
Pemberian anti koagulan oral harus diberikan 48 jam sebelum rencana penghentian
heparin karena anti koagulan oral efektif sesudah 48 jam.
6
4,0 – 5,0 hari 1: tidak dapat obat
mingguan : kurang 10%-20% TDM
kembali : 1 minggu
> 50 :
Stop pemberian warfarin.
Pantau sampai INR : 3,0
Mulai dengan dosis kurangi 20%-50%.
kembali tiap hari.
Lama pemberian anti koagulan oral adalah 6 minggu sampai 3 bulan apabila
trombosis vena dalam timbul disebabkan oleh faktor resiko yang reversible. Sedangkan
kalau trombosis vena adalah idiopatik di anjurkan pemberian anti koagulan oral selama 3-6
bulan, bahkan biasa lebih lama lagi apabila ditemukan abnormal inherited mileculer.
Kontra indikasi pemberian anti koagulan adalah :
1. Hipertensi : sistilik > 200 mmHg, diastolik > 120 mmHg.
2. Perdarahan yang baru di otak.
3. Alkoholisme.
4. Lesi perdarahan traktus digestif.
Pemberian trombolitik selama 12-14 jam dan kemudian di ikuti dengan heparin,
akan memberikan hasil lebih baik bila dibandingkan dengan hanya pemberian heparin
tunggal. Peranan terapi trombolitik berkembang dengan pesat pada akhir abad ini, terutama
sesudah dipasarkannya streptiknase, urokinase dan tissue plasminogen activator (TPA).
TPA bekerja secara selektif pada tempat yang ada plasminon dan fibrin, sehingga efek
samping perdarahan relatif kurang. Brenner menganjurkn pemberian TPA dengan dosis 4
ugr/kgBB/menit, secara intra vena selama 4 jam dan Streptokinase diberikan 1,5 x 106 unit
intra vena kontiniu selama 60 menit. Kedua jenis trombolitik ini memberikan hasil yang
cukup memuaskan. Efek samping utama pemberian heparin dan obat-obatan trombolitik
adalah perdarahan dan akan bersifat fatal kalau terjadi perdarahan serebral. Untuk
mencegah terjadinya efek samping perdarahan, maka diperlukan monitor yang ketat
terhadap waktu trombo plastin parsial dan waktu protombin, jangan melebihi 2,5 kali nilai
kontrol.
7
1. Mengurangi Morbiditas pada serangan akut.
Untuk mengurangi keluhan dan gejala trombosis vena dilakukan.
- Istirahat di tempat tidur.
- Posisi kaki ditinggikan.
- Pemberian heparin atau trombolitik.
- Analgesik untuk mengurangi rasa nyeri.
- Pemasangan stoking yang tekananya kira-kira 40 mmHg.
Tujuan terapi jangka pendek DVT adalah mencegah pembentukan trombus yang
makin luas dan emboli paru. Tujuan jangka panjangnya adalah mencegah kekambuhan dan
terjadinya sindrom post trombotik. Kombinasi heparin dan antikoagulan oral merupakan
terapi inisial dan drug of choice DVT.
8
Unfractionated heparin (UFH) memiliki waktu mula kerja yang cepat tapi harus
diberikan secara intravena. UFH berikatan dengan antitrombin dan meningkatkan
kemampuannya untuk menginaktivasi faktor Xa dan trombin (Mackman, 2010; Deitcher,
2009). Dosis Unfractionated heparin berdasarkan berat badan dan dititrasi sesuai
kadar activated partial-thromboplastin time (APTT). Dosis heparin yang disesuaikan
berdasarkan berat badan dan APTT dapat dilihat pada tabel-2. Target APTT yang
diinginkan adalah antara 1,5 sampai 2,3 kali kontrol. Respon antikoagulan dari UFH
berbeda pada tiap-tiap individu karena obat ini berikatan secara nonspesifik dengan plasma
dan protein sel. Efek samping meliputi perdarahan dan trombositopeni. Pada terapi inisial
resiko terjadinya perdarahan kurang lebih 7%, hal ini tergantung pada dosis, usia,
penggunaan bersama dengan antitrombotik atau trombolitik. Trombositopeni transien
terjadi pada 10-20% pasien. Pemberian heparin dapat dihentikan 4-5 hari setelah
penggunaanya bersama warfarin jika target International Normalized Ratio (INR)
dari prothrombin clotting time lebih dari 2,0.
9
Tabel-2. Dosis heparin berdasarkan berat badan dan APT
10
dosis dititrasi tiap 3 sampai 7 hari dengan target kadar INR berkisar 2,0 sampai 3,0. Dosis
yang lebih kecil (2-4 mg) diberikan pada usia tua, BB rendah dan kondisi malnutrisi.
Therapeutic window warfarin sangat sempit sehingga monitoring INR secara
berkala diperlukan untuk mencegah trombosis rekuren dan efek samping perdarahan. INR
sebaiknya diperiksa 2 kali per minggu selama 1 sampai 2 minggu awal penggunaan, diikuti
1 kali perminggu untuk 4 minggu berikutnya, lalu tiap 2 minggu sekali untuk 1 bulan
berikutnya dan akhirnya tiap sebulan sekali jika target INR tercapai dan pasien dalam
kondisi optimal (Bates, 2004; Hirsh, 2002). Penggunaan LMWH sebagai terapi alternatif
jangka panjang sedang dievaluasi. LMWH memiliki beberapa keuntungan dibanding
warfarin yaitu tidak memerlukan monitoring INR sehingga cost effective dan dapat
digunakan jika ada kesulitan akses laboratorium, LMWH juga memiliki onset dan offset of
action yang lebih cepat daripada warfarin, lebih efektif pada trombosis pasien kanker dan
kasus rekurensi trombosis pada penggunaan warfarin jangka lama. Akan tetapi kelemahan
LMWH adalah penggunaannya yang tidak nyaman bagi pasien karena harus diberikan
subkutan disamping harganya yang mahal.
Warfarin sebagai terapi jangka panjang DVT memiliki banyak kelemahan antara
lain onset of action yang lambat, dosis yang bervariasi antar individu, interaksi dengan
banyak jenis obat dan makanan, therapeutic window yang sempit sehingga membutuhkan
monitoring ketat. Oleh karenanya dibutuhkan agen antikoagulan oral yang baru dan lebih
baik untuk menggantikannya. Ada beberapa macam antikoagulan baru yang telah banyak
dipakai sebagai profilaksis DVT seperti rivaroxaban (inhibitor faktor Xa), apixaban
(inhibitor faktor Xa) dan dabigatran etexilate (inhibitor trombin) tetapi belum ada yang
digunakan sebagai terapi pada DVT akut. Secara teori obat antikoagulan baru memiliki
kelebihan dibanding warfarin antara lain onset of action yang cepat dan tidak
membutuhkan terapi inisial dengan antikoagulan parenteral, tapi belum ada penelitian
tentang hal ini. Kekurangan obat antikoagulan baru adalah tidak adanya antidotum yang
spesifik terehadap efek samping perdarahan sehingga penggunaan obat-obat ini masih
memerlukan penelitian lebih lanjut, selain itu harganya jauh lebih mahal dari warfarin.
Obat antikoagulan baru dapat dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan target tempat
bekerja
11
1. Inhibitor langsung thrombin (atau
faktor lIa) , seperti dabigatran etexilate (Pradaxa ®) dan AZD0837;
2. Oral inhibitor faktor Xa
Mmeliputi Rivaroxaban (Xarelto ®), apixaban, betrixaban , edoxabandan eribaxaban,
dan
3. Inhibitor faktor Xa parenteral, yang
meliputi idrabiotaparinux (idraparinux terbiotinilasi, turunan darifondaparinux)
dan semuloparin.
Tabel-4.
Kategori
resiko
rekurensi dan
rekomendasi
durasi terapi.
12
TERAPI TROMBOLITIK
Trombolitik memecah bekuan darah yang baru terbentuk dan mengembalikan
patensi vena lebih cepat daripada antikoagulan (Bates, 2004). Trombolitik dapat diberikan
secara sistemik atau lokal dengan catheter-directed thrombolysis (CDT). Terapi trombolitik
pada episode akut DVT dapat menurunkan resiko terjadinya rekurensi dan post thrombotic
syndrome (PTS) (Key, 2010; Kahn, 2009). Serine protease inhibitor endogen seperti
urokinase dan rekombinan tissue plasminogen activator (r-TPA) menggantikan fungsi
streptokinase sebagai obat pilihan pada terapi trombolitik sistemik dengan efek samping
yang lebih minimal, akan tetapi banyak pusat-pusat kesehatan lebih memilih menggunakan
alteplase (Patterson, 2010). Trombolitik sistemik dapat menghancurkan bekuan secara
cepat tapi resiko perdarahan juga tinggi. Penggunaan trombolitik dengan CDT akan
menghasilkan konsentrasi lokal yang lebih tinggi daripada secara sistemik dan secara teori
seharusnya dapat meningkatkan efikasinya dan menurunkan resiko perdarahan.
Resiko terjadinya perdarahan pada penggunaan trombolitik lebih besar dibanding
penggunaan heparin. Indikasi dilakukan trombolisis antara lain trombosis luas dengan
resiko tinggi terjadi emboli paru, DVT proksimal,threatened limb viability, adanya
predisposisi kelainan anatomi, kondisi fisiologis yang baik (usia 18-75 tahun), harapan
hidup lebih dari 6 bulan, onset gejala <14 hari, tidak ada kontraindikasi dilakukan
trombolisis (Patterson, 2010; Scarvelis, 2006). Kontraindikasi trombolisis antara
lain bleeding diathesis/trombositopeni, resiko perdaraham spesifik organ (infark miokard
akut, trauma serebrovaskular, perdarahan gastrointestinal, pembedahan, trauma), gagal hati
atau gagal ginjal, keganasan (metastase otak), kehamilan, stroke iskemi dalam waktu 2
bulan, hipertensi berat yang tidak terkontrol (SBP>180 mmHg, DBP>110 mmHg).
CDT dilakukan dengan tuntunan ultrasound sehingga dapat meminimalkan
terjadinya komplikasi dan punksi multipel pembuluh darah (Patterson, 2010). Protokol
tindakan trombolisis dapat dilihat pada tabel 3.
Pemilihan untuk dilakukan trombolisis atau tidak, pemilihan agen trombolitik,
penggunaan venous stenting tambahan dan inferior vena cava filter (IVC) berbeda-beda
pada tiap pusat kesehatan. IVC tidak rutin dilakukan dan umumnya hanya dipakai
sementara, penggunaannya dilakukan pada kondisi tertentu seperti adanya kontraindikasi
penggunaan antikoagulan dan timbulnya DVT pada penggunaan rutin antikoagulan.
13
Penggunaanya harus melalui diskusi tim multidisiplin dan kasus per kasus. Pemasangan
stent endovaskular pada saat dilakukan CDT dapat dilakukan pada kasus tertentu seperti
adanya kelainan anatomi yang mendasari timbulnya DVT (May-Thurner syndrome). Pada
sindrom ini vena iliaka komunis ditekan oleh arteri iliaca komunis sehingga terjadi tekanan
dan kerusakan pembuluh darah. Penyebab lain yaitu kompresi oleh tumor daerah pelvis,
osteofit, retensi urin kronik, aneurisma arteri iliaka, endometriosis, kehamilan, tumor
uterus (Patterson, 2010). Aspiration thrombectomy juga dapat dilakukan bersama CDT
pada kasus tertentu. Terapi antikoagulan tetap harus dilakukan setelah tindakan trombolisis
untuk mencegah progresivitas dan munculnya kembali trombus.
14
TERAPI NON FARMAKOLOGIS
Terapi non farmakologis/physical therapy hanya sedikit evidence based nya. Latihan
dan compression dapat mengurangi pembengkakan, nyeri serta mengurangi insiden
terjadinya post thrombotic syndrome (PTS). Penggunaan compression stockings selama
kurang lebih 2 tahun dimulai 2-3 minggu ketika diagnosa DVT ditegakkan menurunkan
resiko timbulnya PTS.
Peranan compression stockings atau intermitten pneumatic compression (IPC) dalam
mencegah PTS belum sepenuhnya dimengerti, namun penggunaannya telah digunakan
secara luas. Compression stockingssebaiknya digunakan pada pasien dengan gejala berat
dan mereka yang memiliki fungsi vena yang jelek (JCS Guidelines, 2011; Kahn, 2009;
Bates, 2004).
TROMBEKTOMI
Indikasi open surgical thrombectomy antara lain DVT iliofemoral akut tetapi terdapat
kontraindikasi trombolitik atau gagal dengan trombolitik maupun mechanical
thrombectomy, lesi yang tidak dapat diakses oleh kateter, lesi dimana trombus sukar
dipecah dan pasien yang dikontraindikasikan untuk penggunaan antikoagulan. Trombus
divena iliaka komunis dipecah dengan kateter embolektomi fogarty dengan anestesi lokal.
Trombus pada daerah perifer harus dihilangkan dengan cara antegrade menggunakan
teknik milking dan esmarch bandage. Kompresi vena iliaka harus diatasi dengan dilatasi
balon dan atau stenting. Setelah tindakan pembedahan, heparin diberikan selama 5 hari dan
pemberian warfarin harus dimulai 1 hari setelah operasi dan dilanjutkan selama 6 bulan
setelah pembedahan. Untuk hasil yang maksimal tindakan pembedahan sebaiknya
15
dilakukan kurang dari 7 hari setelah onset DVT. Pasien dengan phlegmasia cerulea dolens
harus difasiotomi untuk tujuan dekompresi kompartemen dan perbaikan sirkulasi.
DAFTAR PUSTAKA
16