Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Demam Typhoid
Pembimbing :
Penguji :
Dibuat oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus : .....................
SMF Penyakit Dalam
RUMAH SAKIT : RSAU dr. Esnawan Antariksa
IDENTITAS PASIEN
A. ANAMNESIS
Keluhan utama:
2
Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak 4 hari SMRS Pasien mengatakan sering demam hilang timbul, diwaktu-
waktu tertentu, kadang malam hari kadang pagi hari, demamnya tidak terlalu panas, tetapi
terasa menggigil, dan tidak pernah di cek suhu serta belum nimum obat penurun panas.
Seluruh badan pasien terasa pegal-pegal, kepala terasa sakit. Pasien mengeluh napas
terasa sesak, keluhan ini dirasakan sudah 3 bulan terakhir tetapi hilang timbul.
Kemarin saat pemeneriksaan di IGD pasien mengeluh BAB cair sebanyak 5 kali,
tidak ada lender, darah, dan tiak berbau busuk. Perut pasien terasa melilit, dan lemas.
Pasien juga mengeluh Mual, dan muntuh sudah lebih dari 5 kali. Di IGD pasien muntah
sebanyak 3 kali, yang keluar hanya cairan, berwarna coklat, dan tidak ada darah. Pasien
juga mengatakan belum BAK sejak sore kemarin. Pasien masih mengeluh sesak.
Pada hari pemeriksaan di ruang rawat Garuda, pasien merasakan BAB cair sudah
mulai membaik, sudah mulai ada ampas, tetapi perut masih terasa melilit. Mual masih
dirasakan tetapi muntah sudah berkurang. Hari ini pasien muntah 1 kali saja, ulu hati
terasa perih. Pasien masih mengeluh badan terasa pegal-pegal, kepala sakit, pasien sudah
tidak demam lagi karena sudah minum obat penurun panas. Sesak napas sudah berkurang,
Pasien ngatakan tidak ada batuk, pilek, hidung tersumbat, dan nyeri tenggorokan, tidak
ada mimisan, dan ruam dikulit. Lalu tidak ada keluhan nyeri BAK, dan sekarang pasien
terpasang urin kateter. Pasien juga tidak ada berpergian keluar kota, dirumah dan
lingkuan pasien tidak ada keluhan yang sama. Pasien mengatakan akhir-akhir ini terlalu
sibuk dan kelelahan, makan tidak teratur.
3
(-) Khorea (-) Hipertensi (-) Penyakit pembuluh
(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Pedarahan otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (+) Dyspepsia (-) Neurosis
(-) Tuberkulosis (-) Batu empedu Lain-lain : (-) Operasi
(-) Kecelakaan
Riwayat Keluarga
Umur Penyebab
Hubungan Jenis Kelamin Keadaan Kesehatan
(Tahun) Meninggal
Kakek 92 Laki-laki Meninggal Tua
Nenek 88 Perempuan Meninggal Tua
Ayah 78 Laki-laki Meninggal Penyakit jantung
Ibu 76 Perempuan Sehat -
Saudara 50 Laki-laki Sehat -
Saudara 48 Perempuan Sehat -
Anak 28 Laki-laki Sehat -
Anak 25 Perempuan Sehat -
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
4
(-) Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis
Kepala
Mata
(-) Merah (-) Trauma (-)Kuning/ikterus
(-) Sekret (-)Nyeri (-) Ketajaman penglihatan
Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran
(-) Sekret (-) Tinitus
Hidung
(-) Rhinnorhea (-) Trauma (-) Epistaksis
(-) Nyeri (-) Tersumbat (-) Benda asing/foreign body
(-) Sekret (-) Gangguan penciuman
Mulut
(-) Bibir (+) Lidah (kotor) (-) Gigi
(-) Gusi (-) Mukosa
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri leher
Abdomen (Lambung/Usus)
(-) rasa kembung (-) wasir (+) Mual
(+) mencret (+) muntah (-) tinja darah
(-) muntah darah (-) tinja warna dempul (-) sukar menelan
(-) tinja berwarna ter (-) nyeri perut / kolik (-) benjolan
(-) perut membesar
5
Saluran kemih/Alat kelamin
(-) disuria (-) kencing nanah (-) stranguria
(-) kolik (-) poliuri (-) oliguria
(-) polaksuria (+) anuria (-) hematuria
(-) retensi rin (-) kencing batu (-) kencing menetes
(-) ngompol (tidak disadari) (-) penyakit prostat
Katamenia
(-) Leukore (-) Perdarahan (-) Lain – lain
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas (-) Nyeri (-) Sianosis (-) kaku
BERAT BADAN
Berat badan rata-rata (Kg) : 82 kg
Berat badan tertinggi (Kg) : 84 kg
Berat badan sekarang (Kg) : 80 kg
(Bila pasien tidak tahu dengan pasti)
(+ ) Tetap ( )Turun ( ) Naik
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : (+) Di rumah ( ) Rumah Bersalin ( ) R.S Bersalin
Ditolong oleh : ( ) Dokter ( + ) Bidan ( ) Dukun ( ) Lain - lain
6
Riwayat Imunisasi
Riwayat Makanan
Pendidikan
Kesulitan
Keuangan : Tidak ada
Pekerjaan : Tidak ada
Keluarga : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
7
Keadaan gizi : IMT 27,68 ( overweight obesitas tipe I)
Sianosis : Tidak ada
Udema umum : tidak ada
Habitus : piknikus
Cara berjalan : Normal
Mobilitas (Aktif / Pasif) : Aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : sesuai umur pasien
Aspek Kejiwaan
Kulit
Kepala
8
Pembuluh darah temporal : Teraba pulsasi
Mata
Telinga
Tuli :-
Lubang :-
Serumen : tidak diperiksa
Cairan :-
Selaput pendengaran : tidak diperiksa
Penyumbatan : tidak diperiksa
Pendarahan :-
Mulut
Bibir : Tidak sianosis, simetris
Tonsil : Tidak hiperemis, T1-T1, tenang
Langit-langit : Tidak hiperemis
Bau pernapasan : bau tidak sedap
Gigi geligi : Teratur
9
Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak hiperemis
Selaput lendir : basah, tidak hiperemis
Lidah : Normal
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : Tidak meningkat
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe : Tidak teraba membesar
Dada
Bentuk : Normal
Pembuluh darah : Tidak tampak kolateral
Buah dada : Normal, tidak membesar
Paru – Paru
10
Palpasi Iktus cordis teraba pada linea midklavikula kiri sela iga V,
Perkusi Batas atas : Linea parasternal kiri, sela iga II.
Batas pinggang : Linea sternalis kiri, sela iga III
Batas kiri : Linea axillaris anterior kiri, sela iga V
Batas kanan :Linea sternal kanan, sela iga IV.
Auskultasi BJ I-II reguler murni, murmur (-), gallop (-)
Pembuluh Darah
Arteri temporalis : teraba pulsasi
Arteri karotis : teraba pulsasi
Arteri brakialis : teraba pulsasi
Arteri radialis : teraba pulsasi
Arteri femoralis : teraba pulsasi
Arteri popliteal : teraba pulsasi
Arteri tibialis posterior : teraba pulsasi
Arteri dorsalis pedis : teraba pulsasi
Perut
Tidak dilakukan
11
Anggota Gerak
Lengan
Kekuatan +5 +5
Luka - -
Varises - -
Kekuatan +5 +5
Edema - -
Refleks
12
Refleks tendon Bisep normal normal
Refleks patologis - -
Tidak dilakukan
13
Widal
Serologi
Thypi O Negatif Negatif
Para Thypi AO Negatif Negatif
Para Thypi BO Negatif Negatif
Thypi H Positif 1/320* Negatif
Para Thypi AH Negatif Negatif
Para Thypi BH Negatif Negatif
ANALISA CAIRAN TUBUH
Elektrolit
Natrium 142 mmEq/L 137-147
Kalium 5.4* mmEq/L 3,5 - 5,0
Clorida 105 mmEq/L 95 - 105
Hasil menunjukkan Efussi kiri (sinus kanan lancip, sinus kiri tumpul), jantung dan paru tidak
tampak kelainan.
D. RINGKASAN (RESUME)
Anamnesis :
Kemarin saat pemeneriksaan di IGD pasien mengeluh BAB cair sebanyak 5 kali,
tidak ada lender, darah, dan tiak berbau busuk. Perut pasien terasa melilit, dan lemas.
Pasien juga mengeluh Mual, dan muntuh sudah lebih dari 5 kali. Di IGD pasien muntah
sebanyak 3 kali, yang keluar hanya cairan, berwarna coklat, dan tidak ada darah. Pasien
juga mengatakan belum BAK sejak sore kemarin. Pasien masih mengeluh sesak.
Pada hari pemeriksaan di ruang rawat Garuda, pasien merasakan BAB cair sudah
mulai membaik, sudah mulai ada ampas, tetapi perut masih terasa melilit. Mual masih
dirasakan tetapi muntah sudah berkurang. Hari ini pasien muntah 1 kali saja, ulu hati
terasa perih. Pasien masih mengeluh badan terasa pegal-pegal, kepala sakit, pasien sudah
tidak demam lagi karena sudah minum obat penurun panas. Sesak napas sudah berkurang,
Pasien ngatakan tidak ada batuk, pilek, hidung tersumbat, dan nyeri tenggorokan, tidak
ada mimisan, dan ruam dikulit. Lalu tidak ada keluhan nyeri BAK, dan sekarang pasien
terpasang urin kateter. Pasien juga tidak ada berpergian keluar kota, dirumah dan
lingkuan pasien tidak ada keluhan yang sama. Pasien mengatakan akhir-akhir ini terlalu
sibuk dan kelelahan, makan tidak teratur.
Pemeriksaan fisik :
15
Paru – Paru
Perut :
16
Pemeriksaan Penunjang :
1. Laboratorium :
28/12/2018 terdapat kenaikan hemoglobin 20.5 g/dl, Lekosit 17700 mm3,
hematokrit 62 %, WIDAL Para Thypi H Positif 1/320. Lalu fungsi ginjal juga
mengalami gangguan, Ureum 85 mg/dl, kreatinin 2,8 mg/dl.
2. Foto thoraks :
Hasil menunjukkan Efussi kiri (sinus kanan lancip, sinus kiri tumpul), jantung dan
paru tidak tampak kelainan.
17
kotor, nyeri tekan epigastrium, bising usus (+) hiperperistaltik. Keluhan
tersebut menunjukan bukan hanya diare cair akut biasa, sehingga harus
dipastikan dengan pemeriksaan darah rutin dan uji serologi WIDAL, karena
mengarah ke demam thypoid.
b. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Pada pasien ini terdapat demam lebih dari 3, hari, badan terasa lemas,
kepala sakit, pegal-pegal. Hal tersebut bisa saja terdapat pada DBD, tetapi
pada pasien ini untuk demamnya hilang timbul, kadang pada malam hari, atau
pagi hari, tidak terdapat mimisan, bintik-bintik merah di kulit, tidak terdapat
mimisan. Jadi tidak mengarah ke DBD. Untuk nilai trombositnya juga masih
didapatkan dalam batas normal 425000 mm3.
2. Chronic Kidney Injuri (CKD)
Pasien didapatkan keluhan tidak BAK sudah 1 hari, tetapi tidak ada riwayat
gangguan ginjal sebelumnya, pada pemeriksaan hemoglobin juga tidak
didapatkan anemia 20,5 gr/dL.
Rencana Pengelolaan
1. Farmakologi :
- Infus RL 1000 cc/24 jam
- Ceftriaxone Injeksi 1 gram/12 jam
- Ranitidine Injeksi 50 mg 1 ampul/8 jam
- Ondansetron 4 mg/12 jam
- Attapulgite tablet 500 mg, 2 tablet setiap kali BAB
- Furosemid injeksi 20 mg/12 jam
2. nonfarmakologi :
a. Manajemen nutrisi untuk AKI :
- Pemberian diet cair parentaral 6 x 200 cc
- pembatasan asupan protein : 0,8-1,2 g/kgBB/hari
- pengaturan asupan kalori : 20-30 kal/kgBB/hari
18
- pemberian nutrisi : Formula enteral glukosa 50-70%, lemak 10-
20%, Asam Amino 6,5-10 %, mikronutrien.
3. Rencana edukasi :
- Memberikan informasi berkaitan dengan penyakit untuk menumbuhkan kepatuhan
dalam penggunaan obat.
PROGNOSIS
Follow Up
31/12/2018
S : pasien
O :
19
Abdomen : supel (+), bising usus normoperistaltik, Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, ginjal tidak teraba
Ekstremitas : edema (-), akral hangat
A : Diabetes Mellitus tipe 2 dengan abses submandibular dextra, impaksi gigi 48,
gangren pulpa gigi 46 & 47
P :
- Infus RL 500cc/24 jam
- R/ Novorapid inj sc 6 U NO I
S 3 dd 1 a.c.
- R/ Lantus inj SC 10 U NO I
S 1 dd 1 o.n
- R/ Meropenem inj 1 g No III
S 3 dd I
- R/ Metronidazol inj 500 mg No III
S 3 dd I
- R/Ketorolac inj 30 mg No III
S 3 dd I
- R/ Ranitidin inj 50 mg No II
S 2 dd I
- R/ Vitamin C 1 g No I
S 1 dd I
- R/ Paracetamol tab 500 mg No V
S p.r.n.
- R/ Betadine gargling fl No I
S uc
20
Tinjauan Pustaka
Klasifikasi1
21
Epidemiologi
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, tiga kelompok umur dengan
prevalens terbesar yang terdiagnosis DM adalah kelompok umur 55-64 tahun (4,8%), 65-74
tahun (4,2%), dan 45-54 tahun (3,3%). Prevalensi pada perempuan lebih tinggi dibanding
laki-laki , yaitu 1,7% banding 1,4%. 2
International Diabetes Federation memperkirakan bahwa jumlah orang yang hidup
dengan diabetes akan meningkat dari 366 juta orang pada tahun 2011 menjadi 552 juta orang
pada 2030. 3
I.3 Patofisiologi
Pada DM tipe I (DM tergantung insulin (IDDM)), terdapat kekurangan insulin absolut
sehingga pasien membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh karena
berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau Langerhans pancreas, karena mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu
dipicu oleh infeksi virus. DM tipe I terjadi lebih sering pada pembawaantigen HLA tertentu
(HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini terdapat disposisi genetik. IDDM dapat diderita oleh
anak-anak maupun orang dewasa, namun lebih sering didapat pada anak-anak.4
Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM)), hingga saat ini
merupakan diabetes yang paling sering terjadi. Pada tipe ini terdapat defisiensi insulin
relative,pelepasan insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki
sensitifitas yang berkurang terhadap insulin.Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat
badan berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu
banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidak seimbangan antara suplai dan
pengeluaran energi meningkatkan konsentrasiasam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya
akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi
resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatkan pelepasan insulin. Akibat regulasi
menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan pemicu
yang penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II. Secara garis besar
pathogenesis DM tipe II disebabkan oleh delapan hal yaitu kegagalan sel beta pancreas, hati,
otot, sel lemak, usus, sel apha pancreas, ginjal dan otak. Delapan hal ini dikenal dengan
istilah ominous octet.1
Pada DM tipe lain, defisiensi insulin relatif juga dapat disebabkan oleh kelainan yang
sangat jarang pada biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa
22
ada disposisi genetik, diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit lain, seperti pankreatitis
dengan kerusakan sel beta atau karena kerusakan toksik di selbeta. Diabetes mellitus
ditingkatkan oleh peningkatan pelepasan hormoneantagonis, diantaranya somatotropin (pada
akromegali), glukokortikoid (pada penyakitCushing), epinefrin (pada kondisi stress), ACTH,
hormon tiroid dan glukagon. Infeksi yang berat meningkatkan pelepasan beberapa hormon
yang telah disebutkan di atas sehingga meningkatkan manifestasi diabetes mellitus.1
I.5 Diagnosis
Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa
yang disebut 4P, yaitu polifagi dengan penurunan berat badan, polidipsi dengan poliuri, juga
keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal pada kulit.1,4
Kriteria diagnostik :
Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu >200 mg/dl. Gula darah sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan
terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa>126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan sedikit nya 8 jam, atau
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO >200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard WHO,
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
dilarutkan dalam air.1
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes, meliputi:1
1. Tujuang jangka pendek : menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup,
dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
23
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas hidup
dengan menormalkan kadar gula darah, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga
sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari:1,5
1. Edukasi
Edukasi tentang perilaku hidup sehat bagi penyandang dibates melitus adalah
memenuhi anjuran :
- Mengikuti pola makan sehat
- Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur
- Menggunakan obat DM dan obat lainnya pada keadaan khusus secara aman
dan teratur
- Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PDGM) dan memanfaatkan
hasil pemantauan untuk menilai keberhasilan pengobatan
- Melakukan perawatan kaki secara berkala
- Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut
dengan tepat
- Mempunyai keterampilan mengatasi masalah bersama dan mau bergabung
dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk
mengerti pengelolaan penyandang DM
- Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
2. Terapi gizi medis
Terapi gizi medik merupakan salah satu dari terapi non farmakologik yang sangat
direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan
pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan
modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :
A. Kadar glukosa darah yang mendekati normal
- Glukosa darah berkisar antara 80-130 mg/dl
- Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl
- Kadar HbA1c < 7%
B. Tekanan darah <140/90
C. Profil lipid :
- Kolesterol LDL <100 mg/dl
- Kolesterol HDL >40 mg/dl
- Trigliserida <150 mg/dl
24
Berat badan senormal mungkin, BMI 18 – 22,9
25
- Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan pengurangan
natrium secara individual
- Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit
E. Serat
- Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-kacangan, buah
dan sayuran serta sumber karbohidrat berserat tinggi
- Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram / hari dari berbagai sumber
makanan
F. Pemanis Alternatif
- Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily Intake/ADI)
- Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak
berkalori
- Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian
dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol dan fruktosa
- Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol, dan
xylitol.
- Fruktosa tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan kadar LDL, namun
tidak ada alasan menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang
mengandung fruktosa alami
- Pemanis tak berkalori termasuk aspartam, sakarin, acesulfame, potassium,
sukralose, neotame.
Kebutuhan kalori berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal.
Perhitungan BBI menggunakan rumus Broca yang dimodifikasi.
BBI = 90% x (TB dalam cm - 100) x1 kg.
Bagi pria dengan TB <160cm dan wanita <150cm, rumus dimodifikasi menjadi :
BBI = (TB dalam cm - 100) x 1kg
Berat badan normal adalah BBI ± 10%
Berat badan Kurus adalah BB kurang dari BBI - 10%
Berat badan Gemuk adalah BB lebih dari BBI + 10%
26
Pada Perempuan, kebutuhan kalori basal perhari sebesar 25 kal/kgBB, untuk laki-laki 30
kal/kgBB.
Perhitungan BB berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT = BB (kg) / TB (m2) )
Berat Badan Kurang <18.5
Berat Badan Normal 18.5 - 22.9
Berat Lebih ≥23.00
Dengan risiko 23.0 - 24.9
Obes I 25.0 - 29.9
Obes II ≥30
*Berdasarkan WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining
Obesity and its Treatment
3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila
tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan
secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total
150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa
darah <100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250
mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas
seharihari bukan termasuk dalam latihan jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif
setiap hari. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan
intensitas sedang (50- 70% denyut jantung maksimal)seperti: jalan cepat, bersepeda santai,
jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi angka
220 dengan usia pasien.
Pada penderita DM tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis, hipertensi yang
tidak terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga melakukan resistance training (latihan
beban) 2-3 kali/perminggu sesuai dengan petunjuk dokter. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Intensitas latihan jasmani pada
penyandang DM yang relatif sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada penyandang DM yang
27
disertai komplikasi intesitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan dengan masing-masing
individu.
4. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan
pengaturan makanan dan latihan jasmani.
1. Obat Hipoglikemik Oral
a. Insulin secretagogue (Pemacu sekresi insulin)
- Sulfonilurea, meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama
adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati penggunaan pada pasien
risiko tinggi hipoglikemia seperti orang tua, gangguan faal hati dan ginjal. Contohnya
glibenklamid.
- Glinid : diabsorpsi dengan cepat dan diekskresi dengan cepat melalui hati. Obat ini
dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping dapat menyebabkan
terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid, nateglinid.
b. Insulin sensitizers (Peningkat sensitivitas terhadap Insulin)
- Thiazolindindion. Merupakan agonis PPAR-gamma (Peroxisome Proliferator Activated
Receptor-Gamma), yaitu reseptor inti yang terdapat di sel otot, lemak, dan hati.
Memiliki efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat ini
meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien gagal
jantung karena bisa memperberat edema/retensi cairan. Contohnya pioglitazone
- Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake
glukosa perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus
DMT2, dosisnya diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30-60
mL/menit/1,73m2). Metformin tidak boleh pada keadaan seperti GFR
<30mL/menit/1,73m2, gangguan hati berat, pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK, gagal jantung). Efek
samping yang mungkin muncul adalah gangguan saluran pencernaan seperti halnya
dispepsia.
c. Inhibitor absorbsi glukosa
- α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Efek
samping yang mungkin terjadi yaitu bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga
menimbulkan flatus.
28
d. Inhibitor DPP-IV (Dipeptidil peptidase IV). Bekerja menghambat DPP-IV sehingga
GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi tinggi dalam bentuk aktif.
Aktivitas GLP-1 meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon
bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat ini adalah Sitagliptin
dan linagliptin.
e. Inhibitor SGLT-2 (Sodium Glucose Co-Transporter 2). Bekerja menghambat
penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja
transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain :
canaglifozin, empaglifozin, dapaglifozin, ipraglifozin. Efek samping yang dapat terjadi
yaitu dehidrasi, infeksi saluran kemih.
2. Insulin
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi
insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya.
Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa,
sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.Terapi
insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang
terjadi.Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin),
kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap
(premixed insulin)
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia
yang berat disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik,
hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang
hampir maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan
dengan DM/DM Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan
fungsi hepar atau ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian
diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO
dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja
menengah atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan
pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yang baik dengan
29
dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai
kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah
sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin.
Komplikasi
Penyulit Akut
1. Ketoasidosis diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol, hormon pertumbuhan
dan somatostatin) yang mengakibatkan akselerasi kondisi katabolik dan inflamasi berat
dengan akibat peningkatan produksi glukosa oleh hati dan ginjal dan penggunaan glukosa
oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Kriteria diagnosis KAD adalah
GDS >250 mg/dl, pH <7,35, HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya
didahului gejala berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda
khas adalah pernapasan kussmaul dan berbau aseton.6
30
Sindrom HHNKditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya
ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali disertai
gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis. Pada HHNK kadar glukosa dalam
darah mencapai >600 mg/dL.6
3. Hipoglikemia
Suatu keadaan klinis yang terjadi akibat menurunnya kadar glukosa dalam darah
<60mg/dL dan akan membaik segera setelah kadar glukosa plasma menjadi normal setelah
diberi pengobatan dengan pemberian glukosa. Pada tahap awal hipoglikemi akan
menimbulkan gejala neurogenik seperti gemetaran, kulit lembab dan pucat, rasa
cemas,keringat berlebihan, rasa lapar dan penglihatan kabur. Pada taha lanjut (biasanya saat
GDS <50mg/dL), hipoglikemia akan memberikan gejala defisiensi glukosa pada jaringan
serebral seperti sulit berpikir, bingung, kejang sampai pada keadaan koma dan bila tidak
cepar teratasi dapat menimbulkan kecacatan bahkan kematian.6
Penyulit Menahun
1. Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis
• Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan inkompetens vasa.
Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik mikroaneurisma dan
vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi perdarahan
disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada endotel retina
menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya
menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang. Pada retinopati diabetik prolferatif
terjadi iskemia retina yang progresif yang merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan
kebocoran protein-protein serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini
berproliferasi ke bagian dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi
maka bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat penurunan penglihatan mendadak.
Dianjurkan penyandang diabetes memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya
gejala dan setiap tahun bila sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan.
Faktor utama adalah gula darah yang terkontrol dapat memperlambat progresivitas kerusakan
retina.6
• Nefropati Diabetik
31
Ditandai dengan albuminuria menetap >300 mg/24 jam atau >200 ig/menit pada
minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Kemudian berkembang menjadi proteinuria
secara klinis, berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan
keadaan gagal ginjal yang memerlukan pengelolaan dengan pengobatan substitusi.
• Neuropati diabetik
Keadaan yang paling sering terjadi adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi
distal. Keadaan ini berisiko tinggi untuk terjadinya kaki diabetes. Setelah diagnosis DM
ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrinning untuk mendeteksi adanya
polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilament.7
2. Makroangiopati
• Pembuluh darah jantung atau koroner
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama
untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kelainan arterosklerosis seperti
mereka yang mempunyai riwayat keluarga dengan PJK ataupun dengan riwayat DM. Pada
penyandang DM rasa nyeri mungkin tidak nyata akibat adanya neuropati yang sering kali
terjadi.
• Pembuluh darah perifer
Mengenali dan mengelola berbagai resiko terkait terjadinya kaki diaberes dan ulkus
diabetes merupakan hal yang paling penting dalam mencegah terjadinya masalah kaki
diabetes. Adanya perubahan bentuk kaki, neuropati dan adanya penurunan suplai darah ke
kaki merupakan hal yang harus selalu dicari dan diperhatikan pada praktik pengelolaan DM
sehari-hari.6
DAFTAR PUSTAKA
1. PERKENI. Konsensus pencegahan dan pengelolaan diabetes mellitus tipe 2 di
Indonesia 2015. Indonesia: PB PERKENI; 2015.h.6-42
2. Kemenkes RI. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta : Balitbangkes Kemenkes RI;
2013. h. 87,90.
3. Khardori R, Griffing GT. Type 2 diabetes mellitus. Oct 2018. Available from URL:
https://emedicine.medscape.com/article/117853-overview#a5
32
4. Suyono S, Purnamasari D. Diabetes mellitus. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam
Jilid II. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
5. Soegondo S. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes mellitus tipe II.
Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing;
2014.
6. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes: mekanisme terjadinya, diagnosis dan
strategi pengelolaan. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.
7. The American Diabetes Association. Retinopathy in diabetes. Diabetes Care 2004;
27(1); S79-83.
33