KEPUTUSAN ORANG TUA MURID MEMILIH PENDIDIKAN DI MI
(MADRASAH IBTIDAIYAH) MAARIF KARANGANYAR KABUPATEN WONOSOBO
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang
Sekolah mempunyai peranan penting dalam membentuk
kepribadian dan tingkah laku moral anak, dengan menanamkan nilai agama agar tercipta insan yang religius pada anak. Sekolah dasar adalah tempat dimana masa kanak-kanak yang sangat menentukan untuk masa depannya. Pendidikan akhlak anak harus dimulai sejak dini agar mereka menjadi penerus bangsa yang memiliki akhlakul karimah. Oleh karena itu, harus ada pendidikan yang mampu memadukan antara pendidikan sekolah ,keluarga, dan lingkungan secara seimbang, agar kebiasaan anak di rumah dan di lingkungan kepada pihak sekolah dapat terjalin komunikasi yang baik antara orang tua dan guru untuk perbaikan pendidikan khususnya pembentukan karakter pada anak.
Pendidikan berarti, segala usaha orang dewasa dalam pergaulan
dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan. Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam ilmu pengetahuan, oleh karena itu dikirimlah anak ke sekolah. Dengan demikian, sebenarnya pendidikan di sekolah adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga yang sekaligus merupakan lanjutan dari pendidikan keluarga. Dengan masuknya anak kesekolah, maka terbentuklah hubungan antara rumah dan sekolah karena antara kedua lingkungan itu terdapat objek dan tujuan yang sama, yakni mendidik anak- anak. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat berharga, dimana salah satu karakter yang melekat adalah diajarkannya sesuatu yang awalnya tidak diketahui. UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menjelaskan bahwa pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara” (Faturrahman dkk. 2012:2).
Oleh karena itu sebuah sistem pendidikan perlu melakukan
penyesuaian dengan lingkungan, karena lingkungan mengandung sejumlah kendala bagi bekerjanya sistem (misalnya: keterbatasan sumber daya). Untuk itu sistem pendidikan dituntut oleh lingkungan untuk mengolah sumber daya pendidikan secara efektif dan efisien.
Dengan demikian jelaslah bahwa makna pendidkan sebagai sistem
adalah seluruh komponen yang ada dalam pendidikan (seperti lingkungan, masyarakat, sumber daya) dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan pendidikan pendidikan nasional, yang dalam implementasinya dapat dilihat dari aspek-aspek sistem yaitu input-proses-output, dan hasil akhir dari output dapat memberikan umpan balik terhadap input dan proses sehingga dapat diketahui hasil akhir tujuan pendidikan.
Persoalan runtuhnya nilai dan norma agama yang seharusnya
menjadi pegangan dalam berperilaku saat ini menjadi persoalan yang mengganggu tatanan kehidupan di masyarakat. Norma-norma agama yang dulu kental ditanamkan dalam keluarga dan masyarakat sudah mulai memudar terpengaruh globalisasi. Langkah besar yang harus dilakukan untuk mempertahankannya antara lain dengan memperkuat sistem pendidikan yang bertugas mencetak para penerus bangsa berkarakter dan berbudi luhur. Pendidikan merupakan sektor penting dalam pembangunan bangsa, melalui pendidikan kita menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mampu mengisi pembangunan bangsa ke depan. Pentingnya pendidikan sebagai pilar pembangunan secara tegas tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Sesuai alinea ke-4 salah satu tujuan bangsa Indonesia adalah Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Cerdas dalam semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia menyelenggarakan pendidikan dalam satu sistem pendidikan nasional. Salah satunya adalah penyelenggaraan pendidikan Islam yang diselenggarakan bersama antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Agama (Kemenag) yang fokus menyelenggarakan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan.
Peranan pendidikan Islam di kalangan umat Islam sebagai agama
mayoritas penduduk Indonesia merupakan salah satu bentuk manifestasi dari cita-cita hidup Islami untuk melestarikan, mengalihkan, menanamkan (internalisasi), dan mentransformasikan nilai-nilai Islam tersebut kepada pribadi generasi penerusnya sehingga nilai-nilai kultural religius yang dicita-citakan dapat tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu ke waktu (Andewi, 2004:3). Kiprahnya untuk mencetak generasi penerus bangsa tidak bisa diabaikan lagi. Salah satunya melalui penyelenggaraan pendidikan Islam dalam bentuk pendidikan formal yang sering kita kenal dengan madrasah. Madrasah tersebut memiliki payung hukum sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan dalam bentuk Raudhatul Athfal (RA), Madrasah, dan Perguruan Tinggi Agama, serta Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.
Kiprah madrasah dalam membangun karakter bangsa dengan
penanaman nilai-nilai agama sebagai bagian dalam penyelenggaraan pendidikan disamping pemberian ilmu pengetahuan umum perlu menjadi perhatian. Karena penyeleggaraan pendidikan madrasah telah mendorong pendidikan di Indonesia semakin besar. Membantu pencapaian wajib belajar, serta meningkatkan angka partisipasi sekolah di Indonesia. Sebagai bagian integral dalam Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Saat ini jumlah madrasah di Indonesia telah tersebar ke seluruh
pelosok negeri. Menurut data dari Kemenag 2011 jumlah madrasah di Indonesia sudah mencapai lebih dari 43.640 buah. Angka ini memberikan kontribusi besar untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah dalam pencapaian wajib belajar. Disamping itu salah satu poin penting dalam RPJMN 2010-2014 Kementerian Agama dalam program dan strategi pelaksanaan kegiatan di tahun 2010-2014 yaitu peningkatan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan. Hal ini kan memacu terselenggaranya pendidikan menjadi lebih baik.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang berciri khas Islam
banyak menarik perhatian oleh berbagai kalangan terutama para pemerhati Pendidikan maupun para orang tua yang sedang memilih pendidiakn untuk anaknya. Ketertarikan para orang tua ini disebabkan oleh banyak hal diantaranya; 1) posisi madrasah sangat strategis dan vital dalam membina generasi bangsa yang jumlah peserta didiknya sangat signifikan; 2) Secara kuantitas, madrasah di Indonesia baik negeri maupun swasta mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan menyebar di seluruh wilayah Republik Indonesia dan 3) Adanya anggapan bahwa madrasah seakan- akan tersisih dan termarginalkan dari mainstrem pendidikan nasional dan dianggap sebagai pendatang baru yang dianggap banyak mengalami masalah dalam hal mutu, menagemen dan kurikulum.
Ciri khas madrasah lebih dari hanya sekedar penyajian mata
pelajaran agama. Artinya, ciri khas tersebut bukan hanya sekedar menyajikan mata pelajaran agama Islam di dalam lembaga madrasah tetapi yang lebih penting ialah perwujudan dari nilai-nilai keislaman di dalam totalitas kehidupan madrasah. Suasana lembaga madrasah yang melahirkan ciri khas tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut: (1) Perwujudan nilai-nilai keislaman di dalam keseluruhan kehidupan lembaga madrasah; (2) Kehidupan moral yang beraktuaisasi, dan (3) Manajemen yang profesional, terbuka, dan berperan aktif dalam masyarakat (Tilaar, 2004: 179).
Dengan suasana madrasah yang demikian melahirkan budaya
madrasah yang merupakan identitas lembaga pendidikan madrasah. Otonomi lembaga pendidikan madrasah hanya dapat dipertahankan apabila madrasah tetap mempertahankan basisnya sebagai pendidikan yang berbasiskan masyarakat (community-based education). Dari sini akan lahir kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia baru yang demokratis.
Hubungan antara pihak sekolah dan orang tua juga sangat
diperlukan, dapat dimengerti betapa pentingnya kerjasama antara hubungan keduanya itu. Kerjasama itu hanya tercapai, apabila kedua belah pihak saling mengenal. Agama sebagai dasar pijakan umat manusia memiliki peran yang sangat besar dalam proses kehidupan manusia. Agama telah mengatur pola hidup manusia baik dalam hubungannya dengan Tuhannya maupun berinteraksi dengan sesamanya. Agama selalu mengajarkan yang terbaik dan tidak pernah menyesatkan penganutnya. Untuk itu sebagai benteng pertahanan diri anak didik dalam menghadapi berbagai tantangan di atas, kiranya untuk menanamkan pendidikan agama yang kuat dalam diri anak, sehingga dengan pendidikan agama ini, pola hidup anak akan terkontrol oleh rambu-rambu yang telah digariskan agama dan dapat menyelematkan anak agar tidak terjerumus dalam jurang keterbelakangan mental.
Permasalahan pada anak zaman sekarang ini adalah banyak dari
mereka yang tidak mengamalkan nilai-nilai moral serta nilai-nilai keagamaan dengan baik itu dikarenakan kurangnya penanaman nilai-nilai keagamaan pada sekolah umum. Untuk itu penting bagi orang tua untuk mencarikan dan memilihkan sekolah yang tepat untuk pendidikan akhlak bagi anaknya, agar berhasil menjadi anak yang sholeh dan berprestasi yang diharapkan memiliki akhlak mulia. Dalam perkembangan zaman yang semakin mengkhawatirkan masa depan akhlak anak bangsa ini, sekolah Madrasah Ibtidaiyah adalah salah satu Lembaga Pendidikan yang menawarkan solusi dan melayani untuk membimbing, mendidik dan memperbaiki akhlak anak sejak usia SD. Madrasah merupakan contoh sekolah yang mengimplementasikan pendidikan akhlak kepada para siswa- siswinya dalam pergaulan hidup sehari-hari baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumahnya.
Pembentukan akhlak anak, dalam hal ini pendidikan agama
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupannya. Pendidikan agama berperan sebagai pengendali tingkah laku atau perbuatan yang terlahir dari sebuah keinginan yang berdaran emosi. Jika ajaran agama sudah terbiasa dijadikannya sebagai pedoman dalam kehidupannya sehari- hari dan sudah ditanamkannya sejak kecil, maka tingkah lakunya akan lebih terkendali dalam menghadapi segala keinginan keinginannya yang timbul.
Salah satu madrasah yang ada diwilayah Kabupaten Wonosobo
khususnya Karanganyar adalah Madrasah Ibtidaiyah Maarif (MI Maarif). Model kurikulum MI Maarif didasarkan pada landasan filosofis pemikiran Islam dalam memandang alam semesta, manusia dan hakekat kehidupannya. Menurut pandangan Islam, pada hakekatnya hidup manusia sebagai hamba Allah membawa konskuensi untuk senantiasa taat kepada syariat Allah SWT. Oleh karena itu, pendidikan harus diarahkan untuk membentuk kepribadian Islam yang tangguh, yaitu manusia yang memahami hakekat hidupnya dan mampu mewujudkannya. Program pembelajaran di MI Maarif dikembangkan dalam rangka membentuk pribadi yang Islami sesuai fase perkembangan anak serta paradigma pendidikan Islam. Sistem pendidikan di MI Maarif bercorak umum, dan islami. Khusus menyangkut pembentukan kepribadian Islam, sistem pendidikan di MI Maarif didesain untuk mendorong siswa agar mulai terbiasa mengamalkan sifat-sifat dari kepribadian Islam. Sementara, untuk pengembangan kemampuan dasar ipteks dan ketrampilan, bahan ajar yang digunakan mengacu kepada kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, sedang bahan ajar tsaqofah Islam (Ilmu-ilmu yang bersumber dari aqidah Islam) mengacu kepada kurikulum Departemen Agama.
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang diatas, peneliti membuat rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh sistem pembelaran madrasah terhadap keputusan
orang tua murid memilih pendidikan di MI (Madrasah Ibtidaiyah) Maarif Karanganyar Kabupaten Wonosobo?
2. Mengapa orang tua lebih cenderung memilih menyekolahkan anaknya
di madrasah?
3. Faktor apa saja yang menjadi pengaruh keputusan orangtua dalam
memilih pendidikan untuk anak?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui Bagaimana pengaruh sistem pembelaran madrasah
terhadap keputusan orang tua murid memilih pendidikan di MI (Madrasah Ibtidaiyah) Maarif Karanganyar Kabupaten Wonosobo
2. Mengetahui alasan orang tua lebih cenderung memilih menyekolahkan
anaknya di madrasah
3. Mengetahui Faktor apa saja yang menjadi pengaruh keputusan
orangtua dalam memilih pendidikan untuk anak Sedangkan penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Diharapkan hasil penelitian dapat memberikan pengetahuan bagi
orang tua murid tentang sistem pembelajaran di madrasah dan dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi para peneliti dan pengamat masalah pendidikan.
2. Dapat menjadi umpan balik bagi MI Maaruf agar lebih
meningkatkan sistem pembelajaran yang sudah ada dan kurikulum yang lebih baik.
D. Tinjauan Pustaka
Pengertian pendidikan menurut Undang- Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (1) adalah usaha sadar dan dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 1 ayat 12, lembaga pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan jalur normal terdiri dari lembaga pendidikan prasekolah, lembaga pendidikan dasar (SD/SMP), lembaga pendidikan menengah (SMA/SMK) dan lembaga pendidikan tinggi. Hasbullah (2011: 122), berpendapat bahwa melalui proses pendidikan, suatu bangsa berusaha untuk mencapai kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang kehidupannya, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, ilmu pengetahuan, teknologi, dan dalam bidang kehidupan budaya lainnya. Melalui proses pendidikan pula, suatu bangsa berusaha untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang direncanakan.
Tujuan pendidikan menurut Fattah (2013: 36) adalah sebagai upaya
meningkatkan kualitas hidup manusia, nemanusiakan manusia, mendewasakan, serta mengubah perilaku menjadi lebih baik. Sebagai sebuah aktivitas dan proses maka menurut Hasbullah (2011: 35) pendidikan mempunyai ciri khusus sebagai berikut:
a. Diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas beberapa jenjang
b. Usia peserta didik di suatu jenjang relatif sama.
c. Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program
pendidikan yang harus diselesaikan;
d. Isi pendidikan (materi) lebih banyak yang bersifat akademis dan
umum;
e. Mutu pendidikan sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap
kebutuhan di masa yang akan datang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, peranan sekolah sebagai lembaga
pendidikan bertugas mendidik dan mengajar dan memperbaiki tingkah peserta didik menjadi lebih baik. Mendidik adalah dalam proses memberikan pengetahuan disertakan dengan pemberian nilai sedangkan mengajar hanya sekedar proses pemberian ilmu pengetahuan saja. Kemudian sekolah sebagai lembaga tempat penyelenggaraan pendidikan memiliki perangkat yakni guru, murid, kurikulum, sarana, dan prasarana yang menunjang pembelajran.
Madrasah (baca: MI, MTs., MA) adalah lembaga pendidikan formal
yang merepresentasikan komitmen umat Islam Indonesia dalam bidang pendidikan. Saat ini eksistensi madrasah diakui sebagai bagian Sistem Pendidikan Nasional yang tidak dibedakan dari lembaga pendidikan umum sejenis sebagaimana diatur pasal 17 dan 18 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam dan pendidikan keagamaan lainnya sudah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional.
Pendidikan bukanlah sekedar mencerdaskan anak bangsa, namun
juga membangun budaya dan peradaban bangsa. Konsep madrasah bagi masyarakat muslim Indonesia sesungguhnya ideal, lembaga pendidikan ini secara konseptual ingin mengembangkan semua ranah pendidikan yang lebih sempurna dan komprehensif, yaitu aspek intelektual, spritual, sosial, dan keterampilan sekaligus (Imam Suprayogo, 2007:11). Ciri khas pendidikan madrasah berupa budaya agama, moral dan etika Islam menjadi daya tarik tersendiri, ditambah dengan etika pergaulan, perilaku dan performance pakaian para santrinya yang menjanjikan kebahagiaan hidup dunia akhirat sebagaimana tujuan pendidikan Islam (Al-Abrasyi, 1970).
Pendidikan umum non madrasah yang menjadi anak emas
pemerintah di bawah naungan Depdiknas, telah gagal menampilkan sosok manusia Indonesia dengan kepribadian utuh. Keberhasilan output (lulusan) pendidikan umum hanyalah merupakan keberhasilan kognitif. Nilai UAN menjadi penentu keberhasilan, sedangkan sisi akhlak dan moral dipinggirkan. Siswa yang tidak pernah shalat pun, jika ia dapat mengerjakan tes Pendidikan Agama Islam dengan baik maka ia bisa lulus (berhasil), dan jika nilainya baik, maka ia pun dapat diterima pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Lain halnya dengan outcome seorang alumni madrasah, bagaimanapun nilai raport dan hasil ujiannya, moral keagamaan yang melekat pada sikap dan perilakunya akan menjadi tolok ukur bagi keberhasilan lembaga pendidikan yang menjadi tempat ia belajar.
Apakah madrasah mempunyai prospek? Pertanyaan ini harus
dijawab dengan pertanyaan sederhana apa yang disebut dengan prospek, kalau yang dimaksud prospek adalah relevansi, maka perlu diskusi panjang karena sangat mungkin untuk 5 – 10 tahun ke depan model pendidikan madrasah menjadi harapan banyak orang. Saat ini problem relevansi menjadi milik mayoritas lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, tidak hanya madrasah. Banyak sekolah umum non madrasah yang tidak berkembang, mengalami penurunan, dan pada gilirannya harus ditutup. Untuk madrasah, selalu diminati meskipun dengan peminat kualitas kelas tiga, sehingga harus dilakukan inovasi dan kompromi- kompromi akademik.
Kalau yang dimaksud prospek adalah jumlah siswa yang
merupakan pendukung utama keberadaan madrasah, maka untuk 5 -10 tahun ke depan prospeknya semakin cerah. Hal ini dibuktikan dari adanya peningkatan jumlah siswa madrasah dari tahun ke tahun rata-rata sebesar 4,3 %, sehingga berdasarkan data CIDIES, pada tahun 2005/2006 diperkirakan jumlah siswanya mencapai 5,5 juta orang dari sekitar 57 juta jumlah penduduk usia sekolah di Indonesia.
Beberapa faktor yang mendorong optimisme peningkatan jumlah
siswa madrasah antara lain:
1. Kebangkitan Agama (relegius revival)
Abad 21 yang sering juga disebut dengan istilah millenium ketiga
merupakan fase kehidupan yang betul-betul berbeda dengan zaman sebelumnya. Salah satu ciri utama abad ini adalah terjadinya ledakan revolusi teknologi komunikasi yang luar biasa. Berbagai perangkat komunikasi canggih, seperti teknologi komputer dengan fasilitas internetnya dan teknologi telepon seluler beragam fasilitas canggihnya yang berkembang begitu cepat.
Fenomena kebangkitan kesadaran beragama di Indonesia bisa
disimak dari berbagai realitas kekinian. Pasca reformasi, siapapun tidak perlu malu dan menyembunyikan identitas relegiusitasnya. Para pejabat pemerintah yang dulu biasa menentang bahkan anti agama, kini kembali ke rumah ibadah, bahkan “kesalehan” menjadi simbol dan ikon politik. Saat ini literatur keagamaan merupakan bacaan paling laris di kalangan masyarakat dan generasi muda. Ucapan Assalamualaikum telah menjadi budaya bangsa di setiap pertemuan dan bukan lagi monopoli ormas kemasyarakatan muslim, tetapi sudah menjadi budaya bangsa. Institusi keuangan dan perbankan berbasis syariah bermunculan dan berkembang pesat, dan itu diiringi dengan maraknya perguruan tinggi negeri dan swasta membuka program studi ekonomi dan manajemen keuangan syariah. Partai dan organisasi dengan berbagai simbol Islamis bermunculan dengan beragam kegiatan. Ini berarti di abad 21 agama mempunya peluang yang amat besar dalam transformasi sosial budaya.
2. Partisipasi Umat
Mayoritas madrasah di negeri ini pada awal pendiriannya berstatus
swasta, berkembang dari bawah dan dikelola secara swadaya yang tradisional sebagai lahan perjuangan dan amal shaleh, sehingga resikonya madrasah tidak mendapat dukungan dana dari pemerintah. Kalaupun ada dana, nilainya jauh lebih kecil dari sekolah-sekolah umum. Sebagian besar madrasah berlokasi di pedesaan dan mayoritas siswanya juga dari kalangan keluarga kurang mampu. Memang salah satu karakteristik madrasah adalah berkembang secara evolutif, dimulai dari sebuah pengajian di mushallah atau masjid yang kemudian menjadi madrasah diniah dan akhirnya menjadi madrasah. Proses evolusi madrash selama ini ada yang berlangsung dengan baik dan ada yang jalan ditempat, tetapi sangat jarang yang mati. Semua itu tergantung pada orang-orang yang ada di dalamnya.
Problema besar pertama yang dihadapi madrasah di Indonesia
sekarang ini adalah belum optimalnya tingkat favoritas masyarakat terhadap lembaga madrasah itu sendiri. Hal ini memang kenyataan. Jangankan madrasah menjadi pilihan utama bagi masyarakat, keinginan menyekolahkan putra-putri saja ke madrasah belum banyak muncul, sedangkan anggota masyarakat yang sama sekali belum mengenal madrasah pun masih banyak.
Masyarakat pada umumnya memiliki sense of interest yang tinggi
terhadap sekolah umum yang dinilainya mempunyai prestise yang lebih baik daripada madrasah. Lebih dari itu, dengan masuk ke sekolah-sekolah umum, masa depan siswa akan lebih terjamin ketimbang masuk ke madrasah. Hal itu bisa jadi disebabkan oleh image yang menggambarkan lulusan madrasah tidak mampu bersaing dengan lulusan dari sekolah umum. Lulusan madrasah hanya mampu menjadi seorang guru agama atau ustdaz, sedangkan lulusan dari sekolah umum mampu masuk ke sekolah- sekolah umum yang lebih bonafide dan mempunyai jaminan lapangan pekerjaan yang pasti.
Tahun 90 an, market lulusan madrasah masih dipandang sebelah
mata kendati memiliki derajat yang sama. Siswa lulusan madrasah terkesan dinomorduakan ketimbang mereka yang berasal dari sekolah umum. Stigma yang berkembang tersebut menyebabkan siswa madrasah menjadi kurang percaya diri ketika harus berkompetisi dengan dunia kerja ataupun bidang lain.
Era Reformasi membawa angin segar atas keberadaan madrasah.
Peran dan perhatian pemerintah mulai terasa. Kualitas siswa secara umum meningkat yang ditandai dengan pencapaian nilai ujian nasional (NUN) madrasah yang cukup membanggakan. Pencapaian rata-rata NUN siswa madrasah memang lebih rendah daripada siswa sekolah umum, tetapi terpautnya relatif kecil. Madrasah sekarang tidak lagi menjadi sekolah Islam yang hanya diminati oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Melainkan sudah diminati oleh siswa-siswa yang berasal dari masyarakat golongan kelas menengah ke atas. Hal itu disebabkan sekolah-sekolah Islam atau madrasah elit yang sejajar dengan sekolah-sekolah umum sudah banyak bermunculan. Adanya fenomena tuntutan dan harapan masyarakat yang cukup besar terhadap lembaga pendidikan madrasah untuk dapat mengintegrasikan ilmu-ilmu umum dengan ilmu-ilmu agama mengindikasikan madrasah harus mampu mencetak luluasan yang siap memasuki bursa kerja sekaligus siap pakai. Untuk itu diperlukan reformulasi paradigma, mutu pendidikan dan model kebijakan terhadap pembinaan madrasah, sehingga eksistensinya tidak lagi terkesan hanya merupakan sekolah penampungan tetapi mampu berperan sebagai sekolah pilihan, bahkan sekolah favorit.
Siswa madrasah harus dididik menjadi generasi yang tangguh,
memiliki jiwa pejuang, seperti sikap tekun, ulet, sabar, tahan uji, konsisten, dan pekerja keras. Multiple intelligence (intellectual, emotional dan spiritual quotient) siswa dapat dikembangkan secara maksimal melalui pergumulan yang keras, bukan sambil bermain atau dalam suasana fun semata.
Pengelola madrasah baik pimpinan maupun gurunya haruslah
menjadi orang yang cerdik, lincah dan kreatif. Keterbatasan sumber daya manusia, material, finansial, organisasi, teknologi dan informasi yang dimiliki madrasah justru menjadi cambuk, lahan perjuangan (jihad) dan amal shaleh. Ibaratnya, beban berat di sebuah mobil dapat dirubah menjadi energi apabila sopirnya cerdas dalam memilih jalan yang menurun. Intinya, berfikir dan berjiwa besar, positif, kreatif dan tidak kenal menyerah.