Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
LAPORAN KASUS
OLEH:
Shofiyatul Aini Fuadi, S. Kep.
NIM 182311101071
Gambar
1. Struktur
Neuron
(sumber:
Buku Ajar
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan, 2008)
Sistem persarafan terdiri dari sel saraf (neuron) dan sel penyokong
(neuroglia dan sel Schwann). Kedua jenis sel tersebut berkaitan erat
dan terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi
sebagai satu unit.
a) Neuron
Susunan saraf pusat manusia terdiri dari kurang lebih 100 miliar
neuron.Neuron adalah suatu sel saraf dan merupakan unit
anatomi dan fungsional sistem persarafan.Neuron memiliki
berbagai bentuk dan ukuran yang berbeda, salah satunya adalah
tipe neuron multipolar yang paling banyak terdapat di dalam
sistem saraf pusat.
b) Badan sel
Badan sel lebih besar dan mengelilingi nukleus yang di dalamnya
terdapat nucleolus.Di sekelilingnya terdapat perikarion yang
berisi neurofilamen yang berkelompok yang disebut neurofibril.
c) Dendrit
Dendrit adalah tonjolan yang menghantarkan informasi menuju
badan sel. Pada korteks serebri dan serebellum, dendrit
mempunyai tonjolan-tonjolan kecil bulat yang disebut tonjolan
dendrit.Neuron tertentu mempunyai akson fibrosa yang panjang
yang berasal dari daerah yang agak tebal di badan sel yaitu akson
hilok (bukit akson).
d) Akson
Akson adalah tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan
informasi keluar dari badan sel. Dendrit dan akson secara kolektif
sering disebut sebagai serabut saraf.Kemampuan untuk
menerima, menyampaikan, dan meneruskan pesan-pesan neural
disebabkan sifat khusus membrane sel neuron yang mudah
dirangsang dan dapat menghantarkan pesan elektrokimia.
e) Neuroglia
Neuroglia adalah sel penyokong untuk neuron-neuron SSP,
sedangkan sel Schwann menjalankan fungsi tersebut pada SST.
Neuroglia menyusun 40% volume otak dan medulla spinalis.
Neuroglia jumlahnya lebih banyak dari sel-sel neuron dengan
perbandingan sekitar sepuluh banding satu.Ada empat sel
neuroglia yaitu mikroglia yang bertugas untuk mencerna sisa-sisa
jaringan yang rusak; ependimal yang berperan dalam
memproduksi cairan serebrospinal (CSS) dan membatasi sistem
ventrikel SSP; astroglia sebagai barier darah dan otak,
memperbaiki kerusakan jaringan neuron, dan menjaga perubahan
interstisial; oligodendroglia atau oligodendrosit yang memiliki
silinder sitoplasma yang panjang dan merupakan sel glia yang
bertanggung jawab menghasilkan myelin dalam SSP.
f) Sel Schwann
Sel Schwann membentuk myelin maupun neurolema saraf
tepi.Membrane plasma sel Schwann secara konsentris
mengelilingi tonjolan neuron SST. Myelin merupakan suatu
kompleks protein lemak berwarna putih yang mengisolasi
tonjolan saraf.Myelin menghalangi aliran ion natrium dan kalium
melintasi membran neuronal.Selubung myelin tidak kontinu di
sepanjang tonjolan saraf dan terdapat celah-celah yang tidak
memiliki myelin yang disebut nodus Ranvier.
Gambar 2.
Fungsional
bagian-bagian sistem saraf pusat (sumber: Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.)
B. KONSEP TEORI
1. Definisi CVA SAH
Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
atau yng biasanya diakibatkan oleh trombosis, embolisme, iskemia dan
hemoragi (Smeltzer & Bare, 2002). Istilah stroke atau penyakit
serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak
yang terjadi akibat pembatasan atau berhentinya aliran darah melalui
sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik
untuk menjelaskan infark serebrum (Price, 2006). Berdasarkan
klasifikasinya stroke dibagi menjadi stroke hemorragic dan non
hemorragic. Stroke Hemoragi merupakan stroke karena pecahnya
pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan
darah merembes ke dalam suatu daerah otak dan merusaknya (Pudiastuti,
2011)
Subarakhnoid Hemorragic (SAH) adalah perdarahan yang terjadi
di ruang subarakhnoid, yaitu ruang diantara lapisan dalam (Pia meter) dan
lapisan tengah (Arakhnoid meter) dari jaringan selaput otak (Meningens).
(Smeltzer & Bare, 2002)
2. Etiologi
Penyebab CVA salah satunya yaitu terjadinya perdarahan pada
serebral. Perdarahan/hemorragic serebral yaitu pecahnya pembuluh darah
serebral dengan perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstradural dan
epidural), dibawah durameter (hemoragi subdural), diruang subarakhnoid
(hemoragi subarakhnoid) atau didalam subtansi otak (hemoragi
intraserebral) (Smeltzer, 2002).
Beberapa faktor yang menyebabkan stroke menurut Nurarif &
Kusuma (2015), diantaranya:
a. Faktor riwayat penyakit sistemik
1) Hipertensi
2) Kolesterol tinggi
3) Obesitas
4) Diabetes Melitus
b. Faktor Pola hidup
1) Merokok
2) Peminum alkohol
3) Obat-obatan terlarang
4) Aktivitas / perilaku yang tidak sehat: Kurang olahraga,
stress emosional, makanan berkolesterol
3. Patofisiologi
Menurut Hunt dan Hess (1968) dalam Dewanto et al, gejala CVA SAH dapat
dilihat dari derajatnya:
DERAJAT GCS GEJALA
1 15 Asimtomatik atau nyeri kepala minimal serta kaku
kuduk ringan
2 15 Nyeri kepala moderat sampai berat, kaku kuduk, defisit
neurologis tidak ada selain parase saraf otak
3 13-14 Kesadaran menurun
4 8-12 Stupor, hemiparesis moderate sampai berat, permulaan
desebrasi, gangguan kognitif
5 3-7 Koma berat, deserebrasi
Pasien dengan perdarahan sub arachnoid didapatkan gejala klinis nyeri kepala
mendadak, adanya tanda rangsang meningeal (mual, muntah,
fotofobia=intoleransi cahaya, kaku kuduk), penurunan kesadaran, serangan
epileptik, defisit neurologis lokal (disfasia, hemiparesis, hemihipestesia
(berkurangnya ketajaman sensasi pada satu sisi tubuh). Kesadaran terganggu dan
sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsangan meningeneal. Edema papil dapat
terjadi bila perdarahan sub arrachnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri
(dewanto, et al. 2009). Onset dari gejalanya biasanya tiba-tiba perjalanan penyakit
perdarahan subarochnoid yang khas dimulai dengan sakit kepala yang sangat
hebat (berbeda dengan sakit kepala biasa, onset biasanya )1-2 detik hingga ) menit
dan sakit kepalanya sedemikian rupa sehingga mengganggu aktivitas yang
dilaksanakan oleh penderita. Sakit kepala makin progresi, kemudian diikuti nyeri
dan kekakuan pada leher, mual muntah sering dijumpai perubahan kesadaran
(50%) kesadaran hilang umumnya 1-2 jam, kejang sering dijumpai pada fase akut
(sekitar 10-15%) perdarahan subarochnoid sering diakibatkan oleh arterivena
mal$ormasi. 8mumnya onset saat melakukan aktivitas 24-36 jam setelah onset
dapat timbul febris yang menetap selama beberapa hari.
5. Pemeriksanaan Penunjang
a. CT-scan:
Hasil yang di dapatkan menunjukkan bahwa darah SAH pada CT
Scan tanpa bentuk berarti pada ruang subarakhnoid disekitar otak,
kemudian membentuk sesuatu yang secara normal berwarna gelap
muncul menjadi putih.
6. Penatalaksanaan
a. Penanganan awal fase akut
1) Kontrol tekanan darah
Rekomendasi dari American Heart Organization/ American
Strouke Association guideline 2009 merekomendasikan terapi
tekanan darah bila > 180 mmHg. Tujuan yang ingin dicapai adalah
tekanan darah sistolik ≥140 mmHg, dimaksudkan agar tidak
terjadi kekurangan perfusi bagi jaringan otak. Pendapat ini masih
kontroversial karena mempertahankan tekanan darah yang tinggi
dapat juga mencetuskan kembali perdarahan. Nilai pencapaian
CPP 60 mmHg dapat dijadikan acuan untuk mencukupi perfusi
otak yang cukup.
2) Terapi anti koagulan
Dalam 24 jam pertama diagnosa perdarahan serebral ditegakkan
dapat diberikan antikoagulan. Pemberian yang dianjurkan adalah
fres frozen plasma diikuti oleh vitamin K oral. Perhatikan waktu
pemberian antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam.
Dimasudkan untuk menghindari tejadinya komplikasi.
1. Pengkajian
a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
pekerjaan, status perkawinan.
b. Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah kanan, bicara pelo
tidak dapat berkomunikasi,atau dengan kondisi langsung tidak sadar
c. Pengkajian Keperawatan
Penggunaan pengkajian Gordon, yang meliputi 11 aspek yaitu, persepsi
kesehatan & pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi/metabolik, pola eliminasi,
pola aktivitas & latihan, pola tidur & istirahat, pola kognitif & perceptual,
pola persepsi diri, pola seksualitas & reproduksi, pola peran & hubungan,
pola manajemen & koping stress, sistem nilai dan keyakinan
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum, tanda vital
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit
dan kuku, dan keadaan lokal.
Menurut Muttaqin (2008), data pengkajian yang dapat ditemukan pada
klien yang mengalami cidera otak adalah sebagai berikut:
a) Breathing
Jika terjadi kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan
irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinan karena
aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas
yang dapat menyebabkan suara nahfas ronkhi pada klien.
b) Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
c) Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada
ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan
terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
1. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori)
2. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia
3. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
4. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagusmenyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
7. Pemeriksaan GCS
8. Pemeriksaan saraf kranial
d) Bladder
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia
urin, dan ketidakmampuan menahan miksi.
e) Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan, bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan
selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi
alvi.
f) Bone
Klien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat
pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis
yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di
otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan
tonus otot.
e. Terapi, pemeriksaan penunjang & laboratorium
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
1. Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan perdarahan cerebri, ketidakseimbangan suplai oksigen
dan darah ke otak
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan penumpukan secret, penurunan kesadaran
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan neuromuscular
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan
penurunan kesadaran dan kelemahan neuromuscular
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial
6. Risiko kerusakan integritas kulit dengan faktor
risiko imobilisasi
7. Risiko cidera dengan faktor risiko penurunan
status kesadaran
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
Keperawatan