Você está na página 1de 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu di rumah-sakit (RS) telah menjadi
harapan dan tujuan utama dari masyarakat/pasien, petugas kesehatan, pengelola dan
pemilik serta regulator. Berbagai upaya telah dikembangkan untuk mewujudkan
pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tersebut. Salah satunya adalah melalui
program Akreditasi Rumah Sakit.

Akreditasi adalah pengakuan bahwa suatu institusi layanan kesehatan


sepertirumah sakit telah memenuhi beberapa standar layanan kesehatan tertentu.
Indosesia telahmelakukan akreditasi rumah sakit umum melalui oleh departemen
kesehatan. Pengukuran mutu prosfektif berfokus pada penilaian sumber daya, bukan
pada kinerja layanankesehatan. Namun pelaksanaan akreditasi tidaklah semudah
yang kita bayangkan, untuk mencapai itu diperlikan kesiapan yang matang baik
lingkungan , materil, personel danmanajemen. Oleh karena itu untuk mencapai
tahapan akreditasi yang siap dan memadaidiperlukan suatu pedoman sebagiai
langkah-langkah dalam mempersiapkan dirimenghadapi akreditasi.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) sebagai lembaga akreditasi RS satu-


satunya yang saat ini diakui oleh pemerintah, telah mengembangkan standar akreditasi
baru bagi RS yang memberi perhatian detail tentang upaya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien. Standar ini disebut sebagai Standar Akreditasi KARS versi 2012.
Lebih lanjut Kementerian Kesehatan juga telah menetapkan target 90% RS
terakreditasi pada tahun 2014.

Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) telah mengidentifikasi berbagai kendala


RS dalam memenuhi standar akreditasi, antara lain pemahaman mengenai standar dan
penerapannya, pengembangan sumber daya manusia, kebutuhan infrastruktur, serta
mekanisme pembinaan, monitoring dan evaluasi yang tidak hanya ditangani oleh
manajemen RS dan oleh regulator tingkat nasional seperti oleh KARS dan Kemenkes
namun juga terkait dengan kewenangan pemerintah daerah (dinas kesehatan) ditingkat
provinsi maupun kabupaten/kota.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apa yang dimaksud dengan akreditasi rumah sakit?

1.2.2. Bagaimana kelulusan akreditasi rumah sakit?

1.2.3. Bagaimana persyaratan akreditasi rumah sakit?

1.2.4. Bagaimana pengelompokan standar nasional akreditasi rumah sakit?


1.2.5. Bagaimana kebijakan pemberian skor dalam akreditasi rumah sakit?

1.2.6. Berapa lama masa berlaku akreditasi rumah sakit?


BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Akreditasi Rumah Sakit

Akreditasi rumah sakit adalah suatu proses dimana suatu lembaga independen
baik dari dalam atau luar negeri, biasanya non pemerintah, melakukan asesmen
terhadap rumah sakit berdasarkan standar akreditasi yang berlaku. Rumah sakit yang
telah terakreditasi akan mendapatkan pengakuan dari Pemerintah karena telah
memenuhi standar pelayanan dan manajemen yang ditetapkan. Akreditasi rumah sakit
di Indonesia telah dilaksanakan sejak Tahun 1995, yang dimulai hanya 5 pelayanan,
pada Tahun 1998 berkembang menjadi 12 pelayanan, dan pada Tahun 2002 menjadi
16 pelayanan. Namun rumah sakit dapat memilih akreditasi untuk 5, 12, atau 16
pelayanan, sehingga standar mutu rumah sakit dapat berbeda tergantung berapa
pelayanan akreditasi yang diikuti (KARS, 2013).

Pelaksanaan akreditasi mempunyai dasar hukum yang berlaku:

1. Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 59 menegaskan


bahwa peningkatan mutu pelayanan sarana kesehatan perlu diperhatikan.
2. Permenkes RI no. 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit, Pasal 26
mengatur tentang Akreditasi Rumah Sakit.
3. Surat Kepmenkes RI 436/93 menyatakan berlakunya standar pelayanan rumah
sakit dan standar pelayanan medis Indonesia.
4. SK Dirjen Yanmed no. YM.02.03.3.5.2626 tentang Komisi Akreditasi Rumah
Sakit dan Sarana Kesehatan lainnya (KARS). Dalam surat keputusan ini, KARS
mempunyai tugas pokok membantu Dirjen Yanmed dalam merencanakan,
melaksanakan, dan melakukan penilaian akreditasi RS dan sarana kesehatan
lainnya. Penetapan status akreditasi menjadi wewenang Dirjen Yanmed.
5. Undang-undang no. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, bahwa setiap rumah sakit
berkewajiban membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan
kesehatan di RS sebagai acuan dalam melayani pasien dan wajib melakukan
akreditasi sekurangkurangnya tiga tahun sekali.
6. Permenkes RI no. 147/Menkes/Per/I/2010 tentang Perijinan Rumah Sakit.
Permenkes ini menyatakan bahwa RS harus mempunyai ijin yaitu ijin mendirikan
RS dan ijin operasional RS. Ijin operasional didapatkan dengan memenuhi sarana
dan prasarana, peralatan, SDM dan administrasi, dan manajemen. Setiap RS yang
telah mendapatkan ijin operasional harus diregistrasi dan diakreditasi.
7. Permenkes RI no. 12/Menkes/Per/I/2012 tentang Akreditasi.

Saat ini, instrumen penilaian akreditasi rumah sakit menggunakan versi KARS
2012. Isinya merupakan adopsi dari Instrumen Akreditasi Rumah Sakit versi JCI
ditambah dengan bab MDGs. Total ada 14 Bab ditambah MDGs dengan kriteria
penetapan kelulusannya. Hal ini dilakukan sejalan dengan visi KARS untuk menjadi
bahan akreditasi berstandar internasional, serta untuk memenuhi tuntutan Undang-
undang no 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang mewajibkan seluruh rumah sakit
di Indonesia untuk meningkatkan mutu pelayanannya melalui akreditasi. Standar
akreditasi baru tersebut terdiri dari 4 kelompok standar yang terdiri dari 1.048 elemen
yang akan dinilai, termaktub dalam Gambar 1 sebagai berikut (KARS, 2013):

Tingkat-tingkat kelulusan berdasarkan Standar Akreditasi versi 2012 adalah


Tingkat Dasar (bila lolos 4 Bab), Tingkat Madya (bila lolos 8 Bab), Tingkat Utama
(bila lolos 12 Bab), dan Tingkat Paripurna (bila lolos 16 Bab). Tingkat paripurna
adalah tingkat kelulusan tertinggi yang dapat diraih oleh rumah sakit. Dalam
pelaksanaan akreditasi rumah sakit menggunakan standar akreditasi versi 2012 ini,
surveyor akan menemui pasien untuk mencari bukti adanya peningkatan mutu
pelayanan rumah sakit yang berfokus pada keselamatan pasien. Bila tidak ditemukan
bukti, maka proses penilaian tidak akan lanjut ke komponen lain. Saat ini seluruh
rumah sakit memiliki kewajiban untuk menjaga mutu pelayanannya dengan
melaksanakan akreditasi minimal setiap 3 tahun sekali dan ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan (KARS, 2013).

2.2. Kelulusan Akreditasi Rumah Sakit


Standar dalam akreditasi rumah sakit bersifat umum, sehingga wajib diterapkan
oleh semua rumah sakit di Indonesia tanpa memandang kelas dan status
kepemilikannya, maka pada prinsipnya semua rumah sakit baik pemerintah maupun
swasta harus diakreditasi (Wijono, 1999).

Sistem penilaian suatu Bab ditentukan oleh penilaian pencapaian (semua)


standar pada bab tersebut, dan menghasilkan nilai persentase bagi bab tersebut.
Penilaian suatu Standar dilaksanakan melalui penilaian terpenuhinya Elemen
Penilaian (EP), menghasilkan nilai persentase bagi standar tersebut. Penilaian suatu
EP dinyatakan dalam Gambar 2 berikut ini (Anonim, 2014):

Sistem Penilaian Pencapaian Skors KARS


Proses akreditasi terdiri dari kegiatan survei oleh Tim Surveyor dan proses
pengambilan keputusan pada pengurus KARS. Tingkat kelulusan dan kriterianya
adalah sebagai Gambar 3 berikut (Anonim, 2014):

2.3. Persyaratan Akreditasi Rumah Sakit

2.3.1. Persyaratan Pertama : PARS.1

Rumah sakit memenuhi semua persyaratan informasi dan data kepada


Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS).

1. Maksud dan tujuan untuk PARS.1


Pada waktu mengajukan permohonan survei akreditasi, rumah sakit
perlu memberikan data dan dan informasi yang dibutuhkan untuk proses
akreditasi. Misalnya : mengisi aplikasi survei secara lengkap, data
direktur rumah sakit, data kelengkapan surat tanda registrasi dan surat
izin praktik para staf medis serta data perizinan-perizinan lainnya,
termasuk bila ada perubahan direktur rumah sakit, kepemilikan,
peningkatan kelas, pembangunan/renovasi yang cukup luas, dan lain
sebagainya serta bila ingin mengajukan banding keputusan akreditasi.
Rumah sakit wajib memberikan data dan informasi kepada KARS,
data tersebut dimulai pada waktu pengajuan survei dan selama siklus
survei akreditasi tiga tahunan. Penyampaian data sesuai yang diminta
KARS, harus disampaikan oleh rumah sakit ke KARS.

2. Monitoring PARS.1
Monitoring dilaksanakan terus-menerus selama siklus akreditasi
terkait dengan pengajuan yang diperlukan.

3. Dampak Ketidakpatuhan terhadap PARS.1


Jika rumah sakit gagal memenuhi persyaratan informasi dan data
hingga waktu yang ditentukan kepada KARS, rumah sakit akan dianggap
berisiko gagal akreditasi atau penetapak akreditasi tertunda sampai
semua persyaratan akreditasi dipenuhi dan dilakukan survei terfokus.
Sebagai contoh, jika informasi pada aplikasi survei rumah sakit tidak
tepat /tidak sesuai selama pelaksanaan survei maka dibutuhkan survei
terfokus dan rumah sakit diminta menanggung biaya dari pelaksanaan
survei terfokus. Sebagai tambahan, jika terdapat bukti bahwa rumah sakit
telah memalsukan atau menahan informasi atau bermaksud
menghilangkan informasi yang diajukan kepada KARS, persyaratan dan
konsekuensi pada PARS.2 akan berlaku.

2.3.2. Persyaratan Kedua: PARS.2

Rumah sakit menyediakan informasi yang lengkap dan akurat kepada KARS
selama keseluruhan fase dari proses akreditasi.

1. Maksud dan tujuan untuk PARS.2


KARS menginginkan setiap rumah sakit yang mengajukan
akreditasi atau sudah terakreditasi untuk melaksanakan proses akreditasi
secara jujur, berintegritas dan transparan. Hal ini dibuktikan dengan
menyediakan informasi yang lengkap dan akurat selama proses
akreditasi dan pasca akreditasi . KARS mendapatkan informasi tentang
rumah sakit melalui:
a. Informasi dari rumah sakit dan karyawan
b. Informasi dari masyarakat
c. Informasi dari pemerintah
d. Informasi dari media massa dan media social
e. Komunikasi secara lisan
f. Observasi langsung dengan atau melalui wawancara atau
komunikasi lainnya
g. Kepada pegawai KARS
h. Dokumen elektronik atau hard-copy melalui pihak ketiga, seperti
media massa atau laporan pemerintahan
i. Untuk Persyaratan ini, pemalsuan informasi didefinisikan sebagai
pemalsuan (fabrikasi), secara keseluruhan atau sebagian dari
informasi yang diberikan oleh pihak yang mengajukan atau rumah
sakit yang diakreditasi kepada KARS. Pemalsuan bisa meliputi
perubahan draft, perubahan format, atau menghilangkan isi
dokumen atau mengirimkan informasi, laporan, data dan materi
palsu lainnya.
2. Monitoring PARS.2
Monitoring dari PARS ini dimulai sejak proses pendaftaran dan
terus berlanjut hingga rumah sakit tersebut terakreditasi oleh atau
mencari akreditasi dari KARS

3. Dampak Ketidakpatuhan terhadap PARS.2


Jika KARS meyakini bahwa rumah sakit memasukkan informasi
yang tidak akurat atau palsu atau mempresentasikan informasi yang tidak
akurat atau palsu ke surveior, maka rumah sakit akan dianggap Berisiko
Gagal Akreditasi dan kemungkinan perlu menjalani survei terfokus.
Kegagalan mengatasi masalah ini tepat waktu atau pada saat survei
terfokus dapat berakibat Kegagalan Akreditasi.

2.3.3. Persyaratan Ketiga: PARS.3


Rumah sakit melaporkan bila ada perubahan dari profil rumah sakit (data
elektronik) atau informasi yang diberikan kepada KARS saat mengajukan
aplikasi survei dalam jangka waktu maksimal 10 hari sebelum waktu survei.

1. Maksud dan tujuan untuk PARS.3


Untuk memahami kepemilikan, perizinan, cakupan dan volume
pelayanan pasien, dan jenis fasilitas pelayanan pasien, serta faktor
lainnya, KARS memerlukan profil rumah sakit melalui aplikasi survei.
KARS memerlukan data profil rumah sakit terkini untuk
mempertimbangkan proses pelaksanaan survei. Data-data tersebut
termasuk tapi tidak hanya terbatas pada informasi di bawah ini:
a. Perubahan nama rumah sakit
b. Perubahan kepemilikan rumah sakit
c. Perubahan bentuk badan hukum rumah sakit
d. Perubahan kategori rumah sakit
e. Perubahan kelas rumah sakit
f. Pencabutan atau pembatasan izin operasional, keterbatasan atau
penutupan layanan pasien, sanksi staf klinis atau staf lainnya, atau
tuntutan terkait masalah peraturan dan hukum oleh pihak
Kementerian Kesehatan dan atau Dinas Kesehatan Penambahan atau
penghapusan, satu atau lebih jenis pelayanan kesehatan, misalnya
penambahan unit dialisis atau penutupan perawatan trauma.

2. Monitoring PARS.3
Monitoring dari PARS.3 ini dilaksanakan saat pengajuan aplikasi
survei secara elektronik atau saat berlangsungnya proses survei. Apabila
ditemukan adanya perubahan profil rumah sakit yang tidak dilaporkan
dapat mengakibatkan dilaksanakannya survei terfokus dalam waktu yang
berbeda.
3. Dampak Ketidakpatuhan terhadap PARS.3
Apabila rumah sakit pada saat pengajuan aplikasi survei secara
elektronik atau saat berlangsungnya proses survei tidak menyampaikan
perubahan profil rumah sakit dapat berakibat tidak dilaksanakan survei
akreditasi, gagal akreditasi atau dilaksanakan survei terfokus dalam
waktu yang berbeda.

2.2.4. Persyaratan Keempat: PARS. 4


Rumah sakit mengizinkan memberikan akses kepada KARS untuk
melakukan monitoring terhadap kepatuhan standar, melakukan verifikasi
mutu dan keselamatan atau terhadap laporan dari pihak yang berwenang.

1. Maksud dan tujuan untuk PARS.4


Atas hasil akreditasi yang dicapai rumah sakit memiliki arti rumah
sakit memiliki komitmen terhadap pemangku kepentingan seperti,
masyarakat, Kementerian Kesehatan, badan pemerintahan
pusat/propinsi/kabupaten/kota, sumber pendanaan (asuransi kesehatan),
dan pihak lainnya bahwa rumah sakit akan menjaga untuk memenuhi
standarnasional akreditasi rumah sakit edisi 1 termasuk kebijakan
akreditasi oleh KARS.
Dengan demikian, perlu dipahami bahwa KARS memiliki
kewenangan untuk melakukan telusur dan investigasi terhadap
pelaksanaan mutu dan keselamatan pasien ke seluruh atau sebagian
rumah sakit, dengan pemberitahuan atau tanpa pemberitahuan, untuk
memastikan rumah sakit tetap memenuhi dan mematuhi standar.
Surveior selalu menggunakan tanda pengenal resmi sebagai identitas dan
surat tugas dari KARS ketika melakukan kunjungan tanpa
pemberitahuan kepada rumah sakit sebelumnya.

2. Monitoring PARS.4
Monitoring dari persyaratan ini dilaksanakan selama fase siklus
akreditasi tiga tahunan.

3. Dampak Ketidakpatuhan terhadap PARS.4


KARS akan menarik status akreditasi dari rumah sakit yang menolak
atau membatasi akses terhadap surveior KARS yang ditugaskan untuk
melaksanakan telusur dan investigasi langsung.

2.3.5. Persyaratan Kelima : PARS.5


Rumah sakit bersedia menyerahkan data hasil monitoring dari Kementerian
Kesehatan/Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota berupa berkas asli atau
fotokopi legalisir kepada KARS.
1. Maksud dan tujuan untuk PARS.5
Dalam pelaksanaan survei akreditasi yang menyeluruh, surveior
KARS dapat meminta informasi dari Kementerian Kesehatan/Dinas
Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota berbagai aspek operasional rumah
sakit dan Lembaga lainnya yang juga melakukan penilaian terhadap area
yang berhubungan dengan mutu dan keselamatan, sebagai contoh
pemeriksaan keselamatan kebakaran, pemeriksaan sanitasi rumah sakit
dan lain sebagainya. Dalam hal ini termasuk kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan dan monitoring dari mutu dan
keselamatan berupa insiden/kejadian yang dilaporkan ke pihak
berwenang.

2. Monitoring PARS.5
Apabila diperlukan, rumah sakit bersedia memberikan semua
catatan resmi, laporan dan rekomendasi dari lembaga lain seperti
lembaga yang membidangi perizinan, pemeriksaan, peninjauan ulang,
pemerintahan dan perencanaan. KARS juga bisa meminta laporan secara
langsung dari lembaga lain tersebut. Laporan tersebut bisa diminta
selama berlangsungnya fase siklus akreditasi tiga tahunan, termasuk
selama survei akreditasi atau sebagai bagian dari monitoring yang
menyangkut insiden atau mutu.

3. Dampak Ketidakpatuhan terhadap PARS.5


Apabila rumah sakit tidak bersedia menyediakan laporan resmi
ketika diminta pada saat survei berlangsung, dapat berakibat
dilaksanakannya survei terfokus untuk mengkaji kembali laporan dan
standar yang berhubungan.

2.3.6. Persyaratan Keenam : PARS.6

Rumah sakit mengizinkan pejabat KARS atau surveior senior yang


ditugaskan oleh KARS untuk mengamati proses survei secara langsung.
Pejabat KARS atau surveyor senior yang ditugaskan wajib menggunakan
tanda pengenal resmi sebagai identitas dan surat tugas dari KARS, termasuk
ketika melakukan kunjungan tanpa pemberitahuan kepada rumah sakit
sebelumnya.

1. Maksud dan tujuan untuk PARS.6


Pejabat KARS atau surveior senior dapat ditugaskan oleh Ketua
Eksekutif KARS untuk mengawasi surveior baru, melakukan evaluasi
standar baru dan melaksanakan evaluasi terhadap adanya perubahan
tersebut selain aktivitas lainnya.

2. Monitoring PARS.6
Evaluasi bisa dilaksanakan pada semua fase proses akreditasi,
termasuk saat pelaksanaan survei verifikasi dan survei terfokus.

3. Dampak Ketidakpatuhan terhadap PARS.6


Apabila rumah sakit tidak bersedia dilaksanakan evaluasi pada
semua fase proses akreditasi, termasuk saat pelaksanaan survei verifikasi
dan survei terfokus dapat berakibat kegagalan akreditasi.

2.3.7. Persyaratan Ketujuh : PARS.7


Rumah sakit bersedia bergabung dalam sistem penilaian perkembangan mutu
dengan memberikan hasil pengukuran indikator mutu. Dengan demikian
direktur rumah sakit dapat membandingkan capaian indikator area klinis, area
manajemen dan sasaran keselamatan pasien dengan rumah sakit lain melalui
Sismadak KARS.

1. Maksud dan tujuan untuk PARS.7


Kumpulan indikator KARS memberikan keseragaman, ketepatan
spesifikasi dan standarisasi data yang dikumpulkan sehingga dapat
dilakukan perbandingan di dalam rumah sakit dan antar rumah sakit.
Pengumpulan, analisis dan penggunaan data merupakan inti dari proses
akreditasi KARS. Data dapat menunjang perbaikan yang
berkesinambungan bagi rumah sakit. Data juga bisa menyediakan arus
informasi yang berkesinambungan bagi KARS dalam mendukung
kelangsungan perbaikan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit.
Pemilihan dan penggunaan kumpulan indikator diintegrasikan ke dalam
prioritas parameter rumah sakit, seperti yang dijabarkan dalam standar
TKRS.5, TKRS.11, dan TKRS.11.1.

2. Monitoring PARS.7
Indikator wajib dan indikator yang dipilih dievaluasi secara
menyeluruh selama proses akreditasi berlangsung. Pengisian kedua
indikator tersebut dilakukan sebelum proses survei. Evaluasi
dilaksanakan pada semua fase proses akreditasi, termasuk saat
pelaksanaan survei verifikasi dan survei terfokus.

3. Dampak Ketidakpatuhan terhadap PARS.7


Apabila rumah sakit tidak bersedia bergabung dalam sistem
penilaian perkembangan mutu dengan memberikan hasil pengukuran
indikator mutu dan dapat berakibat pada hasil akreditasi.

2.3.8. Persyaratan Kedelapan: PARS.8

Rumah sakit wajib menampilkan status akreditasi dengan tepat, program dan
pelayanan sesuai dengan tingkatan status akreditasi yang diberikan oleh
KARS melalui website atau promosi lainnya.

1. Maksud dan tujuan untuk PARS.8


Situs, iklan dan promosi rumah sakit serta informasi lain yang dibuat
oleh rumah sakit kepada masyarakat harus secara tepat menggambarkan
capaian tingkatan status akreditasi yang diberikan oleh KARS, program
dan pelayanan yang diakreditasi oleh KARS.

2. Monitoring PARS.8
Evaluasi terhadap persyaratan ini dilaksanakan pada seluruh fase
akreditasi, termasuk siklus akreditasi tiga tahunan.
3. Dampak Ketidakpatuhan terhadap PARS.8
Apabila informasi tentang capaian tingkatan status akreditasi yang
diberikan oleh KARS tidak sesuai, dapat berakibat pada hasil akreditasi.

2.3.9. Persyaratan kesembilan: PARS.9

Rumah sakit menyelenggarakan pelayanan pasien dalam lingkungan


yang tidak memiliki risiko atau mengancam keselamatan pasien, kesehatan
masyarakat atau keselamatan staf.

1. Maksud dan tujuan untuk PARS.9


Rumah sakit yang dipercaya pasien, staf dan masyarakat, dinyatakan
berisiko rendah dan merupakan tempat yang aman. Oleh karena itu,
rumah sakit menjaga kepercayaan dengan melakukan peninjauan dan
pengawasan terhadap praktik keselamatan.

2. Monitoring PARS.9
Evaluasi dilaksanakan terutama selama proses survei berlangsung
termasuk melalui laporan atau pengaduan dari masyarakat atau sanksi
dari pihak yang berwenang pada seluruh fase akreditasi, termasuk siklus
akreditasi tiga tahunan.

3. Dampak Ketidakpatuhan terhadap PARS.9


Risiko keamanan yang membahayakan pasien, pengunjung dan staf yang
ditemukan pada saat survei dapat berakibat pada hasil akreditasi sampai
masalah tersebut dapat diatasi dengan baik.

2.4. Pengelompokan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit

2.4.1. SASARAN KESELAMATAN PASIEN


1. SASARAN 1: Mengidentifikasi pasien dengan benar
2. SASARAN 2: Meningkatkan komunikasi yang efektif
3. SASARAN 3: Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus
diwaspadai (High Alert Medications)
4. SASARAN 4: Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur
yang benar, pembedahan pada pasien yang benar.
5. SASARAN 5: Mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. SASARAN 6: Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh
2.4.2. STANDAR PELAYANAN BERFOKUS PASIEN

1. Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan (ARK)

2. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)

3. Asesmen Pasien (AP)

4. Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP)

5. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)

6. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)

7. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)

2.4.3. STANDAR MANAJEMEN RUMAH SAKIT

1. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)

2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

3. Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)

4. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)

5. Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKS)

6. Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)

2.4.4. PROGRAM NASIONAL

1. Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi.

2. Menurukan Angka Kesakitan HIV/AIDS.

3. Menurukan Angka Kesakitan TB

4. Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA)

5. Pelayanan Geriatri

2.5. Kebijakan Pemberian Skor Dalam Akreditasi Rumah Sakit

Pemberian skoring Setiap Elemen Penilaian diberi skor 0 atau 5 atau 10.
 Nilai setiap standar yang ada di bab merupakan penjumlahan dari nilai elemen
penilaian
 Nilai dari standar dijumlahkan menjadi nilai untuk bab
 Elemen penilaian yang tidak dapat diterapkan (TDD) tidak diberikan skor dan
mengurangi jumlah EP
Selama survei di lapangan, setiap elemen penilaian (EP) pada standar dinilai
sebagai berikut:

 Skor 10 (terpenuhi lengkap), yaitu bila rumah sakit dapat memenuhi elemen
penilaian tersebut minimal 80 %
 Skor 5 (terpenuhi sebagian) yaitu bila rumah sakit dapat memenuhi elemen
penilaian tersebut antara 20 – 79 %
 Skor 0 (tidak terpenuhi) yaitu bila rumah sakit hanya dapat memenuhi elemen
penilaian tersebut kurang dari 20 %
2.6 Strategi Menghadapi Survei Akreditasi
2.6.1 Persiapan

a. Pelatihan
b. Membangun komitmen
c. Membentuk Fasilitator
d. Membentuk Panitia Akreditasi
e. Studi banding

2.6.2 Pergerakan

a. Sosialisasi/Desiminasi Program Akreditasi kepada seluruh karyawan


b. Membuat/merevisi/menyusun dokumen Akreditasi (SK, Kebijakan, Protap,
manual, dll)
c. Pembangunan/perbaikan fisik
d. Evaluasi (Program, kegiatan, dokumen, dll)
e. Self Assessment
f. Bimbingan dari KARS

2.6.3 Persiapan Penilaian

a. Melakukan self assessment terakhir dan memastikan nilai tiap-tiap pelayanan


sesuai kesepakatan (misal : minimal 85%)
b. Mengajukan permohonan survei akreditasi kepada KARS

2.6.4 Saat Penilaian

a. Menyiapkan tempat penilaian/survei


b. Menyiapkan dokumen
c. Karyawan tidak ada yang cuti
d. Dokter diminta tidak praktek sore
e. Menyiapkan tim konsep & pengetik serta ruangannya
f. Buat suasana nyaman untuk para surveior
2.6.5 Paska Penilaian

a. Memenuhi rekomendasi surveior


b. Menunggu hasil survei

2.7 Survei Akreditasi

Suvei akreditasi dilaksanakan berdasarkan permohonan rumah sakit yang


bersangkutan, rencana kerja Dinas Kesehatan Propinsi dan KARS.

Bila rumah sakit dinyatakan lulus dengan status akreditasi penuh, maka setiap 3
(tiga) tahun akan dilakukan survei ulang dan dilakukan 3 (tiga) bulan sebelum habis
masa berlakunya sertifikat akreditasi, sedangkan aspek penilaian akan ditingkatkan
secara bertahap dimulai dari aspek struktur, aspek proses dan aspek outcomes dan untuk
keperluan penilaian aspek outcomes, dikembangkan indikator mutu pelayanan.

2.8 Masa Berlaku Akreditasi

Status akreditasi berlaku selama tiga tahun kecuali ditarik oleh KARS. Status
akreditasi berlaku surut sejak hari pertama pelaksanaan survei rumah sakit atau saat
survei ulang. Pada akhir tiga tahun siklus akreditasi rumah sakit, rumah sakit harus
melaksanakan survei ulang untuk perpanjangan status akreditasi.

2.9 Joint Commission International (JCI)

JCI merupakan standar yang dibuat agar pelayanan kesehatan rumah sakit berfokus
pada pasien dan diterapkan sesuai dengan budaya setempat untuk peningkatan mutu
pelayanan secara berkesinambungan.

2.9.1 Jadwal Proses Akreditasi

 Kirim aplikasi yang telah direvisi dan jadwalkan survei ulang untuk
akreditasi JCI tiga tahunan.

 Menerima keputusan akreditasi dan laporan temuan akreditasi resmi dari JCI

 Dilaksanakan survei JCI

 Pemimpin tim survei JCI menghubungi organisasi untuk menetapkan


agenda survei.

 Menerima dan mengisi formulir kontrak survei JCI dan instruksi perjalanan
 Kirim aplikasi untuk survei kepada JCI dan jadwalkan tanggal survei
dengan JCI

 Mendapatkan manual standar JCI dan mulai persiapan menghadapi


akreditasi JCI

2.9.2 Standar JCI

• SIKP-1 = Mengidentifikasi pasien dengan benar.

• SIKP-2 = Meningkatkan Komunikasi yang baik

• SIKP-3 = Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.

• SIKP-4 = Memastikan lokasi pembedahan dengan benar

DAFTAR PUSTAKA

SNARS Ed. 1 Tahun 2018

JCI Publication & Services Tahun 2018

Você também pode gostar