Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
NPM: 1506686993
UTS Modal Sosial dan Masyarakat Sipil
1.C) Analisa Modal Sosial pada Industri Sepatu di Kecamatan Tamansari, Bogor
Prinsip dasar konsep modal sosial adalah kelompok-kelompok masyarakat yang
memiliki seperangkat nilai sosial dan budaya yang menghargai pentingnya kerjasama yang
dapat maju dan berkembang dengan kekuatan sendiri. Modal sosial menekankan perlunya
kemandirian dalam mengatasi masalah sosial dan ekonomi, sementara bantuan dari pihak luar
dianggap sebagai pelengkap guna memicu inisiatif dan produktivitas. Konsep modal sosial
muncul dari pemikiran bahwa masyarakat tidak mungkin dapat secara individu mengatasi
berbagai masalah yang dihadapinya.
Modal sosial dinyatakan sebagai modal produktif yang terdiri atas rasa percaya (trust),
kemampuan seseorang dalam membangun jaringan kerja (network), serta kepatuhannya
terhadap norma yang berlaku dalam industri kecil (norms). Modal tersebut memberi
keuntungan untuk mengakses modal lainnya serta memfasilitasi kerjasama antar pelaku
ekonomi lain. Trust adalah dasar dari perilaku moral dimana modal sosial dibangun. Moralitas
ini menyediakan arahan bagi kerjasama dan koordinasi sosial dari semua aktivitas sehingga
manusia dapat hidup bersama dan berinteraksi satu dengan lainnya. Network adalah jaringan
kerja yang berperan dalam membangun koalisi dan koordinasi. Modal sosial mencakup tiga
bentuk jaringan yakni mengikat (bonding), menyambung (bridging), dan mengait (linking).
Secara sederhana, norms merupakan nilai bersama yang mengatur perilaku individu dalam
suatu masyarakat atau kelompok. Norms memiliki prinsip berkeadilan yang dapat
mengarahkan pelaku untuk berperilaku yang tidak mementingkan diri sendiri.
Umumnya, sebagian besar populasi industri kecil berlokasi di pedesaan, sehingga jika
dikaitkan dengan kenyataan tenaga kerja yang semakin meningkat serta luas tanah garapan
yang semakin berkurang maka industri kecil merupakan jalan keluarnya. Selain menjalankan
perencaan strategi peningkatan industri kecil, pemerintah juga melihat pembangunan industri
kecil ini berkontribusi besar bagi penurunan angka kesenjangan yang terjadi di perkotaan
dengan pedesaan. Penguatan sosial ekonomi ini dapat berjalan dengan baik apabila identifikasi
kondisi sosial industri kecil terlaksana dengan baik. Dalam berbagai kegiatan ekonomi orang-
orang yang memiliki modal sosial akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar daripada
mereka yang tidak memilikinya (Robinson et al., 2002). Penting juga diketahui bentuk-bentuk
transaksi yang dalam teori ekonomi dianggap sebagai non-ekonomi karena tidak dapat secara
langsung memaksimalkan keuntungan material. Padalah sebenarnya dalam setiap transaksi
modal ekonomi selalu disertai oleh modal immaterial yang berbentuk modal budaya dan modal
sosial.
Mayoritas penduduk Kecamatan Tamansari sangat bergantung kehidupnya pada sektor
industri sepatu. Secara historis, mereka telah lama mendalami pekerjaan sebagai buruh sepatu
atau pengusaha bengkel sepatu. Konsekuensi yang tercipta dari keterpaparan industri sepatu
ini adalah timbulnya presepsi masyarakat yang memandang modal ekonomi lebih bermanfaat
ketimbang pendidikan (modal budaya). Tentu kebiasaan tersebut, mempengaruhi kompetensi
pekerja yang nantinya secara tidak langsung juga menurunkan kesejahteraan mereka.
Meskipun begitu, kita tidak bisa menampikan bahwa pekerjaan sebagai buruh sudah
mendasar atau menginternalisasi di masyarakat Kecamatan Tamansari. Yang terpenting adalah
bagaimana pekerja dapat saling percaya terhadap satu sama lain yang mendorong rasa
kebersamaan dan bekerjasama dalam mengatasi permasalahan itu. Kepercayaan memegang
peranan penting dalam kelangsungan usaha sepatu. Lamanya waktu industri sepatu di
Kecamatan Tamansari, memberikan potensi bagi pelaku usahanya yang dapat secara mudah
percaya dengan sesama. Adanya perasaan thick trust, menciptakan jalinan jaringan kerja
informal menjadi semakin intensif yang nantinya akan menaikkan produktivitas mereka
(Bonding Social Capital). Rasa kepercayaan dengan sesamanya ini memberikan rasa
kenyamanan dalam bekerja. Dari sudut pandang pemodal, kepercayaan yang diberikan oleh
pelanggan harus dijaga agar usaha yang dikerjakan senantiasa berjalan lancar. Pesanan
pelanggan dikerjakan dengan tepat waktu sesuai permintaan. Sepatu yang diproduksi juga
harus sesuai dengan selera dan keinginan pelanggan.
Selanjutnya mengenai jaringan yang dilihat dari pelaku usaha dengan pemerintah dan
jaringan pemasaran. Keberhasilan pembangunan industri sepatu melibatkan hubungan pelaku
usaha dengan pihak luar. Pelaku usaha industri sepatu perlu membentangkan jaringan mereka
sebanyak-banyaknya, seperti berhubungan dengan pelaku usaha sejenis, kementerian industri,
bank atau koperasi, dan lain-lain (Bridging Social Capital). Dalam mengatasi permasalahan
kompetensi, industri sepatu perlu menciptakan hubungan dengan stakeholder yang ada
(Linking Social Capital). Misalnya, peran pemerintah yang memberikan pelatihan atau
sertifikat terhadap pekerja yang harapannya dapat menaikkan rasa kepercayaan pelanggan.
Kepercayaan menjadi komponen penting dari jaringan kerja dan partisipasi dalam tiap
anggotanya. Kemudian, industri sepatu seringkali tertimpa masalah biaya bahan baku,
pemerintah juga perlu mendirikan industri pendukung atau setidaknya memberikan koneksi
terhadap para penjual bahan baku yang murah. Setelah itu, koneksi dengan bank atau koperasi
mengantarkan dukungan finansial industri sepatu yang nantinya dapat meningkatkan
produktivitas barang.
Dalam penerapannya, pemasaran usaha industri sepatu memerlukan bantuan dari teman
atau kolega. Pemodal usaha sepatu memanfaatkan jaringan pemasaran dengan menggunakan
promosi dari mulut ke mulut (kepercayaan). Pemerintah berperan penting dalam membantu
melancarkan jaringan pemasaran. Misalnya setiap kunjungan Pemerintah Daerah Bogor selalu
mempromosikan hasil karya sepatu yang ada di Desa Sukajaya dan Desa Pasireurih, sehingga
promosi tersebut akan menggaet konsumen lainnya. Selain itu, untuk menjaga daerah
pemasaran yang lebih luas maka usaha ini membentuk agen sesuai dengan penyalur, sehingga
hasil produksi usaha bisa sampai ke tangan konsumen yang terletak jauh dari tempat usaha.
Norma, menjaga hubungan baik dan kepercayaan baik antar sesama masyarakat dengan
pihak pemberi bantuan, menghasilkan citra jaminan yang kuat dan bisa diandalkan bagi bank
atau investor lainnya. Maka, adanya standarisasi produksi pekerja dapat mendorong rasa
kepercayaan para investor. Pelaku usaha sepatu di Kecamatan Tamansari telah memiliki
standarisasi sendiri yang telah mengakar lama. Sehingga, ketika ada anggota atau pekerja yang
tidak sesuai dengan standarisasi tersebut, tindakan pemberian sanksi merupakan solusi terbaik.
Kualitas produksi yang baik juga meningkatkan nilai brand yang dimiliki pelaku usaha
sepatu. Membangun brand dapat dilakukan dengan publikasi secara tidak langsung. Seperti
halnya, Pemerintah Daerah Bogor mempromosikan sepatu yang berasal dari Desa Sukajaya
dan Desa Pasireurih. Urgensi branding dalam pemasaran dikonstruksi dengan cara merubah
mindset (pola pikir) dikalangan internal bahwa brand adalah asset yang sangat berharga.
Sebuah asset usaha yang harus dijaga, dipertahankan nilai-nilainya sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari kebutuhan konsumen. Untuk memenangkan persaingan pasar nilai-nilai
ekuitas brand harus dikelola dengan terencana, strategis dan mampu menjawab tantangan
ekspektasi konsumen.
Refrensi
Buku
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2017. Kecamatan Tamansari Dalam Angka 2017.
Bogor: BPS
Murtadlo, Arif. 2013. Upaya Pengembangan Usaha Pengrajin Batik Malangan. Malang: Jurnal
Ilmiah Universitas Brawijaya
MPS A. 2017. Pengaruh Tingkat Religiositas dan Status Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat
Depresi Penduduk Usia Produktif Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Sukaresmi,
Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Depok: Makalah
Universitas Indonesia
Nastain, Muhammad. 2017. Branding dan Eksistensi Produk (Kajian Teoritik Konsep
Branding dan Tantangan Eksistensi Produk). Yogyakarta: Skripsi Program Studi Ilmu
Komunikasi Universitas Ahmad Dahlian
Siahaan, Sanggam Ernist B. 2008. Analisis Aktivitas Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri
Kecil Sepatu di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Bogor: Skripsi Institut
Pertanian Bogor
Syahra, Rusydi. 2003. Modal Sosial: Konsep dan Aplikasi. Jurnal Masyarakat dan Budaya,
Volume 5 No. 1
Vipriyanti, Nyoman Utari. 2007. Studi Sosial Ekonomi Tentang Keterkaitan Antara Modal
Sosial dan Pembangunan Ekonomi Wilayah. Bogor: Disertasi Institut Pertanian Bogor
Website
http://jatim.tribunnews.com/2018/08/20/hambatan-industri-sepatu-indonesia-minimnya-
investor-pemasok-bahan-baku-hingga-kenaikan-pph-impor yang diakses pada 28
Oktober 2018 pada pukul 22.00
http://www.smeindonesia.org/tantangan-industri-sepatu-indonesia/3288/ yang diakses pada 28
Oktober 2018 pada pukul 21.00
https://katadata.co.id/berita/2017/01/04/tahun-ini-ikm-ditargetkan-produksi-alas-kaki-senilai-
rp-2425-triliun yang diakses pada 28 Oktober 2018 pada pukul 10.00
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/11/07/222300826/indonesia-5-besar-eksportir-alas-
kaki-dunia yang diakses pada 28 Oktober 2018 pada pukul 11.30