Você está na página 1de 16

PAPER

ANALISIS MANAJEMEN PRA BENCANA, RAPID HEALTH


ASESSMENT, DAN SURVEILANS BENCANA KERUSUHAN SAMPIT
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Bencana)

Dosen pengampu:
Irma Prasetyowati S.KM., M.Kes.

Kelompok 3
Oleh:
Alny Putri Bintari 152110101220
Eka Yusi Marlinda 162110101002
Natasya Cahya F 162110101031
Dewi Ratna Sari 162110101046
Ana Swastika K 162110101212

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2018
1. Manajemen Pra Bencana

Manajemen pra bencana dilakukan agar tidak terjadi perang sampit


susulan. Manajemen pra bencana dilakukan dengan cara menerbitkan Perda
Nomor 5 Tahun 2004 Kabupaten Kotawaringin Timur. Langkah-langkah yang
ditempuh untuk melakukan manajemen pra bencana perang sampit ialah:
a. Pemulangan Etnis Madura dari pengungsian, hidup berdampingan dan saling
menjunjung prinsip kesetaraan.
Warga Madura yang ingin kembali ke Sampit wajib memenuhi
ketentuan ayat (2) pasal ini bahwa”etnik dampak konflik (Madura) wajib
menjunjung tinggi falsafah “belom bahadat” dan falsafah “ dimana bumi
dipijak di sana langit dijunjung”. Pemenuhan kewajiban ini oleh warga
Madura merupakan pemenuhan hak warga Dayak sebagai warga ‘asli’ untuk
mendapatkan penghormatan sepantasnya atas nilai-nilai luhur, tradisi dan cara
hidup yang telah mereka jalani secara turun temurun namun mengalami
gangguan akibat tidak hiraunya warga pendatang terutama warga Madura
akan eksistensi nilai-nilai, tradisi dan cara hidup ini.

b. Meningkatkan pendidikan terutama kepada generasi muda


Kebodohan akibat pendidikan yang rendah juga dituding sebagai salah
satu faktor penyebab timbulnya konflik etnis. Di kalangan Suku Madura, para
preman yang kerap membuat kekacauan, ditengarai berasal dari kelas
masyarakat yang berpendidikan rendah atau bahkan tidak mengenyam
pendidikan sama sekali. Mereka biasanya bekerja sebagai buruh tambang,
nelayan dan buruh kasar lainnya. Di lain pihak, warga Dayak juga masih
sangat banyak yang memiliki pendidikan rendah karena akses pendidikan
terbatas. Salah satu yang menjadi keluhan Suku Dayak adalah banyak orang
yang melabeli mereka dengan bodoh, malas dan lemah meskipun ada juga
beberapa orang Dayak yang menyandang gelar akademik tinggi. Kaum
pekerja yang tidak terdidik dan terlatih ini, akhirnya tumpah ruah dan berebut
nafkah di lapangan pekerjaan yang kasar dan berat seperti pertambangan
emas seperti di Kereng Pangi. Kondisi inilah yang menjadi awal lahirnya
pertikaian dan memupuk konflik etnik. Pendidikan diarahkan terutama
kepada generasi muda agar dengan pendidikan yang dimilikinya dapat
mencapai akses menuju pekerjaan yang lebih baik, memiliki wawasan yang
lebih baik, memahami lingkungan dan menatap perbedaan juga dengan lebih
baik sebagai suatu prasyarat meminimalisir tumbuhnya benih-benih konflik
menjadi kerusuhan berdarah.

c. Pendidikan keagamaan dan kerohanian


Sifat keberagamaan warga Madura merupakan suatu ciri khas
tersendiri, mereka sangat fanatik dengan agamanya dan organisasi
keagamaannya meskipun banyak diantara mereka tidak mempraktekan ajaran
agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari sekalipun itu merupakan ibadah
wajib semacam sholat. Fanatisme keagamaan yang disandang oleh mereka
yang tidak memahami agama secara benar dan mendalam merupakan suatu
bahaya karena mereka biasanya kurang dapat menerima adanya pluralitas
keagamaan. Pendidikan keagamaan dan kerohanian dimaksudkan agar
toleransi antar agama semakin meningkat dan terjaga seiring peningkatan dan
pemahaman keagamaan dan praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari.

d. Pembinaan dan pengajaran budi pekerti


Sisi inilah titik singgung utama dan sumber gesekan antara warga
Dayak dengan warga pendatang terutama Madura. Budi pekerti menjadi
penting karena ia merupakan panduan dalam pergaulan hidup bermasyarakat.
Agama menjadi pegangan namun agama lebih banyak dipahami secara intern
oleh mereka-mereka yang beragama sama. Budi pekerti menjembatani
hubungan antar budaya sehingga terhindar dari sifat iri, prasangka dan
kecurigaan.

e. Penataan Pemukiman dan penghindaran pemukiman bergerombol


berdasarkan etnis tertentu
Hal ini tercantum dalam Pasal 3 (2). Penataan fisik menyangkut
beberapa hal penting diantaranya penghindaran pengelompokan hunian warga
berdasarkan etnis sebagaimana yang terjadi sebelum meletusnya kerusuhan
Sampit. Bukan merupakan rahasia umum bahwa warga Madura senang
membangun rumah secara bergerombol dengan sesama warga Madura dan
tidak ingin berbaur dengan masyarakat etnik lainnya. Pemukiman-
pemukiman eksklusif ini telah menjadi masalah tersendiri karena kadang-
kadang menjadi lokasi pelarian dari warga yang melakukan tindak pidana
untuk menghindari tanggungjawab sehingga menyulitkan penyidikan dan
penuntasan suatu tindak pidana. Kondisi ini sebenarnya telah lama
dikeluhkan warga Dayak, namun respon dari pemerintah sangat kurang
hingga terjadinya Kerusuhan Sampit. Perda akhirnya menjadi alat dan
implementasinya sebagai momentum bagi penataan lingkungan menuju
lingkungan yang inklusif, yang berbaur dalam upaya menyeponsori saling
mengenal menghilangkan kesalahpahaman untuk menghindarkan dan
menyelesaikan konflik. Kehidupan membaur antar etnis ini betul-betul
dijumpai dalam masyarakat Sampit.

f. Melakukan pendataan warga Madura yang akan kembali ke Sampit


Pada Pasal 5 hingga Pasal 10 diatur, untuk mencegah masuknya warga
Madura yang bukan penduduk Sampit sebelum terjadinya kerusuhan, maka
penduduk Madura yang akan diijinkan untuk kembali ke Sampit terlebih
dahulu didata secara berjenjang dari tingkat RT/RW dan Kelurahan/Desa. Ini
mengandung maksud bahwa pendatang gelap yang belum pernah atau tidak
berkehendak secara tulus tinggal di Sampit yang dibuktikan dengan
pengurusan dokumen-dokumen kependudukan tidak mungkin akan terdata
karena dengan adanya pendataan ini yang akan tercatat sebagai penduduk
adalah mereka yang dikenal oleh warga sekitar. Hasil pendataan ini kemudian
dicocokan dengan data penduduk yang sah yang dokumen atau tinggal atau
kembali ke Sampit. Pendaftaran ini tentu dengan melengkapi persyaratan-
persyaratan yang ditentukan yang pada intinya membuktikan bahwa yang
bersangkutan dikenal, mengenal, memiliki motif tinggal yang jelas dan
dibuktikan dengan identitas diri, memiliki pekerjaan yang tetap dan jelas,
memiliki tempat tinggal yang tetap, dikenal dan menganal warga setempat
termasuk juga pernah terdaftar di RT/RW. database-nya telah dimiliki Pemda,
yang dilanjutkan dengan pendaftaran penduduk yang dilakukan oleh warga
Madura yang masih berkehendak untuk.

Pada dasarnya ketentuan dalam Perda ini merupakan penyaring agar


masyarakat Madura yang akan kembali ke dan berada di Sampit bukanlah
masyarakat yang dikeluhkan tidak hanya oleh Dayak tetapi juga masyarakat
suku lainnya yaitu Suku Madura yang tidak memiliki pekerjaan dan jelas
sehingga jadi “preman”, tidak memiliki tempat tinggal yang jelas sehingga
jadi penyelundup di rumah kerabat yang sewaktu-waktu melakukan tindak
kejahatan dapat melarikan diri tanpa terdeteksi dan dengan mudah diingkari
keberadaannya oleh keluarga yang menampung.

Selain pendataan, 4 syarat utama warga Madura yang ingin kembali ke


Sampit ialah:

a. Wajib dan sanggup menaati nilai-nilai budaya serta adat istiadat setempat
dan meninggalkan budaya kekerasan.

b. Tidak terlibat langsung pada peristiwa konflik dan tidak terdaftar dalam
pengurus IKAMA

c. Tidak menuntut ganti rugi atas kerugian yang timbul akibat konflik baik
pidana maupun perdata

d. Tidak pernah melakukan/terlibat dalam tindak pidana

2. Analisis RHA (Rapid Health Assesment) Bencana Kerusuhan (Perang


Suku) di Sampit

a. RHA Kerusuhan di Sampit


Menurut WHO, RHA adalah kegiatan pengumpulan data dan
informasi dengan tujuan untuk menilai kerusakan dan mengidentifikasi
kebutuhan dasar yang diperlukan segera sebagai respon dalam suatu
kejadian bencana. RHA dilakukan untuk menentukan tindakan dan
bantuan yang diperlukan. Dengan adanya RHA ini diharapkan tindakan
dan bantuan dapat terdistribusi dengan cepat dan tepat (Khambali, 2017).
RHA kerusuhan di Sampit adalah penilaian kesehatan cepat dalam
kerusuhan akibat perang suku di Sampit antara suku Dayak dan Madura
melalui pengumpulan informasi cepat dan analisis besaran masalah
sebagai dasar mengambil keputusan akan kebutuhn untuk tindakan
penanggulangan segera.

b. Tujuan
1) Tujuan Umum: Untuk mengukur besaran masalah kesehatan akibat
perang suku di Sampit, hasilnya berbentuk rekomendasi untuk
digunakan dalam pengambilan keputusan penanggulangan kesehatan.
2) Tujuan Khusus: Untuk menilai Jenis Bencana; Lokasi kejadian
kerusuhan; Penduduk yang terkena dampak kerusuhan; Dampak yang
terjadi di bidang kesehatan; Kemampuan Sumber Daya Manusia
c. Tim RHA
Tim RHA beranggotakan personal yang mewakili bidang sesuai
dengan kebutuhan pengkajian yang akan dilakukan. Minimal terdiri dari:
1) Unsur medis yang berfungsi untuk menilai dampak dan kebutuhan
pelayanan medis bagi korban. Sebagai berikut:
a) Puskesmas setempat dan sekitar : segera mengerahkan dan
menyiapkan petugas kesehatan untuk menangani korban
kerusuhan
b) RS : Rumah sakit siap siaga dalam menindaklanjuti dan
menerima rujukan bencana kerusuhan
c) Dinas Kesehatan Kota : Memerintahkan semua puskesmas untuk
melibatkan/ mengirim tenaga kesehatan
2) Unsur Epidemiologi (surveilans) yang berfungsi untuk menilai
dampak dan kebutuhan pengendalian masalah kesehatan masyarakat
korban bencana, terutama pengungsi, seperti:
a) Kemungkinan munculnya luka infeksi
b) Kemungkinan munculnya penyakit menular akibat mayat yang
mulai membusuk
c) Kemungkinan munculnya penyakit pernafasan
3) Unsur sanitarian/ lingkungan yang berfungsi untuk menilai dampak
dan kebutuhan terhadap komponen-komponen yang memengaruhi
kesehatan manusia seperti: tempat pengungsian yang aman, dapur
umum, air bersih, toilet, dan pembuangan sampah.
4) Penyusunan Instrumen
No Lokasi Waktu Jumlah Lokasi Masalah kesehatan dan
Kejadian kejadian penduduk pengungsian dampaknya
yang
terkena

1. Sampit, 18 ± 1000 - 1. Jumlah korban


Kalimantan Februari jiwa pengungsian Meninggal : 1000 jiwa.
Tengah 2001
2. Korban Luka: 200
jiwa.

3. Jumlah kerusakan
sarana : Gedung sekolah
: 3 Gedung,

Rumah warga :200


rumah, sarana
ibadah : 2

*100.000 orang lebih


kehilangan tempat
tinggal.

4. Potensi Air bersih :


rusak

5. Kesiapan sarana
Yankes :

RS : 3

Puskesmas : 20

6. Ketersediaan
logistik :

Obat-obatan dari
pemerintah

Makanan : donatur,
pemerintah.

7. Upaya Kesehatan
yang telah dilakukan :

Pelatihan dan simulasi


SPGDT nakes dan
masyarakat.

8. Ketersediaan
fasilitas evakuasi

Ambulan : 30

9. Geografis

Keadaan Lingkungan
hancur, terjadi
kebakaran.

10. Bantuan awal yang


diperlukan: sarana
transportasi untuk
mengungsi, tempat
pengungsian yang aman.

11. Kemampuan
Respon setempat :

SDM : ditingkatkan

Obat dan alat :


dipersiapkan

12. Hambatan yang


ada :

Kondisi lingkungan
yang tidak aman,
ancaman penyakit
menular akibat mayat
yang membusuk.

d. Pengumpulan Data
1) Waktu: segera setelah kejadian
2) Lokasi: tempat pengungsian
3) Pelaksana: Tim kesehatan yang ada di Desa, Kecamatan, Kabupaten,
maupun Provinsi terdekat.
e. Metode RHA
1) Wawancara: saksi, tokoh masyarakat, para pejabat di daerah bencana
2) Observasi: dilakukan terhadap kondisi lingkungan daerah bencana
longsor
f. Analisis RHA
1) Luasnya lokasi kejadian :
a) Hubungan transportasi dengan lokasi : perjalanan terganggu
(karena jalan tidak ada yang aman pasca kerusuhan di Sampit).
b) Dampak terhadap kelancaran evakuasi : tidak bisa secara cepat
segera sampai tempat pengungsian, namun pada intinya bantuan
bisa mencapai tempat pengungsian karena jalan transportasinya
tidak terkendala.
c) Pelayanan kesehatan : kurangnya tenaga kesehatan.
d) Lokasi pemberi bantuan : di zona aman yang ditetapkan pemerintah
di pengungsian-pengungsian yang disediakan.
2) Dampak Kesehatan terhadap penduduk :
a) Penduduk mengalami luka-luka parah.
b) Penduduk mengalami kematian.
c) Penduduk banyak Gangguan Psikis.
d) Potensi Sarana Pelayanan
3) Kurangnya tenaga kesehatan dan mendirikan posko kesehatan.
a) Potensi sumber air bersih dan sanitasi
Sudah cukup air bersih, MCK di tempat pengungsian
b) Ketersediaan logistic
Kurangnya persediaan obat-obatan untuk luka infeksi dan untuk
mengantisipasi adanya penyakit menular akibat mayat-mayat yang
mulai membusuk.
g. Rekomendasi
1) Pemindahan warga ke tempat yang aman
2) Meningkatkan jumlah tenaga kesehatan medis dan tenaga kesehatan
lingkungan
3) Meningkatkan kebutuhan normatif (pakaian)
4) Pengelolaan makanan dan minuman
5) Pengelolaan sarana kesehatan lingkungan yang diperlukan
6) Kewaspadaan dini terhadap kemungkinan kejadian luar biasa
7) Koordianasi lintas sektoral
8) Bantuan obat-obatan dan alat sesuai kebutuhan
9) Pengiriman masyarakat suku Madura yang tersisa untuk kembali ke
Madura

3. Surveilans
Surveilans Bencana yaitu pengumpulan data pada situasi bencana.
Data yang dikumpulkan berupa jumlah korban meninggal,luka sakit,jenis
luka ,pengobatan yang dilakukan,kebutuhan yang belum dipenuhi,jumlah
korban anak-anak,dewasa,lansia. Surveilans sangat penting untuk
monitoring dan evaluasi dari sebuah proses,sehingga dapat digunakan
untuk menyusun kebijakan dan rencana program. Pada kerusuhan Sampit
surveilens bencana diperlukan mengingat kerusuhan ini menyebabkan
banyaknya korban, sehingga diharapkan nantinya ada upaya berupa
kebijakan dan rencana program untuk mengatasi hal tersebut.
a. Metode surveilans:
1) Pengumpulan Data
Pelaksanaan surveilans pertama kali yang dilakukan adalah
pengumpulan data pada kondisi bencana diharapkan dilaksanakan
oleh petugas Puskesmas dibawah koordinasi Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab atas pemantauan dan
pengendalian penyakit di wilayah kerjanya. Pada kerusuhan Sampit
maka pengumpulan data dilakukan oleh petugas puskesmas dibawah
koordinasi dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Kotawaringin Timur.
Data yang dibutuhkan, meliputi:
a) Jumlah kematian dan penyebab kematian
b) Jumlah pengungsi
c) Data penyakit (Pos Kesehatan/Puskesmas)
d) Data status gizi
e) Data kualitas makanan
f) Data penyediaan air bersih dan sarana sanitasi
g) Kualitas air/udara
h) Ruang penampungan
i) Penyiapan logistik oralit, cairan infus, obat dll.

2) Sumber data surveilans, meliputi:


a) Data hasil Rapid Health Asessment (RHA) yang dilakukan pada
awal terjadinya
b) Kerusuhan Sampit.
c) Pencatatan/pelaporan di Puskesmas/Posyandu (SP2TP)
d) Register pencatatan Pos kesehatan/Posko.
e) Hasil pengukuran/pendataan di lokasi.
f) Sumber data lain terkait data di lokasi kerusuhan Sampit.
g) Laporan masyarakat.

3) Format Pecatatan dan Pelaporan


a) Format pencatatan pada kondisi kerusuhan sampit dibuat
sesederhana mungkin.
b) Laporan penyakit dilaporkan secara harian sejak dinyatakan darurat
bencana.

4) Alur Pelaporan
a) Alur pelaporan dimulai dari Pos kesehatan yang dikoordinasikan
oleh Puskesmas setempat secara harian

5) Pengolahan, Analisis dan Pemanfaatan Data Surveilans


Data penyakit dan data pendukung lain diolah dan dianalisis di
setiap jenjang baik di Pos Kesehatan lapangan, Puskesmas,
Kabupaten/Kota, dan Provinsi.
a) Pos Kesehatan/Puskesmas

Pengolahan/analisis data di tingkat Pos kesehatan/ Puskesmas


mempunyai peranan sangat penting karena dapat dilakukan
intervensi langsung terhadap permasalahan yang timbul dengan
menggunakan data harian penyakit. Setiap peningkatan kejadian
atau kasus perlu dianalisis berdasarkan waktu, tempat dan orang
untuk mewaspadai kejadian luar biasa (KLB) dan dilakukan
tindakan penanggulangan segera. Laporan Pos
Kesehatan/Puskesmas disampaikan setiap hari ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selama masa darurat bencana.
b) Tingkat Kabupaten/Kota

Pengolahan/Analisis data di tingkat Kabupaten/Kota


dilakukan untuk memantau permasalahan di semua pos
kesehatan/puskesmas dan melakukan pemetaan permasalahan
kesehatan secara menyeluruh di wilayah Kabupaten/Kota. Hasil
analisis surveilans disampaikan dan dimanfaatkan
pelaksana/pengelola program beserta lintas sektor terkait di tingkat
Kabupaten/ Kota sebagai dasar tindak lanjut di tingkat Kabupaten/
Kota, serta dilaporkan ke Dinas Kesehatan provinsi dan
ditembuskan ke KKP/BTKL sebagai UPT pusat/sentra regional
penanggulangan Bidang PP & PL/PPKK.
c) Tingkat Provinsi, Regional dan Pusat

Dampak suatu bencana mengenai beberapa wilayah


Kabupaten/Kota, untuk itu analisis surveilans yang dilaporkan
Kabupaten/Kota menjadi bahan analisis permasalahan dan
intevensi provinsi dan regional untuk melakukan yang diperlukan.
Di tingkat Pusat, pengolahan dan analisis data surveilans terkait
bencana dikoordinasikan oleh Pokja Penanggulangan Bencana
Bidang PP & PL yang diketuai oleh Sekretaris Ditjen PP & PL
Kemenkes RI dan Sekretariat di Subdit Kesehatan Matra

b. Penyakit yang berada dalam monitoring sistem surveilans pasca bencana


Penyakit yang timbul karena kondisi tempat pengungsian dibawah
standart kesehatan. Contoh penyakit dalam tabel yaitu : penyakit kulit dan
penyakit diare yang disesbabkan karena kurangnya air bersih pada
pengungsian.
Alasan : Surveilans pascabencana dimulai saat bencana terjadi dan
diakhiri ketika masa inkubasi penyakit yang terpanjang sejak saat bencana
telah terlampaui dan tak ada lagi penderita baru. Surveilans perlu
dilakukan dua kali masa inkubasi penyakit yang terpanjang.

c. Manfaat surveilans pascabencana


1) Mencari faktor resiko ditempat pengungsian korban kerusuhan
Sampit seperti air, sanitasi, kepadatan ,kualitas tempat
penampungan.
2) Mengidentifikasi Penyebab utama kesakitan dan kematian sehingga
dapat diupsurveilans ayakan pencegahan.
3) Mengidentifikasi pengungsi kelompok rentan korban Sampit seperti
anak anak, lansia,wanitan hamil,sehingga lebih memperhatikan
kesehatannya
4) Pendataan pengungsi diwilayah, jumlah, kepadatan, golongan, umur,
menurut jenis kelamin.
5) Mengidentifikasi kebutuhan seperti gizi
6) Survei Epidemiologi.

d. Waktu pelaksanaan survailens Pascabencana diselenggarakan dan kriteria


yang digunakan
Surveilans pascabencana dimulai saat bencana terjadi dan diakhiri
ketika masa inkubasi penyakit yang terpanjang sejak saat bencana telah
terlampaui dan tak ada lagi penderita baru. Ada yang mengatakan
surveilans perlu dilakukan dua kali masa inkubasi penyakit yang
terpanjang.

e. Analisis yang perlu dilakukan atas data surveilans


Analisis yang perlu dilakukan tergantung dari kesepakatan pada
awal surveilans pascabencana. Data bisa meliputi sisi masalah kesehatan.
Ini bisa juga meliputi faktor risiko tertentu. Bila hanya meliputi data
penyakit atau masalah kesehatan maka analisis penyakit menurut tempat
dan waktu bisa dilakukan. Apabila faktor risiko juga dimasukkan dalam
surveilans maka risiko relatif atau odds ratio kejadian penyakit dapat
disajikan

f. Tabel daftar penyakit khas akibat bencana


Tabel daftar penyakit dapat dibuat untuk mempermudah menentukan
prioritas masalah atau penyakit yang ditimulkan oleh bencana tersebut.
Pada kasusu kerususan tabel daftar penyakit dapat berisi tentang penyakit
yang timbul karena kondisi tempat pengungsian dibawah standart
kesehatan. Contoh penyakit dalam tabel yaitu : penyakit kulit dan penyakit
diare yang disesbabkan karena kurangnya air bersih pada pengungsian.
g. Sistem yang digunakan untuk membuat mendapatkan informasi dan
membuat respons cepat apabila ada penyakit berpotensi
Penyelidikan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan pada suatu
KLB atau adanya dugaan adanya suatu KLB untuk memastikan adanya
KLB, mengetahui penyebab, gambaran epidemiologi, sumber-sumber
penyebaran dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta menetapkan
cara-cara penanggulangan yang efektif dan efisien.
Pelaksanaan penyelidikan KLB adalah :
1) Pada saat pertama kali mendapat informasi adanya KLB atau adanya
dugaan KLB
2) Penyelidikan perkembangan KLB atau penyelidikan KLB lanjutan
3) Penyelidikan KLB untuk mendapatkan data epidemiologi KLB atau
penelitian lainnya yang dilaksanakan

Sesudah KLB berakhir Penyelidikan epidemiologi KLB


dimanfaatkan untuk melaksanakan upaya-upaya penanggulangan suatu
KLB yang sedang berlangsung, dan atau untuk mendapatkan data
epidemiologi serta gambaran pelaksanaan upaya-upaya penanggulangan
KLB yang dimanfaatkan sebagai bahan referensi dalam penanggulangan
KLB di masa yang akan datang.
Daftar Pustaka

Khambali, I. 2017. Manajemen Penanggulangan Bencana. Yogyakarta:


ANDI

Pusat Penganggulangan Krisis Kesehatan. (2014). Buku Saku


Penanggulangan Petugas Lapangan Penanggulangan Krisis
Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan .

Rahmadiana, N. (2013). Surveilans Bencana. Retrieved from


https://www.scribd.com/doc/127759154/surveilans-bencana

Ranie Ayu Hapzari, Usmi Haryani, dan Taufiq. (2002). Pejuang Hidup
Kerusuhan ETnis. Jurnal Ilmiah BErkala Psikologi vol6. No 2 ,
122-129.

Você também pode gostar