Você está na página 1de 28

LAPORAN ANALISIS LINGKUNGAN

DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA

Disusun Oleh
Erwin Setiawan, S.Kep 18NS249
Gerry, S.Kep 18NS251
Lita Wulandari, S.Kep 18NS254
Selly Resty Pratama, S.Kep 18NS296

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA
BANJARMASIN
2018

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penanganan Usaha Kesejahteraan Sosial untuk Lanjut Usia
terlantar merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
masyarakat dan keluarga. Salah satu usaha pemerintah dalam
penanganan lanjut usia terlantar adalah melalui Program Pelayanan
dalam Panti Sosial Tresna Werdha, dengan harapan lanjut usia dapat
menikmati hidupnya dengan rasa aman, tentram lahir bathin. Adapun
jenis pelayanan lanjut usia dalam panti berupa pelayanan
pengasramaan, jaminan hidup seperti makan/minum dan pakaian,
pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang termasuk rekreasi,
bimbingan sosial, mental dan agama serta latihan ketrampilan.
Jumlah lanjut usia (lansia) di Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Menurut Badan
Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 jumlah lansia di Indonesia
mencapai angka 18,55 juta jiwa atau setara dengan 7,78 % dari
jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut meningkat pada tahun
2014 sebanyak 20,24 juta jiwa atau 8,03% dari jumlah penduduk
Indonesia. Menurut BPS jumlah lansia di Kalimantan Selatan juga
mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, dari 5,03%
menjadi 6,13% dari jumlah penduduk di Kalimantan Selatan pada
tahun 2012 dan 2014. Hal ini menandakan bahwa terjadi peningkatan
angka harapan hidup di Indonesia setiap tahunnya.
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun. Lansia memiliki kebutuhan fisiologis yang harus dipenuhi
antara lain, higiene, nutrisi, kenyamanan, oksigenasi, cairan elektrolit,
ekskresi urin dan fekal, dan tidur.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa mengerti tentang analisis SWOT
b. Mahasiswa mengerti tentang tujuan analisis SWOT
c. Mahasiswa mampu menganalisis SWOT
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kekuatan yang ada di
PSTW Budi Sejahtera.
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi ancaman dan kelemahan
yang ada di PSTW Budi Sejahtera.
c. Mahasiswa mampu menganalisis kekurangan di PSTW Budi
Sejahtera.
d. Mahasiswa mengetahui bagaimana strategi pengembangan
PSTW Budi Sejahtera.

C. Manfaat
Analisis SWOT bisa dianggap sebagai metode analisis yangg paling
dasar, yang bermanfaat untuk melihat suatu topik ataupun suatu
permasalahan dari 4 empat sisi yang berbeda. Hasil dari analisa
biasanya berupa arahan ataupun rekomendasi untuk
mempertahankan kekuatan dan untuk menambah keuntungan dari
segi peluang yang ada, sambil mengurangi kekurangan dan juga
menghindari ancaman. Jika digunakan dengan benar, analisis ini
akan membantu untuk melihat sisi-sisi yang terlupakan atau tidak
terlihat selama ini. Analisis SWOT merupakan instrumen yang
bermanfaat dalam melakukan analisis strategi. Analisis ini berperan
sebagai alat untuk meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam
PSTW Budi Sejahtera serta menekan dampak ancaman yang timbul
dan harus dihadapi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Lansia


1. Definisi
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke
atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan
proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan
dari dalam dan luar tubuh (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua
(Nugroho, 2008).
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia (Keliat, 1999 dalam Maryam, dkk., 2008). Sedangkan
menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan
dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun (Maryam, dkk., 2008).
Penuaan (menjadi tua) merupakan proses natural dan kadang-
kadang tidak mencolok. Penuaan (aging) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan
fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk
infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo & Hadi, 2000
dalam Utomo, 2010). Penuaan merupakan proses secara berangsur
mengakibatkan perubahan yang kumulatif dan mengakibatkan perubahan di
dalam yang berakhir dengan kematian (Hardywinoto & Setiabudhi, 2005
dalam Utomo, 2010).
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari
suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan
tubuh untuk beradaptasi dengan stes lingkungan. Penurunan kemampuan
berbagai organ, fungsi dan sistem tubuh itu bersifat alamiah atau fisiologis.
Penurunan tersebut disebabkan berkurangnya jumlah kemampuan sel
tubuh (Utomo, 2010).
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Menua
(menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memeperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantindes, 1994
dalam Supriyono, 2015). Menurut UU No. 4 Tahun 1965 dalam pasal 1
dinyatakan sebagai berikut: seorang dapat dikatakan sebagai jompo atau
lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak
mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Menurut UU No.
13/Th.1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang berbunyi sebagai
berikut: BAB 1 Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi: Lanjut usia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas.

2. Teori Proses Menua


a. Teori – teori Biologi
Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory). Menurut teori
ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari
sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
1) Pemakaian dan rusak. Kelebihan usaha dan stres menyebabkan
sel – sel tubuh lelah (rusak).
2) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory). Di dalam
proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus.
Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
3) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory).
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ tubuh.
4) Teori stress. Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha
dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
5) Teori radikal bebas. Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas,
tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan
osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan
protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat
regenerasi.
6) Teori rantai silang. Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya
menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.
Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan
hilangnya fungsi.
7) Teori program. Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah
sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.
b. Teori Kejiwaan Sosial
1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory). Lansia mengalami
penurunan jumlah kegiatan yang dapat dilakukannya. Teori ini
menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
2) Ukuran optimum (pola hidup). Dilanjutkan pada cara hidup dari
lansia. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan
individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
3) Kepribadian berlanjut (continuity theory). Dasar kepribadian atau
tingkah laku tidak berubah pada lansia. Teori ini merupakan
gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia sangat
dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
4) Teori pembebasan (disengagement theory). Teori ini menyatakan
bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-
angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan
ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara
kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan
ganda (triple loss), yakni, kehilangan peran; hambatan kontak
social; berkurangnya kontak komitmen.

Sedangkan Teori penuaan secara umum menurut (Azizah &


Ma’rifatul, 2011 dalam Kementerian Kesehatan RI, 2016) dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
a. Teori Biologi
1) Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu
dan kebanyakan sel–sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50
kali. Jika seldari tubuh lansia dibiakkanlalu diobrservasi di
laboratorium terlihat jumlah sel–sel yang akan membelah
sedikit. Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem
musculoskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam
sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena
rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko akan
mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang
sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki
diri.
2) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya
pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan
dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam
jaringan tertentu. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan
kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan
bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda.
Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit
yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal,
seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini dapat lebih mudah
dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang
kehilangan elastisitanya dan cenderung berkerut, juga terjadinya
penurunan mobilitas dan kecepatan pada system
musculoskeletal.
3) Keracunan Oksigen
Teori ini tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di
dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang
mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa
mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan
mempertahankan diri dari toksin tersebut membuat struktur
membran sel mengalami perubahan serta terjadi kesalahan
genetik. Membran sel tersebut merupakan alat sel supaya dapat
berkomunikasi dengan lingkungannya dan berfungsi juga untuk
mengontrol proses pengambilan nutrisi dengan proses ekskresi
zat toksik di dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada
membran sel yang sangat penting bagi proses tersebut,
dipengaruhi oleh rigiditas membran. Konsekuensi dari
kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel
oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua
jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan kerusakan sistem tubuh.
4) Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa
penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem
yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih,
juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses
penuaan. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca
tranlasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem
imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi isomatik
menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel,
maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh
menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai
sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang
menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Disisi lain sistem
imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan
pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker
menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-
belah.
5) Teori Menua Akibat Metabolisme Menurut Mc. Kay et all., (1935)
yang dikutip Darmojo dan Martono (2004), pengurangan
“intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat
pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur
karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena
menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme.
Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang merangsang
pruferasi sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan.
b. Teori Psikologis
1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
2) Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara
keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun
dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini
menyatakan bahwa pada lansia yang sukses adalah mereka
yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan social.
3) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
4) Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia.
Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam
memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri
dengan masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan
interpersonal.
5) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
6) Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya.
3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penuaan
a) Hereditas atau ketuaan genetik
b) Nutrisi atau makanan
c) Status kesehatan
d) Pengalaman hidup
e) Lingkungan
f) Stres
4. Perubahan – Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial
dan sexual (Azizah & Ma’rifatul, 2011 dalam Kementerian Kesehatan RI,
2016).
1) Perubahan Fisik
a) Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran)
oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga
dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi,
suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada
usia diatas 60 tahun.
b) Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak
elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga
menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi
glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna
coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
c) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan
penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi..
Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan
jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang
tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada persendian menjadi
lunak dan mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi
rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan
degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya
kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang:
berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari
penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan
lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot:
perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung
dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Sendi;
pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan
fasia mengalami penuaan elastisitas.
d) Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa
jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan
jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh penumpukan lipofusin,
klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan
ikat.
e) Sistem respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas
total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru
berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang.
f) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan
gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa
lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
g) Sistem perkemihan. Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang
signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya
laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
h) Sistem saraf. Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi
dan atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia
mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan
aktifitas sehari-hari.
i) Sistem reproduksi. Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai
dengan menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada
laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun
adanya penurunan secara berangsur-angsur.
2) Perubahan Kognitif
a) Memory (Daya ingat, Ingatan)
b) IQ (Intellegent Quotient)
c) Kemampuan Belajar (Learning)
d) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
e) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
f) Pengambilan Keputusan (Decision Making)
g) Kebijaksanaan (Wisdom)
h) Kinerja (Performance)
i) Motivasi
3) Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan famili.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
4) Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.
5) Perubahan Psikososial
a) Kesepian. Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat
meninggal terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan,
seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama pendengaran.
b) Duka cita (Bereavement). Meninggalnya pasangan hidup, teman
dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat meruntuhkan
pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat
memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
c) Depresi. Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan
kosong, lalu diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut
menjadi suatu episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan
karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.
d) Gangguan cemas. Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik,
gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan
gangguan obsesif kompulsif, gangguangangguan tersebut merupakan
kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder
akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala
penghentian mendadak dari suatu obat.
e) Parafrenia. Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan
waham (curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-
barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia
yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
f) Sindroma Diogenes. Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan
penampilan perilaku sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor
dan bau karena lansia bermain-main dengan feses dan urin nya,
sering menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah
dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.

Menurut (Nugroho, 2000 dalam Kementerian Kesehatan RI, 2016)


perubahan Fisik pada lansia adalah :
a) Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya
cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal,
dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme
perbaikan sel.
b) Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun,
berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra
sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan
pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih
sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah,
kurang sensitive terhadap sentuhan.
c) Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih
suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis,
daya membedakan warna menurun.
d) Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi
suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti
kataPkata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran
timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
e) Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku karena kemampuan jantung
menurun 1% setiap tahun sesudah kita berumur 20 tahun, sehingga
pembuluh darah kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh
darah. Berkurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi, misalnya perubahan posisi dari tidur ke duduk atau duduk
ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65
mmHg dan tekanan darah meninggi, karena meningkatnya resistensi
dari pembuluh darah perifer.
f) Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pengaturan suhu hipotalamus yang dianggap bekerja sebagai suatu
thermostat (menetapkan suatu suhu tertentu). Kemunduran terjadi
karena beberapa faktor yang mempengaruhi yang sering ditemukan
adalah temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan
tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi aktifitas
otot rendah.
g) Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, sehingga kapasitas residu
meningkat, mengakibatkan menarik nafas lebih berat, kapasitas
pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas menurun pula.
Selain itu, kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas silia),
O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, dan CO2 arteri tidak berganti.
h) Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun,
pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun,
waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul
konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
i) Sistem urinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun
sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi
atrofi vulva, selaput lendir mengering, elastisitas jaringan menurun
dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada
seks sekunder.
j) Sistem Endokrin
k) Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH),
penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone,
dan testoteron.
l) Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses
keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas
akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras
dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya,
perubahan pada bentuk sel epidermis.
m) Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan
pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon
mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga
gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.

5. Perubahan Psikososial
a) Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi
adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology),
misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin
rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang
yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat
ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi
fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan
suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Seorang lansia ansia agar dapat menjaga kondisi fisik yang sehat,
perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik
maupun sosial, dengan cara mengurangi kegiatan yang bersifat
melelahkan secara fisik. Seorang lansia harus mampu mengatur cara
hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara
seimbang.
b) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lansia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti: Gangguan jantung,
gangguan metabolism (diabetes millitus, vaginitis), baru selesai operasi:
prostatektomi), kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna
atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti
antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual
b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya.
c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupan.
d. Pasangan hidup telah meninggal.
e. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
c) Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah seorang lansia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar,
persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga
menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat.
Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian
lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe
kepribadian lansia sebagai berikut :
a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personality), biasanya tipe
ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai
sangat tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada
masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan
otonomi pada dirinya.
c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personality), pada tipe ini
biasanya sangat dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, apabila
kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak
bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan
yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera
bangkit dari kedukaannya.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini
setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan
kehidupannya, banyak keinginan yang kadangkadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi
ekonominya menjadi morat-marit.
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self hate personality), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu
orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

d) Perubahan yang Berkaitan dengan Pekerjaan


Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.
Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati
hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering
diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri.
Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari
model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang
merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah
acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut
sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif
maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan
dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar
pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun
yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan
diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan
memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan
terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu
dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap
memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan
setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan
yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara
berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis
dan macamnya.
e) Perubahan dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan,
gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau
bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk,
pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya
sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang
bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk
berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul
perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan
barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila
ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia
yang memiliki keluarga masih sangat beruntung karena anggota keluarga
seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut
membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan
pengorbanan. Namun bagi lansia yang tidak punya keluarga atau sanak
saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun
tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup
sendiri di perantauan, seringkali menjadi terlantar.

B. Analisa SWOT
1. Definisi Analisis SWOT
Analisa SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang
bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan
kondisi sebagai faktor masukan, dan kemudian di kelompokan menurut
skontribusinya masing-masing. Satu hal yang harus diingat, baik oleh para
pengguna analisa SWOT, bahwa analisa SWOT adalah semata-mata sebuah
alat analisa yang ditunjukkan untuk menggambarkan situasi yang sedang
dihadapi atau yang mungkin akan dihadapi oleh organisasi, dan bukan
sebuah alat analisa ajaib yang mampu memberikan jalan keluar bagi masalah
yang dihadapi oleh organisasi. Analisa SWOT adalah metode perencana
strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (Srenghts) dan
ancaman (Threahts) dalam suatu proyek atau spekulasi bisnis. Keempat
faktor itulah yang membentuk akronim SWOT (Srenghts, Weakness,
Oppurtunitys, Threathts).
Proses ini yang melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi
bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang
mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisa SWOT
dapat diterapkan dengan cara menganalisis berbagai hal yang mempengaruhi
ke empat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matriks SWOT
dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan atau (streghts) mampu
mengambil keuntungan (advantage) dari peluang (opportunitys) yang ada,
bagaimana cara mengatasi kelemahan (weekness) yang mencegah
keuntungan (advantage) dari peluang (opportunitys) yang ada, selanjutnya
bagaimana kekuatan mampu mengahadapi ancaman yang ada dan yang
terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan yang mampu membuat
ancaman menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru.

2. Komponen SWOT
Analisa SWOT ini terdiri atas 4 komponen dasar yaitu :
a. Strenghts (S)
Adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari organisasi
atau program pada saat ini.
b. Weakness (W)
Adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari organisasi
atau program pada saat ini.
c. Opporttunity (O)
Adalah situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar organisasi
dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi di masa depan.
d. Threats (T)
Adalah situasi yang merupakan ancaman bagi organisasi yang datang
dari luar organisasi dan dapat mengancam ekstensi organisasi dimasa
depan.
Selain 4 komponen dasar ini analisa SWOT, dalam proses
menganalisanya akan berkembang menjadi sub komponen yang berjumlah
tergantung pada kondisi pada organisasi. Sebenarnya masing-masing sub
komponen adalah pengejawantahan dari masing-masing komponen,
seperti strengths mungkin mempunyai 12 sub komponen, komponen
weakness mungkin memiliki 8 sub komponen dan seterusnya.

3. Jenis-Jenis Analisa SWOT


a. Model kuantitatif
Adalah sebuah asumsi dasar dari model ini, kondisi yang
berpasangan antara S dan W, serta O dan T. Kondisi berpasangan ini
terjadi karena diasumsikan dalam sebuah kekuatan bahwa selalu ada
kelemahan yang tersembunyi dan dari setiap kesempatan yang terbuka
selalu ada ancaman yang harus diwaspadai. Ini berarti setiap satu
rumusan strength harus selalu miliki satu pasangan weakness dan setiap
satu rumusan opportunities harus memiliki satu pasangan threath.
Kemudian setelah masing-masing komponen dirumuskan dan
dipasangkan, langkah selanjutnya adalah melakukan proses penilaian.
Penilaian dilakukan dengan cara memberikan score pada masing-masing
sub komponen, dimana satu sub komponen dibandingkan dengan sub
komponen yang lain dalam komponen yang sama atau mengikuti laju
vertikal. Sub komponen yang lebih menentukan dalam jalannya organisasi
diberikan score yang lebih besar. Standar penilaian dibuat berdasarkan
kesepakatan bersama untuk mengurangi kadar subyektifitas penilaian
model kualitatif.
b. Model kualitatif
Urutan-urutan dalam membuat analisa SWOT kualitatif tidak berbeda
dengan urut-urutan kuantitatif perbedaan besar diantara keduanya adalah
pada saat pembuatan subkomponen dari masing-masing komponen.
Apabila pada model kuantitafif setiap subkomponen S memiliki pasangan
subkomponen W, dan satu subkomponen O memiliki pasangan satu
komponen T, maka dalam model kulaitatif hal ini tidak terjadi. Selain itu
subkomponen pada masing-masing komponen (SWOT) berdiri bebas dan
tidak memiliki hubungan satu sama lain. Ini berarti model kualitatif tidak
dapat dibuat diagram cartesian, karena mungkin saja misalnya
subkomponen S ada sebanyak 10 buah sementara subkomponen W
hanya 6 buah.

4. Matrik Swot
Matrik SWOT adalah alat untuk menyusun faktor-faktor strategis
organisasi yang dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapi organisasi dapat disesuaikan dengan
kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.
IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) adalah ringkasan
atau rumusan faktor-faktor strategis internal dalam kerangka kekuatan
(Strengths) dan kelemahan (Weaknesses).
EFAS (External Strategic Factors Analysis Summary) adalah ringkasan
atau rumusan faktor-faktor strategis eksternal dalam kerangka kesempatan
(Opportunities) dan ancaman (Threats).
a. Strategi S-O adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan jalan pikiran
organisasi yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut
dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
b. Strategi W-O adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan pemanfaatan
peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
c. Strategi S-T adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kekuatan yang
dimiliki organisasi untuk mengatasi ancaman.
d. Strategi W-T adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kegiatan yang
bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta
menghindari ancaman.

5. Pendekatan Analisis SWOT


a. Pendekatan Kualitatif Matriks SWOT
Pendekatan kualitatif matriks SWOT sebagaimana dikembangkan
oleh Kearns menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah
kotak faktor eksternal (Peluang dan Tantangan) sedangkan dua kotak
sebelah kiri adalah faktor internal (Kekuatan dan Kelamahan). Empat kotak
lainnya merupakan kotak isu-isustrategis yang timbul sebagai hasil titik
pertemua antara faktor-faktor internal dan eksternal.
Matriks SWOT Kearns
INTERNAL\EKSTERNAL Opportunities Threats
Strengths Comparative Mobilization
Advantage
Weakness Divestment/Investment Damage
Control
Keterangan:
1) Sel A: Comparative Advantages
Sel ini merupakan pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang
sehingga memberikan kemungkinan bagi suatu organisasi untuk bisa
berkembang lebih cepat.
2) Sel B: Mobilization
Sel ini merupakan interaksi antara ancaman dan kekuatan. Di sini
harus dilakukan upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan
kekuatan organisasi untuk memperlunak ancaman dari luar tersebut,
bahkan kemudian merubah ancaman itumenjadi sebuah peluang.
3) Sel C: Divestment/ Investment
Sel ini merupakan interaksi antara kelemahan organisasi dan
peluang dari luar. Situasi seperti ini memberikan suatu pilihan pada
situasi yang kabur. Peluang yang tersedia sangat meyakinkan namun
tidak dapat dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak cukup untuk
menggarapnya. Pilihan keputusan yang diambil adalah (melepas
peluang yang ada untuk dimanfaatkan organisasi lain) atau
memaksakan menggarap peluang itu (investasi).
4) Sel D: Damage Control
Sel ini merupakan kondisi yang paling lemah dari semua sel
karena merupakan pertemuan antara kelemahan organisasi dengan
ancaman dari luar, dan karenanyakeputusan yang salah akan
membawa bencana yang besar bagi organisasi. Strategi yang harus
diambil adalah Damage Control (mengendalikan kerugian) sehingga
tidak menjadi lebih parah dari yang diperkirakan.

b. Pendekatan Kuantitatif Matriks SWOT


Data SWOT kualitatif di atas dapat dikembangkan secara kuantitaif
melalui perhitungan Analisis SWOT yang dikembangkan oleh Pearce dan
Robinson 1998 agar diketahui secara pasti posisi organisasi yang
sesungguhnya.
Perhitungan yang dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
1) Melakukan perhitungan skor (a) dan bobot (b) point faktor serta jumlah
total perkalian skor dan bobot (c = a x b) pada setiap faktor S-W-O-T;
Menghitung skor (a) masing-masing point faktor dilakukan secara
saling bebas (penilaian terhadap sebuah point faktor tidak boleh
dipengaruhi atau mempengeruhi penilaian terhadap point faktor
lainnya. Pilihan rentang besaran skor sangat menentukan akurasi
penilaian namun yang lazim digunakan adalah dari 1 sampai 10,
dengan asumsi nilai 1 berarti skor yang paling rendah dan 10 berarti
skor yang paling tinggi.
Perhitungan bobot (b) masing-masing point faktor dilaksanakan
secara saling ketergantungan. Artinya, penilaian terhadap satu point
faktor adalah dengan membandingkan tingkat kepentingannya dengan
point faktor lainnya. Sehingga formulasi perhitungannya adalah nilai
yang telah didapat (rentang nilainya samadengan banyaknya point
faktor) dibagi dengan banyaknya jumlah point faktor).
2) Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W (d)
dan faktor O dengan T (e); Perolehan angka (d = x) selanjutnya
menjadi nilai atau titik pada sumbu X, sementara perolehan angka (e =
y) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu Y.
Mencari posisi organisasi yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada
kuadran SWOT.
No Strength Skor Bobot Total
1.
2.
Total kekuatan

No Weakness Skor Bobot Total


1.
2.
Total kelemahan
Total selisih total kekuatan – total kelemahan : S – W = X

No Opportunity Skor Bobot Total


1.
2.
Total peluang

No Treath Skor Bobot Total


1.
2.
Total ancaman
Total selisih total peluang – total tantangan : O – T = Y

Keterangan :
a. Kuadran I (positif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang,
Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif, artinya organisasi
dalam kondisi primadan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus
melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan
secara maksimal.
b. Kuadran II (positif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun
menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan
adalah Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun
menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi
akan mengalami kesulitan untuk terusberputar bila hanya bertumpu pada
strategi sebelumnya. Oleh karennya, organisasi disarankan untuk segera
memperbanyak ragam strategi taktisnya.
c. Kuadran III (negatif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat
berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Ubah Strategi,
artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya. Sebab,
strategi yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang
ada sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.
d. Kuadran IV (negatif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi
tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Strategi
Bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis.
Oleh karenanya organisasi disarankan untuk meenggunakan strategi
bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok.
Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.
BAB III
ANALISIS LINGKUNGAN
A. Identifikasi Masalah
1. Sumber Daya Manusia
a. Latar belakang pengasuh:
1) S1 Keperawatan
2) DIII Kebidanan
3) SMA
4) SMP
2. Sarana Prasarana
a. Sarana prasarana yang tersedia ambulance dan poliklinik
b. Alat yang tersedia adalah stetoskop, pengukur tekanan darah, dan
penimbang berat badan
c. Data lansia yang lengkap dapat menunjang program yang ada di
PSTW Budi Sejahtera
d. Tersedia gedung yang baik dalam menunjang program lansia
e. Tersedianya pegangan dinding untuk memudahkan lansia dalam
berjalan
f. Tempat pemeriksaan yang tanpa tangga sehingga memudahkan lansia
dalam mobilisasi

B. Analisis Swot
1. Strength (Kekuatan)
a. Adanya mahasiswa yang berdinas dan kedatangan yang terjadwal
b. Jadwal yang sesuai dan teratur serta tepat waktu
c. Perawat stand by di poli klinik
d. Lansia mandiri
1. Weakness (Kelemahan)
a. Jarangnya kontak langsung antara pengasuh dan lansia
b. Pengasuh tidak berlatarbelakang kesehatan
c. Kurangnya disiplin pengasuh terhadap jadwal yang ditetapkan
d. Dokter tidak stand by

3. Opporttunity (Peluang)
a. Mengaktifkan mahasiswa dalam peningkatan kesehatan lansia
b. Banyaknya pengasuh yang menggunakan teknologi, jadi bila
diadakan program lansia sehat tambahan informasi melalui media
social seperti whatsapp dan lain-lain
c. Antusias lansia terhadap mahasiswa yang berdinas
d. Banyak lansia yang mengetahui tentang pentingnya kesehatan diri,
sehingga program lansia sehat akan dapat diterima dengan terbuka
4. Threath (Ancaman)
a. Latar belakang pengasuh dengan pendidikan yang berbeda-beda
sehingga sulit menyerap ilmu atau dapat menyerap ilmu tapi mudah
lupa
b. Budaya hidup sehat yang belum tertanam atau dibiasakan oleh lansia
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga butuh waktu untuk
membiasakan diri dan kadang itu tidak mudah dilakukan oleh lansia
c. Penjual makanan yang sangat mudah masuk dilingkungan panti
d. Kurangnya pengawasan pada malam hari
C. Pendekatan Kuantitatif
No Analisis Swot Bobot AS Score
1 a. Kekuatan (Strength )
1) Adanya mahasiswa yang bedinas 0,15 4 0,6
2) Jadwal yang sesuai dan teratur serta tepat 0,13 3 0,39
waktu
3) Perawat yang stand by 0,10 3 0,3
4) Lansia yang mandiri 0,12 3 0,36
2 a. Kelemahan ( Weakness )
1) Jarangnya kontak langsung antara 0,10 2 0,2
pengasuh dan lansia
2) Pengasuh tidak berlatarbelakang kesehatan 0,15 1 0,15
3) Kurangnya disiplin pengasuh terhadap 0,10 2 0,2
jadwal yang ditetapkan
4) Dokter tidak stand by 0,15 1 0,15
3 c. Peluang (Opportunity)
1) Meangaktifkan mahasiswa dalam 0,15 4 0,6
meningkatkan kesehatan lansia
2) Banyaknya pengasuh yang menggunakan 0,13 4 0,52
teknologi, jadi apabila diadakan program
4lansia sehat tambahan informasi melalui
m4edia social seperti whtasapp dan lain-lain
No Analisis Swot Bobot AS Score
3) Antusias lansia terhadap mahasiswa yang 0,12 4 0,48
berdinas
4) Banyak lansia yang mengetahui tentang 0,08 2 0,16
pentingnya kesehatan diri, sehingga
program lansia sehat akan dapat diterima
dengan terbuka
4 d. Ancaman (Threath)
1) Latar belakang pengasuh dengan
pendidikan yang berbeda-beda sehingga
0,13 2 `0,26
sulit menyerap ilmu atau dapat menyerap
ilmu tapi mudah lupa
2) Budaya hidup sehat yang belum tertanam
atau dibiasakan oleh lansia dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga butuh 0,13 3 0,39
waktu untuk membiasakan diri dan kadang
itu tidak mudah dilakukan oleh lansia
3) Penjual makanan yang sangat mudah
0,15 3 0,45
masuk dilingkungan panti
4) Kurangnya pengawasan pada malam hari 0,11 2 0,22
Total 1,00 5,43

Perhitungan koordinat kurva SWOT :


X =S–W
= 1,65 – 0,7
= 0,95
Y =O–T
= 1,76 – 1.32
= 0,44

Diagram Analisis SWOT


S

0,95
T 0,44 O
W
Analisis lingkungan
1. Strength (Kekuatan)
a. Lingkungan panti bersih
b. Bangunan permanen
c. Terletak ditengah kota mudah diakses
2. Weakness (Kelemahan)
a. Tidak ada anti slip di kamar mandi
b. Wisma belum pernah di renovasi
c. Kamar lansia kurang bersih
3. Opporttunity (Peluang)
a. Panti diapit oleh gedung-gedung perusahaan besar
b. Penggunaan internet untuk melakukan pemasaran dan komunikasi
dengan para donator
5. Threath (Ancaman)
a. Kurang ketatnya penjagaan security
b. Penjual makanan yang sangat mudah masuk dilingkungan panti

No Analisis Swot Bobot AS Score


1 a. Kekuatan (Strength )
1) Lingkungan panti bersih 0,15 3 0,45
2) Bangunan permanen 0,18 2 0,36
3) Terletak ditengah kota mudah diakses 0,17 2 0,34
4) 1.15
2 b. Kelemahan ( Weakness )
1) Tidak ada anti slip di kamar mandi 0,15 2 0,3
2) Wisma belum pernah di renovasi 0,16 2 0,32
3) Kamar lansia kurang bersih 0,19 2 0,38
4) 1
3 c. Peluang (Opportunity)
1) Panti diapit oleh perusahaan besar 0,15 3 0,45
2) Penggunaan internet untuk melakukan
pemasaran dan komunikasi dengan para 0,12 4 0,48
donator
3) 0,93
4 d. Ancaman (Threath)
1) Kurang ketatnya penjagaan security 0,24 3 0,72
2) Penjual makanan yang sangat mudah
0,49 3 1,47
masuk dilingkungan panti
2,19

Perhitungan koordinat kurva SWOT :


X =S–W
= 1,15 – 1
= 0,15
Y =O–T
= 0,72 – 2,19
= -1,47
Diagram Analisis SWOT
S

0,15

T -1,74 O

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada grafik analisis SWOT di dapatkan kesimpulan bahwa pada hasil analisis
SDM di PSTW Budi Sejahtera berada pada kuadran I yaitu merupakan situasi yang
menguntungkan. PSTW Budi Sejahtera memiliki peluang dan kekuatan sehingga
dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang diterapkan dalam kondisi ini
adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif.
PSTW Budi Sejahtera berada di posisi kuadran I (Positif, positif). Posisi ini
menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang, Rekomendasi strategi
yang diberikan adalah progresif, artinya organisasi dalam kondisi primadan mantap
sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan eskpansi membesar
pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa panti tresna werdha budi sejahtera memiliki
kekuatan dan peluang yang sangat besar, maka dengan pembenahan
yang terstruktur dan terintegrasi maka PSTW Budi Sejahtera akan dapat
berkembang lebih maju dan dapat meningkatkan pelayanan terhadap
lansia dengan baik agar lansia, pengelola, dan dinas terkait sejahtera.
B. Saran
1. Meningkatkan pelayanan kesehatan khusunya di bidang Layanan Lansia
2. Meningkatkan atau menambah tenaga kerja di wisma dengan keahlian
dibidang lansia atau keperawatan

Você também pode gostar