Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BUDAYA JAWA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu: Maftuhah, MSI
Disusun Oleh :
Yani Setianingsih (133311042)
I. PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk Allah yang di anugrahi akal, fikiran, dan
fisik untuk menunjang kehidupannya sebagai seorang insan yang di tunjuk
oleh Allah untuk menjadi khalifah di bumi Allah Yang Maha Kuasa ciptakan.
Oleh karena manusia adalah khalifah di bumi ini sepatutnya seorang
manusia haruslah mempunyai perilaku yang sesuai dengan yang Tuhan
inginkan untuk dipercayakan menjaga keutuhan bumi yang Allah ciptakan
dengan segala makhluk hidup di dalamnya untuk manusia jaga
kelestariannya.
Manusia yang menjadi seorang terpilih dan tinggi derajatnya di mata
Tuhan, manusia haruslah mempunyai kepercayaan, ilmu, dan menjalankan
segala apa yang di perintahkan Allah dan menjauhi yang dilarang oleh Allah
SWT. Sebagai makhluk yang mempunyai akal dan fikiran serta fisik
manusia haruslah memanfaatkan anugrah yang diberikan oleh Allah itu
dengan sebaik-baiknya dan jangan menyalahgunakannya sebagai suatu
yang Allah benci. Manusia haruslah mempunyai budaya yang baik untuk
menjadikannya seorang manusia yang memiliki derajat tinggi di mata Allah
SWT. Maka manusia harus menjadikan budaya yang baik sebagai bagian
dari dirinya tanpa mengabaikan apa yang menjadi kewajiban sebagai
makhluk yang berketuhanan.
Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur
dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, maka peradaban bangsa
tersebut tinggal menunggu waktu untuk punah.
Disini, saya mencoba untuk peduli dengan budaya dari mana kami
berasal yaitu Jawa. Dengan keterbatasan ilmu dan pengetahuan, saya
mencoba merangkum berbagai tulisan yang berkaitan dengan budaya Jawa
dari berbagai sumber.
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Budaya Jawa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya diartikan pikiran, akal
budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang
(beradab, maju), sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar
diubah. Sedangkan Kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan
adat istiadat, keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial
yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan
yang menjadi pedoman tingkah lakunya.1[1]
1[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, Jakarta:
Balai Pustaka, 2005, hlm. 169.
Menurut Koentjaraningrat (1980), kata kebudayaan berasal dari kata
sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau
akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan dengan hal-hal yang
bersangkutan dengan akal. Sedangkan kata budaya merupakan
perkembangan majemuk dari budi daya yang berarti daya dari budi.
Sehingga dibedakan antara budaya yang berarti “daya dari budi” yang
berupa cipta, rasa, karsa, dengan kebudayaan yang berarti hasil dari cipta,
rasa dan karsa.2[2]
Selanjutnya menurut konsep-konsep B.Malinowske, kebudayaan di
dunia mempunyai tujuh unsur universal yakni:
1. Bahasa
2. Sistem Teknologi
3. Sistem mata pencaharian (ekonomi)
4. Organisasi sosial
5. Sistem pengetahuan
6. Religi
7. Kesenian3[3]
Kebudayaan Jawa adalah kebudayaan masyarakat asli Jawa yang telah
berkembang semenjak masa prasejarah. Sebagai halnya suku-suku
sederhana lainnya budaya asli Jawa ini bertumpu dari religi animisme dan
dinamisme. Dasar pikiran dalam religi animisme dan dinamisme bahwa
dunia ini juga didiami oleh roh-roh halus termasuk roh nenek moyang dan
juga kekuatan-kekuatan (daya-daya) ghaib.4[4]
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
kebudayaan Jawa adalah sebuah sistem yang mencakup bahasa, sistem
2[2] Sualiman, M, Munandar, Ilmu Budaya Dasar, Bandung: Rosda Offset, 1988, hlm. 21.
5[5] Samidi Khalim, Islam dan Spiritualitas Jawa, Semarang: Rasail Media Group, 2008, hlm.
4.
6[6]Shodiq, Potret Islam Jawa, Semarang: Pustaka Zaman, 2013, hlm. 3-4.
Suku Jawa merupakan salah satu suku terbesar yang berdiam di
negara Indonesia. Suku Jawa hidup dalam lingkup budaya yang sangat
kental, yang mereka gunakan dalam berbagai kegiatan masyarakat, bahkan
mulai dari kehamilan sampai kematian. Menurut Sujamto, 1997 budaya
Jawa memiki empat ciri-ciri utama, yaitu:
1. Religius
Sebelum agama-agama besar masuk ke Jawa, masyarakat Jawa sudah
mempercayai kepercayaan adanya tuhan yang melindungi mereka, dan
keberagaman agama itu semakin berkualitas dengan masuknya agama
besar, seperti: Hindu, Budha, Islam dan Kristen, yang menjadikan
masyarakat Jawa mempunyai toleransi keagamaan yang besar.
2. Non doktriner
Artinya budaya Jawa itu luwes (fleksibel), karena sejak zaman dahulu
masyarakat Jawa berpendapat bahwa perbedaan agama yang masuk
sebenarnya hanya berbeda caranya saja, untuk menuju pada tercapainya
satu tujuan yang sama.
3. Toleran
Masyarakat Jawa selalu mengutamakan gotong royong, selain itu juga bisa
menerima perbedaan pendapat dan menghormati pendapat orang lain.
4. Akomodatif
Kebudayaan Jawa selain penuh dengan pelajaran-pelajaran mengenai budi
pekerti luhur juga mau menerima masuknya budaya asing yang masuk
yang sesuai dan bermanfaat bagi masyarakat.7[7]
Secara kodrati budaya Jawa seperti halnya budaya lainnya akan selalu
mengalami proses perubahan atau perkembangan dalam arti yang luas.
7[7] Siti Hana, Makalah Pergeseran Nilai-Nilai Budaya Jawa Di Era Globalisasi, Semarang:
IAIN Walisongo, 2010, hlm. 2-3.
Pengembangan nilai budaya Jawa merupakan upaya secara sadar untuk secara
terus menerus meningkatkan kualitasnya.
Bahasa Jawa misalnya, perkembangannya sangat jauh sehingga
menjadi bahasa yang tak tertandingi oleh bahasa manapun, terutama
mengenai kekayaan kosa katanya.8[8]
Di dalam pergaulan-pergaulan hidup maupun perhubungan-
perhubungan sosial sehari-hari mereka berbahasa Jawa. Pada waktu
mengucapkan bahasa daerah ini, seseorang harus memperhatikan dan
membeda-bedakan keadaan orang yang diajak berbicara atau yang sedang
dibicarakan, berdasarkan usia maupun status sosialnya. Demikian pada
prinsipnya ada dua macam bahasa Jawa apabila ditinjau dari kriteria
tingkatannya. Yaitu bahasa Jawa Ngoko dan Krama.
Bahasa Jawa Ngoko itu dipakai untuk orang yang sudah dikenal akrab,
dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih rendah derajat
atau status sosialnya. Lebih khusus lagi adalah bahasa Jawa Ngoko Lugu
dan Ngoko Andap. Sebaliknya, bahasa Jawa Krama, dipergunakan untuk
bicara dengan yang belum dikenal akrab, tetapi yang sebaya dalam umur
maupun derajat, dan juga terhadap orang yang lebih tinggi umur serta
status sosialnya. Dari kedua macam derajat bahasa ini, kemudian ada
variasi berbagai dan kombinasi-kombinasi antara kata-kata dari bahasa
Jawa Ngoko dan Krama, dan yang pemakaiannya disesuaikan dengan
keadaaan perbedaan usia dan derajat sosial. Demikian ada misalnya bahasa
Jawa Madya, yang terdiri dari tiga macam bahasa yaitu Madya Ngoko,
Madyaantara dan Madya Krama; ada bahasa Krama Inggil yang terdiri dari
kira-kira 300 kata-kata yang dipakai untuk menyebut nama-nama anggota
badan, aktivitas, benda milik, sifat-sifat dan emosi-emosi dari orang-orang
yang lebih tua umur atau lebih tinggi derajat sosialnya; bahasa Kedaton
10[10]http://pemulungelitd19kk.wordpress.com/2013/09/30/kebudayaan-masyarakat-
jawa/, diakses pada Jumat, 19 Desember 2014 pukul 14:09 WIB.
tanaman padi, beberapa jenis tanaman palawija juga ditumbuhkan baik
sebagai tanaman utama di tegalan maupun sebagai tanaman penyela di
sawah pada waktu-waktu musim kemarau dimana air sangat kurang untuk
pengairan sawah-sawah itu, seperti ketela pohon, ketela rambat, kedelai,
kacang tanah dan kacang tunggak.
Selain sumber penghasilan dari lapangan pekerjaan pokok bertani
tersebut, ada pula sumber pendapatan lain yang diperoleh dari usaha-
usaha kerja sambilan membuat makanan tempe kara benguk, mencetak
batu merah, mbotok atau membuat minyak goreng kelapa, membatik,
menganyam tikar dan menjadi tukang-tukang kayu, batu atau reparasi
sepeda dan lapangan-lapangan pekerjaan lain yang mungkin
dilakukan.11[11]
C. Sistem Kekerabatan Masyarakat Jawa
Suku Jawa menganut garis keturunan ayah atau disebut Patrilini/
Patriakhat. Hal ini terlihat dari pemakaian nama belakang seseorang sering
memakai nama ayah, anak laki-laki juga menjadi kebanggaan keluarga dan
mendapatkan perhatian khusus dibanding anak perempuan karena
diyakini seorang laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, dalam hal
warispun dikenal anak lanang sa pikul anak wadon sak gendongan. Yang
mana jumlah harta waris yang diberikan kepada anak laki-laki diibaratkan
sa pikul yang lebih besar dari sa gendongan yang diberikan kepada anak
perempuan. Dikenal pula istilah lajer yaitu garis keturunan keluarga laki-
laki saja.
Silsilah keturunan jawa:
1. Anak
2. Putu
3. Buyut
12[12]http://h3rcul3z.blogspot.com/2014/04/makalah-kebudayaan-suku-jawa.html, diakses
pada Sabtu, 20 Desember 2014, pukul 10:25 WIB.
Lapisan kedua di dalam angka sistem pelapisan sosial di desa adalah lapisan
kuli gendok atau lindung. Mereka adalah orang-orang laki-laki yang telah
kawin, akan tetapi tidak mempunyai tempat tinggal sendiri, sehingga terpaksa
menetap di rumah kediaman mertuanya. Namun begitu, tidaklah berarti bahwa
mereka ini tidak mempunyai tanah-tanah pertanian yang dapat diperoleh dari
warisan atau pembelian. Adapun golongan lapisan ketiga ialah lapisan joko,
sinoman, atau bujangan. Mereka semua belum menikah dan masih tinggal
bersama-sama dengan orang tua sendiri atau ngenger di rumah orang lain.
Golongan bujangan ini bisa mendapat atau memiliki tanah-tanah pertanian,
rumah-rumah dan pekarangannya, dari pembagian warisan dan pembelian-
pembelian13[13].
Desa-desa di Jawa umumnya dibagi-bagi menjadi bagian-bagian kecil yang
disebut dengan dukuh, dan setiap dukuh dipimpin oleh kepala dukuh. Di dalam
melakukan tugasnya sehari-hari, para pemimpin desa ini dibantu oleh para
pembantu-pembantunya yang disebut dengan nama Pamong Desa. Masing-
masing pamong desa memiliki tugas dan peranannya masing-masing. Ada yang
bertugas menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban desa, sampai
dengan mengurus masalah perairan bagi lahan pertanian warga.14[14]
Dalam hal menjalankan usaha memelihara dan membangun masyarakat
desanya para pamong desa harus sering mengerahkan bantuan penduduk desa
dengan gugur gunung, atau kerik desa guna bekerja sama membuat,
memperbaiki, atau memelihara jalan-jalan desa, jembatan-jembatan, bangunan
sekolah desa atau balai desa, menggali saluran-saluran air, memelihara
14[14]http://pemulungelitd19kk.wordpress.com/2013/09/30/kebudayaan-masyarakat-
jawa/, diakses pada Jumat, 19 Desember 2014 pukul 14:09 WIB.
bendungan-bendungan atau pintu-pintu airnya, merawat makam desa, masjid
atau surau-surau, dan mengadakan upacara bersih desa.15[15]
E. Jenis Kesenian yang Berkembang di Masyarakat Jawa
Kesenian yang terdapat dalam kebudayaan Jawa sangat beraneka
ragam, mulai dari tari-tarian, lagu daerah, wayang orang, dan juga wayang
kulit, serta masih ada berbagai macam kesenian lainnya.
Yang pertama adalah tari-tarian. Dalam bahasa Jawa, tari disebut
dengan kata beksa yang berasal dari kata “ambeg” dan “esa” kata tersebut
mempunyai maksud dan pengertian bahwa orang yang akan menari
haruslah benar-benar menuju satu tujuan, yaitu menyerahkan seluruh
jiwanya pada tarian. Seni tari di Jawa sendiri mengalami kejayaan pada
masa Kerajaan Kediri, Singasari, dan Majapahit. Pada masa sekarang ini,
kota Surakarta dianggap sebagai pusat seni tari, terutama di Keraton
Surakarta dan Pura Mangkunegaran.
Seni tari dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu: Tari Klasik, Tari
Tradisional dan Tari Garapan Baru. Beberapa contoh tarian sebagai bagian
dari kebudayaan suku Jawa antara lain:
1. Tari Bedhaya
Tari Bedhaya Ketawang ini dipercaya diciptakan oleh Sultan Agung,
raja pertama dari kerajaan Mataram, dan disempurnakan oleh Sunan
Kalijaga. Tari Bedhaya Ketawang ini, tidak hanya ditampilkan pada saat
penobatan raja yang baru, tetapi juga tiap tahunnya, yang bertepatan
dengan hari penobatan raja atau ratu. Pada pementasan tari Bedhaya
Ketawang, digunakan kostum Dodot Ageng dengan motif Banguntulak alas-
alasan. Dari segi alat musik pengiring pun sangat spesial, karena digunakan
yaitu gamelan Kyai Kaduk Manis dan Kyai Manis Renggo. Pada zaman Sri
Susuhunan PakuBuwono XII, pertunjukan tari Bedhaya Ketawang, selalu
16[16]http://pemulungelitd19kk.wordpress.com/2013/09/30/kebudayaan-masyarakat-
jawa/, diakses pada Sabtu, 20 Desember 2014 pukul 11:47 WIB.
19[19]Amin Daroji, Islam dan Kebudayaan Jawa, Semarang: Gama Media, 2000, hlm. 10.
Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang senantiasa
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b) Sido Asih
Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang selalu dicintai dan
dikasihi oleh sesama serta mempunyai sifat belas kasih.
c) Sidomukti
Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang mukti wibawa,
yaitu berbahagia dan disegani karena kewibawaannya.
d) Truntum
Maknanya agar keluhuran budi orang tuanya menurun (tumaruntum) pada
sang bayi.
e) Sidoluhur
Maknanya agar anak menjadi orang yang sopan dan berbudi pekerti luhur.
f) Parangkusumo
Maknanya agar anak memiliki kecerdasan bagai tajamnya parang dan
memiliki ketangkasan bagai parang yang sedang dimainkan pesilat
tangguh.
g) Semen romo
Maknanya agar anak memiliki rasa cinta kasih kepada sesama layaknya
cinta kasih Rama dan Sinta pada rakyatnya.
h) Udan riris
Maknanya agar anak dapat membuat situasi yang menyegarkan, enak
dipandang, dan menyenangkan siapa saja yang bergaul dengannya.
i) Cakar ayam
Maknanya agar anak pandai mencari rezeki bagai ayam yang mencari
makan dengan cakarnya karena rasa tanggung jawab atas kehidupan anak-
anaknya, sehingga kebutuhan hidupnya tercukupi, syukur bisa kaya dan
berlebihan.
j) Grompol
Maknanya semoga keluarga tetap bersatu, tidak bercerai-berai akibat
ketidakharmonisan keuarga (nggrompol: berkumpul).
k) Lasem
Bermotif garis vertikal, bermakna semoga anak senantiasa bertakwa pada
Tuhan Yang Maha Esa.
l) Dringin
Bermotif garis horisontal, bermakna semoga anak dapat bergaul,
bermasyarakat, dan berguna antar sesama.20[20]
IV. ANALISIS
Globalisasi berjalan seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, di
samping membawa kemajuan di dalam pribadi pemuda dan setiap elemen
masyarakat, globalisasi juga memberikan dampak buruk pada budaya.
Eksistensi budaya menjadi terancam, karena masyarakat yang merasakan
kemajuan jaman selalu beranggapan bahwa budaya daerah tidaklah penting
karena yang ada dalam otak mereka adalah bagaimana caranya dapat terus
mengikuti kemajuan iptek yang terjadi.
Ironinya bukan hanya sekedar memberi dampak buruk terhadap sikap
masyarakat, namun juga merasuk ke dalam jiwa mereka kemudian tertanam
kukuh dan kemudian menguasai mereka. Sehingga mengalahkan kesadaran
mereka dalam berbudaya.
Salah satu penyebab utama yang lainnya adalah karena pemerintah tidak
lagi memasukkan pendidikan bahasa Jawa ke dalam kurikulum pendidikan
1975. Barulah sepuluh tahun kemudian terasa mengapa pemuda tidak dapat
menguasai budaya Jawa dan tata krama Jawa. Namun, di sisi lain tidak sedikit
20[20]http://h3rcul3z.blogspot.com/2014/04/makalah-kebudayaan-suku-jawa.html, diakses
pada Sabtu, 20 Desember 2014, pukul 09:43 WIB.
warga negara asing yang kagum akan budaya Jawa dan sangat antusias serta
berlomba-lomba untuk bisa dan belajar budaya Jawa.
Memang sebuah kenyataan pahit yang harus diterima. Namun hal tersebut
tidak boleh dibiarkan begitu saja. Rasa bangga tidak cukup hanya diucapakan di
bibir saja, namun harus dibuktikan dengan tindakan nyata, yaitu kita wajib
menjaga dan melestarikan budaya kita.
Budaya adalah sebuah identitas yang akan membuat kita bertahan.
Bertahan bukan dengan melawan tetapi dengan menerima. Menerima beragam
perbedaan yang akan selalu hadir dalam perputaran jaman. Dan masih ada
harapan, karena masih banyak anak-anak yang belajar tentang budaya mereka.
Dan mereka akan belajar banyak melalui kisah-kisah heroic yang akan
mempengaruhi keputusan mereka kelak.
V. KESIMPULAN
A. Kebudayaan Jawa adalah sebuah sistem yang mencakup bahasa, sistem
teknologi, mata pencaharian, organisasi sosial, corak berpikir, sistem
kegamaan dan kesenian yang dianut dan dilestarikan secara turun-
temurun oleh masyarakat setempat. Budaya Jawa memiliki empat ciri
utama, yaitu religius, non doktriner, toleran dan akomodatif. Di lihat dari
kriteria tingkatannya, ada dua macam bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa
Ngoko dan Krama.
B. Pada umumnya, orang-orang Jawa bekerja pada segala bidang, terutama
administrasi negara dan kemiliteran. Selain itu, mereka bekerja pada
sektor pelayanan umum, pertukangan, perdagangan dan pertanian dan
perkebunan.
C. Silsilah keturunan jawa: anak, putu, buyut, canggah, wareng, udheg-
udheg, gantung siwur, gropak senthe, kandhang bubrah, debog bosok, galih
asem.
D. Dalam sistem kemasyarakatan Jawa, dikenal 4 tingkatan yaitu Priyayi,
Ningrat atau
Bendara, Santri dan Wong Cilik.
E. Kesenian yang terdapat dalam kebudayaan Jawa sangat beraneka ragam,
mulai dari tari-tarian, lagu daerah, wayang orang, dan juga wayang kulit,
serta masih ada berbagai macam kesenian lainnya.
F. Kepercayaan masyarakat jawa adalah kepercayaan animisme, yaitu suatu
kepercayaan tentang adanya roh atau jiwa pada benda-benda, tumbuhan-
tumbuhan, dan juga pada manusia sendiri.
VI. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami uraikan. Kami menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Karena
sesungguhnya kesempurnaan itu milik Allah dan kekurangan adalah bagian dari
kita. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
untuk memperbaiki makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan
menambah referensi pengetahuan kita. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA