Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ANGINA LUDWIG
Disusun Oleh:
Fadhlan Hidayat G99181125
Dimar Yudistyaningrum G99172057
Indah Ariesta G99172090
Neoniza Eralusi Asrini G99172127
Pembimbing:
drg. Eva Sutyowati Permatasari, Sp.BM, MARS
2.1. Definisi
Angina Ludwig didefinisikan sebagai selulitis yang menyebar dengan cepat,
potensial menyebabkan kematian, yang mengenai ruang sublingual dan
submandibular. Umumnya, infeksi dimulai dengan selulitis, kemudian berkembang
menjadi fasciitis, dan akhirnya berkembang menjadi abses yang menyebabkan
indurasi suprahioid, pembengkakan pada dasar mulut, dan elevasi serta perubahan
letak lidah ke posterior2,4,5.
Wilhelm Fredrick von Ludwig pertama kali mendeskripsikan angina Ludwig
ini pada tahun 1836 sebagai gangrenous cellulitis yang progresif yang berasal dari
region kelenjar submandibula1,2,5,6.
2.3. Etiologi
Angina Ludwig biasanya disebabkan oleh infeksi odontogenik, khususnya
dari gigi molar kedua atau ketiga bawah. Gigi ini mempunyai akar yang berada di
atas otot milohioid, dan abses di lokasi ini dapat menyebar ke ruang
submandibular2.
Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus, stafilokokus, atau
bakteroides. Namun, 50% kasus disebabkan disebabkan oleh polimikroba, baik
oleh gram positif ataupun gram negatif, aerob ataupun anaerob2,7.
Penyebab lain dari angina Ludwig yaitu sialadenitis, abses peritonsil, fraktur
mandibula terbuka, kista duktus tiroglossal yang terinfeksi, epiglotitis, injeksi
intravena obat ke leher, bronkoskopi yang menyebabkan trauma, intubasi
endotrakea, laserasi oral, tindik lidah, infeksi saluran nafas bagian atas, dan trauma
pada dasar mulut2,6.
2.4. Patofisiologi
Angina Ludwig merupakan suatu selulitis dari ruang sublingual dan
submandibular akibat infeksi dari polimikroba yang berkembang dengan cepat dan
dapat menyebabkan kematian akibat dari gangguan jalan nafas. Pada pemeriksaan
bakteriologi ditemukan polimikroba dan kebanyakan merupakan flora normal pada
mulut2.
Organism yang sering diisolasi pada pasien angina Ludwig yaitu Streptokokus
viridians dan Stafilokokus aureus. Bakteri anaerob juga sering terlibat, termasuk
bakteroides, peptostreptokokus, dan peptokokus. Bakteri gram positif lainnya yang
berhasil diisolasi yaitu Fusobacterium nucleatum, Aerobacter aeruginosa,
spirochetes, and Veillonella, Candida, Eubacteria, dan Clostridium species. Bakteri
gram negative yang berhasil diisolasi termasuk Neisseria species, Escherichia coli,
Pseudomonas species, Haemophilus influenzae, dan Klebsiella sp2.
2.6. Diagnosis
Diagnosis angina ludwig dapat ditegakkan melalui anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis ditemukan gejala awal berupa nyeri pada area gigi
yang terinfeksi. Dagu terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah.
Penderita mungkin akan mengalami kesulitan membuka mulut, berbicara,
dan menelan, yang mengakibatkan keluarnya air liur terus-menerus serta
kesulitan bernapas. Penderita juga dilaporkan mengalami kesulitan makan
dan minum, serta didapatkan demam dan rasa menggigil.9
Pada pemeriksaan fisik didapatkan dasar mulut terlihat merah dan
membengkak. Saat infeksi menyebar ke belakang mulut, peradangan pada
dasar mulut akan menyebabkan lidah terdorong ke atas-belakang sehingga
menyumbat jalan napas. Jika laring ikut membengkak, saat bernapas akan
terdengar suara tinggi (stridor). Biasanya penderita akan mengalami
dehidrasi akibat kurangnya cairan yang diminum maupun makanan yang
dimakan. Demam tinggi mungkin ditemui, yang menindikasikan adanya
infeksi sistemik.9
Beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti laboratorium
maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis.7
Pada pemeriksaan laboratorium darah akan tampak leukositosis
yang mengindikasikan adanya infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan
darah juga penting untuk dilakukan tindakan insisi drainase.7 Kemudian
dapat juga dilakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas untuk menentukan
bakteri yang menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukan
pemilihan antibiotik dalam terapi.7
Pemeriksaan lanjutan lainnya dapat dilakukan pemeriksaan
pencitraan berupa:
Rontgent: walaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan
dalam mendiagnosis atau menilai dalamnya abses leher, foto polos
ini dapat menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak.
Radiografi dada dapat menunjukkan perluasan proses infeksi ke
mediastinum dan paru-paru. Foto panoramik rahang dapat
membantu menentukan letak fokal infeksi atau abses, serta struktur
tulang rahang yang terinfeksi.7
USG: USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta
metastasis dari abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak
karena bersifat non-invasif dan non-radiasi. USG juga membantu
pengarahan aspirasi jarum untuk menentukan letak abses.7
CT-scan: CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena
dapat memberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher
dalam. CT-scan dapat mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran
infeksi serta derajat obstruksi jalan napas sehingga dapat sangat
membantu dalam memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan
buatan.7
MRI: MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak
dibandingkan dengan CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan
dalam lebih panjangnya waktu yang diperlukan untuk pencitraan
sehingga sangat berbahaya bagi pasien yang mengalami kesulitan
bernapas.7
2.7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari angina Ludwig yaitu edema angioneurotik,
karsinoma lingual, hematoma sublingual, abses kelenjar saliva,
limfadenitis, selulitis, dan abses peritonsil2.
2.8. Penatalaksanaan
Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka selanjutnya perlu
dilakukan tatalaksana yang berfokus pada tiga hal utama. Pertama yaitu
menjaga patensi jalan napas yang stabil melalui trakeostomi. Trakeostomi
awalnya dilakukan pada kebanyakan pasien, namun dengan adanya teknik
intubasi serta penempatan fiber-optic Endotracheal Tube yang lebih baik,
maka kebutuhan akan trakeostomi berkurang. Intubasi dilakukan melalui
hidung dengan menggunakan teleskop yang fleksibel saat pasien masih
sadar dan dalam posisi tegak. Jika tidak memungkinkan, dapat dilakukan
krikotiroidotomi atau trakheotomi dengan anestesi lokal.7
Penatalaksanaan kedua berupa terapi antibiotik secara progesif,
dibutuhkan untuk mengobati dan membatasi penyebaran infeksi. Pemberian
dexamethasone IV selama 48 jam, di samping terapi antibiotik dan operasi
dekompresi, dilaporkan dapat membantu proses intubasi dalam kondisi
yang lebih terkontrol, menghindari kebutuhan akan
trakheotomi/krikotiroidotomi, serta mengurangi waktu pemulihan di rumah
sakit. Diawali dengan dosis 10mg, lalu diikuti dengan pemberian dosis 4 mg
tiap 6 jam selama 48 jam.7
Setelah patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik IV segera
diberikan. Awalnya pemberian Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta unit IV
terbagi setiap 4 jam) merupakan lini pertama pengobatan angina Ludwig.
Namun, dengan meningkatnya prevalensi produksi beta-laktamase terutama
pada Bacteroides sp, penambahan metronidazole, clindamycin, cefoxitin,
piperacilin-tazobactam, amoxicillin-clavulanate harus dipertimbangkan.
Kultur darah dapat membantu mengoptimalkan regimen terapi.7
2.9. Komplikasi
Angina Ludwig merupakan selulitis bilateral dari ruang
submandibular yang terdiri dari dua ruang yaitu ruang sublingual dan ruang
submaksilar. Secara klinis, kedua ruang ini berfungsi sebagai satu kesatuan
karena adanya hubungan bebas serta kesamaan dalam tanda dan gejala
klinis. Celah buccopharingeal, yang dibentuk oleh m. styloglossus melalui
m. constrictor media dan superior, merupakan penghubung antara ruang
submandibular dengan ruang pharingeal lateral. Infeksi angina Ludwig
dapat menyebar secara langsung melalui celah buccopharingeal ini ke ruang
pharingeal lateral, di mana selulitis akan dengan cepat menjadi berbahaya
serta menimbulkan obstruksi jalan napas yang berat.7
Akibat barrier anatomik yang tidak dibatasi, infeksi dapat menyebar
secara mudah ke jaringan leher, ruang fascia retropharingeal, bahkan hingga
mediastinum dan ruang subphrenik. Selain gejala obstruksi jalan napas yang
dapat terjadi tiba-tiba, komplikasi dari angina Ludwig dapat berupa
trombosis sinus kavernosus, aspirasi dari sekret yang terinfeksi, dan
pembentukan abses subphrenik. Komplikasi lebih lanjut yang telah
dilaporkan meliputi sepsis, mediastinitis, efusi perikardial/pleura, empiema,
infeksi dari carotid sheath yang mengakibatkan ruptur a. carotis, dan
thrombophlebitis supuratif dari v. jugularis interna.7
2.10. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter
secara rutin dan teratur. Penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat dapat
mencegah kondisi yang akan meningkatkan terjadinya angina Ludwig.4
2.11. Prognosis
Prognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan
napas untuk mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta
pengurangan radang. Sekitar 45% – 65% penderita memerlukan insisi dan
drainase pada area yang terinfeksi, disertai dengan pemberian antibiotik
untuk memperoleh hasil pengobatan yang lengkap. Selain itu, 35% dari
individu yang terinfeksi memerlukan intubasi dan trakeostomi.9,10
Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan jiwa.4
Kematian pada era preantibiotik adalah sekitar 50%. Namun dengan
diagnosis dini, perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian
antibiotik intravena yang adekuat serta penanganan dalam ICU, penyakit ini
dapat sembuh tanpa mengakibatkan komplikasi. Begitu pula angka
mortalitas dapat menurun hingga kurang dari 5%.4,10
BAB III
KESIMPULAN