Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ISSN : 0852-3681
E-ISSN : 2443-0765
©Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/
DOI : 10.21776/ub.jiip.2017.027.02.04 25
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (2):25 – 34
pada ternak tidak terkontrol atau ber- ber mineral dan energi bentuk cair (Zaid
lebihan. Dampak negatif tersebut antara et al., 2013). Molasses juga sangat ber-
lain adalah bersifat toksik jika diberikan manfaat untuk digunakan sebagai
secara ad libitum sehingga pemberiann- suplemen diet ruminansia karena mem-
ya harus dibatasi. Keracunan molasses iliki palatabilitas yang tinggi dan har-
untuk pertama kalinya tercatat di Kuba ganya murah serta dapat diberikan
pada saat diberikan dalam jumlah yang kepada ternak dalam berbagai bentuk
berlebihan di peternakan sapi (Preston dan proporsi (Senthilkumar et al.,
and Willis 1974). Selain bersifat toksik, 2016). Penggunaan molasses pada
dampak pemberian molasses dalam usaha peternakan telah dilakukan dalam
jumlah yang berlebihan dapat men- kurun waktu yang lama karena mampu
imbulkan berbagai penyakit antara lain meningkatkan performa ternak secara
ketosis subklinis (Losada and Preston, umum. Menurut Sano et al. (1999) dan
1974), penurunan produksi susu (Ghe- Reyed and El-Diwany (2007) penamba-
dini et al., 2016), gangguan reproduksi han molasses pada pakan ternak mampu
dan diare (Yan et al., 1997). Sampai meningkatkan kecernaan serat dan
saat ini, di Indonesia jarang sekali atau asupan pakan namun sebaliknya
bahkan sama sekali tidak ada laporan menurunkan urea nitrogen. Secara garis
tentang keracunan molasses. Kejadian besar, sampai saat ini molasses di-
tersebut bukan tidak ada akan tetapi manfaatkan sebagai sumber energi ben-
kemungkinan karena kurangnya tuk cair yang sangat efektif dan efisien
pengamatan atau pengalaman dalam pada ruminansia. Menurut Preston
mendiagnosa kasus tersebut sehingga (1987), penambahan molasses pada
terabaikan. Tulisan ini bertujuan untuk tingkat rendah (<20% bahan kering pa-
mengulas dampak negatif dari molasses kan) ke dalam pakan basal memiliki
karena molasses sampai saat ini peran saling melengkapi sebagai sub-
digunakan secara luas sebagai bagian strat untuk mikroorganisme dalam ru-
dari pakan ternak. men, namun demikian, jika konsentrasi
molasses melampaui 20% maka akan
PENGGUNAAN MOLASSES DA- terjadi kompetisi dengan pakan basal
LAM USAHA PETERNAKAN dalam penyediaan substrat bagi
Molasses sebenarnya memiliki mikroorganisme rumen.
manfaat yang besar dan dapat Hasil berbagai penelitian
digunakan untuk berbagai macam menunjukkan bahwa molasses dapat
tujuan. Molasses digunakan secara luas digunakan sebagai tambahan pada pa-
sebagai sumber karbon untuk denitrifi- kan ternak dalam berbagai cara. Molas-
kasi, fermentasi anaerobik (Pazouki et ses dapat digunakan sebagai pakan ter-
al., 2000), pengolahan limbah aerobik nak secara langsung dengan cara
(Gouda et al., 2001), dan diaplikasikan dicampurkan pada pakan konsentrat
pada pelestarian lingkungan perairan (Hunter, 2012; Assefa et al., 2013), hi-
(Thakare et al., 2013; Tansengco et al., jauan (Nayigihugu et al., 1995; Broder-
2016). Selain pemanfaatan tersebut di- ick and Radloff, 2004), limbah per-
atas, molasses juga digunakan dalam tanian/jerami (Biswas et al., 2010; Kab-
industri makanan manusia (Bakhiet and iru et al., 2015; Alam et al., 2016),
Al-Mokhtar, 2015) maupun industri pe- ataupun melalui proses fermentasi pada
ternakan dari jumlah yang kecil untuk pembuatan pembuatan silase (Baurhoo
mengurangi partikel debu dalam pakan and Mustafa, 2014; Trivedi and Shah,
sampai jumlah yang besar sebagai sum- 2014) dan bahan dasar pembuatan
DOI : 10.21776/ub.jiip.2017.027.02.04 26
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (2):25 – 34
UMMB (Mubi et al., 2013; Hatungima- Gejala keracunan molasses yang lain
na and Ndolisha 2015; Yanuartono et adalah gangguan syaraf dan kebutaan
al., 2016). akibat dari nekrosis pada otak (Edwin et
al., 1979). Nekrosis pada otak tersebut
TOKSISITAS MOLASSES kemungkinan disebabkan oleh pasokan
energi ke otak yang terganggu akibat
Kejadian keracunan molasses
defisiensi enzim transketolase pirofosfat
yang kemudian dilanjutkan dengan
yang berfungsi untuk metabolisme glu-
penelitian difokuskan pada keracunan
kosa lebih lanjut (Losada and Preston
molasses banyak dilakukan pada peri-
1973; Rowe et al., 1977). Penelitian
ode tahun 1960-1980, sehingga saat ini
yang lain menyatakan bahwa penyebab
jarang muncul penelitian dengan tema
terjadinya nekrosis otak pada keracunan
tersebut diatas. Hal tersebut kemung-
molasses disebabkan oleh defisiensi thi-
kinan disebabkan oleh sedikitnya kasus
amin (Edwin and Jackman 1982; Gould
yang muncul karena sistem pemberian
1998), asupan sulfat yang berlebihan
pakan dengan penambahan molasses
dan rendahnya asupan air sehingga
yang lebih terukur. Penelitian-penelitian
mengakibatkan keracunan Na (Gould
setelah tahun tahun tersebut lebih ban-
1998), tingginya konsentrasi asam le-
yak difokuskan pada dampak negatif
mak volatil rantai panjang (Dunlop and
molasses tanpa menunjukkan gejala
Bueno 1979) dan terjadinya hambatan
klinis, seperti pengaruh terhadap pen-
oksidasi piruvat (Mella et al., 1976).
ampilan reproduksi dan produksi susu.
Namun demikian, dugaan akibat
Keracunan molasses biasanya
defisiensi vitamin pada keracunan mo-
terjadi pada peternakan dengan sistem
lasses bertentangan dengan hasil
pemberian serat yang terbatas tetapi
penelitian sebelumnya oleh Losada et
memperoleh molasses ad libitum se-
al. (1971) yang memberikan sejumlah
hingga menunjukkan gejala-gejala atau
besar thiamin intra muskuler maupun
sindrom yang disebut sebagai keracunan
intra ruminal ternyata tidak mampu
molasses (Rowe et al., 1977). Namun
melindungi dari nekrosis otak. Menurut
demikian, menurut Senthilkumar et al.
Gould (1988), bila lesi pada otak dapat
(2016), istilah keracunan molasses han-
diidentifikasi, maka sejumlah kemung-
ya digunakan pada ternak yang men-
kian penyebab perlu menjadi pertim-
gonsumsi molasses dalam jumlah yang
bangan. Identifikasi tersebut perlu
sangat besar. Contoh klasik dari kera-
didukung dengan pemeriksaan labora-
cunan molasses yang berdampak sangat
toris dan studi epidemiologi secara
buruk pada ternak adalah yang terjadi di
lengkap.
Kuba (Preston and Willis 1974). Losa-
Campuran molasses dengan urea
da and Preston (1973) dan Borroto
juga dapat mengakibatkan keracunan
(2015) menyatakan bahwa toksisitas
jika diberikan secara ad libitum sehing-
molasses kemungkinan disebabkan oleh
ga asupan mencapai 300 g/hari (misal-
perubahan pola fermentasi rumen, se-
nya pada sapi perah 500 bobot kg yang
bagai konsekuensi dari penurunan
mengkonsumsi 10 kg /hari campuran
asupan pakan dan kurangnya hijauan
molase/urea). Meskipun sebenarnya ja-
dalam diet. Gejala klinis yang muncul
rang ada risiko toksisitas urea karena
akibat keracunan molasses tersebut
kandungan gula dalam molasses dan
meliputi penurunan suhu tubuh, kele-
amonia dari urea dengan cepat
lahan, air liur berlebihan, peningkatan
digunakan untuk pertumbuhan mikroba
respirasi dan hewan terlihat seperti ma-
dalam rumen. Toksisitas hanya akan
buk (Pate, 1983; Rowe et al., 1977).
DOI : 10.21776/ub.jiip.2017.027.02.04 27
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (2):25 – 34
terjadi jika urea tidak tercampur secara Penurunan produksi susu tersebut
merata atau jika campuran tersebut diduga akibat dari pemberian jumlah
memiliki kadar air yang tinggi sehingga molasses yang tinggi. Tingginya kadar
mendorong hewan untuk meminum da- gula dalam molasses mengakibatkan
ripada menjilat campuran tersebut penurunan kapasitas pencernaan serat
(Preston, 1987). dan selanjutnya merubah pemanfaatan
nitrogen dan pola sintesis mikroba ru-
DAMPAK MOLASSES PADA men yang bertanggung jawab terhadap
PRODUKSI SUSU perubahan dalam produksi susu (Trivedi
Hasil penelitian Trivedi and and Shah, 2014).
Shah (2014) menunjukan bahwa Sebaliknya, hasil penelitian oleh
penambahan molasses dengan konsen- Broderick and Radloff (2004) menun-
trasi 0,5-0,6 kg pada pakan basal berupa jukkan penambahan molasses pada si-
silase, konsentrat dan premiks mineral lase alfalfa tidak menunjukkan peru-
selama 108 hari mengakibatkan bahan, namun jika pemberian molasses
penurunan produksi susu dan penampi- melampaui 6% akan menurunkan
lan sapi perah secara umum. Hasil produksi susu. Namun demikian hasil
penelitian tersebut didukung oleh Wood penelitian Baurhoo and Mustafa (2014)
(1990) dan Martel et al. (2011) yang menyatakan bahwa penambahan molas-
menyatakan bahwa pemberian molasses ses pada silase alfalfa tidak menunjuk-
sampai dengan 5% dari jumlah pakan kan perubahan produksi susu pada sapi
menyebabkan penurunan produksi susu. perah. Penelitian oleh Morales et al.
Hasil penelitian Ghedini et al. (2016) (1989) menunjukkan bahwa penamba-
juga menunjukkan penurunan produksi han molasses pada diet 35% haylase
susu secara linier. Pemberian molasses alfalfa akan menurunkan produksi susu,
bertingkat mengakibatkan penurunan tetapi penambahan pada diet 65%
produksi susu mulai dari 0% haylase alfalfa tidak berpengaruh ter-
(18.9/kg/hari), 4% (18.0/kg/hari), 8% hadap produksi.
(17.8kg/hari), dan 12% (16.8 kg/hari). Sebuah studi kasus yang dil-
Dampak negatif molasses dari akukan oleh Soder et al. (2012) di
penelitian tersebut kemungkinan Amerika Serikat menunjukkan bahwa
disebabkan oleh jumlah pemberian gula pemberian molasses cair sebagai satu-
yang mendekati batas ambang yang satunya sumber tambahan energi pada
direkomendasikan untuk sapi perah fase sapi perah dengan pakan basal hijauan
menyusui, terutama pada tingkat suple- memperlihatkan hasil yang tidak konsis-
mentasi molasses sebesar 12%. ten dalam produksi susu dan perfor-
Hasil penelitian yang sedikit manya. Hasil penelitian dan studi kasus
berbeda ditunjukkan oleh Huhtanen diatas menunjukkan bahwa pengaruh
(1987), pemberian pakan 9 kg/hari si- penambahan molasses tinggi pada
lase rumput dan 6 kg/hari konsentrat produksi susu tidak konsisten. Hasil
yang ditambah dengan molasses yang tidak konsisten tersebut kemung-
1kg/hari molasses dari bahan kering kinan terkait dengan perbedaan kompo-
akan mengakibatkan peningkatan sisi bahan pakan basal, stadium me-
produksi susu dari 23.3kg/hari menjadi nyusui, dan rasio pemberian antara hi-
24.0 kg/hari. Namun demikian, jauan dengan konsentrat. Dengan
produksi susu akan menurun dibanding- demikian masih diperlukan penelitian
kan dengan kontrol jika penambahan penelitian terhadap konsekuensi pem-
molasses ditingkatkan menjadi 2kg/hari. berian pakan ternak dengan penamba-
DOI : 10.21776/ub.jiip.2017.027.02.04 28
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (2):25 – 34
han molasses dalam jangka waktu yang Hasil peneltitian Yan et al. (1997)
panjang guna mengetahui dampak menunjukkan bahwa sapi perah laktasi
sesungguhnya pada ternak. mampu mengonsumsi molasses sampai
6-9 kg/ dari bahan kering per hari (375
DAMPAK NEGATIF MOLASSES g/kg bahan kering molasses dalam pa-
LAIN PADA TERNAK kan) meskipun kemudian dapat
Pada awalnya, sekitar tahun mengakibatkan diare. Molasses diduga
1960, molasses hanya diketahui dapat juga dapat mengakibatkan kejadian
menyebabkan keracunan yang dikenal bloat pada ruminansia. Kandungan mo-
dengan istilah molasses toxicity tetapi lasses yang tinggi dalam pakan diduga
dampak lain yang merugikan pada saat menyebabkan pertumbuhan yang ber-
itu tidak pernah teramati. Selama lebihan dari mikroba dalam rumen se-
pertengahan tahun 1990an, insiden sin- hingga mengakibatkan peningkatan
drom keracunan kronis dilaporkan ter- sekresi mucilaginous (Jarrige and
jadi pada sapi potong dan sapi perah Beranger, 1992). Harris et al. (1981)
yang dikelola dengan baik dari berbagai menyatakan bahwa molasses merupa-
daerah di Afrika Selatan. Manifestasi kan bahan pakan yang mudah difermen-
klinis dari sindrom tersebut adalah tasi dalam rumen. Pemberian dalam
penurunan produksi, penurunan keke- jumlah besar akan mengakibatkan pen-
balan, peningkatan gangguan repro- ingkatan fermentasi mikroba sehingga
duksi, gangguan ketidak seimbangan mengakibatkan produksi gas yang ber-
mineral yang ditandai dengan pem- lebihan. Produksi gas yang berlebihan
besaran kelenjar tiroid. Sindrom terse- tersebut diduga dapat mengakibatkan
but diduga terkait dengan penggunaan bloat pada ternak ruminansia. Sebuah
molasses dan produk asal molasses penelitian telah dilakukan untuk mem-
yang digunakan pada peternakan terse- bandingkan efek 2 sumber karbohidrat
but dan sindrom tersebut mirip dengan tambahan pada kejadian bloat sapi
endocrine disruptive syndrome (EDCs) dengan alfalfa sebagai pakan basal.
(Masgoret et al., 2009). Istilah EDCs Hasil penelitian tersebut menunjukkan
sendiri adalah substansi eksogen atau bahwa kejadian bloat meningkat lebih
campurannya yang mampu merubah dari 2 kali lipat pada sapi yang diberi
fungsi sistem endokrin sehingga dapat tambahan molasses dibandingkan
mengakibatkan dampak merugikan bagi dengan penambahan barley. Hasil terse-
kesehatan manusia maupun hewan but kemungkinan disebabkan karena
(Frische et al., 2013). Masgoret et al. barley berbentuk bijian sehingga akan
(2009) mengamati potensi molasses da- difermentasi lebih lambat jika
lam mengakibatkan gangguan endokrin. dibandingkan dengan molasses (Majak
Dalam penelitiannya, meskipun molas- et al., 2001).
ses menunjukkan kemungkinan Pemberian molasses yang ber-
gangguan endokrin in vitro, data in vivo lebihan menurut Mamak et al. (2015)
menunjukkan bahwa molasses tidak dapat mengakibatkan dermatitis pada
berdampak negatif pada endokrin sapi. sapi perah. Hasil penelitiannya menun-
Penelitian dengan hewan coba oleh jukkan bahwa pemberian molasses yang
Rahiman and Pool (2016) menunjukkan berlebihan dapat mengakibatkan peru-
bahwa pemberian molasses pada mencit bahan perubahan pada parameter bio-
BALB/c dalam jangka panjang kemung- kimiawi seperti penurunan glukosa, na-
kinan berdampak imunosupresif karena trium, kalsium, magnesium dan asam
menurunkan respon imun humoral. urat. Perubahan biokimiawi tersebut
DOI : 10.21776/ub.jiip.2017.027.02.04 29
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (2):25 – 34
DOI : 10.21776/ub.jiip.2017.027.02.04 30
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (2):25 – 34
DOI : 10.21776/ub.jiip.2017.027.02.04 31
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (2):25 – 34
DOI : 10.21776/ub.jiip.2017.027.02.04 32
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (2):25 – 34
DOI : 10.21776/ub.jiip.2017.027.02.04 33
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (2):25 – 34
DOI : 10.21776/ub.jiip.2017.027.02.04 34