Você está na página 1de 22

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

Continuous Casting Machine (CCM) merupakan mesin yang dirancang untuk


mendapatkan tingkat produktivitas baja yang tinggi dan juga untuk mendapatkan
kualitas baja slab yang baik. Baja slab diperoleh dari proses percetakan yang
berlangsung secara terus menerus (Continuous). Ukuran slab yang dihasilkan
mempunyai ketebalan 200 mm, lebar 800 – 1200 mm dan panjang maksimum
12000 mm. Gambar 3.1 merupakan ilustrasi kontruksi Continuous Casting
Machine. Sedangkan desain kontruksi nyata dari Continuous Casting Machine ini
dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 3.1 Ilustrasi Kontruksi Continuous Casting Machine

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar Continuous Casting Machine
siap beroperasi.Syarat-syarat tersebut adalah dummy bar insert, perpacking
mould, electrical no fault, hidraulic ready dan cooling system ready. Setelah
CCM siap beroperasi, operator ladle mengatur bukaan slide gate ladle kemudian
baja cair mengalir dari ladle ke tundish melalui pouring tube ladle. Setelah berat
baja ditundish sudah sekitar 15 ton, operator mengoperasikan sistem kontrol
otomatis pengatur kecepatan yang disebut casting speed. Baja mengalir ke mould

17
melalui slide gate tundish (pouring tube) yang bekerja secara otomatis
berdasarkan set poin dari mould level. Didalam mould baja cair mengalami
proses pembentukan kulit. Kulit baja slab ini terbentuk dikarenakan adanya sistem
pendingin pada mould yang biasa disebut dengan mold cooling system[2].

3.1 Mould dan Mould Cooling System


Mould adalah alat untuk mencetak baja cair menjadi baja slab. Pencetakan ini
dilakukan dengan cara melewatkan baja cair pada mould yang telah dilengkapi
sistem pendinginan mould sehingga pada saat baja cair bagian luar yang masih
panas menyentuh dinding mould, baja cair akan sedikit didinginkan sehingga
membentuk kulit luar yang lebih padat. Fenomena proses pembentukan kulit luar
baja ini ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Fenomena Pembentukan Kulit Luar Baja

Dimensi baja slab diatur sesuai dengan permintaan customer dengan


mengatur jarak antara dinding-dinding mould. Mould memiliki 4 dinding utama
yaitu: Right Narrow Side, Left Narrow Side, Loosed Wide Side dan Fixed Wide
Side. Secara umum Mould dapat diilustrasikan seperti Gambar 4.1[3].

18
Gambar 3.3 Ilustrasi Mould Cooling System

Berikut ini data teknis tentang mould:


1. Loosed Wide Side dan Fixed Wide Side:
Material Mould : Tembaga
Dimensi : 1300 mm x 50 mm x 900 mm
2. Left Narrow Side dan Right Narrow Side:
Material Mould : Tembaga
Dimensi : 200 mm x 50 mm x 900 mm

Mould Cooling System adalah salah satu sistem utama yang terdapat pada
mould. Fungsi dari sistem ini adalah sebagai pendingin mould. Sistem
pendinginan yang terdapat pada mould ini menggunakan sistem pendinginan
tertutup (Close Cooling) menggunakan media air. Air pendingin yang digunakan
pada sistem ini disebut dengan air demin (water demin). Air demin merupakan air
yang sudah mengalami proses demineralisasi yaitu proses penetralan air dari ion
dan kation yang terkandung didalam air, sehingga diharapkan tidak terjadi korosi
pada pipa aliran sistem pendingin yang terpasang. Air demin terus menerus
mengalir pada keempat bagian mould yaitu pada Righ Narrow Side, Left Narrow
Side, Losses Wide Side dan Fixed Wide Side. Air denim yang mengalir pada siklus
ini mengalami pendinginan berulang-ulang pada heat exscanger di Water
Treatment Plant (WTP). Pada mould cooling system ini terdapat dua parameter
ukur yang menjadi acuan pengendalian sistem yaitu perbedaan temperatur air
demin yang masuk dan keluar mould dan debit air yang mengalir pada mould.
Perbedaan temperatur air pada mould ini difungsikan sebagai indikasi panas

19
berlebih pada sistem pendingin mould baik pempipaan atau mould itu sendiri.
Perbedaan temperatur (∆T) maksimal yang diperoleh yaitu < 7oC, sedangkan debit
air diatur sesuai dengan kondisi mould pada saat beroperasi[4].

3.2 Komponen Utama Pada Sistem Pendinginan Mould


3.2.1 Programmable Logic Controller (PLC)

Program logic controller (PLC) diperkenalkan pertama kali pada tahun


1969 oleh Richard E. Morley yang merupakan pendiri MODICON, PLC yang
pertama kali digunakan sebagai produk komersial adalah MODICON 084
(Modular Digital Controller084).PLC digunakan untuk menggantikan control
relay pada proses sekuensial yang dirasakan tidak fleksibel dan berbiaya tinggi.
Pada saat itu, hasil rancangan telah benar-benar berbasis solid state dan memiliki
fleksibelitas tinggi, hanya secara fungsional masih terbatas pada fungsi-fungsi
kontrol relay saja. Seiring dengan perkembangan teknologi solid state, saat ini
PLC telah mengalami perkembangan luar biasa, baik dari ukuran, kepadatan
komponen serta dari segi fungsionalnya.

Berdasarkan namanya, konsep PLC adalah sebagai berikut :

1. Programmable, menunjukkan kemampuan memori untuk menyimpan


program yang telah dibuat dan dengan mudah dirubah fungsi atau
kegunaannya.
2. Logic, menunjukkan kemampuan dalam memproses input secara
aritmatik dan logic (ALU), yakni melakukan operasi membandingkan,
menjumlahkan, mengalikan, membagikan, mengurangi, negasi, AND,
OR, dan lain sebagainya.
3. Controller, menunjukkan kemampuan dalam mengontrol dan
mengatur proses sehingga menghasilkan output uang diinginkan.

PLC dirancang untuk menggantikan suatu rangkaian relay sekuensial


dalam suatu sistem kontrol. PLC ini memiliki Bahasa pemrograman yang mudah
dipahami dan cepat dioperasikan bila program yang telah dibuat, dengan
menggunakan software yang sesuai dengan jenis PLC yang akan digunakan.

20
Prinsip kerja dari sebuah PLC adalah menerima sinyal masukkan proses
yang dikendalikan lalu melakukan serangkaian instruksi logika terhadap sinyal
masukan tersebut sesuai dengan program yang tersimpan dalam memori lalu
menghasilkan sinyal keluaran untuk menendalikan aktuator atau peralatan
lainnya. Ada beberapa brand atau merek yang memproduksi PLC dengan
bermacam-macam ukuran dan tipe, diantaranya : PLC AlanBradley, PLC Omron,
PLC ABB, PLC Siemens dengan salah satu produknya SIMATIC S7 dan lain-
lain.

Secara umum komponen penyusun dari sebuah control dengan sebuah


PLC yang dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.4 Komponen penyusun PLC

3.2.1.1 Input/Output Modul


Input modul berfungsi untuk merubah sinyal yang datang dari sensor atau
transducer menjadi sinyal yang dapat di proses oleh PLC melalui CCU. Sinyal
yang datang merupakan informasi hasil deteksi oleh sensor. Sedangkan output
modul berfungsi mengubah sinyal keluaran PLC menjadi sinyal yang dapat
dimengerti oleh aktuator.

3.2.1.2 Program PLC


Berdasarkan standar IEC 1131-3, terdapat 3 bahasa pemrograman yang
digunakan oleh PLC. Bahasa tersebut adalah Ladder Diagram, Function Block
Diagram, dan Statement List.

21
a. Ladder Diagram
Ladder diagram pada Gambar 3.9 merupakan bentuk seperti
rangkaian listrik. Sebuah ladder diagram terdiri dari power rail pada sisi
kanan dan kiri program, dihubungkan dengan ruang oleh switching
element dan coil element tertentu.

Gambar 3.5 Ladder Diagram

b. Function Block Diagram (FBD)


Pada FBD pada Gambar 3.10 fungsi dan blok fungsi digambarkan
dengan grafik dan dihubungkan melalui jaringan FBD berasal dari logic
diagram pada sirkit elektronik.

Gambar 3.6 Function Block Diagram

22
c. Statement List
Statement list merupakan bahasa assembler yang disusun dari instruksi
kontrol yang terdiri dari operator dan operand.

Contoh statement list :


- LD Part_typeA
- OR Part_typeB
- AND Part_presentD
- AND Drill_OK
- ST Sleeve_on

3.2.1.3 Central Control Unit (CCU)


Central control unit terdiri dari mikroprosesor sebagai pusat operasi
matematik dan operasi logika, memori sebagai penyimpan data, dan power
supply. Dalam pengoprasiannya CCU melibatkan aplikasi counter dan timer.

Counter dan timer pada PLC juga tidak memiliki bentuk fisik, jadi hanya
berupa program yang berfungsi sebagai counter. Meskipun hanya berupa
program, counter pada PLC juga dapat digunakan untuk perhitungan maju(1, 2,
3,…,n) dan atau perhitungan mundur (n,…, 3, 2, 1)

3.2.1.4 Proses Scanning pada PLC


Proses scanning yang dapat dilihat pada Gambar 3.7 terdiri dari tiga
bagian; input scan, program scan, dan output scan. Total waktu yang dibutuhkan
tergantung pada kecepatan processor dan panjang program. Setelah input scan,
dilakukan program scan. Selama program scan, data pada input status table
diaplikasikan ke program, eksekusi program dan update output status table. Pada
output scan, data diasosiasikan dengan output status table dan ditransfer ke output
terminal yang terlihat pada Gambar 3.8.

23
Gambar 3.7 Operasional Cycle

Gambar 3.8 PLC Scanning

3.2.1.5 Sistem Bilangan dalam PLC


Pengetahuan tentang sistem bilangan sangat dibutuhkan dalam
mempelajari PLC. Karena pada umumnya PLC menggunakan bilangan biner,
hexadecimal atau bilangan yang lainnya dalam mempresentasikan, menyimpan
dan mengolah bermacam kode dalam PLC adalah :

1. Sistem Desimal
Sistem bilangan yang banyak digunakan oleh manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Sistem ini menggunakan 10 simbol yaitu, 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6,
7,8 dan 9, sistem ini menggunakan basis 10. Contoh bilangan decimal
adalah :1, 2, 11, 23, dst. Penulisan bilangan decimal adalah 12, 12D,
12(10).

2. Sistem Biner
Sistem bilangan biner menggunakan 2 macam symbol bilangan
1010.penulisan bilangan biner : 1010(2).

24
3. BCD ( Biner Code Decimal)
Biner code decimal (BCD) adalah angka decimal dimana 1 digit
diwakili oleh bilangan 4 bit bilangan biner. BCD umumnya digunakan
dengan perangkat input dan output. Sebuah thumbwheel switch adalah
salah satu contoh dari perangkat input yang menggunakan BCD.

4. BIlangan Oktal
Sistem bilangan octal menggunakan 8 macam symbol bilangan berbasis
8 digit angka yaitu 0, 1, 2,, 3, 4, 5, 6, 7, contoh bilangan octal 12(8).

5. Bilangan Heksadesimal
Sistem bilangan octal menggunakan 16 macam symbol bilangan
berbasis 8 digit angka, yaitu 0, 1, 2,, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, A, B, C, D, E,
dan F. Dimana A=10, B=11, C=12, D=13, E=14, F=15. Penulisan
bilangan heksadesimal : 1F(16). Heksadesimal banyuak digunakan untuk
menuliskan data dalam sistem komputer. Sistem bilangan yang
digunakan tetap biner, hanya sering dituliskan sebagai heksadesimal
untuk memudahkan pengguna [5].

3.2.2 Sensor Suhu RTD (Resistance Temperature Detector)


3.2.2.1 Pengertian Sensor Suhu RTD
RTD yang merupakan singkatan dari Resistance Temperature Detector
adalah sensor suhu yang pengukurannya menggunakan prinsip perubahan
resistansi atau hambatan listrik logam yang dipengaruhi oleh perubahan suhu.
RTD adalah salah satu sensor suhu yang paling banyak digunakan dalam
otomatisasi dan proses kontrol.

25
Gambar 3.9 Sensor Suhu Resistance Temperature Detector (RTD)

Pada tipe elemen wire-wound atau tipe standar, RTD terbuat dari kawat
yang tahan korosi, yang dililitkan pada bahan keramik atau kaca, yang kemudian
ditutup dengan selubung probe sebagai pelindung. Selubung probe ini biasanya
terbuat dari logam inconel (logam dari paduan besi, chrom, dan nikel). Inconel
dipilih sebagai selubung dari RTD karena tahan korosi dan Ketika ditempatkan
dalam medium cair atau gas, selubung inconel cepat dalam mencapai suhu
medium tersebut. Antara kawat RTD dan selubung juga terdapat keramik
(porselen isolator) sebagai pencegah hubung pendek antara kawat platina dan
selubung pelindung. Perhatikan gambar dibawah ini.

Gambar 3.10 Kontruksi RTD

26
Sedangkan jenis logam untuk kawat dari RTD umumnya adalah platina.
Kawat RTD biasanya juga terbuat dari tembaga dan nikel. Namun platina adalah
bahan yang paling umum digunakan, karena memiliki tingkat akurasi yang lebih
baik dan rentang suhu yang lebih luas.

3.2.2.2 Prinsip Kerja RTD


Ketika suhu elemen RTD meningkat, maka resistansi elemen tersebut juga
akan meningkat. Dengan kata lain, kenaikan suhu logam yang menjadi elemen
resistor RTD berbanding lurus dengan resistansinya. elemen RTD biasanya
ditentukan sesuai dengan resistansi mereka dalam ohm pada nol derajat celcius
(0⁰ C). Spesifikasi RTD yang paling umum adalah 100 Ω (RTD PT100), yang
berarti bahwa pada suhu 0⁰ C, elemen RTD harus menunjukkan nilai resistansi
100 Ω.

Dalam prakteknya, arus listrik akan mengalir melalui elemen RTD


(elemen resistor) yang terletak pada tempat atau daerah yang mana suhunya akan
diukur. Nilai resistansi dari RTD kemudian akan diukur oleh instrumen alat ukur,
yang kemudian memberikan hasil bacaan dalam suhu yang tepat, pembacaan suhu
ini didasarkan pada karakteristik resistansi yang diketahui dari RTD.

Elemen sensor RTD mempunyai dua tipe konfigurasi yang paling umum,
yaitu:
1. Wire Wound
Seperti yang dijelaskan pada sebelumnya, wire-wound merupakan tipe
elemen yang terdiri dari kumparan kawat logam (platina) yang melilit
keramik atau kaca, yang ditempatkan atau ditutup dengan selubung
probe sebagai pelindung.

Gambar 3.11 RTD Dengan Konfigurasi Wire Wound

27
2. Thin-Film
Thin-film merupakan tipe elemen RTD yang terdiri dari lapisan bahan
resistif yang sangat tipis (umumnya platina), yang diletakkan pada
substrat keramik yang kemudian dilapisi dengan epoxy atau kaca
sebagai segel atau pelindungnya.

Gambar 3.12 RTD Dengan Konfigurasi Thin Film

RTD memiliki 3 macam konfigurasi koneksi kabel yaitu: 2 wire, 3 wire,


dan 4 wire RTD.

Sama halnya seperti platina, Tembaga (kabel) juga memiliki nilai


resistansi. Resistansi sepanjang kabel tembaga ini dapat berdampak pada
pengukuran resistansi yang dilakukan oleh instrumen alat ukur. RTD 2 kabel (2
wire) praktis tidak memiliki perhitungan resistansi yang terkait dengan kabel
tembaga, sehingga mengurangi keakuratan pengukuran elemen sensor suhu RTD.
Akibatnya RTD 2 wire umumnya hanya digunakan untuk kebutuhan pengukuran
suhu perkiraan saja.

RTD 3 kabel (3 wire) adalah spesifikasi yang paling umum yang biasa
digunakan pada aplikasi-aplikasi di industri. RTD 3 wire menggunakan rangkaian
pengukuran jembatan wheatstone untuk mengkompensasi nilai resistansi kabel.
Perhatikan gambar di bawah ini.

Gambar 3. 13 Konfigurasi Sensor RTD 3 Wire

28
Dalam konfigurasi RTD 3 wire ini, kabel “A” dan “B” harus memiliki
kedekatan atau panjang yang sama. Panjang kabel ini sangat berarti karena tujuan
dari jembatan wheatstone adalah untuk membuat impedansi dari kabel A dan B.
Dan kabel C berfungsi sebagai pembawa arus yang sangat kecil.

RTD 4 kabel (4 wire) adalah konfigurasi yang paling akurat dari yang
lainnya. Karena dalam RTD 4 kabel ini dapat sepenuhnya mengkompensasi
resistansi dari kabel, tanpa perlu memberikan perhatian khusus pada panjang
masing – masing kabel.

Kelebihan dan kekurangan RTD bila dibandingkan dengan Thermocouple:


1. Rentang pengukuran:
RTD dapat mengukur suhu hingga 1000⁰C, akan tetapi sulit mendapatkan
pengukuran yang akurat dari RTD dengan suhu diatas 400⁰C. Termokopel
dapat mengukur suhu sampai 1700⁰C. Umumnya RTD digunakan pada
suhu dibawah 850⁰C, dan bila suhu diatas 850⁰C biasanya menggunakan
termokopel. Pengukuran suhu di industri biasanya 200⁰ C sampai 400⁰ C,
sehingga RTD mungkin menjadi pilihan terbaik dalam kisaran suhu
tersebut.
2. Waktu respon (response time):
RTD mempunyai respon yang cepat terhadap perubahan suhu akan tetapi
kemampuan termokopel dalam merespon suhu jauh lebih cepat.
3. Getaran (vibration):
Termokopel tidak terpengaruh terhadap getaran, sedangkan RTD
terpengaruh bila ada getaran atau goncangan, sehingga bila RTD
diperlukan maka RTD thin-film biasa digunakan karena RTD thin-film
lebih tahan terhadap getaran bila dibandingkan dengan RTD standar.
4. Pemanasan sendiri (self-heating):
Sebuah RTD terdiri dari kawat atau pelapis yang sangat halus dan
membutuhkan tegangan dari power supply, sedangkan termokopel tidak
memerlukan. Meskipun arus yang diperlukan hanya sekitar 1 mA sampai
10 mA, hal ini dapat menyebabkan elemen platina RTD “memanas”.
Sehingga mempengaruhi tingkat akurasi pengukuran. Hal ini mungkin

29
terjadi bila kabel ekstensi panjang digunakan, sehingga daya yang lebih
besar mungkin diperlukan untuk mengatasi hambatan atau resistansi kabel,
dan hal ini mengakibatkan masalah pemanasan sendiri (self-heating)
meningkat.
5. Akurasi pengukuran:
Secara umum RTD lebih akurat daripada termokopel. RTD menghasilkan
akurasi hingga 0,1⁰ C sedangkan termokopel hanya 1⁰ C.
6. Stabilitas:
Stabilitas jangka panjang dari RTD sangat baik, yang berarti pembacaan
yang akan berulang dan stabil dalam waktu yang lama. Sedangkan
termokopel cenderung tidak stabil karena EMF yang dihasilkan oleh
termokopel dapat berubah dari waktu ke waktu karena oksidasi, korosi,
dan perubahan lain dalam sifat metalurgi dari elemen sensor atau
penginderaan.
7. Harga:
Meskipun ini bukan masalah teknis tapi mungkin ini penting, termokopel
memiliki harga yang jauh lebih murah daripada RTD[6].

3.2.3 Control Valve


Control Valve merupakan elemen pengendali akhir yang banyak digunakan
pada industri modern. Pada umumnya control valve terdiri dari tiga bagian utama
yaitu bodi valve, aktuator, serta positioner. Bodi valve adalah tempat dimana
fluida yang mengalir akan dikondisikan sesuai kebutuhan perancang baik dari segi
aliran, temperature, maupun tekanan. Sedangkan aktuator berfungsi sebagai
penggerak dari komponen bodi valve setelah merubah sinyal pneumatik maupun
elektrik dari positioner menjadi energi mekanik untuk mengatur pembukaan valve
tersebut. Positioner berperan sebagai pemberi sinyal pengaturan kepada aktuator
setelah mendapat data-data kondisi kerja dari sensor-sensor serta berdasarkan
penyetelan awal yang dikondisikan sesuai kebutuhan penggunanya.

30
Gambar 3.14 Control Valve Tipe Globe

3.2.3.1 Konsep Kerja Control Valve


Control valve terdiri dari beberapa komponen-komponen yang menjadi
satu kesatuan dengan fungsi yang berbeda. Bodi valve yang terdapat trim
berfungsi untuk mengatur jumlah aliran fluida. Aktuator berfungsi menggerakan
batang valve/stem untuk membuka atau menutup aliran dengan menggunakan
sinyal I/P (current to pneumatic) 4 – 20 mA menjadi sinyal 3 – 15 psi. Positioner
yang bekerja menggunakan sinyal 4-20 mA berfungi membaca pergerakan batang
katup untuk bukaan atau menutup sebagian aliran fluida kerja yang telah
ditentukan.

Aktuator dan desain positioner harus di pertimbangkan bersama-sama agar


terciptanya singkronisasi pembacaan untuk bukaan atau menutupnya aliran fluida
kerja yang telah di tentukan. Kombinasi dari kedua peralatan ini sangat
mempengaruhi performance/kinerja, serta respon dinamis dari assembly control
valve. Pemilihan positioner digital sangat di harapkan agar pengukuran bacaan
bukaan control valve dapat di peroleh dengan akurat, meskipun terhadap
perubahan sinyal masukkan yang kecil (kurang dari 0.125%) di banding dengan
sistem positioner dengan menggunakan bacaan analog.

31
Gambar 3.15 Disain Aktuator-Positioner

3.2.3.2 Jenis – Jenis Control Valve


Secara umum control valve terbagi atas dua tipe berdasarkan gerakan buka
tutupnya, yaitu:
1. Sliding Stem, dikenal karena gerakan (buka-tutup) stem secara linear.
Contoh: control valve jenis globe.
2. Rotary, dikenal karena gerakan (buka-tutup) stem memuntar 90o
Contoh: control valve jenis ball dan butterfly.

A. Sliding Stem Valve


Globe valve adalah jenis control valve yang bekerja secara sliding stem.
Aplikasi globe valve umumnya untuk liquida bersih (tidak berpasir), gas,
dan steam pada temperatur dan tekanan moderat.

Jenis sliding stem valve adalah:


1. Globe valve dengan trim cage
Dipakai secara luas pada pengaturan laju alir. Mudah dalam
perawatan dan pemilihan flow characteristic dengan banyak
pilihan cage.

2. Globe valve dengan single atau double port trim


Dipakai pada aplikasi mengandung padatan (solid) atau abrasif.

32
3. Globe valve dengan angle body
Dipakai pada tekanan drop yang tinggi seperti pada pressure
control. Juga sekaligus berfungsi sebagai elbow pada piping
system.

4. Globe Valve 3-way


Digunakan sebagai selector untuk mengalihkan/mencampur
aliran.

Gambar 3.16 Jenis-jenis Globe Valve

B. Rotary Valve
Valve yang bekerja secara rotary umumnya berukuran lebih kecil dan
ringan. Jarak membuka/menutup (travel) yang pendek dan hanya sedikit
gesekan di permukaan, membuatnya lebih tahan terhadap kebocoran
internal.
1. Ball Valve
Ball valve menggunakan sejenis bola berongga untuk mengatur laju
alir fluida. Tersedia dalam jenis vee-ball (dengan karakteristik equal
percentage) dan complete sphere ball.

Pada jenis 3-way valve dapat digunakan sebagai pengalih dan


pencampur aliran. Caranya dengan merubah posisi ball terhadap port

33
inlet dan outlet sesuai kebutuhan. Pemakaian 3-way valve di
lapangan terutama pada automatic well testing.

Gambar 3.17 Ball Valve

2. ButterFly Valve
Butterfly valve memanfaatkan sebuah disc (cakram) sebagai alat
pengatur aliran fluida. Valve ini membutuhkan actuator yang lebih
kuat karena letak disc tepat menghalangi laju alir fluida.

Gambar 3.18 Butterfly Valve

3.2.3.3 Karakteristik Aliran (Flow Characteristic)


Karakteristik aliran (flow characteristic) sebuah control valve adalah
hubungan antara bukaan valve (travel) dengan flow rate pada tekanan drop
konstan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.13.

34
Gambar 3.19 Kurva Karakteristik Aliran

Ada 3 karakteristik aliran sebuah valve seperti berikut:


1. Quick Opening
Bukaan (travel) yang kecil memberikan kenaikan yang besar pada flow
rate. Digunakan pada proses yang membutuhkan flow rate seketika dalam
jumlah besar seperti safety system dan metering.
2. Linier
Bukaan valve berbanding lurus dengan flow rate. Digunakan pada aplikasi
dimana pressure drop pada valve cenderung konstan seperti pada level
control dan flow control loop.
3. Equal Percentage
Kebalikan dari quick opening – bukaan valve yang besar, hanya
memberikan penambahan flow rate yang kecil. Digunakan pada proses
yang membutuhkan pressure drop yang besar pada valve, seperti
temperature dan pressure control.

Dampak kesalahan pemilihan valve dengan karakteristik aliran yang sesuai akan
menyebabkan:
1. Gangguan akurasi pada aplikasi metering (untuk jenis flow meter tertentu,
seperti: vortex dan turbine.
2. Kontrol proses menjadi tidak stabil[7].

35
3.2.4 Electromagnetic Flow Meter
Flowmeter adalah alat untuk mengukur jumlah atau laju aliran dari suatu
fluida yang mengalir dalam pipa atau sambungan terbuka.

Elektromagnetic Flowmeter merupakan jenis Flow Meter yang mempunyai


populasi tertinggi untuk flowmeter yang digunakan untuk mengukur fluida baik
berupa air ataupun cairan lainnya baik alirannya corosive, kotor dan lumpur.
Karena pemakaiannya yang banyak sebagian besar para produsen flow meter
mempunyai produk jenis elektromagnetic flow meter.

Electromagnetic flowmeter yang paling banyak digunakan dalam aplikasi


pengukuran airan air dan limbah dan chemical. Sebagian besar Aplikasi dari
pemakaian Electromagnetic Flowmeter adalah untuk dunia industri seperti
Industri Makanan, Minuman, Farmasi, Perhotelan, dan pengolahan limbah karena
harus menggunakan flowmeter yang memenuhi persyaratan sanitasi.

Electromagnetic FlowMeter banyak dipakai pada aplikasi pengukuran liquid


yang berupa cairan dan lumpur, yang mempunyai sifat penghantar listrik
(electrically conductor) dimana komponen utama dari flowmeter electromagnetic
adalah berupa tabung flow (unsur utama) yang dipasang kumparan listrik baik
didalam tabung maupun di luar flow tube.

Presure Drop di Flow Meter electromagnetic adalah sama seperti halnya


aliran liquid yang melalui pipa panjang, hal ini dikarenakan tidak adanya bagian
yang bergerak atau hambatan untuk flow. Voltmeter posisinya ada yang dipasang
langsung pada tabung flowmeter yang biasa disebut dengan sistem local atau bisa
juga dipasang ditempat lain yang dihubungkan dengan kabel sesuai dengan
kondisi lapangan dimana ini sering disebut dengan sistem remote.

Magnetic Flowmeter pada prinsipnya menggunakan Hukum Faraday


tentang induksi elektromagnetik. Menurut prinsip ini, ketika medium konduktif
melewati medan magnet yang kemudian menghasilkan tegangan. Tegangan ini
berbanding lurus dengan kecepatan medium konduktif, kerapatan medan magnet,
dan panjang konduktor. Dalam Hukum Faraday, ketiga nilai tersebut dikalikan

36
secara bersama – sama beserta dengan konstan, untuk menghasilkan besarnya
tegangan. Oleh karena itu, cairan yang diukur oleh flowmeter electromagnetic
harus bersifat sebagai conductor electric.

Gambar 3.20 Electromagnetic Flow Sensor

Magnetic Flowmeter memiliki keunggulan utama bahwa flowmeter


electromagnetic ini dapat mengukur cairan konduktif dan cairan korosif dan
lumpur, dan akurasi pengukuran flow cukup akurat. Keterbatasan utama untuk
Magnetic Flowmeter adalah tidak dapat mengukur hidrokarbon (yang
nonconductive), dan karenanya tidak banyak digunakan dalam minyak dan gas
serta industri pengolahan[8].

3.2.5 Kontrol PID


Kontrol PID (Proportional Integral Derivative) merupakan kontroler untuk
menentukan kepresisian suatu sistem instrumentasi dengan karakteristik adanya
umpan balik / feed back pada sistem tersebut. Komponen PID terdiri dari 3 jenis,
yaitu Proportional, Integratif, dan Derivatif. Ketiganya dapat dipakai bersamaan
maupun sendiri- sendiri, tergantung dari respon yang kita inginkan terhadap suatu
plant. Ada 3 macam control PID yaitu control PI, PD dan PID. PI adalah kontrol
yang menggunakan komponen proportional dan integratif. PD adalah kontrol
yang menggunakan komponen proportional dan derivatif, dan PID adalah kontrol
yang menggunakan komponen proportional, integratif, dan derivatif.

37
Gambar 3.21 Blok diagram kontrol PID

Pengontrol proposional memiliki keluaran yang sebanding atau


proposional dengan besarnya sinyal kesalahan (selisi antara besaran yang
diinginkan dengan harga aktualnya). Secara lebih sederhana dapat dikatakan
bahwa keluaran pengontrol proporsional merupakan perkalian antara konstanta
proposional dengan masukannya. Perubahan pada sinyal masukan akan segera
menyebabkan sistem secara langsung mengeluarkan output sinyal sebesar
konstanta pengalinya.
Pengontrol integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki
kesalahan keadaan stabil nol. Jika sebuah plant tidak memiliki unsur integrator
(1/s), pengontrol proposional tidak akan mampu menjamin keluaran sistem
dengan kesalahan keadaan stabilnya nol. Dengan pengontrol integral, respon
sistem dapat diperbaiki, yaitu mempunyai kesalahan keadaan stabilnya nol.
Pengontrol integral memiliki karaktiristik seperti halnya sebuah integral. Keluaran
sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan nilai sinyal kesalahan.
Keluaran pengontrol ini merupakan penjumlahan yang terus menerus dari
perubahan masukannya. Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan,
keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan.
Keluaran pengontrol Derivative memiliki sifat seperti halnya suatu operasi
differensial. Perubahan yang mendadak pada masukan pengontrol, akan
mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat[9].

38

Você também pode gostar