Você está na página 1de 12

1.

Pengertian Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan menurut Kusumawati dan Hartono (2011) adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada
dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan aduh, gelisah yang tidak
terkontrol. Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang dihadapi
seseorang yang ditunjukan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri
sendiri, orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowits, 2000 dalam Yosep, 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan diri sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang (Maramis,
2009).

2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan adalah:
1) Teori Biologis
a) Neurologic Faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter, dendrit,
akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan
dan pesan-pesan yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah antara perilaku
yang berarti dan pemikiran rasional, yang merupakan bagian otak dimana
terdapat interaksi antara rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat
menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan(Nuraenah, 2012: 29).

b) Genetic Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku
agresif. Menurut riset kazu murakami (2007) dalam gen manusia terdapat dorman
(potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor
eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya
dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut
hukum akibat perilaku agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012 : hal 100).
c) Cycardian Rhytm

Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitian pada jam sibuk
seperti menjellang masuk kerja dan menjelang berakhirnya kerja ataupun pada
jam tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih mudah bersikap agresif
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

d) Faktor Biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak contohnya epineprin,
norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan dalam penyampaian
informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh. Apabila ada stimulus dari luar
tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantarkan melalui
impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut efferent.
Peningkatan hormon androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan
GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal vertebra dapat menjadi
faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal
100).

e) Brain Area Disorder


Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom otak, tumor otak,
trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal
100).

2) Teori Psikogis

a) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang
seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara
usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan
kebutuhan air susu yang cukupcenderung mengembangkan sikap agresif dan
bermusuhan setelah dewasasebagai komponen adanya ketidakpercayaan pada
lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang yang
rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan pengungkapan secara
terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri perilaku tindak
kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100 –101).
b) Imitation, modelling and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang
mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media
atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam
suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan
pemukulan pada boneka dengan reward positif (semakin keras pukulannya akan
diberi coklat). Anak lain diberikan tontonan yang sama dengan tayangan
mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward yang sama (yang baik
mendapat hadiah). Setelah anak –anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-
masing anak berperilaku sesuai dengan tontnan yang pernah dilihatnya (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 101).
c) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan
terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan
dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah ( Mukripah Damaiyanti, 2012).

3. Rentang Respon Marah


Tabel Perbandingan perilaku pasif, asertif, dan agresif

Karakteristik Pasif Asertif Amuk


Nada bicara - Negatif - Positif - Berlebihan
- Menghina diri - Menghargai diri - Menghina
- Dapatkah saya sendiri orang lain
lakukan? - Saya dapat/akan - Anda
- Dapatkah ia lakukan selalu/tidak
lakukan? pernah?

Nada suara - Diam - Diatur - Tinggi


- Lemah - Menuntut
- Merengek

Sikap tubuh - Melorot - Tegak - Tegang


- Menundukan - Relak - Bersandar ke
kepala depan

Personal - Orang lain dapat - Menjaga jarak - Memiliki


Space masuk pada yang teritorial orang
teritorial menyenangkan lain
pribadinya - Mempertahankan
hak
tempat/teritorial

Gerakan - Minimal - Memperlihatkan - Mengancam,


- Lemah gerakan yang ekspansi
- Resah sesuai gerakan

Kontak mata - Sedikit/tidak - Sekali-sekali - Melotot


ada (intermiten)
sesuai dengan
kebutuhan
interaksi

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala perilaku kekerasan menurut Direja (2011) sebagai berikut :
1. Fisik
Mata melotot, pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wjah merah dan
tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kasar, bicara dengan nada keras, kasar, dan
ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dn jarang mengeluarkan kata-
kata bernada sarkasme.
6. Spiritual
Merasa dirinya berkuasa, merasa dirinya benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, ejekan, dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:

1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

5. Proses Terjadinya Amuk


Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan
perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu dapat
merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat, 1991). Amuk adalah respons
marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, dan
ketidakberdayaan. Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal.
Secara internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan
secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Respons marah dapat
diungkapkan melalui tiga cara yaitu (1) mengungkapkan secara verbal, (2) menekan, dan
(3) menantang. Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan
menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain
akan memberikan kelegaan pada individu. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan
perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat. Cara ini
menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku yang
destruktif dan amuk.
6. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain. Mekanisme koping klien
sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Yosep (2011) Mekanisme koping yang
umum di gunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti :
a) Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat unutk
suatu dorongan yang megalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti
meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah
untuk mengurangi ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah Damaiyanti, 2012:
hal 103).
b) Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
c) Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam sadar.
Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.
Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya
(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
d) Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan melebih lebihkan
sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan sebagai rintangan misalnya
sesorangan yang tertarik pada teman suaminya,akan memperlakukan orang tersebut
dengan kuat (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
e) Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu
,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman
dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-
perangan dengan temanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 104).

7. Penatalaksanaan
a. Medis
Menurut Yosep ( 2007 ) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien dengan marah
atau perilaku kekerasan adalah :
1) Antianxiety dan sedative hipnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti
Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk
menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk
penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan
ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom depresi.
2) Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang
berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
3) Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku
agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline danTrazodone,
menghilangkan agresifitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan
mental organik.
4) Lithium
efektif untuk agresif karena manik.
5) Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan
b. Keperawatan
Menurut Yosep ( 2007 ) perawat dapat mengimplementasikan berbagai cara untuk
mencegah dan mengelola perilaku agresif melaui rentang intervensi keperawatan.

Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa

a. Strategi preventif
1) Kesadaran diri
Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan
supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah klien.
2) Pendidikan klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara
mengekspresikan marah yang tepat.
3) Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi :
- Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang.
- Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan.
- Sanggup melakukan komplain.
- Mengekspresikan penghargaan dengan tepat.
b. Strategi antisipatif
1) Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif :bersikap tenang, bicara
lembut, bicara tidak dengan cara mengahakimi, bicara netral dan dengan cara
konkrit, tunjukkan rasa hormat, hindari intensitas kontak mata langsung,
demonstrasikan cara mengontrol situasi, fasilitasi pembicaraan klien dan
dengarkan klien, jangan terburu-buru menginterpretasikan dan jangan buat janji
yang tidak bisa ditepati.
2) Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti : membaca,
grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan
meningkatkan adaptasi sosialnya.
3) Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat
diterina dan tidak dapat diterima serta konsekuensi yang didapat bila kontrak
dilanggar.
c. Strategi pengurungan
1) Managemen krisis
2) Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan menempatkan
klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya
sendiri dan dipisahkan dengan pasien lain.
3) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat manual untuk
membatasi gerakan fisik pasien menggunakan manset, sprei pengekang

- Terapi okupasi

Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian pekerjaan
atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan
berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala
bentuk kegiatan seperti membaca koran, main catur dapat pula dijadikan media yang
penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang
harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan
ditentukan program kegiatannya (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
- Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung
pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat
melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada
pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengtasi masalah akan
dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptif (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptif ke
perilakuadaptif (pencegahan tersier) sehinnga derajat kesehatan pasien dan keluarga
dapat ditingkatkan secara optimal (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
- Terapi somatik
Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku
yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindakan yang
ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi adalah perilaku pasien (Eko Prabowo,
2014: hal 146).
- Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus
listrik melalui elektroda yang menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi
biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Eko Prabowo,
2014).

8. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan


lingkungan

Risiko perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Isolasi sosial
(sumber : Keliat, 2006)
9. Diagnosa Keperawatan

a. Perilaku Kekerasan

b. Resiko Perilaku Kekerasan

c. Harga diri rendah.

Você também pode gostar