Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
OLEH :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2015
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan penulisan
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
1) Kesimpulan
2) Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian dalam latar belakang di atas, dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana Pemenuhan Hak Atas Bantuan Hukum ?
2. Bagaimana Pelayanan Bantuan Hukum Dan Konsep Bantuan
Hukum Konstitusional ?
3. Bagaimana Analisis Pemberian Bantuan Hukum Dalam Proses
Penyelesaian Perkara Pidana Dengan Menggunakan Konsep
Bantuan Hukum Konstitusional ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diketahui tujuan dari
pembuatan makalah, yaitu:
1. Untuk Mengetahui Dan Memahami Pemenuhan Hak Atas Bantuan
Hukum.
2. Untuk Mengetahui Pelayanan Bantuan Hukum Dan Konsep
Bantuan Hukum Konstitusional.
3. Untuk Mengetahui Dan Memahami Analisis Pemberian Bantuan
Hukum Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana Dengan
Menggunakan Konsep Bantuan Hukum Konstitusional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep bantuan hukum telah ada sejak lama, bahkan sejak berabad-abad
yang lalu. Abdurrahman juga menyatakan bahwa, “Konsepsi tentang bantuan
hukum ini pada dasarnya adalah berasal dari negara-negara Barat yang sudah
mempunyai sejarah cukup lama”.1 Seiring dengan perkembangan hukum dan
pola pikir masyarakat, konsep bantuan hukumpun berkembang dengan berbagai
pemikiran yang menimbulkan berbagai variasi atau jenis bantuan hukum yang
diberikan kepada masyarakat yang tergolong miskin. Perkembangannya, konsep
bantuan hukum semakin diperluas dan dipertegas. Dalam hal ini, banyak para
ahli yang memberikan pandangannya, baik mengenai pengertian bantuan hukum
dan juga mengenai konsep bantuan hukum.
Bantuan hukum yang berkembang di Indonesia pada hakikatnya tidak luput
dari perkembangan bantuan hukum yang terdapat pada negara-negara yang telah
maju. Pengertian bantuan hukum mempunyai ciri dan istilah yang berbeda,
antara lain:
Menurut Adnan Buyung Nasution bantuan hukum adalah2 : Legal aid, yang
berarti pemberian jasa dibidang hukum kepada seseorang yang terlibat dalam
suatu kasus atau perkara:
1) Pemberian jasa bantuan hukum dilakukan dengan cuma-cuma,
2) Bantuan jasa hukum dalam legal aid lebih dikhususkan bagi yang tidak
mampu dalam lapisan masyarakat miskin,
3) Dengan demikian motifasi utama konsep legal aid adalah menegakkan
hukum dengan jalan membela kepentingan hak asasi rakyat kecil yang
tak punya dan buta hukum.
1
Abdurrahman, 1980, Pembaharuan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Pidana Baru di
Indonesia, Alumni, Bandung, h. 114
2
Adnan Buyung Nasution, dkk.2007 Bantuan Hukum Akses Masyarakat Marginal terhadap
Keadilan, Tinjauan Sejarah, Konsep, Kebijakan, Penerapan dan Perbandingan. Jakarta: LBH
Jakarta.hlm.13
Istilah bantuan hukum itu sendiri dipergunakan sebagai terjemahan dari dua
istilah yang berbeda yaitu “Legal Aid” dan “legal Assistance”. Istilah Legal Aid
biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum dalam arti
sempit berupa pemberian jasa jasa di bidang hukum kepada seorang yang terlibat
dalam suatu perkara secara Cuma Cuma/gratis khususnya bagi mereka yang
kurang mampu. Sedangkan pengertian Legal Assistance dipergunakan untuk
menunjukkan pengertian bantuan hukum oleh para Advokat yang
mempergunakan honorarium.3
Bantuan hukum adalah hak dari orang miskin yang dapat diperoleh tanpa
bayar (pro bono publico) sebagai penjabaran persamaan hak di hadapan hukum.
Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 34 UUD 1945 di mana di dalamnya
ditegaskan bahwa fakir miskin adalah menjadi tanggung jawab negara. Terlebih
lagi prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law) dan hak
untuk di bela Advokat (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia yang
perlu dijamin dalam rangka tercapainya pengentasan masyarakat Indonesia dari
kemiskinan, khususnya dalam bidang hukum.
Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak
terlantar dipelihara oleh negara. Secara ekstensif pasal ini juga berarti negara
bertanggung jawab memberikan jaminan hak ekonomi, sosial, politik, dan
budaya serta hukum bagi fakir miskin, termasuk di dalamnya hak atas bantuan
hukum. Terlebih lagi pasal 28D menyatakan bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama di hadapan hukum. International Covenant on Civil and Political
Rights yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2005 pada pasal 14 juga melindungi hak setiap orang untuk mendapatkan
perlakuan hukum yang sama tanpa adanya diskriminasi. Dengan demikian hak
3
Abdurrahman, Aspek aspek bantuan hukum di indonesia, (Yogyakarta: Cendana Press, 1983)., h.
h. 34
mendapatkan bantuan hukum merupakan hak konstitusional bagi masyarakat di
negara ini, tanpa terkecuali juga terhadap masyarakat miskin.4
4
Todung Mulya Lubis,” Gerakan Bantuan Hukum Di Indonesia :Sebuah Studi Awal” dalam
Abdul Hakim Garuda Nusantara Dan Mulayan W. Kusumah, Beberapa Pemikiran Mengenai
Bantuan Hukum: Kearah Bantuan Hukum Struktural, Alumni, Bandung, hlm 5
BAB III
METODE PENELITIAN
5
Soerjono Soekanto, 1986:52
6
Soerjono Soekanto, 1986:10
lengkap dan jelas tentang Analisis Kasus Pidana Dengan Menggunakan
Konsep Bantuan Hukum Konstitusional.
3) Jenis Data
Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa
data sekunder , yaitu merupakan data yang diperoleh peneliti dari
penelitian kepustakaan dan dokumentasi, yang merupakan hasil penelitian
dan pengolahan orang lain yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku
atau dokumen-dokumen resmi yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti oleh penulis.
Teknik Pengumpulan
Teknik pengumpulan yang dipergunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah studi kepustakaan atau studi dokumen. Teknik ini merupakan teknik
pengumpulan dengan mempelajari, membaca, dan mencatat buku-buku, literatur,
catatan-catatan, peraturan perundangundangan, serta artikel-artikel penting dari
media internet dan erat kaitannya dengan pokok masalah yang digunakan untuk
menyusun penulisan hukum ini yang kemudian dikategorikan menurut
pengelompokan yang tepat.
Bahan Hukum
Sumber data merupakan tempat dimana data dari suatu penelitian diperoleh.
Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder,
yang terdiri dari:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya mengikat
dan mendasari bahan hukum lainnya yang berhubungan erat dengan
permasalahan yang diteliti. Disini penulis menggunakan bahan hukum
primer yang terdiri Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 7(KUHP).
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder berupa semua
publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen
7
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
resmi.8 Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku yang terkait dengan
masalah yang dikaji, hasil karya dari kalangan hukum, internet.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
seperti kamus (hukum) dan lain-lain.
8
Peter Mahmud Marzuki, 2007:141
9
Lexy J. Moleong, 2002:103
BAB IV
PEMBAHASAN
Hak Atas bantuan hukum adalah hak asasi manusia yang dijamin dalam
konstitusi. Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya ketika
memutuskan Judicial Review UU Advokat menyebutkan bahwa UUD 1945,
Pasal 1 ayat (3), secara tegas menyatakan Indonesia adalah negara hukum
yang dengan demikian berarti bahwa hak untuk mendapatkan bantuan hukum,
sebagai bagian dari hak asasi manusia, harus dianggap sebagai hak
konstitusional warga negara, kendatipun undang-undang dasar tidak secara
eksplisit mengatur atau menyatakannya, dan oleh karena itu negara wajib
menjamin pemenuhannya.
Hanya saja, selama ini tanggung jawab negara untuk memenuhi hak atas
bantuan hukum kepada masyarakat miskin dan marginal dilakukan oleh
masyarakat sipil yang berprofesi sebagai advokat publik yang tergabung
dalam organisasi Bantuan Hukum maupun oleh para advokat yang
menjalankan fungsi probono publico. Mengingat, selama ini negara memilih
absen untuk menjalankan kewajiban hukumnya sebagai pemegang
tanggungjawab pemenuhan HAM untuk memenuhi hak Bantuan Hukum bagi
warga negaranya.
Dalam negara hukum, bantuan hukum menjadi pijakan awal untuk
memperkuat masyarakat miskin dan marginal agar dapat berdaya mengakses
hak-hak dasar lainnya. Terkait proses hukum di peradilan, jaminan hak atas
bantuan hukum adalah sarana untuk terwujudnya masyarakat yang mampu
memperoleh peradilan yang adil dan mengakses keadilan. 10 Meskipun
memang, bantuan hukum bukanlah menjadi satu sarana tunggal. Masih
terdapat subsistem hukum lain yang mempengaruhi dan menentukan yakni
struktur hukum seperti lembaga-lembaga pemerintah dan aparat birokrasi
penegak hukum serta budaya hukum masyarakat yang menjadi sarana lain
yang harus dipenuhi juga untuk mewujudkan keadilan. Tentunya struktur, dan
budaya hukum yang mendorong pemenuhan hak atas keadilan bagi
masyarakat bukan struktur dan budaya hukum yang akrab dengan korupsi,
kolusi, nepostisme yang justru menjauhkan masyarakat dari akses menggapai
keadilan. Oleh karenanya, bersamaan dengan akses pemenuhan bantuan
hukum selain substansi hukum jaminan hak atas bantuan hukum, struktur
hukum dan budaya hukum harus didorong untuk dapat menjamin pemenuhan
hak atas keadilan bagi masyarakat.
10
Bantuan hukum merupakan pondasi bagi dinikmatinya hak-hak lainnya,termasuk hak atas
peradilan yang adil sebagaimana ditetapkan di dalam pasal 11, paragraf 1, Deklarasi Universal
tentang Hak-hak Asasi Manusia,
miskin dan marginal . Pengaturan tersebut untuk melengkapi bukan
menghapus konsep Probono Publico yang telah diterapkan dengan konsep
Legal Aid. Pengaturan tanggung jawab negara dalam Bantuan Hukum ini
menunjukkan bahwa pemenuhan Hak Atas Bantuan Hukum pada dasarnya
adalah hak konstitusional yang pemenuhannya adalah tanggung Jawab Negara
yang tidak lain adalah untuk menjawab realitas kebutuhan Bantuan Hukum
bagi masyarakat.
11
Pola Dasar Bantuan Hukum, rancangan naskah 1 dalam Rakernas LBH se Indonesia,
Yogyakarta, 27-28 Oktober1986, halaman 13
a. Berubahnya secara kualitatif orang atau kelompok orang yang menjadi
penerima bantuan hukum. Mereka dapat melihat kasus tersebut tidak
hanya sebagai masalah yang perlu dipecahkan, akan tetapi juga mereka
melihat kasus ini sebagai gejala yang menunjukkan posisinya dalam
kesatuan sosial dimana dia hidup. Juga kasus itu dapat menunjukkan
sejauh mana kepentingannya (bukan kepentingan pribadi), tetapi
kepentingan kelompoknya sudah atau belum terlindungi dalam peraturan
perundang-undangan, mekanisme-mekanisme apa saja yang menyebabkan
kesulitan untuk memperjuangkannya kasusnya. Bersamaan dengan
terjadinya proses pemahaman terjadi pula proses pemikiran untuk
mengupayakan perbaikan nasib.
b. Dengan cara melihat kasus yang lebih komprehensif dan mempelajari
posisi penerima bantuan hukum dalam hubungannya dengan sistem hukum
yang ada, maka dalam setiap kasus yang diterima dapat menjadi bahan
untuk dikembangkan dalam bentuk pembinaan publik opini, diskusi
ilmiah, bahan masukan untuk pengambilan keputusan. Ini merupakan
bagian dari proses penyadaran dan merupakan salah satu dasar penyusunan
program.
c. Merangsang minat belajar kelompok sasaran baik untuk memahami
kepentingan kelompoknya, tetapi juga menumbuhkan keinginan untuk
mengupayakan terpenuhinya kebutuhan mereka melalui cara-cara yang
tidak bertentangan dengan undang-undang.
Selain itu, proses persidangan tidak hanya ditujukan untuk mendidik dan
membangun kesadaran kritis pencari keadilan, namun menjadi alat untuk
mendidik dan mengontrol prilaku aparat penegak hukum. Dalam pilihan
menggunakan proses di pengadilan, kekuatan masyarakat dan tim kampanye
untuk mengatur ritme publikasi menjadi titik terpenting dalam BHS.
Disamping organisasi rakyat yang kuat, dukungan media massa, konsolidasi
dengan elemen masyarakat sipil dan dukungan kalangan intelektual menjadi
hal yang mutlak.
Atas dasar itu, secara pribadi penulis menolak jika Lembaga Bantuan
Hukum menjadi “pemadam kebakaran”, dimana Lembaga Bantuan Hukum
hanya ditempatkan sebagai lawyer di persidangan. Walau disadari telah
banyak Lembaga Sosial Masyarakat yang melakukan pengorganisasian dan
pendidikan terhadap masayarakat, dan tuntutan Lembaga Bantuan Hukum
kembali ke fungsinya di bidang litigasi. Namun ketika pola yang dibangun
berbeda, maka proses di persidangan tidak akan membawa perubahan
sebagaimana diharapkan. Karena pemilihan pengadilan sebagai alat dalam
pemberian bantuan hukum utama waktu itu, harus diletakkan dalam konteks
masa itu di mana kebebasan mengeluarkan pendapat,berkumpul dan
berorganisasi serta hak-hak dasar lainnya tidak diakui, dan advokat
mempunyai imunitas di dalam ruang-ruang pengadilan untuk menyampaikan
itu. Sehingga harus dicari strategi baru dalam merelasikan antara penggunaan
layanan bantuan hukum, pendidikan hukum, dalam mencapai suatu susunan
hukum baru yang dijanjikan oleh konstitusi.
12
UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung
jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.
3. Pasal 8 : Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dan/atau
dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum
ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (Presumption of innocense).
4. Pasal 37 : Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh
bantuan hukum.
13
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dalam bab VI, pasal 50 sampai dengan pasal 68
Terwujudnya hukum di dalam suatu negara perlu diupayakan agar adanya
substansi aturan yang baik dan dapat diterima masyarakat di dalam suatu
negara dan tidak menimbulkan pro dan kontra di dalam masyarakat, selain
substansi peraturan yang baik, perlu juga adanya penegak hukum yang
profesional dan berdasarkan substansi hukum yang baik serta adanya
kesadaran hukum masyarakat yang meliputi pengetahuan tentang hukum,
penghayatan fungsi hukum dan ketaatan terhadap hukum mempunyai peranan
yang besar bagi keberhasilan penegakan dan pelaksanaan suatu peraturan
hukum. Semakin tinggi tingkat kesadaran hukum masyarakat akan suatu
peraturan hukum, semakin besar menunjang keberhasilan penegakan dan
pelaksanaan peraturan hukum itu. Oleh karena itu, jika menginginkan
keberhasilan dalam pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
maka harus adanya substansi hukum yang baik, penegak hukum yang
profesional serta adanya kesadaran hukum masyarakat yang mutlak harus
dilaksanakan. Berikut ini peran Lembaga Bantuan Hukum dalam menjaga dan
atau membantu di dalam perkara pidana sesuai dengan ketentuan garis besar
tentang hak-hak tersangka/terdakwa pada pemeriksaan pendahuluan menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 14:
1) Tersangka baik yang ditangkap, ditahan, dituntut dan dihadapkan pada
sidang pengadilan atau tidak, berhak untuk dianggap tidak bersalah sampai
ada putusan pegadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh
kekuatan hukum tetap (penjelasan umum Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana angka 3 huruf c). Hak tersangka ini merupakan pencerminan
hak azasi manusia yang terpenting dalam pemeriksaan perkara pidana.
2) Tersangka yang terhadap dirinya akan dilakukan penangkapan oleh
petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berhak menanyakan dan
melihat surat perintah penangkapan dan uraian singkat perkara kejahatan
yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. Surat perintah
penangkapan tersebut dibuat oleh pejabat Kepolisian Republik Indonesia
yang berwenang dalam melakukan penyidikan di daerah .
14
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
3) Tersangka yang terhadap dirinya akan dilakukan penahanan atau
penahanan lanjutan oleh penyidik atau penyidik pembantu atau penuntut
umum berhak untuk menanyakan dan melihat surat perintah penahanan
atau penahanan lanjutan terhadap dirinya yang memuat identitas tersangka,
alasan penahanan dan uraian singkat perkara kejahatan yang
dipersangkakan serta tempat ia ditahan.
4) Tersangka berhak mengajukan keberatan atas penahanan jenis penahanan
terhadap dirinya kepada penyidik yang melakukan penahanan tersebut.
Apabila dalam waktu 3 (tiga) hari permintaan dalam keberatan tersebut
belum dikabulkan oleh penyidik yang bersangkutan, maka tersangka
berhak mengajukan keberatan tersebut kepada penyidik atau instansi yang
bersangkutan dengan disertai alasan. Penyidik atau atasan penyidik dapat
mengabulkan permintaan tersebut.
5) Tersangka, (atau melalui penasihat hukumnya) berhak untuk memohon
kepada Pengadilan Negeri setempat agar mengadakan prapradilan untuk
memeriksa dan memutuskan sah atau tidaknya penangkapan dan atau
penahanan terhadap dirinya.
6) Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan
selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum, penuntut umum
kemudian segera mengajukan perkaranya ke pengadilan dan pengadilan
segera mengadili.Dalam hal tersangka ditahan, dalam waktu 1 (satu) hari
setelah perintah penahanan itu dijalankan, ia harus mulai diperiksa oleh
penyidik. Diberikannya hak kepada tersangka atau terdakwa dalam pasal
ini adalah untuk menjauhkan kemungkinan lamanya proses pemeriksaan
seseorang yang disangka melakukan tindak pidana, terutama mereka yang
dikenakan penahanan, jangan sampai lama tidak mendapat pemeriksaan,
sehingga dirasakan tidak adanya kepastian hukum, adanya perlakuan
sewenang-wenang dan tidak wajar. Selain itu juga untuk mewujudkan
peradilan yang dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Dengan adanya
ketentuan tersebut, maka tersangka atau terdakwa terjamin hak-haknya
untuk segera diperiksa oleh penyidik. Setelah penyidik selesai
mengadakan pemeriksaan, maka penyidik segera menyerahkan berkas
perkaranya kepada penuntut umum, setelah penuntut umum melakukan
penelitian, maka berkas perkara tersebut diajukan ke Pengadilan dan
terdakwa segera diadili.
7) Tersangka untuk mempersiapkan pembelaan hak untuk diberitahukuan
dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti oleh apa yang disangkakan
kepadanya dalam waktu pemeriksaan dimulai. Dengan diketahui serta
dimengerti oleh orang yang disangka melakukan tindak pidana tentang
perbuatan apa yang sebenarnya disangka telah dilakukan olehnya, maka ia
telah merasa terjamin kepentingannya untuk mengadakan persiapan dalam
usaha pembelaan. Dengan demikian akan diketahui berat ringannya
sangkaan terhadap dirinya sehingga selanjutnya akan dapat
mempertimbangkan tingkat atau pembelaan yang dibutuhkan, misalnya
perlu atau tidaknya mengusahakan bantuan hukum untuk pembelaan
tersebut.
8) Tersangka pada tingkat penyidkian berhak memberikan keterangan secara
bebas kepada penyidik, tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk
apapun juga. Tersangka tidak dibebani pembuktian. Hak tersangka ini
sesuai dengan tujuan dalam pemeriksaan perkara pidana yaitu mencari
kebenaran materil. Hak tersangka ini dalam pengertiannya memberikan
keterangan tanpa tekanan atau paksaan apapun, sehingga tersangka atau
terdakwa bebas dari rasa takut atau bebas dari pengaruh pihak lain.
9) Tersangka setiap waktu berhak untuk mendapat juru bahasa. Hal ini sangat
penting, mengingat tidak semua tersangka mengerti bahasa Indonesia
dengan baik, terutama orang asing, sehingga mereka tidak mengerti apa
yang disangkakan kepadanya.
10) Tersagka berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih
penasihat hukum (selama dalam waktu dan pada setiap tingkat
pemeriksaan), dan memilih sendiri penasihat hukumnya. Untuk itu
tersangka yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasehat
hukumnya. Tersangka yang disangka melakukan tindak pidana yang
diancam pidana mati atau pidana lima belas tahun atau lebih dan bagi
mereka yang tidak mampu yang diancam pidana lima tahun atau lebih
yang tidak mempunyai penasihat hukumnya sendiri, berhak untuk
mendapatkan bantuan dengan Cuma-cuma dari penasihat hukum yang
ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan. Untuk kelancaran pelaksanaan
bantuan hukum ini, tersangka berhak mengirim surat kepada penasihat
hukumnya pada setiap tingkat pemeriksaan dan pada setiap waktu untuk
kepentingan pembelaan perkaranya.
11) Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan
tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua
tingkat pemeriksaan dalam proses pradilan, kepada keluarganya atau orang
lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain
yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka untuk mendapatkan bantuan
hukum atau jaminan bagi penangguhannya.
12) Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan
dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan
tersangka guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan
ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum, dan juga dapat melalui
perantaraan penasihat hukumnya dalam hal tidak ada hubungannya dengan
perkara tersangka untuk kepentingan pekerjaan atau kepentingan
kekeluargaan , serta tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan
menerima kunjungan dari rohaniawan dan juga kunjungan dokter
pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya
dengan proses perkara maupun tidak.
13) Tersangka atau terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang
terbuka untuk umum dan berhak untuk mengusahakan dan mengajukan
saksi dan atau seorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan
keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.
14) Tersangka atau penuntut umum berhak meminta Banding terhadap putusan
pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari
segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya
penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.
15) Tersangka berhak menuntut ganti rugi kerugian dan atau rehabilitasi
karena ditangkap, ditahan, dituntut atau dikenakan tindakan lain, tanpa
alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai
orangnya atau hukum yang diterapkan melalui hakim prapradilan.
Selain menjaga hak-hak tersangka dan terdakwa sesuai dengan apa yang
diatur dalam KUHAP, peran Lembaga Bantuan Hukum juga membantu dalam
penyelesaian perkara sampai di tingkat upaya hukum luar biasa untuk menjaga
agar tidak adanya penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum di dalam
setiap tingkat pemeriksaan di dalam system peradilan pidana.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1) pada dasarnya UU Bantuan Hukum di terbitkan, untuk lebih
menjamin pelaksanaan Hak atas bantuan Hukum melalui UU
advokat dan UU Kekuasaan Kehakiman yang selama ini kurang
memadai guna memastikan pemenuhan akses keadilan kepada
masyarakat dan jaminan persamaan dimuka hukum bagi
masyarakat miskin dan marginal . Pengaturan tersebut untuk
melengkapi bukan menghapus konsep Probono Publico yang telah
diterapkan dengan konsep Legal Aid. Pengaturan tanggung jawab
negara dalam Bantuan Hukum ini menunjukkan bahwa pemenuhan
Hak Atas Bantuan Hukum pada dasarnya adalah hak
konstitusional yang pemenuhannya adalah tanggung Jawab Negara
yang tidak lain adalah untuk menjawab realitas kebutuhan Bantuan
Hukum bagi masyarakat.
2) Pelayanan Bantuan Hukum Dan Konsep Bantuan Hukum
Konstitusional pada umumnya bantuan hukum untuk rakyat miskin
yang dilakukan dalam kerangka usaha dan tujuan yang lebih luas,
seperti :
a. menyadarkan hak-hak masyarakat miskin sebagai subyek
hukum,
b. penegakan dan pengembangan nilai-nilai hak asasi manusia
sebagai sendi utama bagi tegaknya negara hukum.
Abdurrahman, Aspek aspek bantuan hukum di indonesia, (Yogyakarta: Cendana Press, 1983)
Adnan Buyung Nasution, dkk.2007 Bantuan Hukum Akses Masyarakat Marginal terhadap
Keadilan, Tinjauan Sejarah, Konsep, Kebijakan, Penerapan dan Perbandingan. Jakarta: LBH
Jakarta
Todung Mulya Lubis,” Gerakan Bantuan Hukum Di Indonesia :Sebuah Studi Awal” dalam Abdul
Hakim Garuda Nusantara Dan Mulayan W. Kusumah, Beberapa Pemikiran Mengenai Bantuan
Hukum: Kearah Bantuan Hukum Struktural, Alumni, Bandung,
DASAR HUKUM