Você está na página 1de 16

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. A

Umur : - tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Pekerjaan : -

Agama : Islam

Berat Badan : - Kg

Tanggal masuk RS :-

Tanggal pemeriksaan :-

ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesis

Tanggal :-

Tempat : Bangsal Asoka

Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah

Keluhan Tambahan : Nyeri perut kanan bawah sejak lima bulan yang lalu, sakit bila ditekan dan
saat berjalan, mual (+), muntah (-), BAB dan BAK normal, demam (+).

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke UGD RSUD cilegon dengan keluhan sakit pada
perut kanan bagian bawah sejak kemarin. Nyeri dirasakan hilang timbul dan berkurang jika pasien

1
berjalan dengan membungkuk, awalnya pasien merasakan keluhan ini hanya pada perut bagian
kanan. Satu jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan keluhan semakin bertambah
berat dan nyeri pada seluruh lapang perut. Pada pasien mengatakan bahwa awalnya ia mengira
nyeri yang dirasakan adalah akibat maag yang di deritanya sejak dulu. Pasien juga mengeluh
pinggang terasa nyeri. Mual, muntah, demam, perut kembung dan tidak bisa vlatus Keluhan pasien
dirasakan sejak 3 bulan terakhir.

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien memiliki riwayat penyakit gastritis. Tidak ada riwayat
hipertensi, diabetes melitus, alergi, atau asma.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada riwayat penyakit seperti pasien dalam keluarga.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum:

1. Kesan Umum : Baik


2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda-tanda vital
Suhu : 36,40 Celsius
Frekuensi nadi : 88 x/menit
Frekuensi nafas : 22 x/menit
Tekanan darah : 130/ 80 mmHg
4. Status generalis
Kepala : Normochepal
Mata : Pupil bulat isokor, sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-
Leher : Trakea letak normal, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Telinga : Simetris kanan dan kiri, sekret -/-
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung -/-, sekret –
Mulut : Bibir tidak kering, sianosis (-)
Thoraks :
A. Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : iktus kordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra

2
 Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis dekstra

Batas jantung kiri ICS V linea midclavicula sinistra

Batas pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra

 Auskultasi : BJ I BJII normal, murmur (-), gallop (-)

b. Paru

 Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan dan kiri, pernapasan simetris dalam
keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga (-)
 Auskultasi : Terdengar suara nafas bronkial di medial dan Suara nafas vesikuler
di lateral, ronki (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen :

 Inspeksi : Tidak tampak adanya massa, tidak terlihat distensi abdomen, supel
(+)
 Palpasi : Palpasi umum : nyeri tekan pada region iliaca dextra
 Palpasi hepar: tidak ada pembesaran hepar
 Palpasi lien: tidak ada pembesaran lien
 Palpasi ginjal: ballottement (-)
 Palpasi VU dan aorta abdominalis : Kandung kemih teraba kosong dan aorta teraba
lemah
 Tes undulasi : (-)
 Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen, shifting dullness (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal,

Ekstremitas :

Akral hangat, udem (-)

3
C. STATUS LOKALIS A/R ABDOMEN ILIAKA DEKSTRA

Inspeksi : tidak kelainan, eritem (-), massa (-)

Palpasi : Nyeri tekan (+), rovsign sign (+) blumberg sign (+) psoas sign (+) MC burney
(+)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah (11 Mei 2016)

Hematologi
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 12,7 g/dl P: 14-18 g/dl W: 12-16 g/dl
Leukosit 13.03/UL 5000-10.000/UL
Hematokrit 40% 37-43%
Trombosit 211.000 /Ul 150.000-450.000

Glukosa darah
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
GDS 108 mg/dl < 200 mg/dl

Fungsi liver
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Albumin 4,4 g/dl 3-6 g/dl
SGOT 16 g/dl P: <37, W: <31 u/l
SGPT 18g/dl P: <41, W: <31 u/l

4
Fungsi Ginjal
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Ureum 19g/dl 17-43 g/dl
Kreatinin 0,6 g/dl P 0,7-1,1 W 0,6-0,9

Elektrolit
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Natrium 140 135 – 155 mmol/l
Kalium 3,6 3,6 – 5,5 mmol/l
Klorida 104 95 – 107 mmol/l

E. DIAGNOSIS KERJA

Appendisitis Akut

F. DIAGNOSIS BANDING

Gastroenteritis, kelainan ovulasi, infeksi panggul, KET, kista ovarium terpuntir, endometriosis
eksterna, urolitiasis ureter kanan

G. PENATALAKSANAAN

Apendektomi

Pre Op :

Infus Ringer Laktat

Injeksi cefotaxime

Injeksi ranitidin

Bed rest

5
H. FOLLOW UP

Hari/ tanggal : Kamis, 11 Mei 2016


S : Pasien mengeluh sakit pada perut kanan bawah
O : KU ; Baik, Kesadaran ; composmentis
TTV :
Suhu : 36,40 Celsius
Frekuensi nadi : 88 x/menit
Frekuensi nafas : 22 x/menit
Tekanan darah : 130/ 80 mmHg
Status lokalis : Regio abdomen
- Palpasi : Nyeri tekan pada regio iliaca dextra
rovsing sign (+), mc burney (+), rhebound phenomenon (+).
A: Appendisitis akut Pre op

Hari/ tanggal : Jumat/ 12 Mei 2015


S : Pasien mengatakan luka operasi sedikit nyeri, pusing
O : KU; Baik, kesadaran; composmentis
TTV : Suhu 36,1 oC
Nadi 84 x/menit
RR 24 x/menit
TD 100/60 mmHg
Status lokalis: abdomen
Terdapat luka bekas operasi di regio iliaca dextra, luka tertutup verban , rembesan (-)

A : Post –op appendisitis Akut H +1

6
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm dan berpangkal di
sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian,
pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus,
apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak, dan ruang
geraknya bergantung pada panjang mesoanpendiks penggantungnya.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika
superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X.
Oleh karna itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.

Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan
mengalami gangren ( Sjamsuhidajat, 2010).

7
2.2. Definisi Apendisitis

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab


abdomen akut yang paling sering ( Kapita selekta, 2014).

2.4. Epidemiologi apendisitis

Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara


berkembang.Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens
pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens
pada lelaki lebih tinggi ( Sjamsuhidajat,2010).

2.5. Klasifikasi apendisitis

1. Apendisitis akut
Patologi apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan
dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal.Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
visceral di daerah epigastrium.Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada
muntah.Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindak ke
kanan bawah ke titik Mc Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Bila terdapat perangsangan peritoneum,
pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk ( Sjamsuhidajat,2010).

2. Apendisitis kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat: riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah apendiktomi. Kriteria
mikroskopik apendisitis kronis adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik (
Sjamsuhidajat,2010).

8
3. Apendisitis rekurens
Diagnosis apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi, dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut.Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut
pertama kali sembuh spontan.Namun, apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya
karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Risiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar
50%.Insidens apendisitis rekuren adalah sebesar 10% dari specimen apendiktomi yang
diperiksa secara patologik. Pada apendisitis rekuren biasanya dilakukan apendiktomi
karena sering penderita datang dalam serangan akut ( Sjamsuhidajat,2010).

2.6. Etiologi Apendisitis

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal,
yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut
(Sjamsuhidajat, 2010).

2.7. Patofisiologis Apendisitis

Apendisitis akut biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami


bendungan.Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri,
dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai nyeri epigastrium.

9
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan
yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah.Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh
itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrat apendikularis.
Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis.Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orangtua perforasi mudah terjadi karena telah
ada gangguan pembuluh darah ( Kapita Selekta, 2014).

2.8 Diagnosis Apendisitis

Diagnosis apendisitis dapat dilakukan dengan melakukan:

a. Anamnesis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena
hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga
nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut.Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi
n.vagus.Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Gejala lain adalah demam yang
tidak terlalu tinggi, antara 37,5 -38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi
perforasi.

b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi

10
Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila
terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler
abses.
2. Palpasi
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung.Palpasi dinding
abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang
jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah:
 Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran
kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
 Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri
lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan
secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan
dan dalam di titik Mc. Burney.
 Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence
muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietale.
 Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah
apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini
diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal
pada sisi yang berlawanan.
 Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas
oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
 Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul
dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif,
hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium.
3. Perkusi
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok
4. Auskultasi
Auskultasi akan terdapat peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik
karena peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak

11
membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi
peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus.

Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado, yaitu:

c. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein
fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat
dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan
spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
b) Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan apendikogram. Pada
pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan apendikogram merupakan
pemeriksaan berupa foto barium apendiks yang dapat membantu melihat terjadinya
sumbatan atau adanya kotoran (skibala) di dalam lumen apendiks. Tingkat akurasi
USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%.

12
c) Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d) Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
e) Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
f) Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti appendicitis,
tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan appendicitis dengan obstruksi
usus halus atau batu ureter kanan ( Selvia B, 2010).

2.9. Diagnosis Banding apendisitis

Pada keadaan tertentu beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis


banding, antara lain:

1. Gastroenteritis : adalah suatu jenis peradangan yang terjadi pada saluran pencernaan,
terutama pada lambung dan usus kecil, dan mengakibatkan diare akut.Peradangan dapat
disebabkan oleh paparan makanan dan air yang terkontaminasi, atau oleh infeksi beberapa
jenis virus atau bakteri, parasit dan efek samping dari diet berlebih dan pengobatan. pada
gastroenteritis didapatkan mual, muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih

13
ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistalsis sering ditemukan. Panas dan leukositosis
kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.
2. Infeksi Panggul : salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.
Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok
vagina akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat
dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding
3. Kehamilan Di Luar Kandungan : hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan
yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan
perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus didaerah pelvis dan mungkin terjadi
syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga
Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.
4. Endometriosis Eksterna : endometrium diluar rahim akan memberikan keluhan nyeri di
tempat endometriosis berada. Darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada
jalan keluar..

2.10 Tatalaksana Apendisitis

a. Pre Operatif
Observasi ketat, tirah baring, dan puasa.Pemeriksaan abdomen dak rektal serta
pemeriksaan darah dapat diulang secara periodik. Foto abdomen dan toraks dapat
dilakukan untuk mencari penyulit lain. Antibiotic intrevena spectrum luas dan
analgesic dapat diberikan.Pada perforasi apendiks perlu diberikan resusitasi cairan
sebelum operasi.
b. Operatif
Apendektomi terbuka: dilakukan dengan insisi transversal pada kuadran kanan
bawah ( Davis-Rockey) atau insisi oblik ( McArthur-McBurney. Pada diagnosis
yang belum jelas dapat dilakukan insisi sub umbilikal pada garis tengah.

14
Laparoskopi apendektomi: teknik operasi dengan luka dan kemungkinan infeksi lebih
kecil.
c. Pasca-operatif
Perlu dilskuksn observasi tanda vital untuk mengantisipasi adanya perdarahan
dalam syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Pasien dibaringkan dalam
posisi dan selama 12 jam dipuasakan terlebih dahulu. Pada operasi dengan perforasi
atau peritonitis umum, puasa dilakukan hingga fungsi usus kembali normal.Secara
bertahap pasien diberi minum, makan saring, makan lunak, dan makan biasa.

2.11. Komplikasi Apendisitis

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri
atas kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus (Sjamsuhidajat, 2010). Komplikasi usus
buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan
jarang sekali dapat menimbulkan kematian (Craig, 2011).

2.12. Prognosis Apendisitis

Tingkat mortalitas dan morbiditas sangat kecil dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan.
Tingkat mortalitas keseluruhan berkisar antara 0,2-0,8% dan disebabkan oleh komplikasi penyakit
daripada intervensi bedah. Pada anak, angka ini berkisar antara 0,1-1%, sedangkan pada pasien di
atas 70 tahun angka ini meningkat diatas 20% terutama karena keterlambatan diagnosis dan terapi
( Kapita Selekta,2014).

DAFTAR PUSTAKA

15
Craig, S., 2011.Appendicitis Treatment & Management. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/773895-treatment [Accessed 11 Juni 2015]

Hasya M.N. 2010.Reliabilitas Pemeriksaan Appendicogram dalam Penegakan Diagnosis


Apendisitis. Medan: Sumatra Utara

Kapita Selekta Kedokteran. 2014. Ed:4. Jakarta : Media Aesculapius

Selvia B. 2010 Karakteristik Penderita Appendicitis Rawat Inap Di Rumah Sakit Tembakau Deli
PTP Nusantara II. Medan: Sumatra Utara
Sjamsudihajat R. 2010. Buku ajar ilmu bedah Sjamsudihajat- De Jong, ed:3. Jakarta: EGC

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2 Edisi
8.Jakarta : EGC. 2001.

16

Você também pode gostar