Você está na página 1de 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
Air merupakan kebutuhan yang paling utama bagi makhluk hidup. Manusia
dan makhluk hidup lainnya sangat bergantung dengan air demi mempertahankan
hidupnya. Air yang digunakan untuk konsumsi sehari-hari harus memenuhi
standar kualitas air bersih. Kualitas air bersih dapat ditinjau dari segi fisik, kimia,
mikrobiologi dan radioaktif. Namun kualitas air yang baik ini tidak selamanya
tersedia di alam sehingga diperlukan upaya perbaikan, baik itu secara sederhana
maupun modern. Jika air yang digunakan belum memenuhi standar kualitas air
bersih, akibatnya akan menimbulkan masalah lain yang dapat menimbulkan
kerugian bagi penggunanya. Air juga banyak mendapat pencemaran. Berbagai
jenis pencemar air berasal dari:
a. Sumber domestik (rumah tangga), perkampungan, kota, pasar, jalan, dan
sebagainya.
b. Sumber non-domestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, serta
sumber-sumber lainnya).
Semua bahan pencemar diatas secara langsung ataupun tidak langsung akan
mempengaruhi kualitas air. Berbagai usaha telah banyak dilakukan agar kehadiran
pencemaran terhadap air dapat dihindari atau setidaknya diminimalkan. Masalah
pencemaran serta efisiensi penggunaan sumber air merupakan masalah pokok. Hal
ini mengingat keadaan perairan-alami di banyak negara yang cenderung menurun,
baik kualitas maupun kuantitasnya (Hanum, 2002).

2.2 Karakteristik Air


2.2.1 Karakteristik Fisik Air
Menurut Kusnaedi (2004), syarat-syarat sumber mata air yang bisa
digunakan sebagai air bersih adalah sebagai berikut:
1. Jernih atau tidak keruh (kekeruhan)
Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan
organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh
buangan industri.
2. Temperatur normal
Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut.
Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak
sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi.
3. Tidak berwarna
Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan
tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik serta
tumbuh-tumbuhan.
4. Bau dan rasa
Bau dan rasa dapat dihasilkan oleh adanya organisme dalam air seperti alga
serta oleh adanya gas seperti H2S yang terbentuk dalam kondisi anaerobik, dan
oleh adanya senyawa-senyawa organik tertentu
5. Tidak Mengandung zat padat
Bahan padat adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada penguapan dan
pengeringan pada suhu 103-105 0C. Dalam air alam terdapat 2 kelompok zat
padat, yaitu zat padat terlarut seperti garam dan molekul organis, dan zat padat
tersupensi dan koloidal seperti tanah liat, kwarts. Perbedaan pokok antara kedua
kelompok zat ini ditentukan melalui ukuran/diameter partikel-partikel tersebut.
Total dissolved solids (TDS) atau total padatan terlarut adalah jumlah padatan
berukuran lebih kecil dari 10-3 mm yang terkandung dalam badan air. Total
padatan terlarut jarang digunakan sebagai parameter pengujian awal kualitas air
karena sifatnya yang tidak membahayakan kesehatan. Efek dari padatan terlarut
ini lebih bersifat teknis dalam proses-proses penjernihan air.
Total suspended solids (TSS) atau total padatan tersuspensi adalah jumlah
padatan berukuran lebih besar dari 10-3 mm yang terkandung dalam air, yang erat
kaitannya dengan kekeruhan dan keberadaan bakteri. Bakteri dapat bersembunyi
pada padatan tersuspensi, hal ini dapat menyebabkan bakteri berkembang biak.
Analisa zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen-
komponen air secara lengkap, juga untuk perencanaan serta pengawasan proses-
proses pengolahan dalam bidang air minum maupun dalam bidang air buangan.
Zat padat total adalah semua zat-zat yang tersisa sebagai residu dalam suatu
bejana, bila sampel air dalam bejana tersebut dikeringkan pada suhu tertentu. Zat
padat total terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi.
2.2.2 Karakteristik Kimia Air
1. pH
Pembatasan pH dilakukan karena akan mempengaruhi rasa, korosifitas air
dan efisiensi klorinasi. Beberapa senyawa asam dan basa lebih toksid dalam
bentuk molekuler, dimana disosiasi senyawa-senyawa tersebut dipengaruhi oleh
pH.
2. DO (Dissolved Oxygent)
DO adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan
absorbsi atmosfer/udara. Semakin banyak jumlah DO maka kualitas air semakin
baik. Satuan DO biasanya dinyatakan dalam persentase saturasi.
3. BOD (Biological Oxygent Demand)
BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorgasnisme
untuk menguraikan bahan-bahan organik (zat pencerna) yang terdapat di dalam air
buangan secara biologi. BOD dan COD digunakan untuk memonitoring kapasitas
self purification badan air penerima.
Reaksi:
Zat Organik + m.o + O2 CO2 + m.o + sisa material organik

4. COD (Chemical Oxygent Demand)


COD adalah banyaknya oksigen yang di butuhkan untuk mengoksidasi
bahan-bahan organik secara kimia.
Reaksi:
Zat Organik + O2 CO2 + H2O

5. Kesadahan
Kesadahan air yang tinggi akan mempengaruhi efektifitas pemakaian sabun,
namun sebaliknya dapat memberikan rasa yang segar. Di dalam pemakaian untuk
industri (air ketel, air pendingin, atau pemanas) adanya kesadahan dalam air
tidaklah dikehendaki. Kesadahan yang tinggi bisa disebabkan oleh adanya kadar
residu terlarut yang tinggi dalam air.

6. Senyawa-senyawa kimia yang beracun


Kehadiran unsur arsen (As) pada dosis yang rendah sudah merupakan racun
terhadap manusia sehingga perlu pembatasan yang agak ketat (± 0,05 mg/l).
Kehadiran besi (Fe) dalam air bersih akan menyebabkan timbulnya rasa dan bau
ligam, menimbulkan warna koloid merah (karat) akibat oksidasi oleh oksigen
terlarut yang dapat menjadi racun bagi manusia.
2.3 Sedimentasi
Sedimentasi merupakan salah satu bagian dari proses pemisahan yang
didasarkan atas gerakan partikel zat padat melalui fluida akibat adanya gaya
gavitasi. Kecepatan pada proses sedimentasi dapat bertambah dengan adanya
flokulan. Efek dari flokulasi yang menyeluruh adalah menciptakan penggabungan
partikel-partikel halus menjadi partikel yang lebih besar sehingga dengan
mudah dapat diendapkan. Penggabungan antara partikel-partikel yang dapat
terjadi apabila ada kontak antara partikel tersebut.
Kontak partikel dapat terjadi dengan cara-cara berikut (McCabe, 1990):
1. Kontak yang disebabkan oleh gerak Brown
Gerak acak partikel koloid dalam medium pendispersi
2. Kontak yang disebabkan atau dihasilkan oleh
Gerakan cairan itu sendiri akibat adanya pengadukan.
Berdasarkan sifat partikelnya, bangunan sedimentasi dikelompokkan
menjadi (Mayasari,2007) :
1. Sedimentasi tipe I (prasedimentasi): pengendapan partikel diskrit, partikel
mengendap secara individual dan tidak ada interaksi antar partikel
2. Sedimentasi tipe II (sedimentasi): pengendapan partikel flokulen, terjadi
interaksi antar partikel sehingga ukuran meningkat dan kecepatan
pengendapan bertambah
3. Sedimentasi tipe III (final clarifier): pengendapan pada lumpur biologis,
dimana gaya antar partikel saling menahan partikel ainnya untuk
mengendap.
4. Sedimentasi tipe IV (sludge thickener): terjadi pemampatan partikel yang
telah mengendap yang terjadi karena berat partikel.

Gambar 2.1 Empat tipe sedimentasi


Adapun macam bentuk dari bak sedimentasi terdiri dari 2 macam yaitu
(Reynold,1996) :
1. Bak empat persegi panjang (longrectangular basin)
2. Bak lingkaran (circular basin) Suatu bak sedimentasi secara ideal dengan
proses kontinyu dibagi menjadi empat daerah (zone), yaitu;
a. Daerah masuk (inlet zone) yang berfungsi untuk mendistribusikan
aliran secara merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan
kecepatan aliran yang baru masuk.
b. Daerah pengendapan (settling zone) yang berfungsi untuk
mengalirkan air secara pelan horizontal kearah outlet dan di dalam
zona ini terjadi proses pengendapan.
c. Daerah lumpur (sludge zone) yang berfungsi sebagai tempat
pengumpulan partikel – partikel yang terendapkan dan juga tempat
pengeluaran lumpur.
d. Daerah pengeluaran air (outlet zone), berfungsi tempat keluaran air
yang telah bersih dari proses pengendapan melalui pelimpah.
Plate settler merupakan keeping pengendap yang dipasang pada settling
zone (zona pengendapan) di bak sedimentasi dengan kemiringan tertentu yang
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan memperluas bidang pengendapan
sehingga proses fisika dari sedimentasi dapat berlangsung lebih effektif bila tanpa
menggunakan plate settler.
Adapun tiga macam aliran yang melalui plate settler yaitu (Hendrick, 2005)
1. Upflow (aliran keatas), yaitu dimana sludge yang mengendap turun ke
dasar bak melalui plate ketika aliran air mengalir ke atas menuju outlet
zone.
2. Downflow (aliran ke bawah), yaitu dimana sludge yang mengendap turun
ke dasar bak melalui plate bersamaan dengan aliran air yang mengalir ke
bawah.
3. Crossflow (aliran silang), yaitu dimana sludge yang mengendap turun ke
dasar bak, sedangkan aliran air menyilang (crossing) di masing – masing
plate.
Lintasan suatu partikel yang mengendap pada plate merupakan hasil
penjumlahan 2 vektor yaitu vector kecepatan aliran pada plate dan vector
kecepatan pengendapan partikel. Kedua hubungan vektor tersebut seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2.2 Hubungan vektor aliran dengan vektor kecepatan
pengendapan partikel
Pada gambar diatas, dapat dilihat bahwa bila permukaan pengendapan
dimiringkan ke atas searah aliran, maka lintasan partikelnya pun akan berubah.
Hal ini disebabkan karena adanya perubahan pada komponen kecepatan dari
partikel. Plate settler dapat dibuat dari jenis bahan yang tidak mudah berserat,
semacam polythylene, kayu, fiber, baja tipis dan sebagainya. Jenis polythylene
yang banyak digunakan adalah berupa plastik yang keras dan tebal.
Kelebihan – kelebihan dari penggunaan polythylene ini dibandingkan
yang lainnya adalah:
1. Mudah dalam perawatannya, karena dari jenis bahan yang ringan dan
tidak berserat.
2. Bahan baku tidak terlalu sulit didapat dipasaran.
3. Lebih lama dapat bertahan untuk tidak dibersihkan karena jenis bahan
bakunya sulit untuk dapat ditumbuhi oleh tanaman sejenis ganggang dan
lemut.
4. Tidak mudah pecah dan relatif lebih lama mengalami kerusakkan akibat
adanya penguraian efek mikroba.
Di dalam suatu perancangan alat, jika sudut plate settler yang digunakan
kecil maka akan membutuhkan ruang yang lebih besar. Ini yang menyebabkan
besarnya ukuran bak sedimentasi. Namun jika sudut kemiringan plate yang
dipakai terlalu besar, memang dapat menghemat ruang, tetapi konstruksinya
terlalu lemah, karena posisi plate yang relatif tegak akibatnya flok tidak dapat
menempel pada dinding plate misalkan pada sudut kemiringan plate 90o. Sehingga
posisi kemiringan plate yang ideal digunakan yaitu 60o. Karena jika penggunaan
kemiringan plate dibawah 45o, sludge cenderung menempel/ bergabung di dinding
plate dalam waktu lama hal itu membuat pertumbuhan alga atau tanaman mikro
lainnya yang akan berkembang pada plate tersebut akibat kondisi karakteristik
partikel tersuspensi yang berubah – ubah tiap waktu (Metcalf and Eddy, 1991).

2.4 Koagulasi
Koagulasi adalah proses mendestabilisasi partikel-partikel koloid sehingga
tubrukan partikel dapat menyebabkan pertumbuhan partikel. Menurut Ebeling dan
Ogden (2004), koagulasi merupakan proses menurunkan atau menetralkan muatan
listrik pada partikel-partikel tersuspensi atau zeta-potential-nya. Muatan-muatan
listrik yang sama pada partikelpartikel kecil dalam air menyebabkan partikel-
partikel tersebut saling menolak sehingga membuat partikel-partikel koloid kecil
terpisah satu sama lain dan menjaganya tetap berada dalam suspense. Proses
koagulasi berfungsi untuk menetralkan atau mengurangi muatan negatif pada
partikel sehingga mengijinkan gaya tarik van der waals untuk mendorong
terjadinya agregasi koloid dan zat-zat tersuspensi halus untuk membentuk
microfloc. Reaksi-reaksi koagulasi biasanya tidak tuntas dan berbagai reaksi-
reaksi samping lainnya dengan zat-zat yang ada dalam air limbah dapat terjadi
bergantung pada karakteristik air limbah tersebut dan akan terus berubah seiring
berjalannya waktu. Semua reaksi dan mekanisme yang terlibat dalam
pendestabilisasian partikel dan pembentukan partikel yang lebih besar melalui
flokulasi perikinetik termasuk sebagai koagulasi.

2.5 Tawas
Tawas atau alum adalah suatu senyawa aluminium sulfat dengan rumus
kimia AL2(SO4).18H2O. Pembuatan tawas dapat dilaksanakan dengan melarutkan
material yang mengandung AL2O3 dalam larutan asam sulfat. Alum adalah garam
sulfat yang mengandung logam bervalensi I dan logam bervalensi III. Alum biasa
ialah kalium aluminat sulfat K[Al(SO4)2.12H2O atau disebut tawas yang
digunakan untuk menjernihkan air.
Alum padat akan langsung larut dalam air tetapi larutannya bersifat korosif
terhadap aluminium, besi, dan beton sehingga tangki-tangki dari bahan-bahan
tersebut membutuhkan lapisan pelindung. Rumus kimia alum adalah
Al2(SO4)3.18H2O tetapi alum yang disuplai secara komersial kemungkinan
hanya memiliki 14 H2O. Ketika ditambahkan ke dalam air, alum bereaksi dengan
air dan menghasilkan ion-ion bermuatan positif. Ion-ion dapat bermuatan +4
tetapi secara tipikal bermuatan +2 (bivalen). Ion-ion bivalen 30-60 kali lebih
efektif dalam menetralkan muatan-muatan partikel dibanding ion-ion yang
bermuatan +1 (monovalen). Pembentukan flok aluminium hidroksida merupakan
hasil dari reaksi antara koagulan yang bersifat asam dan alkalinitas alami air
(biasanya mengandung kalsium bikarbonat).
Al2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 2Al(OH3) + 3CaSO4 + 6CO2
Jika air kurang memiliki kapasitas alkalinitas (buffering capacity), basa
tambahan seperti hydrated lime, sodium hidroksida (soda kaustik) atau sodium
karbonat harus ditambahkan.
Al2(SO4)3 + 3Ca(OH)2 2Al(OH3) + 3CaSO4
Dengan penambahan sodium karbonat:
Al2(SO4)3 + 3Na2CO3 + 3H2O 2Al(OH3) + 3Na2SO4 + 3CO2
1 mg/L alum bereaksi dengan 5,3 mg/L alkalinitas (CaCO3). Jadi jika
tidak ada basa yang ditambahkan, alkalinitas akan turun dan terjadi penurunan pH.
Flok aluminium hidroksida tidak dapat larut pada rentang pH yang relatif sempit,
dan akan bervariasi tergantung air yang diolah. Oleh karenanya, kontrol pH
menjadi penting dalam koagulasi, tidak hanya untuk menyisihkan kekeruhan dan
warna, tetapi juga untuk menjaga residu terlarut tetap berada dalam jumlah
minimum untuk membantu sedimentasi. Nilai pH optimum koagulasi sebaiknya
dijaga dengan menambahkan asam seperti asam sulfat, tidak dengan
menambahkan koagulan yang berlebih. pH optimum untuk koagulasi
menggunakan alum, sangat tergantung pada karakteristik air yang diolah, biasanya
berada dalam rentang 5-8.
2.6 Parameter TSS,TDS dan TS
Ada beberapa parameter yang dibutuhkan untuk menentukan kelayakan air:
1. Total Dissolved Solid (TDS)
TDS adalah jumlah material yang terlarut di dalam air. Material ini dapat
berupa karbonat, bikarbonat, klorida, sulfat, fosfat, nitrat, kalsium, magnesium,
natrium, ion-ion organik, senyawa koloid dan lain-lain (WHO, 2003). TDS dapat
digunakan untuk memperkirakan kualitas air minum, karena mewakili jumlah ion
di dalam air. Nilai baku mutu air terhadap parameter uji TDS yang diperbolehkan
menurut standar nasional adalah 1000 mg/L (Kementerian Kesehatan, 2010).
Untuk mengetahui nilai TDS dapat digunakan berbagai teknik pengukuran.
Alat standar yang digunakan adalah TDS meter, namun harganya mahal dan
proses pengukurannya lama. Hal ini mendorong beberapa peneliti untuk
mengembangkan alat pengukur TDS yang lebih murah dan dengan data real time.
Metode yang dapat digunakan untuk mengukur TDS dalam air adalah:
a. Gravimetri merupakan metode pengukuran TDS yang paling akurat
dibandingkan metode yang lainnya, sebab keakuratannya bisa sampai
0.0001 gram. Metode gravimetri dilakukan dengan cara memanaskan
sampel sampai cairan sampel diuapkan hingga tersisa residu yang kemudian
ditimbang secara langsung dengan menggunakan neraca digital. Dengan
demikian didapatkan hasil TDS dari sampel tersebut (Devi et al., 2013).
b. Konduktivitas listrik adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk
menghantarkan arus listrik. Konduktivitas Listrik air secara langsung
berhubungan dengan konsentrasi padatan terlarut yang terionisasi dalam air.
Konduktansi (G) merupakan kebalikan dari resistansi (R). Setiap bahan
mempunyai sifat tertentu yang diungkapkan sebagai hambatan jenis (ρ),
dengan satuan ohm meter.
2. Total Suspended Solid (TSS)
Padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari padatan total yang
tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau lebih besar dari
ukuran partikel koloid. TSS menyebabkan kekeruhan pada air akibat padatan tidak
terlarut dan tidak dapat langsung mengendap. TSS terdiri dari partikel-partikel
yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat,
bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya.
TSS merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen,
dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat
menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan dan
Edward, 2003). Penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang lebih
dalam tidak berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat padat tersuspensi,
sehingga fotosintesis tidak berlangsung sempurna. TSS umumnya dihilangkan
dengan flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan
dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan.
Oleh karena itu nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS.
Kekeruhan adalah kecenderungan ukuran sampel untuk menyebarkan
cahaya. Sementara hamburan diproduksi oleh adanya partikel tersuspensi dalam
sampel. Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optik. Pola dan intensitas sebaran
akan berbeda akibat perubahan dengan ukuran dan bentuk partikel serta materi.
Sebuah sampel yang mengandung 1.000 mg/L dari fine talcum powder akan
memberikan pembacaan yang berbeda kekeruhan dari sampel yang mengandung
1.000 mg/L coarsely ground talc. Kedua sampel juga akan memiliki pembacaan
yang berbeda kekeruhan dari sampel mengandung 1.000 ml/L ground pepper.
Meskipun tiga sampel tersebut mengandung nilai TSS yang sama.
Perbedaan antara padatan tersuspensi total (TSS) dan padatan terlarut total
(TDS) adalah berdasarkan prosedur penyaringan. Padatan selalu diukur sebagai
berat kering dan prosedur pengeringan harus diperhatikan untuk menghindari
kesalahan yang disebabkan oleh kelembaban yang tertahan atau kehilangan bahan
akibat penguapan atau oksidasi.

(2.1)

Dengan:
A = berat kertas saring + residu kering (mg)
B = berat kertas saring (mg)
V = volume (mL)

3. Total Solids (TS)


Total padatan (total solids) adalah semua bahan yang terdapat dalam contoh
air setelah dipanaskan pada suhu 103°-105°C selama tidak kurang dari 1 jam.
Bahan ini tertinggal sebagai residu melalui proses evaporasi. Total solid pada air
terdiri dari total padatan terlarut (total dissolved solids) dan total zat padat
tersuspensi (total suspended solids).
TS = TSS + TDS (2.2)

2.7 TDS Meter


TDS meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam Part Per
Million (PPM) atau sama dengan milligram per Liter (mg/L). Umumnya
berdasarkan definisi diatas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus
dapat melewati saringan yang berdiameter 2 micrometer (2×10-6 meter). Aplikasi
yang umum digunakan adalah untuk mengukur kualitas cairan biasanya untuk
pengairan, pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia, pembuatan air
mineral, dll. Setidaknya, kita dapat mengetahui air minum mana yang baik
dikonsumsi tubuh, ataupun air murni untuk keperluan kimia (misalnya pembuatan
kosmetika, obat-obatan, makanan, dll).
Cara kerja Tds meter yaitu dengan cara mencelupkan ujung Tds meter
kedalam air uji kira-kira sedalam 5 cm dalam posisi on, dan tahan kurang lebih
selama 2 sampai 3 menit sampai angka penunjuk dalam layar digital stabil.
Beberapa fitur yang ada pada Tds meter yang umum diantaranya yaitu:
1. Fungsi on-of, untuk menhidupkan dan mematikan fungsi kerja alat

2. Fungsi Hold, untuk menyimpan hasil pengukuran agar konstan


Ada larangan penggunaan Tds meter pada beberapa jenis air karena bisa
menyebabkan keruusakan pada alat diantaranya yaitu:
1. Air panas dengan suhu melebihi suhu kamar bisa menyebabkan hasil

pengukuran tidak presisi lagi


2. Air es atau air dingin dengan suhu dibawah suhu kamar juga bisa menyebabkan
alat tidak presisi lagi

3. Air laut atau air garam hal ini bisa menyebabkan errror pada hasil pengukuran

4. Air accu, alcohol dan air lainnya yang tidak masuk dalam range pengukuran
alat ini

Berikut adalah beberapa rekomendasi dari Water Quality Association


(assosiasi air minum internasional ) tentang kandungan zat padat yg terlarut pada
berberapa jenis dan klasifikasi air minum diantaranya yaitu:
1. Air minum kandungan TDS yang ideal dan direkomendasikan adalah antara 0 –
15 ppm
2. Air minum mineral dan air pegunungan kandungan TDS yang ideal adalah 15 –
100 ppm

3. Air Bersih untuk keperluan MCK ( mandi cuci kakus ) TDS yang ideal adalah
100 – 200 ppm

DAFTAR PUSTAKA
Devi Luh PWK. Dharma P. dan Bawa P. 2013. Efektifitas Pengolahan Air
Reklamasi di Instalasi Pengolahan Air Limah Suwung Denpasar Ditinjau
dai kandungan Kekeruhan, Total Zat terlarut (TDS), dan Total Zat
Tersuspensi (TSS). Jurnal Kimi, Vol 7 No. 1. Hal 64-74.

Hanum, F, 2002, Proses Pengolahan Air Sungai Untuk Keperluan Air Minum,
Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara

Hendricks. David, 2005, ”Water Treatment Unit Processes Physical and


Chemical”. Taylor and Francis Group. New York. hal. 184 – 190.

Kementerian Kesehatan, 2010, Undang-undang Nomor 492 Tahun 2010 tentang


Persyaratan Kualitas Air Minum, Jakarta.
Kusnaedi, 2004, Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum, Puspa
Swara: Jakarta

Mayasari, Bety, 2007, ”Pengaruh Jenis Inlet dan Bentuk Outlet Bak
Prasedimentasi Rectangular Terhadap Kinerja Bak Prasedimentasi
Rectangular”, Skripsi, Jurusan Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya.

Metcalf and Eddy, 1991, ”Wastewater Engineering Treatment, Disposal and


reuse”, Third Eddition, McGraw-Hill, New york, hal 228-229).

McCabe. W.L, Smith, J.C. Harriott, P. 1990. Operasi Teknik Kimia. Jilid 2. Edisi
keempat. Diterjemahkan oleh E. Jasjfi. Erlangga. Jakarta.

Reynold, R.. 1996. ”Unit Operation and Processes in Environmental


Engineering”. Second Edition. PWS Publishing Company. Boston. hal. 174
– 176.

Você também pode gostar