Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
LAPORAN PENDAHULUAN
OLEH:
Deby Permatasari, S.Kep.
NIM 182311101081
A. Konsep Teori
1. Pengertian
Batu saluran kemih adalah benda padat yang dibentuk oleh presipitasi
berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran kemih (Pierce, 2006) dan dapat
ditemukan disetiap bagian ginjal sampai dengan kandung kemih dan ukurannnya
bervariasi dari deposit granuler yang kecil disebut pasir atau kerikil sampai
dengan batu sebesar kandung kemih yang berwarna orange (Suzzane C Smeltzer,
2002). Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal
(batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses
pembentukan batu ini disebut urolitiasis (Sja’bani, 2006).
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi
(batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu
ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan
batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran
perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam
ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter
cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan
pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti
teh atau merah (Brunner and Suddarth, 2002).
c. Batu struvit
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat (batu
struvit) dan kalsium fosfat. Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi saluran
kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea. Batu dapat tumbuh menjadi
lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks
ginjal. Batu ini bersifat radioopak dan mempunyai densitas yang berbeda. Di
urin kristal batu struvit berbentuk prisma empat persegi panjang. Dikatakan
bahwa batu staghorn dan struvit mungkin berhubungan erat dengan destruksi
yang cepat dan ginjal hal ini mungkin karena proteus merupakan bakteri urease
yang poten (Harrison’s, 2008).
d. Batu sistin
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSK. Batu ini jarang dijumpai (tidak umum,
berwarna kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin di air kemih tampak
seperti plat segi enam,sangat sukar larut dalam air. Bersifat radioopak karena
mengandung sulfur (Harrison’s, 2008).
e. Batu xiantin
Batu xantin sangat jarang terjadi bersifat herediter karena defisiensi xantin
oksidase. Namun bisa bersifat sekunder karena pemberian alopurinol yang
berlebihan. Enzim normalnya dikatalisasi dan dioksidasi dari hypoxantin
menjadi xantin dan dari xantin kemudian diproses menjadi asam urat.
Gambaran batunya biasanya adalah radiolusen dan berwarna kuning (Stoller,
Marshall L, 2008).
2. Etiologi
Berikut adalah penyebab dari ureterolithiasis menurut ahli:
a. Teori epitaksi
Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain
yang berbeda sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu campuran.
Keadaan ini disebut dengan nukleasi heterogen dan merupakan kasus yang
paling sering yaitu kristal kalsium oksalat yang menempel pada kristal asam
urat yang ada (Purnomo BB, 2011).
b. Teori supersaturasi
Supersaturasi air kemih dengan garam-garamnya pembentuk batu
merupakan dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan.
Apabila kelarutan suatu produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka
terjadi supersaturasi sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada
akhirnya akan terbentuk batu. Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi
apabila ada penambahan suatu bahan yang dapat mengkristal di dalam air
dengan pH dan suhu tertentu yang suatu saat akan terjadi kejenuhan dan
terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air kemih tidak hanya
dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang larut, tetapi juga oleh
kekuatan ion, pembentukan kompleks dan pH air kemih (Purnomo BB,
2011).
c. Teori kombinasi
Beberapa ahli maupun pakar dibidang urologi berpendapat bahwa BSK
dapat terbentuk berdasarkan campuran dari beberapa teori yang ada
(Purnomo BB, 2011).
d. Teori tidak adanya inhibitor
Telah dikenal adanya 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik. Pada
inhibitor organik terdapat bahan yang sering terdapat dalam proses
penghambat terjadinya batu yaitu asam sitrat, nefrokalsin, dan tamma-
horesefall glikoprotein. Sedangkan yang jarang terdapat adalah glikosamin
glikans dan uropontin. Pada inhibitor anorganik terdapat bahan pirofosfat
dan zinc. Inhibitor yang paling kuat adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi
dengan kalsium membentuk kalsium sitrat yang dapat larut dalam air.
Inhibitor mencegah terbentuknya kristal kalsium oksalat dan mencegah
perlengketan kristal kalsium oksalat pada membran tubulus. Sitrat terdapat
pada hampir semua buah-buahan tetapi kadar tertingginya pada buah jeruk
(Purnomo BB, 2011).
e. Teori infeksi
Terbentuknya BSK dapat juga terjadi karena adanya infeksi dari beberapa
kuman tertentu. Pengaruh infeksi pada proses terjadinya BSK adalah teori
terbentuknya batu struvit yang dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan
terjadinya reaksi sintesis ammonium dengan molekul magnesium dan fosfat
sehingga terbentuk magnesium ammonium fosfat (batu struvit) misalnya
saja pada bakteri pemecah urea yang menghasilkan urease. Bakteri yang
menghasilkan urease yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphilococcus (Bahdarsyam, 2011). Teori pengaruh
infeksi lainnya adalah teori nano bakteria dimana penyebab pembentukan
BSK adalah bakteri berukuran kecil dengan diameter 50-200 nanometer
yang hidup dalam darah, ginjal dan air kemih. Bakteri ini tergolong gram
negatif dan sensitif terhadap tetrasiklin. Dimana dinding pada bakteri
tersebut dapat mengeras membentuk cangkang kalsium kristal karbonat
apatit dan membentuk inti batu, kemudian kristal kalsium oksalat akan
menempel yang lama kelamaan akan membesar. Dilaporkan bahwa 90%
penderita BSK mengandung nano bakteria (Patologi Bahdarsyam, 2011).
f. Teori matrik
Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan
mitokondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu
oksalat maupun kalsium fosfat akan menempel pada anyaman tersebut dan
berada di sela-sela anyaman sehingga berbentuk batu. Benang seperti laba-
laba terdiri dari protein 65%, heksana 10%, heksosamin 2-5% sisanya air.
Pada benang menempel kristal batu yang seiring waktu batu akan semakin
membesar. Matriks tersebut merupakan bahan yang merangsang timbulnya
batu (Purnomo BB, 2011).
3. Patofisiologi
Batu saluran kemih dapat terjadi dari beberapa faktor yaitu imobilisasi yang
dapat menyebabkan statis urin, peningkatan atau penurunan pH, diit makanan
tertentu seperti tinggi oksalat, purin, dan kalsium. Ketiga faktor tersebut dapat
meningkatkan substansi dari kalsium, oksalat, asam urat atau fosfat sehingga urin
menjadi keruh dan menghambat aliran urine yang merangsang pembentukan batu.
Batu saluran kemih juga dapat diakibatkan oleh ISK yang terdapat kuman
pemecah urea yang dapat menghasilkan enzim urease yang menghidrolisis urea
menjadi amoniak yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat
dan karbonat membentuk batu magnesium fosfat. Selain itu batu dapat terbentuk
dari penurunan sitrat dan magnesium yang merupakan faktor penghambat
pembentukan batu sehingga mempermudah terjadinya batu khususnya batu
kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Ada batu di dalam saluran kemih, membuat
terjadinya obstruksi, obstruksi diatas kandung kemih dapat menyebabkan
hidroureter karena ureter membengakak oleh urine, hidroureter yang tidak diatasi
dapat menyebabkan hidronefrosis. Obstruksi juga menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik interstitium dan dapat menyebabkan penurunan Glomerulus
Filtration Rate (GFR). Obstruksi yang tidak diatasi dapat menyebabkan kolapsnya
nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia nefron karena suplai darah terganggu,
akhirnya dapat terjadi gagal ginjal. Setiap kali terjadi obstruksi aliran urine (statis
urine) maka infeksi bakteri meningkat dan menyebabkan pielonefrilitis, ureteritis,
dan sistitis (Brunner dan Sudarth, 2003).
c. Hidronefrosis
Oleh karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan
menumpuk di ginjal dan lama-kelamaan ginjal akan membesar karena
penumpukan urin.
d. Avaskuler iskemia
Terjadi karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga terjadi
kematian jaringan.
Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian,
kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang
tidak direncanakan. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan
kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter,
sepsis, trauma vaskuler, dan hematuria. Sedang yang termasuk kurang signifikan
perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK
dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah gagal ginjal akut sampai kronis.
Striktur tidak hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi
inflamasi dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan
lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian
besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi
(Suparman, et.al. 2003).
B. Clinical Pathway
Infeksi pada ginjal Infeksi pada usus
Diit tinggi mineral
secara berlebihan
↑ Mineral ginjal
Urolitiasis
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan distensi saluran kemih
ditandai dengan kencing sedikit, menetes, atau berhenti.
2) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan hidrostatik ditandai
dengan nyeri saat berkemih dan nyeri pinggang.
3) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi dan inflamasi ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh.
4) Retensi urin berhubungan dengan distensi saluran kemih ditandai dengan
kencing sedikit, menetes, atau berhenti.
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan distensi abdomen ditandai dengan mual muntah.
6) Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
aktif bertanya dan menyatakan ketiddeaktahuan tentang penyakit.
7) Ansietas berhubungan dengan proses penykit ditandai dengan klien terlihat
cemas.
8) Risiko infeksi berhubungan dengan proses infeksi inflamasi dan
pemasangan kateter.
.
3. Perencanaan/Nursing Care Plan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi keperawatan
1. Gangguan eliminasi urin NOC Urinary Retention Care
b.d distensi saluran kemih 1. Urinary elimination 1. Lakukan penilaian kemih yang
d.d kencing sedikit, 2. Urinary continuence komprehensif berfokus pada
menetes, atau berhenti. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan inkontinensia (misal output urine,
gangguan eliminasi urin klien dapat teratasi dengan pola berkemih,fungsi kognitif, dan
kriteria hasil: masalah kencing praeksisten)
2. Gunakan spirit wintergreen di pispot
Eliminasi Urin: atau urinal.
Awa Tujuan 3. Masukkan kateter kemih yang sesuai
No Indikator
l 1 2 3 4 5 4. Anjurkan pasien/keluarga untuk
1. Pola Eliminasi mencatat output urin.
2. Bau Urin 5. Memantau asupan dan keluaran.
3. Jumlah Urin 6. Memantau tingkat distensi kandung
4. Warna Urin
kemihdengan palpasi dan perkusi
5. Kejernihan Urin
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
Eliminasi Urin:
Awa Tujuan
No Indikator
l 1 2 3 4 5
1. Partikel urin terlihat
2. Darah terlihat dalam
urin
3. Nyeri saat kencing
4. Rasa terbakar saat
berkemih
5. Retensi urin
Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
2. Nyeri akut b.d peningkatan NOC Pain Management
tekanan hidrostatik d.d 1. Kontrol Nyeri 1. Kaji karakteristik nyeri secara
nyeri saat berkemih dan 2. Tingkat Nyeri komprehensif
nyeri pinggang. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan 2. Gunakan komunikasi terapeutik
nyeri klien dapat teratasi dengan kriteria hasil: untuk menggali pengalaman klien
tentang nyeri yang dirasakan
Kontrol Nyeri: 3. Observasi respon non verbal klien
Awa Tujuan 4. Evaluasi ketidakefektifan
No Indikator
l 1 2 3 4 5 pengobatan yang pernah dilakukan
1. Mengenali kapan nyeri terhadap nyeri
terjadi 5. Gunakan pendekatan multidisipliner
untuk manajemen nyeri: penggunaan
analgesik
2. Melaporkan perubahan 6. Ajarkan tentang teknik pengontrolan
terhadap gejala nyeri nyeri non farmakologis
kepada tenaga 7. Ajarkan pasien penggunaan teknik
kesehatan farmakologi seperti terapi musik dan
3. Menggunakan tindakan relaksasi Pastikan perawatan
mengurangi nyeri analgesik bagi klien dilakukan
secara
dengan pemantauan yang ketat
Keterangan: 8. Gali pengetahuan pasien terkait nyeri
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan
3. Hipertermi b.d proses NOC Fever Treatment
infeksi dan inflamasi d.d 1. Thermoregulation 1. Monitor suhu sesering mungkin.
peningkatan suhu tubuh. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan 2. Monitor suhu dan warna kulit.
hipertermi klien dapat teratasi dengan kriteria hasil: 3. Monitor tekanan darah, nadi, RR.
4. Kompres pasien pada lipatan paha
Termoregulasi dan aksila.
Awa Tujuan Temperature Regulation
No Indikator
l 1 2 3 4 5 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
1. Merasa merinding saat 2. Rencanakan monitor suhu secara
dingin kontinue
2. Berkeringat saat panas 3. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
3. Menggigil saat dingin 4. Monitor sianosis perifer
4. Tingkat pernapasan
5. Monitor kualitas dari nadi
Keterangan: 6. Monitor frekuensi dan irama
1. Sangat terganggu pernapasan.
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
Awa Tujuan
No Indikator
l 1 2 3 4 5
1. Peningkatan suhu kulit
2. Penurunan suhu kulit
3. Sakit kepala
4. Radang dingin
Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
4. Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi Data
1 Gangguan eliminasi urin b.d 1.
distensi saluran kemih d.d Kandung kemih kosong secara penuh
kencing sedikit, menetes, 2.
atau berhenti. Tidak ada residu urin >100-200 cc
3. Intake cairan dalam rentang normal
4. Bebas dari ISK
5. Tidak terjadi spasme bladder\Balance
cairan seimbang
5. Discharge Planning
a. Saat klien keluar dari ruang operasi (jika klien menjalasi proses
pembedahaan batu saluran kemih) yaitu menganjurkan klien untuk minum
minimal 10-12 gelas air per hari dan membatasi minuman seperti kopi dan
cola sebanyak maksimal 2 gelas per hari (AUA Foundation, 2005).
Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pemekatan urin yang
merupakan salah satu penyebab dari terjadi batu saluran kemih dan
mempermudah keluarnya serpihan serpihan batu yang mungkin masih
terdapat di dalam saluran kemih klien (Putri, 2013).
a. Hal penting yang perlu dijelaskan selain asupan cairan, yaitu diet. U.S
Departement of Health and Human Service, (2013), menyatakan bahwa diet
untuk menjaga terulangnya terbentuknya batu saluran kemih dapat
dilakukan berdasarkan jenis batu yang terbentuk sebelumnya.
1) Klien dengan batu kalsium oxalat, diet yang harus dilakukan adalah
membatasi jumlah sodium, membatasi protein hewani seperti daging, ikan
dan telur, makan-makanan yang mengandung kalsium sesuai dengan
kebutuhan, batasi makan makanan tinggi oxalat seperti bayam, kacang-
kacangan, gandum, terigu, teh hitam, kelapa, coklat, dll.
2) Klien dengan batu kalsium phospat, diet yang dianjurkan yaitu membatasi
sodium, protein hewani, dan hanya boleh makan kalsium sesuai dengan
kebutuhan tubuh.
3) Klien dengan batu asam urat, disarankan membatasi makan-makanan
protein hewani (U.S Departement of Health and Human Service., 2013).
Sedangkan menurut RN Adult Medical Surgical Nursing (2013)
pencegahan kekambuhan penyakit batu pada klien dengan batu asam urat
adalah mengurangi makanan yang mengandung purin seperti organ dalam
atau jeroan, unggas, ikan, makanan kaleng, sayuran hijau , wine merah,
dll.
4) Klien dengan batu struvite, menurut RN Adult Medical Surgical Nursing
(2013), makanan yang harus dihindari adalah makanan yang mengandung
tinggi phosfat seperti organ dalam, daging merah, kacang-kacangan, dll.
5) Sedangkan untuk klien dengan batu cystine, diet sesuai yaitu membatasi
intake protein hewani (RN Adult Medical Surgical Nursing., 2013).
b. Sebelum klien pulang, klien dan keluarga kembali perlu untuk diberikan
penjelasan mengenai faktor resiko yang dapat menyebabkan kekambuhan
penyakit klien, yaitu kurang minum, kurang aktivitas, konsumsi tinggi
kalsium, purin, protein, dan tinggi oksalat, penggunaan obat-obatan seperti
obat tinggi kalsium dan lainnya serta infeksi pada saluran kemih (Putri,
2013).
c. Klien dan keluarga perlu diberikan pengetahuan terkait tanda-tanda
kekambuhan dari penyakitnya yaitu nyeri pada pinggang atau perut bagian
bawah dengan mual dan muntah ataupun tidak, demam atau mengigil, sulit
BAK atau bahkan tidak dapat BAK sama sekali, diare, dan atau BAK
berdarah (Brunner dan Suddarth., 2005). Klien harus segera pergi ke rumah
sakit jika nyeri yang sangat terjadi dan atau tidak dapat BAK.
d. Saat klien pulang, klien dan keluarga perlu dijejelaskan terkait waktu
kontrol klien, pengaturan konsumsi obat, mengingatkan kembali faktor
resiko penyakit klien dan cara pencegahannya serta mengingatkan kembali
kapan harus segera kembali kerumah sakit (Putri, 2013)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Doenges, M., Moorhouse, M., & Murr, A. 2010. Nursing Care Plans. USA:
Mosby.
Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, B.M. 2011. Keperawatan Kritis:
Pendekatakan Asuhan Holistik. Jakarta: EGC
Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ke 3. Jakarta: CV. Agung Seto.
Putri, Puspa Utami. 2013. Discharge planning pada Klien dengan Urolitiasis Post
Ureterorenoscopy (URS) di Ruang Anggrek Tengah Kanan RSUP
Persahabatan. UNiversitas Indonesia [diakses online pada 8 Oktober 2017]
lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351454-PR-Puspa%20Utami.pdf
RN Adult Medical Surgical Nursing. (2013). Nursing care of cliens with renal
disoder, chapter 70. [diakses online pada 8 Oktober 2017
http://www.atitesting.com/atinextgen/FocusedReview/data/datacontext/RM
%20AMS%20RN%208.0%20Chp%2070.pdf.
Sjamsuhidrajat R, W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi ke-2. Jakarta :EGC.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.
U.S Departement of Health and Human Service (2013). Kidney Stone Adults.
[diakses online pada 8 Oktober 2017] www.kidney.niddk.nih.gov.