Você está na página 1de 27

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BATU SALURAN


KEMIH DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT DAERAH
dr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:
Deby Permatasari, S.Kep.
NIM 182311101081

PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
DESEMBER, 2018
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori
1. Pengertian
Batu saluran kemih adalah benda padat yang dibentuk oleh presipitasi
berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran kemih (Pierce, 2006) dan dapat
ditemukan disetiap bagian ginjal sampai dengan kandung kemih dan ukurannnya
bervariasi dari deposit granuler yang kecil disebut pasir atau kerikil sampai
dengan batu sebesar kandung kemih yang berwarna orange (Suzzane C Smeltzer,
2002). Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal
(batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses
pembentukan batu ini disebut urolitiasis (Sja’bani, 2006).
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi
(batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu
ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan
batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran
perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam
ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter
cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan
pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti
teh atau merah (Brunner and Suddarth, 2002).

Gambar 1. Gambaran Batu pada Ginjal dan Saluran Kemih


Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter. Batu ureter pada
umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat
lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter
juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu
kandung kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil
menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin
asimtomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik.
(R. Sjamsuhidajat, 2003).
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat
atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium fosfat (MAP), xantin, dan
sistin, silikat, dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat yang
terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan
timbulnya batu residif (Purnomo BB, 2011). Berikut adalah klasifikasi batu
saluran kemih:
a. Batu kalsium
Batu kalsium ini jenis batu yang banyak dijumpai dan merupakan tampilan ion
yang besar dalam kristal kemih. Hanya 50% dari kalsium plasma yang
terionisasi dan tersedia untuk difiltrasi di glomerulus. Lebih dari 95% kalsium
difiltrasi di glomerulus kemudian di reabsorbsi kembali di kedua tubulus
proksimal dan distal tubulus dan jumlahnya terbatas di tubulus pengumpul
(Stoller, Marshall L, 2008).
b. Batu asam urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara
75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan
campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh klien-
klien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, klien yang mendapatkan terapi
antikanker, dan yang banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya
adalah sulfinipirazone, thiazide, dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol,
dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk
mendapatkan penyakit ini (Purnomo BB, 2011).

c. Batu struvit
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat (batu
struvit) dan kalsium fosfat. Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi saluran
kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea. Batu dapat tumbuh menjadi
lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks
ginjal. Batu ini bersifat radioopak dan mempunyai densitas yang berbeda. Di
urin kristal batu struvit berbentuk prisma empat persegi panjang. Dikatakan
bahwa batu staghorn dan struvit mungkin berhubungan erat dengan destruksi
yang cepat dan ginjal hal ini mungkin karena proteus merupakan bakteri urease
yang poten (Harrison’s, 2008).
d. Batu sistin
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSK. Batu ini jarang dijumpai (tidak umum,
berwarna kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin di air kemih tampak
seperti plat segi enam,sangat sukar larut dalam air. Bersifat radioopak karena
mengandung sulfur (Harrison’s, 2008).
e. Batu xiantin
Batu xantin sangat jarang terjadi bersifat herediter karena defisiensi xantin
oksidase. Namun bisa bersifat sekunder karena pemberian alopurinol yang
berlebihan. Enzim normalnya dikatalisasi dan dioksidasi dari hypoxantin
menjadi xantin dan dari xantin kemudian diproses menjadi asam urat.
Gambaran batunya biasanya adalah radiolusen dan berwarna kuning (Stoller,
Marshall L, 2008).

2. Etiologi
Berikut adalah penyebab dari ureterolithiasis menurut ahli:
a. Teori epitaksi
Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain
yang berbeda sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu campuran.
Keadaan ini disebut dengan nukleasi heterogen dan merupakan kasus yang
paling sering yaitu kristal kalsium oksalat yang menempel pada kristal asam
urat yang ada (Purnomo BB, 2011).
b. Teori supersaturasi
Supersaturasi air kemih dengan garam-garamnya pembentuk batu
merupakan dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan.
Apabila kelarutan suatu produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka
terjadi supersaturasi sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada
akhirnya akan terbentuk batu. Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi
apabila ada penambahan suatu bahan yang dapat mengkristal di dalam air
dengan pH dan suhu tertentu yang suatu saat akan terjadi kejenuhan dan
terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air kemih tidak hanya
dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang larut, tetapi juga oleh
kekuatan ion, pembentukan kompleks dan pH air kemih (Purnomo BB,
2011).
c. Teori kombinasi
Beberapa ahli maupun pakar dibidang urologi berpendapat bahwa BSK
dapat terbentuk berdasarkan campuran dari beberapa teori yang ada
(Purnomo BB, 2011).
d. Teori tidak adanya inhibitor
Telah dikenal adanya 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik. Pada
inhibitor organik terdapat bahan yang sering terdapat dalam proses
penghambat terjadinya batu yaitu asam sitrat, nefrokalsin, dan tamma-
horesefall glikoprotein. Sedangkan yang jarang terdapat adalah glikosamin
glikans dan uropontin. Pada inhibitor anorganik terdapat bahan pirofosfat
dan zinc. Inhibitor yang paling kuat adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi
dengan kalsium membentuk kalsium sitrat yang dapat larut dalam air.
Inhibitor mencegah terbentuknya kristal kalsium oksalat dan mencegah
perlengketan kristal kalsium oksalat pada membran tubulus. Sitrat terdapat
pada hampir semua buah-buahan tetapi kadar tertingginya pada buah jeruk
(Purnomo BB, 2011).
e. Teori infeksi
Terbentuknya BSK dapat juga terjadi karena adanya infeksi dari beberapa
kuman tertentu. Pengaruh infeksi pada proses terjadinya BSK adalah teori
terbentuknya batu struvit yang dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan
terjadinya reaksi sintesis ammonium dengan molekul magnesium dan fosfat
sehingga terbentuk magnesium ammonium fosfat (batu struvit) misalnya
saja pada bakteri pemecah urea yang menghasilkan urease. Bakteri yang
menghasilkan urease yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphilococcus (Bahdarsyam, 2011). Teori pengaruh
infeksi lainnya adalah teori nano bakteria dimana penyebab pembentukan
BSK adalah bakteri berukuran kecil dengan diameter 50-200 nanometer
yang hidup dalam darah, ginjal dan air kemih. Bakteri ini tergolong gram
negatif dan sensitif terhadap tetrasiklin. Dimana dinding pada bakteri
tersebut dapat mengeras membentuk cangkang kalsium kristal karbonat
apatit dan membentuk inti batu, kemudian kristal kalsium oksalat akan
menempel yang lama kelamaan akan membesar. Dilaporkan bahwa 90%
penderita BSK mengandung nano bakteria (Patologi Bahdarsyam, 2011).
f. Teori matrik
Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan
mitokondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu
oksalat maupun kalsium fosfat akan menempel pada anyaman tersebut dan
berada di sela-sela anyaman sehingga berbentuk batu. Benang seperti laba-
laba terdiri dari protein 65%, heksana 10%, heksosamin 2-5% sisanya air.
Pada benang menempel kristal batu yang seiring waktu batu akan semakin
membesar. Matriks tersebut merupakan bahan yang merangsang timbulnya
batu (Purnomo BB, 2011).

3. Patofisiologi
Batu saluran kemih dapat terjadi dari beberapa faktor yaitu imobilisasi yang
dapat menyebabkan statis urin, peningkatan atau penurunan pH, diit makanan
tertentu seperti tinggi oksalat, purin, dan kalsium. Ketiga faktor tersebut dapat
meningkatkan substansi dari kalsium, oksalat, asam urat atau fosfat sehingga urin
menjadi keruh dan menghambat aliran urine yang merangsang pembentukan batu.
Batu saluran kemih juga dapat diakibatkan oleh ISK yang terdapat kuman
pemecah urea yang dapat menghasilkan enzim urease yang menghidrolisis urea
menjadi amoniak yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat
dan karbonat membentuk batu magnesium fosfat. Selain itu batu dapat terbentuk
dari penurunan sitrat dan magnesium yang merupakan faktor penghambat
pembentukan batu sehingga mempermudah terjadinya batu khususnya batu
kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Ada batu di dalam saluran kemih, membuat
terjadinya obstruksi, obstruksi diatas kandung kemih dapat menyebabkan
hidroureter karena ureter membengakak oleh urine, hidroureter yang tidak diatasi
dapat menyebabkan hidronefrosis. Obstruksi juga menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik interstitium dan dapat menyebabkan penurunan Glomerulus
Filtration Rate (GFR). Obstruksi yang tidak diatasi dapat menyebabkan kolapsnya
nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia nefron karena suplai darah terganggu,
akhirnya dapat terjadi gagal ginjal. Setiap kali terjadi obstruksi aliran urine (statis
urine) maka infeksi bakteri meningkat dan menyebabkan pielonefrilitis, ureteritis,
dan sistitis (Brunner dan Sudarth, 2003).

4. Tanda dan Gejala


Gerakan pristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga
menimbulkan kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat (kolik).
Nyeri ini dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah,
daerah inguinal, dan sampai ke kemaluan. Batu yang terletak di sebelah distal
ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing.
Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan
sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan
reaksi peradangan (periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronik berupa
hidroureter/hidronefrosis (Basuki, 2000). Gejala klinis yang bisa dirasakan oleh
klien BSK adalah sebagai berikut:
a. Rasa nyeri
Rasa nyeri dapat dirasakan oleh setiap klien penderita BSK. Rasa nyeri yang
dialami dapat bervariasi tergantung lokasi nyeri dan letak batu. Rasa nyeri yang
berulang (kolik) tergantung lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut,
disertai rasa nyeri tekan diseluruh area kostovertebral, tidak jarang disertai
mual dan muntah, maka klien tersebut sedang mengalami kolik ginjal. Batu
yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut dan kolik
yang menyebar ke paha dan daerah genitalia. Apabila batu berada di dalam
kandung kemih, klien akan sering mengeluhkan nyeri saat berkemih. Nyeri
terjadi karena ketika berkemih, batu menggesek dinding kandung kemih
sehingga akan terasa nyeri saat berkemih dan hilang perlahan setelah selesai
berkemih. Gejala lainnya yakni keinginan selalu berkemih, namun hanya
sedikit air kemih yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah
(Purnomo BB, 2011).
b. Mual dan muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali
menyebabkan mual dan muntah (Marshall L. Stoller, MD, 2008).
c. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah sehingga
menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal tubuh. Gejala ini
disertai takikardi, hipotensi, dan vasodilatasi pembuluh darah di kulit (Marshall
L. Stoller, MD, 2008).
d. Hematuria dan kristaluria
Terdapatnya sel darah merah bersama dengan air kemih (hematuria) dan air
kemih yang berpasir (kristaluria) dapat membantu menegakkan diagnosis
adanya penyakit BSK (Purnomo BB, 2011).
e. Infeksi
BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat
obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan saluran kemih. Infeksi yang
terjadi di saluran kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia,
Enterobacter, Pseudomonas, dan Staphilococcus.

5. Kemungkinan Komplikasi yang Muncul


Komplikasi batu saluran kemih menurut Guyton (2010), antara lain:
a. Gagal ginjal
Terjadinya kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah yang
disebut kompresi batu pada membran ginjal oleh karena suplai oksigen
terhambat. Hal ini menyebabkan iskemik ginjal dan jika dibiarkan
menyebabkan gagal ginjal. Gagal ginjal akut (Acute Renal Failure, ARF)
merupakan suatu syndrome klinis yang ditandai dengan fungsi ginjal yang
menurun secara cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang menyebabkan
azotemia yang berkembang cepat. Laju filtrasi glomerulus yang menurun
dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5
mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/dl/hari dalam
beberapa hari. Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung
progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular
kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001). Gagal ginjal kronis
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer dan
Bare, 2001). Gagal ginjal akut dibagi menjadi 3 fase diantaranya:
1) Fase Prarenal (Penurunan Perfusi Ginjal):
Terjadi depresi Volume Cairan Ekstrasel (ECF)
- Perdarahan: Operasi besar; Trauma pasca partus
- Diuresis berlebihan
- Kehilangan cairan dari gastrointestinal yang berat; muntah diare
- Kehilangan cairan dari ruang ketiga: luka bakar; peritonitis,
pankreatitis
Penurunan Volume Sirkulasi Arteri Yang Efektif
- Penurunan curah jantung: infark miokardium; disritmia, gagal
jantung kongestif dan emboli paru.
- Vasodilatasi perifer anafilaksis: sepsis; obat anestesi, antihipertensi.
- Hipoalbuminemia: sindrom nefrotik, gagal hati (sirosis)
Perubahan Hemodinamik Ginjal Primer
- Penghambat sintesis prostaglandin: aspirin dan obat NSAID lain.
- Vasodilatasi arteriol efferent: penghambat enzim angiontensin
misalnya kaptopril.
- Obat vasokontriktor, misal: obat alfa adrenergic (misal
norepinefrin).
- Sindrom hepatorenal
Obtruksi Vaskuler Ginjal Bilateral
- Stenosis arteri ginjal, emboli.
- Trombosis vena renalis bilateral
2) Fase Pascarenal (Obstruksi Saluran Kemih)
- Obstruksi Uretra: katup uretra
- Obstruksi Aliran Keluar Kandung Kemih: Hipertrofi Prostat,
karsinoma.
3) Fase Intrarenal
Nekrosis tubular akut
- Pasca iskemik. Syok, bedah jantung terbuka, bedah aorta
- Nefrotoksin eksogen misalnya antibiotik: aminoglikosida,
amfoterisin.
- Nefrotoksin endogen: pigmen intratubular: hemoglobin; mioglobin
Penyakit vaskular atau glomerulus ginjal primer
- Glomerulonefritis progresif cepat atau pascastreptococcus akut.
- Hipertensi maligna.
- Serangan akut pada gagal kronis yang terkait-pembatasan garam
atau air
Nefritis tubulus intertisial akut
- Alergi: beta-laktam (penisilin, sefalosporin), sulfonamit.
- Infeksi (misalnya pielonefritis akut).
b. Infeksi
Dalam aliran urin yang statis merupakan tempat yang baik untuk
perkembangbiakan mikroorganisme. Sehingga akan menyebabkan infeksi
pada peritoneal.

c. Hidronefrosis
Oleh karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan
menumpuk di ginjal dan lama-kelamaan ginjal akan membesar karena
penumpukan urin.
d. Avaskuler iskemia
Terjadi karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga terjadi
kematian jaringan.
Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian,
kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang
tidak direncanakan. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan
kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter,
sepsis, trauma vaskuler, dan hematuria. Sedang yang termasuk kurang signifikan
perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK
dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah gagal ginjal akut sampai kronis.
Striktur tidak hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi
inflamasi dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan
lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian
besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi
(Suparman, et.al. 2003).

6. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu saluran
kemih adalah (American Urological Association, 2005):
a. Pemeriksaan Kontras Radiologi BNO-IVP
Pemeriksaan diagnostik kontras radiologi BNO-IVP adalah ilmu yang
mempelajari prosedur atau tata cara pemeriksaan ginjal, ureter, dan buli-buli
menggunakan sinar-x dengan melakukan injeksi media kontras melalui vena.
Pada saat media kontras diinjeksikan melalui pembuluh vena pada tangan
klien, media kontras akan mengikuti peredaran darah dan dikumpulkan dalam
ginjal dan saluran kemih, sehingga ginjal dan saluran kemih menjadi berwarna
putih. Dengan IVP, dokter ahli radiologi dapat melihat dan mengetahui anatomi
serta fungsi ginjal, ureter dan buli-buli. Pada pemeriksaan khusus BNO
ditemukan adanya cacat pengisian dan pada IVP batu ginjal atau buli-buli serta
hidronefrosis pada pemeriksaan sonografi (Anggari, Luthfy Kharisma, 2011).
Tujuan dari pemeriksaan kontras radiologi BNO-IVP adalah untuk
mendapatkan gambaran radiologi dari letak anatomi dan fisiologi serta
mendeteksi kelainan patologis dari ginjal, ureter,dan buli-buli. Pemeriksaan ini
juga bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.Selain itu BNO-IVP
dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak
dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika BNO-IVP belum dapat
menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi
ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde
(Purnomo BB, 2011). BNO-IVP mampu mendokumentasikan aliran kontras
pada batu ginjal atau BSK dan juga dapat melihat aliran kontras pada saluran
kemih bagian atas.Hasil foto radiologi tersebut dapat diinterpretasikan oleh
dokter ahli radiologi. Ketidaksiapan dalam mempersiapkan klien untuk
dilakukan pemeriksaan foto BNO-IVP dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan prosedur dan menghasilkan hasil foto radiologi yang tidak
diharapkan (Marshall L.Stoller,MD 2008). Indikasi pemeriksaan BNO-IVP ini
antara lain untuk melihat batu ginjal, batu saluran kemih, radang ginjal, radang
pada saluran kemih, batu ureter, tumor, dan hipertrofi prostat (Purnomo BB,
2011).
b. Urinalisa: warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum
menunjukkan sel darah merah, sel darah putih, Kristal, serpihan mineral,
bakteri, PVS: pH mungkin asam atau alkaline.
c. Urine (24 jam): kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat mungkin
meningkat.
d. Kultur urine mungkin menunjukkan infeksi saluran kemih (Stapilococus
aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas).
e. Survey biokimia: peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat,
protein, elektrolit.
f. BUN (Blood Ureum Nitrogen)/kerati, serum dan urine: abnormal (tinggi pada
serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruksi pada
ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
g. Kadar klorida dan bikarbonat serum: peninggian kadar klorida dan penurunan
kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
h. Hitung darah lengkap: sel darah putih mungkin meningkat menunjukkan
infeksi/septicemia.
i. Hb/Ht: abnormal bola klien dehidrasi berat atau polisistemia terjadi
(mendorong presipitasi pemadatan) atau anemia (perdarahan, disfungsi/gagal
ginjal).
j. Hormone Paratiroid: mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan
kalsium urine).
k. Foto Ronsen KUB: menunjukkan adanya kalkuli dan atau perubahan anatomik
area ginjal dan sepanjang ureter.
l. Sistoureterokopi: visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukkan batu dan atau efek obstruksi.
m. Scan CT: mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa lain: ginjal,
ureter dan distensi kandung kemih.
n. Ultrasound ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

7. Terapi yang dilakukan


Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan
jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengidentifikasi infeksi, serta
mengurangi obstruksi akibat batu (Sja’bani, 2006). Cara yang biasanya digunakan
untuk mengatasi batu kandung kemih adalah terapi konservatif, medikamentosa,
pemecahan batu, dan operasi terbuka.
a. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm. Batu
ureter yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan (Fillingham dan
Douglass, 2000). Untuk mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat
pilihanterapi konservatif berupa (American Urological Association, 2005):
1) Minum sehingga diuresis 2 liter/hari.
2) α-blocker
3) NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu
syarat lain untuk terapi konservatif adalah berat ringannya keluhan pasien,
ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK
menyebabkan konservatif bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan
adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal
tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi
terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi
(American Urological Association, 2005).
b. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kemih. Badlani
(2002) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah memecah batu saluran kemih
dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar
tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat
difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu,
gelombang kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu kali
gelombang kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil,
selanjutnya keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit. Al-Ansari
(2005) menyebutkan komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir tidak
ada. Keterbatasan ESWL antara lain sulit memecah batu keras (misalnya
kalsium oksalat monohidrat), perlu beberapa kali tindakan, dan sulit pada
orang bertubuh gemuk. Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal
pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius karena
ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium.
c. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara
dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu
ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu
ureter. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu
ureter yang besar, sehingga diperlukan alat pemecah batu seperti yang
disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu,
tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat
tersebut.
d. Percutaneous Nefro Litotripsy (PCNL)
PCNL yang berkembang sejak dekade 1980 secara teoritis dapat digunakan
sebagai terapi semua batu ureter. Namun, URS dan ESWL menjadi pilihan
pertama sebelum melakukan PCNL. Meskipun demikian untuk batu ureter
proksimal yang besar dan melekat memiliki peluang untuk dipecahkan
dengan PCNL (Al-Kohlany, 2005). Menurut Al-Kohlany (2005), prinsip dari
PCNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara perkutan.
Kemudian melalui akses tersebut dimasukkan nefroskop rigid atau fleksibel,
atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau
dipecah. Keuntungan dari PCNL adalah apabila letak batu jelas terlihat, batu
pasti dapat diambil atau dihancurkan dan fragmen dapat diambil semua
karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Proses PCNL berlangsung cepat dan
dapat diketahui keberhasilannya dengan segera. Kelemahan PCNL adalah
PCNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi.
e. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat sedang
berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter (Purnomo
BB, 2011).
f. Operasi Terbuka
Fillingham dan Douglass (2000) menyebutkan bahwa beberapa variasi
operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Hal tersebut
tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat
insisi pada flank, dorsal atau anterior. Saat ini operasi terbuka pada batu
ureter kurang lebih tinggal 1-2 persen saja, terutama pada penderita-penderita
dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.
g. Penatalaksanaan Non-Farmakologi
1) Minum air banyak
Biasanya orang yang terkena penyakit batu ginjal mereka sering tidak
memperhatikan asupan cairan didalam tubuh, sehingga kotoran yang
terdapat dalam makanan menjadi pekat dan mengendap menjadi batu.
Minum air sangatlah penting untuk melarutkan batu yang terdapat pada
ginjal tersebut sedikit-demi sedikit. Air yang baik untuk penderita penyakit
gagal ginjal adalah air putih atau air mineral. Minumlah sebanyak minimal
8 gelas setiap hari, agar membantu melarutkan kotoran pada ginjal
tersebut.
2) Kurangi Asupan oksalat
Makanan yang tinggi akan kandungan oksalat akan memicu terbentuknya
batu ginjal yang lebih besar. Makanan yang banyak mengandung oksalat
seperti bayam, coklat, kacang-kacangan, blueberry, dan bit, maka hindari
makanan seperti itu.
3) Hindari beberapa jenis makanan berikut
Makanan seperti gula, alkohol, makanan cepat saji, kafein, soda dll yang
perlu dihindari oleh penderita penyakit gagal ginjal, selain itu Anda harus
menghindari makanan yang banyak mengandung protein seperti daging,
telur dan masih banyak lagi.
4) Olahraga secara teratur
Olahraga akan membantu proses metabolisme dalam tubuh, proses
metabolisme salah satunya dilakukan oleh ginjal, organ ini akan mengolah
air menjadi urin, nah jika ginjal kita bermasalah maka kita harus
membantu proses metabolisme tersebut dengan berolahraga secara rutin,
minimal lakukan olahraga selama 30 menit setiap hari.

B. Clinical Pathway
Infeksi pada ginjal Infeksi pada usus
Diit tinggi mineral
secara berlebihan

Kerusakan pada nefron ginjal Gangguan absorbsi mineral


pada usus
Gangguan reasorbsi dan
kebocoran ginjal Mineral diangkut bersama
darah menuju seluruh tubuh

↑ Mineral ginjal

Obat-obatan ↓ konsumsi air


(Laksatif, antasida, ↑ konsentrasi mineral di urine
diuretik)

Terjadi pengendapan mineral menjadi kristal


↓ cairan ke ginjal

Endapan kristal membentuk nukleus dan menjadi batu


Urin menjadi pekat

Urolitiasis

Ginjal Ureter Blader Uretra

Obstruksi Pemasangan kateter Infeksi

Hambatan aliran urin Hematuri


Sensasi panas Sepsis
saat kencing
Hidronefrosis ↑ tekanan hidrostatik
Risiko Infeksi
Distensi saluran Kencig sedikit/ Nyeri saat Nyeri Terlihat Resporatori inflamasi
kemih dan menetes/ tiba-tiba berkemih pinggang cemas
abdomen berhenti
Pelepasan mediator
Nyeri akut Ansietas kimia
Gangguan Retensi urin
Aktif bertanya dan
eliminasi urin Histamin dan substansi
menyatakan ketidak
pirogenik
Refluk urin tahuan tentang penyakit
Mual muntah
hidroureter ↑ suhu tubuh
Kurang pengetahuan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Hipertermi
hidronefrosis GGA
C. kebutuhan
Asuhan tubuh
Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien: untuk mengkaji status klien
1) Nama: untuk menghindari kesalahan klien dan prosedur
2) Umur: Puncak insiden dari batu urin dengan gejala adalah pada decade
ketiga dan keempat.
3) Jenis kelamin: Penyakit batu diketahui lebih sering terjadi pada pria
dewasa dibanding wanita, hal ini terkait dengan kondisi anatomi saluran
urinaria pria yang lebih panjang dan sempit.
4) Agama: agama tidak mempengaruhi terjadinya BSK.
5) Pekerjaan: untuk mengetahui resiko terjadinya batu saluran kemih dari
riwayat pekerjaan yang dilakukan.
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah
dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang
digunakan, riwayat penyakit keluarga.
c. Genogram
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum, tanda vital.
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit
dan kuku, dan keadaan lokal.
a) Breathing : Tidak ada gangguan dalam sistem pernapasan.
b) Blood : Frekuensi denyut nadi meningkat, akral hangat, CRT < 3 detik,
perfusi perifer baik.
c) Brain : Kesadaran : Composmentis GCS: E = 4, V = 5, M = 6 MK:
Tidak ada masalah keperawatan sistem persarafan pada klien batu
kandung kemih, melainkan ada faktor pemicu terjadinya gangguan pada
sistem persarafan
d) Bladder : Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih
menetes setelah berkemih, merasa tidak puas setelah berkemih, sering
berkemih pada malam hari, penurunan kekuatan, dan ukuran pancaran
urine, mengedan saat berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali, nyeri
saat berkemih, hematuria.
e) Bowel : Keluhan gastrointestinal seperti nafsu makan menurun,
mual,muntah dan konstipasi.
f) Bone : Klien mengalami kelemahan fisik.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan distensi saluran kemih
ditandai dengan kencing sedikit, menetes, atau berhenti.
2) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan hidrostatik ditandai
dengan nyeri saat berkemih dan nyeri pinggang.
3) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi dan inflamasi ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh.
4) Retensi urin berhubungan dengan distensi saluran kemih ditandai dengan
kencing sedikit, menetes, atau berhenti.
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan distensi abdomen ditandai dengan mual muntah.
6) Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
aktif bertanya dan menyatakan ketiddeaktahuan tentang penyakit.
7) Ansietas berhubungan dengan proses penykit ditandai dengan klien terlihat
cemas.
8) Risiko infeksi berhubungan dengan proses infeksi inflamasi dan
pemasangan kateter.

.
3. Perencanaan/Nursing Care Plan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi keperawatan
1. Gangguan eliminasi urin NOC Urinary Retention Care
b.d distensi saluran kemih 1. Urinary elimination 1. Lakukan penilaian kemih yang
d.d kencing sedikit, 2. Urinary continuence komprehensif berfokus pada
menetes, atau berhenti. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan inkontinensia (misal output urine,
gangguan eliminasi urin klien dapat teratasi dengan pola berkemih,fungsi kognitif, dan
kriteria hasil: masalah kencing praeksisten)
2. Gunakan spirit wintergreen di pispot
Eliminasi Urin: atau urinal.
Awa Tujuan 3. Masukkan kateter kemih yang sesuai
No Indikator
l 1 2 3 4 5 4. Anjurkan pasien/keluarga untuk
1. Pola Eliminasi mencatat output urin.
2. Bau Urin 5. Memantau asupan dan keluaran.
3. Jumlah Urin 6. Memantau tingkat distensi kandung
4. Warna Urin
kemihdengan palpasi dan perkusi
5. Kejernihan Urin
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

Eliminasi Urin:
Awa Tujuan
No Indikator
l 1 2 3 4 5
1. Partikel urin terlihat
2. Darah terlihat dalam
urin
3. Nyeri saat kencing
4. Rasa terbakar saat
berkemih
5. Retensi urin
Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
2. Nyeri akut b.d peningkatan NOC Pain Management
tekanan hidrostatik d.d 1. Kontrol Nyeri 1. Kaji karakteristik nyeri secara
nyeri saat berkemih dan 2. Tingkat Nyeri komprehensif
nyeri pinggang. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan 2. Gunakan komunikasi terapeutik
nyeri klien dapat teratasi dengan kriteria hasil: untuk menggali pengalaman klien
tentang nyeri yang dirasakan
Kontrol Nyeri: 3. Observasi respon non verbal klien
Awa Tujuan 4. Evaluasi ketidakefektifan
No Indikator
l 1 2 3 4 5 pengobatan yang pernah dilakukan
1. Mengenali kapan nyeri terhadap nyeri
terjadi 5. Gunakan pendekatan multidisipliner
untuk manajemen nyeri: penggunaan
analgesik
2. Melaporkan perubahan 6. Ajarkan tentang teknik pengontrolan
terhadap gejala nyeri nyeri non farmakologis
kepada tenaga 7. Ajarkan pasien penggunaan teknik
kesehatan farmakologi seperti terapi musik dan
3. Menggunakan tindakan relaksasi Pastikan perawatan
mengurangi nyeri analgesik bagi klien dilakukan
secara
dengan pemantauan yang ketat
Keterangan: 8. Gali pengetahuan pasien terkait nyeri
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan
3. Hipertermi b.d proses NOC Fever Treatment
infeksi dan inflamasi d.d 1. Thermoregulation 1. Monitor suhu sesering mungkin.
peningkatan suhu tubuh. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan 2. Monitor suhu dan warna kulit.
hipertermi klien dapat teratasi dengan kriteria hasil: 3. Monitor tekanan darah, nadi, RR.
4. Kompres pasien pada lipatan paha
Termoregulasi dan aksila.
Awa Tujuan Temperature Regulation
No Indikator
l 1 2 3 4 5 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
1. Merasa merinding saat 2. Rencanakan monitor suhu secara
dingin kontinue
2. Berkeringat saat panas 3. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
3. Menggigil saat dingin 4. Monitor sianosis perifer
4. Tingkat pernapasan
5. Monitor kualitas dari nadi
Keterangan: 6. Monitor frekuensi dan irama
1. Sangat terganggu pernapasan.
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

Awa Tujuan
No Indikator
l 1 2 3 4 5
1. Peningkatan suhu kulit
2. Penurunan suhu kulit
3. Sakit kepala
4. Radang dingin

Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
4. Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi Data
1 Gangguan eliminasi urin b.d 1.
distensi saluran kemih d.d Kandung kemih kosong secara penuh
kencing sedikit, menetes, 2.
atau berhenti. Tidak ada residu urin >100-200 cc
3. Intake cairan dalam rentang normal
4. Bebas dari ISK
5. Tidak terjadi spasme bladder\Balance
cairan seimbang

2 Nyeri akut b.d peningkatan 1. Klien mampu mengontrol nyeri


tekanan hidrostatik d.d nyeri 2. Klien melaporkan bahwa nyeri
saat berkemih dan nyeri berkurang dengan menggunakan
pinggang. manajemen nyeri
3. Klien mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)
4. Klien menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

3 Hipertermi b.d proses 1.


infeksi dan inflamasi d.d Suhu tubuh dalam rentang normal
peningkatan suhu tubuh 2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan
tidak ada pusing

5. Discharge Planning
a. Saat klien keluar dari ruang operasi (jika klien menjalasi proses
pembedahaan batu saluran kemih) yaitu menganjurkan klien untuk minum
minimal 10-12 gelas air per hari dan membatasi minuman seperti kopi dan
cola sebanyak maksimal 2 gelas per hari (AUA Foundation, 2005).
Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pemekatan urin yang
merupakan salah satu penyebab dari terjadi batu saluran kemih dan
mempermudah keluarnya serpihan serpihan batu yang mungkin masih
terdapat di dalam saluran kemih klien (Putri, 2013).
a. Hal penting yang perlu dijelaskan selain asupan cairan, yaitu diet. U.S
Departement of Health and Human Service, (2013), menyatakan bahwa diet
untuk menjaga terulangnya terbentuknya batu saluran kemih dapat
dilakukan berdasarkan jenis batu yang terbentuk sebelumnya.
1) Klien dengan batu kalsium oxalat, diet yang harus dilakukan adalah
membatasi jumlah sodium, membatasi protein hewani seperti daging, ikan
dan telur, makan-makanan yang mengandung kalsium sesuai dengan
kebutuhan, batasi makan makanan tinggi oxalat seperti bayam, kacang-
kacangan, gandum, terigu, teh hitam, kelapa, coklat, dll.
2) Klien dengan batu kalsium phospat, diet yang dianjurkan yaitu membatasi
sodium, protein hewani, dan hanya boleh makan kalsium sesuai dengan
kebutuhan tubuh.
3) Klien dengan batu asam urat, disarankan membatasi makan-makanan
protein hewani (U.S Departement of Health and Human Service., 2013).
Sedangkan menurut RN Adult Medical Surgical Nursing (2013)
pencegahan kekambuhan penyakit batu pada klien dengan batu asam urat
adalah mengurangi makanan yang mengandung purin seperti organ dalam
atau jeroan, unggas, ikan, makanan kaleng, sayuran hijau , wine merah,
dll.
4) Klien dengan batu struvite, menurut RN Adult Medical Surgical Nursing
(2013), makanan yang harus dihindari adalah makanan yang mengandung
tinggi phosfat seperti organ dalam, daging merah, kacang-kacangan, dll.
5) Sedangkan untuk klien dengan batu cystine, diet sesuai yaitu membatasi
intake protein hewani (RN Adult Medical Surgical Nursing., 2013).
b. Sebelum klien pulang, klien dan keluarga kembali perlu untuk diberikan
penjelasan mengenai faktor resiko yang dapat menyebabkan kekambuhan
penyakit klien, yaitu kurang minum, kurang aktivitas, konsumsi tinggi
kalsium, purin, protein, dan tinggi oksalat, penggunaan obat-obatan seperti
obat tinggi kalsium dan lainnya serta infeksi pada saluran kemih (Putri,
2013).
c. Klien dan keluarga perlu diberikan pengetahuan terkait tanda-tanda
kekambuhan dari penyakitnya yaitu nyeri pada pinggang atau perut bagian
bawah dengan mual dan muntah ataupun tidak, demam atau mengigil, sulit
BAK atau bahkan tidak dapat BAK sama sekali, diare, dan atau BAK
berdarah (Brunner dan Suddarth., 2005). Klien harus segera pergi ke rumah
sakit jika nyeri yang sangat terjadi dan atau tidak dapat BAK.
d. Saat klien pulang, klien dan keluarga perlu dijejelaskan terkait waktu
kontrol klien, pengaturan konsumsi obat, mengingatkan kembali faktor
resiko penyakit klien dan cara pencegahannya serta mengingatkan kembali
kapan harus segera kembali kerumah sakit (Putri, 2013)
DAFTAR PUSTAKA

American Urological Association (AUA) Foundation. 2005. Kidney Stones.


[diakses online pada 8 Oktober 2017] www.UrologyHealth.org.

Brunner dan Suddarth. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition.


Mosby: Elsevier.

Depkes RI. 2008. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas Tahun 2007.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Doenges, M., Moorhouse, M., & Murr, A. 2010. Nursing Care Plans. USA:
Mosby.

Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.


Mosby: Elsevier.

Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, B.M. 2011. Keperawatan Kritis:
Pendekatakan Asuhan Holistik. Jakarta: EGC

NANDA International . 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC
Nanda International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ke 3. Jakarta: CV. Agung Seto.

Putri, Puspa Utami. 2013. Discharge planning pada Klien dengan Urolitiasis Post
Ureterorenoscopy (URS) di Ruang Anggrek Tengah Kanan RSUP
Persahabatan. UNiversitas Indonesia [diakses online pada 8 Oktober 2017]
lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351454-PR-Puspa%20Utami.pdf

RN Adult Medical Surgical Nursing. (2013). Nursing care of cliens with renal
disoder, chapter 70. [diakses online pada 8 Oktober 2017
http://www.atitesting.com/atinextgen/FocusedReview/data/datacontext/RM
%20AMS%20RN%208.0%20Chp%2070.pdf.

Sjamsuhidrajat R, W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi ke-2. Jakarta :EGC.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.

U.S Departement of Health and Human Service (2013). Kidney Stone Adults.
[diakses online pada 8 Oktober 2017] www.kidney.niddk.nih.gov.

Você também pode gostar