Você está na página 1de 28

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut
“congek” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang
(perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya
cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus
atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen.1,2
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling
banyak ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum, insiden
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dibandingkan
dengan beberapa negara lain. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-
1996, angka kesakitan (morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT)
di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada
kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan
prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%.3,4
OMSK dapat terbagi atas 2, yaitu otitis media supuratif kronik
tubotimpani dan otitis media supuratif kronik atikoantral. OMSK atikoantral
merupakan bentuk yang paling berbahaya karena sifatnya yang dapat
mendestruksi jaringan sekitar sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang
lebih berat.1,3
OMSK merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan di
poliklinik, maka dari itu penulis akan membahas laporan kasus mengenai
OMSK.
2

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas
Nama pasien : Nn. Ira Awaliyah
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Marketing
Alamat : Jakarta

2.2. Anamesis (Alloanamnesis)


Keluhan Utama :
Keluar cairan lengket berwarna putih pada telinga sebelah kanan sejak ± 1
tahun yang lalu

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Sejak ± 1 tahun yang lalu telinga sebelah kanan mengeluarkan cairan
lengket berwarna putih tapi tidak disertai darah, cairan keluar setiap hari,
cairan banyak keluar saat pagi hari. Tidak ada riwayat demam tinggi, pasien
tidak gelisah dan dapat tidur tenang. Sebelum mengeluhkan keluhan
tersebut, pasien menderita flu yang cukup lama dan tidak berobat ke dokter.
Lama kelamaan keluar cairan berwarna putih dari telinga sebelah kanan,
pasien juga merasa bahwa pendengaran di telinga sebelah kanan menjadi
berkurang dibandingkan telinga sebelah kiri sejak 3 bulan lalu.
Sejak ± 2 minggu yang lalu, pasien berobat ke puskesmas, dan diberi
obat racikan, namun tidak ada perubahan. Oleh dokter puskesmas pasien
dirujuk ke spesialis THT.
Pada saat ini pasien tidak pilek, batuk ataupun demam dan tidak
sedang keluar cairan pada telinga kanan. Pasien tidak mengalami mimisan.
3

Nafsu makan pasien tidak mengalami penurunan. Tidak ditemukan sakit


menelan pada pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien mempunyai riwayat sering batuk pilek .
- Riwayat trauma kepala tidak ada.
- Riwayat diabetes mellitus disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat Alergi
Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat keluhan serupa disangkal
- Riwayat diabetes mellitus disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal

2.3. Pemeriksaan Lokalis (Status THT)


Pemeriksaan Telinga
Telinga Dextra Sinistra
Tragus pain - -
Auricula Tidak ada Tidak ada kelainan
kelainan
Canalis aurikularis Kotor, terdapat -
sekret berwarna
putih susu
Membran timpani Reflek cahaya (-), Reflek cahaya (-),
membran timpani terdapat sikatrik
perforasi total
Rinne Test - -
Weber test - -
Shwabach test - -

Gambar membran timpani


4

Gambaran
perforasi total

Pemeriksaan Hidung
Hidung Dextra Sinistra
Dorsum nasi - -
Septum nasi Deviasi(-) Deviasi(-)
Cavum nasi - -
Chonca Normal Normal
Mukosa Normal normal
Meatus Nasalis - -
Discharge - -
Test provokasi - -
Test posisional - -
Test transluminasi - -
Lain-lain - -

Gambar Cavum Nasi

Pemeriksaan Tenggorokan
Labialis (-)
Palatum (-)
Glosus (-)
5

Ginggiva (-)
Pharing (-)
Tonsil T1/T1
Uvula (-)
Lain-lain (-)

Gambar tenggokan

2.4. Diagnosis kerja


Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya Aurikularis Dextra.

2.5. Penatalaksanaan
 Larutan H202 3% diberikan untuk 3-5 hari
 Setelah sekret berkurang diberikan tetes telinga yang mengandung antibiotik
dan kortikosteroid selama1-2 minggu.
 Jika sudah tenang diberikan antibiotika oral Ampicilin atau Eritromisin bila
pasien alergi terhadap Penicillin. Jika dicurigai resisten maka diberikan
ampicilin asam klavulanat. Namun cara pemilihan antibiotika yang paling baik
ialah berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
 Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2
bulan maka dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.

Edukasi :
 Hindari air masuk ke telinga ketika mandi
 Hindari aktivitas yang berhubungan dengan air yang memungkinkan air masuk
ke telinga seperti berenang
 Nutrisi yang cukup dan seimbang untuk mencegah penyakit ISPA
6

2.6 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, processus
mastoideus, dan tuba eustachius.1,5,6

1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki
panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm,
dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani tidak tegak lurus
terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke muka
dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membran
timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah
kavum timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks
cahaya ( cone of ligt).

Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :1


a) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
b) Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c) Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum
kutaneum dan mukosum.

Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :1


a. Pars tensa
7

Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang


tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada
sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.

b. Pars flaksida atau membran Shrapnell.


Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida
dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
 Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
 Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang
dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus
ini dan bagian ini disebut incisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari
membran timpani disarafi oleh cabang nervus aurikulo temporalis dari nervus
mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh nervus timpani
cabang dari nervus glossofaringeal.
Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.
Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari
arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri
timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid
cabang dari arteri aurikula posterior.

2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau
vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani
mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior,
dan posterior.
Kavum timpani terdiri dari :1,5
a. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil),
inkus (anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
8

b. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan
otot stapedius (muskulus stapedius).
c. Saraf korda timpani.
d. Saraf pleksus timpanikus.

3. Processus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada
daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.

4. Tuba eustachius.1,5,6
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani
berbentuk seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan
kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36
mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak
dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :


a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3
bagian).
b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3
bagian).
9

Gambar 3.1. Anatomi Telinga.7

3.2. Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.5
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek”
adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada
gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari
telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret
mungkin serous, mukous, atau purulen.1,2,3
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi
otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa
faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang
terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya
tahan tubuh pasien yang rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.5

3.3. Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia
dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban
dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah
Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial
ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta gizi yang
jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi
OMSK pada negara yang sedang berkembang.3
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat
OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di
antaranya (39–200 juta) menderita kurangnya pendengaran yang signifikan.
10

Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam
klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi. Pasien OMSK meliputi
25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh
Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas)
Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan
prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran
yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%. 4
Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan
pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien.3

3.4. Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :1,3
a) Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rhinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada
mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh
adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas
dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini
terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa
terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah.
Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan
mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam
perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia
goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan
mukosiliar yang jelek.

b) Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe
ini letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida.
Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi
tumpukan keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
11

Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega,


berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik.
Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling
sering adalah proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal
sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin
yang dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6,
tumor necrosis factor-α, dan transforming growth factor. Zat-zat ini dapat
menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat
hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini
dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis
terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh
reaksi asam oleh pembusukan bakteri.1,3,5

Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:5


1. Kongenital
2. Didapat.
Kolesteatom didapat dapat terbagi atas:
 Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani
pada daerah atik atau pars flasida.
 Secondary acquired cholesteatoma.
Kolesteatoma yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah
(teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani
karena iritasi infeksi yang berlansung lama (teori metaplasia)

3.5. Patogenesis.
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari
OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang
disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh
virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun,
12

lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya


anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda
dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga
bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga
tengah berupa Otitis Media Akut (OMA).1,3 Respon inflamasi yang timbul adalah
berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh
penderita dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya
jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang
telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan
terbentuknya jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan
sekitarnya.1,

Sembuh/ normal

Fgs.tuba tetap terganggu, Infeksi (-)


Tekanan negatif
Gangguan
telinga tengah efusi OME
tuba

Tuba tetap terganggu


Perubahan tekanan tiba-tiba
+ ada infeksi
Alergi

Infeksi

Sumbatan : Sekret
Otitis Media Akut

(OMA)

Sembuh sempurna Otitis Media Supuratif Otitis media Efusi


Kronik
(OMSK) (OME)

OMSK tipe benigna OMSK tipe maligna


13

Gambar 3.2 Patogenesis Otitis Media5

3.6. Faktor Risiko


Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) dan mencapai telinga tengah
melalui tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor
predisposisi yang dijumpai pada anak dengan palatoskisis dan sindrom down.
Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor
insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan
insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan
humoral, seperti hipogammaglobulinemia dan cell-mediated (infeksi HIV) dapat
timbul sebagai infeksi telinga kronis.

Faktor-faktor risiko OMSK antara lain :1,3


1. Lingkungan.
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi,
dimana kelompok sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi.
Tetapi sudah hampir dipastikan, bahwa hal ini berhubungan dengan kesehatan
secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.
2. Genetik.
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi
belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa
yang menyebabkan satu telinga dan berkembangnya penyakit ke arah keadaan
kronis.
4. Infeksi
14

Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan oleh
campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap
standar yang ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK
ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus
aureus 25%.
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan
kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK pada
umumnya berasal dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.
5. Infeksi saluran nafas atas.
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara
normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun.
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar
terhadap otitis media kronis.
7. Alergi.
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kebenarannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering
tersumbat oleh edema.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap


pada OMSK :1
a) Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang
mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.
b) Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi
penutupan spontan pada perforasi.
15

c) Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan


melalui mekanisme migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
di atas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah penutupan
spontan dari perforasi.

3.7. Gejala Klinis.


1. Telinga berair (otorea)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan
oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada
OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau
hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Suatu sekret yang
encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.1,3

2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat
hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar
bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna
biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat
(foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat.
Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.1,3
3. Otalgia (nyeri telinga)
16

Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman
komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter
atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis,
subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya
fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita
yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin
juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena
infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke
telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut
menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif
dan negatif pada membran timpani.

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :


a. Adanya abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari
kavum timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
17

Gambar 3.3. Perforasi Membran Timpani.8

Gambar 3.4. Otitis Media Supuratif Kronik.8


3.8. Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:1,3,6
1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih
banyak dan seperti benang, tidak berbau bususk, dan intermiten. Sedangkan pada
tipe atikoantral sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai
pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat
bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang
pendengaran atau telinga keluar darah.

2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
18

3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur
berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan
untuk memperbaiki pendengaran.

4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis
memiliki nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat
otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan
mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang
normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik memberi kesan adanya
kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi
schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pneumatisasi
mastoid dari arah lateral dan atas.
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada
atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada
kanalis semisirkularis horizontal.1,3

5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari mulainya
infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan
yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai
pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan
Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut adalah
Streptococcus pneumonie dan H. influenza.9
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus
paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah
pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan
ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani maka infeksi lebih
sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.
19

3.9. Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga.
Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat
-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.1,3,5,6
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang
dapat dibagi atas: konservatif dan operasi

A. Otitis media supuratif kronik benigna


a) Otitis media supuratif kronik benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk
jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang
berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila
fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi
(miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan
pendengaran.

b) Otitis media supuratif kronik benigna aktif

Prinsip pengobatan OMSK adalah :


1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang
baik bagi perkembangan mikroorganisme.

Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):1


a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di
beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat
20

juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan
setiap hari sampai telinga kering.

b) Toilet telinga secara basah (syringing).


Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,
kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik.
Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat
mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian
serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas
pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam
boric dengan iodine.

c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)


Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis
operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan
pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi
dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa.
Pada orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada
anak-anak diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai
sasarannya bila dilakukan dengan “displacement methode” seperti yang
dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2. Pemberian antibiotika :1,3


a. Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak
tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak
progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang
merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga
tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan
21

lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik
dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal dan
telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali
Pseudomonas aeruginosa.

b. Antibiotik sistemik.1,3
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,
antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya
tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.
Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya
golongan beta laktam.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan
ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan
seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara
parenteral.
22

Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat


bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam
selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

B. Otitis media supuratif kronik maligna.1,3,5


Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach
tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
23
24

Gambar 3.5. Pedoman Tatalaksana OMSK5

3.10. Komplikasi
Paparella dan Shumrick (1980) membagi komplikasi OMSK dalam :1,3
25

A. Komplikasi otologik
1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
3. Paresis fasialis
4. Labirinitis
B. Komplikasi intrakranial
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis
Cara penyebaran infeksi :
1. Penyebaran hematogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam
lintasan :1,3
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian tulang
yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya infeksi.
2. Menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan pakimeningitis. Dura sangat
resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat
ketulang. Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang terbuka dan ruang subdura yang
berdekatan.
3. Masuk ke jaringan otak.
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan permukaan
korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke jaringan otak ini dapat
terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang
berakhir di daerah vaskular subkortek.

3.11. Prognosis
26

Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol
yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan
tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat
dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna. 10
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani
dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah
mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis. 3,10

BAB IV
ANALISIS KASUS

Definisi otitis media supuratif kronik (OMSK) menurut WHO adalah


adanya otorea yang menetap atau rekuren selama lebih dari 2 minggu dengan
perforasi membran timpani. Berdasarkan ICD-10, diagnosis OMSK ditegakkan
jika terdapat perforasi membran timpani disertai pengeluaran sekret terjadi selama
minimal dalam 6 minggu dimana sekret yang keluar dari telinga tengah ke telinga
luar dapat berlangsung terus-menerus atau hilang timbul. Menurut Buku THT
FKUI edisi keenam, Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah infeksi kronis
di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari
telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul yang berlangsung lebih dari 2
bulan. Jadi, karena pasien menunjukkan manifestasi klinis otorea yaitu telinga
mengeluarkan cairan sejak 2 minggu lalu serta ditemukannya perforasi membran
timpani pada telinga kanan, maka pasien dapat didiagnosis menderita Otitis Media
Supuratif Kronik.
Pasien mengeluh keluar cairan lengket berwarna putih dari telinga
tengahnya sejak 2 minggu yang lalu, dan setiap hari. Pada kasus ini, Otitis media
27

akuta yang diderita pasien tidak mencapai stadium resolusi karena perforasi yang
menetap dengan sekret yang keluar secara intermiten. Hal ini dapat terjadi karena
beberapa faktor seperti imunitas atau daya tahan tubuh pasien rendah, pengobatan
yang dilakukan tidak adekuat atau tidak tuntas misalnya pemberian obat tidak
teratur, tingkat virulensi kuman yang tinggi, adanya infeksi fokal di hidung dan
faring, dan lain-lain.
Faktor risiko timbulnya OMSK adalah gangguan fungsi tuba eustachius
akibat infeksi hidung dan tenggorokan yang berlangsung kronik atau sering
berulang, obstruksi tuba, pembentukan jaringan ikat, penebalan mukosa, polip,
adanya jaringan granulasi, timpanosklerosis, OMSK juga lebih mudah terjadi
pada orang yang pernah terkena penyakit telinga pada masa kanak-kanak,
perforasi membran timpani persisten, terjadinya metaplasia pada telinga tengah,
otitis media yang virulen, memiliki alergi, keadaan imunitas yang menurun.
Pasien menderita OMSK tipe benigna karena telinga mengeluarkan sekret
secara intermiten dan ditemukannya membran timpani yang mengalami perforasi
sentral tanpa terbentuknya kolesteatoma, jaringan granulasi, destruksi ke tulang
ataupun adanya komplikasi lain.
Dalam otitis media pendengaran biasanya berkurang akibat tuli konduktif
yang berkisar antara 20-50 dB. Pemeriksaan fungsi pendengaran biasanya
dilakukan untuk mengetahui jenis ketulian dan derajat ketulian pasien serta untuk
mengevaluasi kondisi pasien apakah sudah mengalami perbaikan atau belum.
Timpanometri biasanya dilakukan bersama dengan audiometri. Dalam otitis media
juga dapat dilakukan pneumotoskopi untuk mengetahui pergerakan membran
timpani, apakah ada kekakuan atau tidak. Jika membran timpani sudah mengalami
perforasi sekecil apapun, pemberian angin terhadap membran timpani tidak akan
membuatnya bergerak.
Anjuran pemeriksaan fungsi pendengaran dalam kasus ini adalah
pemeriksaan Rinne, Weber, dan Swabach, audiometri, Pada pemeriksaan Rinne
diharapkan negatif agar sesuai dengan keadaan tuli konduktif. Pada pemeriksaan
Weber jika terdapat lateralisasi ke satu telinga berarti ada perbedaan derajat
ketulian antara telinga kanan dan kiri. Pada pemeriksaan Swabach diharapkan
28

hasilnya memanjang untuk menunjang adanya tuli konduktif. Tuli konduktif pada
pasien diakibatkan oleh adanya cairan atau pus dalam telinga tengah yang
menyebabkan gangguan pergerakan tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus,
dan stapes) sehingga konduksi suara menjadi terhambat. Selain itu, sekret
nasofaringeal dapat refluks ke telinga tengah sehingga clearance cavum timpani
menurun. Namun pada beberapa kasus OMSK dapat menimbulkan tuli
sensorineural dan tuli campur.
Untuk menentukan jenis bakteri yang menjadi penyebab infeksi pada
pasien dibutuhkan pemeriksaan kultur spesimen. Lagipula kultur juga berguna
untuk memilih jenis antibiotik yang spesifik untuk melawan bakteri penyebabnya.
Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah terapi konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret keluar secara terus menerus larutan H202 3%
diberikan untuk 3-5 hari. Nanti setelah sekret berkurang diberikan tetes telinga
yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Karena obat tetes telinga banyak
yang memiliki efek samping ototoksik, maka tetes telinga dianjurkan hanya
dipakai 1 atau 2 minggu dan pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral dapat
diberikan antibiotika Ampicilin atau Eritromisin bila pasien alergi terhadap
Penicillin. Jika dicurigai resisten maka diberikan ampicilin asam klavulanat.
Namun cara pemilihan antibiotika yang paling baik ialah berdasarkan kultur
kuman penyebab dan uji resistensi. Bila sekret telah kering namun perforasi
menetap setelah observasi selama 2 bulan maka sebaiknya dilakukan
miringoplasti atau timpanoplasti dengan tujuan menghentikan infeksi dan
memperbaiki membran timpani yang ruptur sehingga fungsi pendengaran
membaik dan komplikasi tidak terjadi.

Você também pode gostar