Você está na página 1de 25

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH:
RANTI ANGGASARI
1841312084

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIS

1. Landasan Teoritis Penyakit

a. Defenisi
Ginjal merupakan salah satu organ utama sistem perkemihan yang berfungsi
menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh. Seperti yang
diketahui, setelah sel-sel tubuh mengubah makanan menjadi energi maka akan
dihasilkan pula sampah sebagai hasil sampingan dari proses metabolisme tersebut yang
harus dibuang segera agar tidak meracuni tubuh melalui ginjal bersama urin dan sisanya
melalui kulit dibawah keringat (Syaifuddin, 2011). Selain itu ginjal berfungsi mengatur
cairan dalam tubuh, mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan
keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit), mengatur
keseimbangan asam basa tubuh, serta menyaring zat-zat buangan yang dibawa darah
agar darah tetap bersih, dan membuang sampah metabolic tersebut agar sel-sel tubuh
memburuk akibat keracunan. Zat-zat tersebut berasal dari proses normal pengolahan
makanan yang dikonsumsi, dan dari pemecahan jaringan otot setelah melakukan suatu
kegiatan fisik. Tubuh akan memakai makanan sebagai energi dan perbaikan jaringan
sel tubuh. Setelah tubuh mengambil secukupnya energi maka sisanya akan dikirim ke
dalam darah untuk kemudian disaring diginjal. Selain itu ginjal juga dapat berfungsi
untuk mengekresi hormon renon yang berperan dalam mengatur tekanan darah,
membentuk eritropoiesis, dan membentuk dihidroksikolekalsiferol (Vit. D) yang
diperlukan untuk absorbsi ion kalsium di usus (Syaifuddin, 2011).
Gagal ginjal kronik dapat diartikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi selama
lebih dari 3 bulan yang didasari atas kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal
seperti proteinuria. Diagnosis penykit ginjal kronik berasal dari laju filtrasi glomerulus
(LFG) kurang dari 45 ml/menit/1,73m² (The Australian Kidney Foundation).
Klasifikasi penyakit ginjal kronik dberdasarkan derajat penyakit dan etiolog yang
dibuat atas dasar LFG. Penghitungan menggunakan rumus Kockcroft-Gault :
LFG (ml/menit/1,73m²) = ( 140 – umur ) x berat badan*)

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85


Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit berdasrkan
American Kidney Fund (2019):

Derajat Penjelasan LFG


(ml/menit/1,73m²)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau naik ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG turun ringan 60 – 89
3 Kerusakan gunjal dengan LFG turun sedang 30 – 59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG turun berat 15 – 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

b. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronis yaitu umumnya penyakit-penyakit yang ada dari
pasien terdahulu seperti (The Australia Kidney Foundation, 2015 ):
1) Gangguan endokrin seperti komplikasi DM, DM tipe 1, dan DM tipe 2
2) Penyakit jaringan ginjal kronis seperti glomerulonefritis. Glomerulonefritis ataU
radang pada glomerulus (unit penyaring ginjal) dapat merusak ginjal, sehingga ginjal
tidak bisa lagi menyaring zat-zat sisa metabolisme tubuh dan menjadi penyebab
gagal ginjal.
3) Infeksi kronis, misalnya pielonefritis dan tuberkulosis. Pielonefritis adalah infeksi
bakteri pada salah satu atau kedua ginjal.
4) Kelainan bawaan seperti kista ginjal.
5) Obstruksi ginjal, misalnya batu ginjal.
Penyakit vaskuler seperti nefrosklerosis dan hipertensi. Nefrosklerosis maligna
adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi
maligna), maligna atau penurunan tekanan darah yang berlebihan menyebabkan
aliran darah ginjal berkurang sehingga arteri-arteri yang terkecil (arteriola) di
dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal.
6) Penyakit jaringan pengikat misalnya lupus. Lupus ini terjadi ketika antibodi dan
komplemen terbentuk di ginjal yang menyebabkan terjadinya proses peradangan
yang biasanya menyebabkan sindrom nefrotik (pengeluaran protein yang besar) dan
dapat cepat menjadi penyebab gagal ginjal.
7) Obat-obatan yang merusak ginjal misalnya pemberian terapi aminoglikosida dalam
jangka panjang
Semua faktor tersebut akan merusak jaringan ginjal secara bertahap dan
menyebabkan gagalnya ginjal. Apabila seseorang menderita gagal ginjal akut yang
tidak memberikan respon terhadap pengobatan, maka akan terbentuk gagal ginjal
kronik.

c. Manifestasi Klinis
Tanda gejala yang banyak ditemukan pada pasien dengan gagal ginjal kronis didasarkan
pada penyakit yang mencadi penencetus seperti (Jhonson, 2010):
1) Kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, dan sakrum), periorbital
edema, perikardial friction rub, vena jugularis membesar, perikarditis, efusi
perikardium, tamponade perikardium, hiperkalemia, hiperlipidemia. Hipertensi
terjadi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktifitas sistem renin-
angiotensin-aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas timbul karena perikarditis, efusi
perikardial, penyakit jantung koroner (akibat aterosklerosis yang timbul dini), dan
gagal jantung (akibat penimbunan cairan dan hipertensi). Serta gangguan irama
jantung terjadi karena adanya aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan klasifikasi
metastastik.
2) Integumen: warna kulit pucat, kulit kering bersisik, pruritus parah akibat toksin
uremik dan pengendapan kalsiun di pori-pori kulit, ekimosis terjadi karena gangguan
hematologi, purpura, kuku rapuh dan tipis, urea frost yaitu terbentuknya kristal-
kristal putih pada glabela akibat penumpukan kalsium. Kulit berwarna pucat akibat
anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urochrome.
3) Paru-paru: crackles tebal, dahak pekat, reflek batuk memberat, nyeri pleuritik, sesak
nafas, takipnea, respirasi kusmaul, pneumonitis uremiic
4) Gastrointestinal: bau nafas amonia seperti bau logam, sariawan dan pendarahan,
anoreksia, mual muntah, sembelit atau diare, perdarahan saluran cerna.
5) Neurologis: lemah dan kelelahan, kebinguan, ketidakmampuan berkonsentrasi,
disorientasi, tremor, kejang, gelisah, restless leg syndrome (penderita merasa pegal
di tungkai bawah dan selalu menggerakkan kakinya), burning feet syndrome
(kesemutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki), perubahan perilaku
6) Muskuloskeletal: ketidakseimbangan mineral dan hormon menyebabkan otot dan
tulang terasa sakit, kehilangan tulang, mudah patah, deposit kalsium di dalam otak,
kram otot, kehilangan kekuatan otot, osteodistrofi renal.
7) Hematologi: anemia normokrom, normositer, berkurangnya produksi eritropetin
sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum tulang menurun, hemolisis karena
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana toksik uremia, defisiensi besi dan
asam folat akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan pada saluran pncernaan,
fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroit sekunder, gangguan fungsi trombosit
dan trombositopenia, masa pendarahan memanjang, perdarahan akibat agregasi &
adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya faktor trombosit III ADP
(adenosine fosfat), gangguan leukosit dan hipersegmentasi lekosit, fagositosis dan
kemotaksis berkurang sehingga memudahkan timbulnya infeksi.
8) Endokrin: gangguan seksual [libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki
akibat produksi testoseron dan spermatogenesis yang menurun, juga dihubungkan
dengan metabolit tertentu (zink, hormon paratiroit). Pada wanita timbul gangguan
menstruasi, gangguan ovulasi sampai ameorrhoe], gangguan toleransi glukosa,
gangguan metabolisme lemak, gangguan metabolisme vitamin D.
9) Gangguan lainnya:
Asam basa : asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik sebagai hasil
metabolisme.
Elektrolit : hipokalsemia, hiperfosfatemia, hiperkalemia. Karena pada gagal ginjal
kronik telah terjadi gangguan keseimbangan homeostatik pada seluruh tubuh maka
gangguan pada suatu sistim akan mempengaruhi sistim lain, sehingga suatu
gangguan metabolik dapat menimbulkan kelainan pada berbagai sistem / organ
tubuh.

d. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


1) USG ginjal
Menentukan ukuran ginjal dan adanya masa’kista (obstruksi pada saluran kemih
bagian atas).
2) Biopsi ginjal
Dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologis.
3) Endoskopi ginjal / nefroskopi
Untuk menentukan pelvis ginjal (adanya batu, hematuria).
4) E K G
Mungkin abnormal menunjukkan ketidak seimbangan asam / basa.
5) Hematologi
a) Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh adanya anemi dan
hipoalbuminemia.
b) Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang menurun.
c) Ureum darah dan kreatinin serum meninggi.
Biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin lebih kurang 20:1.
Perbandingan ini bisa meninggi (ureum > kreatinin) pada perdarahan saluran
cerna, demam, luka bakar luas, penyakit berat dengan hiperkatabolisme,
pengobatan steroid dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang
(ureum > kreatinin), pada diet rendah protein (TKU) dan tes kliren kreatinin
(TKK) menurun.
d) Hiponatremia, umumnya karena kelebihan cairan.
e) Hiperkalemia biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut (TKK < 5 ml/menit)
bersama dengan menurunnya diuresis. Hipokalemia terjadi pada penyakit ginjal
tubuler atau pemakaian diuretik yang berlebihan.
f) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
Hipokalsemia terutama terjadi akibat berkurangnya absorbsi kalsium di dalam
usus halus karena berkurangnya sintesis 1,25 (OH)2. Hiperfosfatemia terjadi
akibat gangguan fungsi ginjal sehingga pengeluaran fosfor berkurang. Antara
hipokalasemia, hiperfosfatemia, vitamin D, parathormon serta metabolisme
tulang terdapat hubungan saling mempengaruhi.
g) Fosfatase lindi meninggi, akibat gangguan metabolisme tulang, yang meninggi
terutama isoensim fosfatalase lindi tulang.
h) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diit yang tidak cukup / rendah protein.
i) Gula darah meningkat akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal, yang diperkirakan disebabkan oleh intoleransi terhadap glukosa akibat
resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer dan pengaruh hormon
somatotropik.
j) Hipertrigliseridemia, akibat gangguan metabolisme lemak, yang disebabkan oleh
peninggian hormon insulin, hormon somatotropik dan menurunnya lipapase
lipoprotein.
k) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun,
“base exercise” (BE) yang menurun, HCO³ yang menurun dan PCO₂ yang
menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal dan
kompensasi paru-paru.

e. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1) Medis
a) Pengobatan
Komplikasi dapat dicegah dengan memberi beberapa pengobatan untuk tidak
memperberat kerja ginjal dengan (Jhonson, 2010):
- Hiperpospatemia dan hipokalsemia dengan membatasi fospat (kalsium
karbonat, kalsium asetat, savelamer hidroklorida)
- Hipertensi dengan memanajemen menggunakan antihipertensi dan kontrol
volume cairan intravaskuler
- Gagal jantung dan edema paru dengan membatasi cairan, diet rendah garam,
agen inotropik (digoxin atau dobutamin), dan dialisis
- Asidosis metabolik dengan memberikan suplement sodium bikarbonat atau
dialisis
- Pasien dengan gangguan neurologi diberi diazepam atau penitoin untuk
mengontrol serangan kejang
- Anemia diatasi dengan suplemen besi
b) Pencucian darah
Cuci darah (dialisis) terdapat dua macam, prinsip kerjanya berdasarkan
proses difusi osmosis:
- Hemodialisis : dipergunakan membran semipermeabel buatan (dialiser).
- Peritoneal dialisis : menggunakan selaput dinding perut (peritoneum) pasien
sendiri sebagai membran semipermiabel.
Pada gagal ginjal kronik diperlukan terapi cuci darah seumur hidup sebagai
terapi pengganti ginjal kecuali dilakukan operasi cangkok ginjal untuk mengganti
ginjal yang rusak. Cuci darah adapat dilakukan 2-3 kali dalam seminggu. Apabila
pasien ingin mengurangi frekuensi dialisis, maka harus membatasi diet protein
dan air lebih ketat, yang mempunyai konsekuensi terjadi malnutrisi kurang
disarankan. Penundaan cuci darah dapat berisiko terjadi komplikasi seperti
pembengkakan paru-paru, kejang-kejang, penurunan kesadaran, gangguan
elektrolit yang berat, perdarahan saluran cerna, gagal jantung bahkan bisa
menimbulkan kematian.
c) Transplantasi ginjal
Transplatasi ginjal merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang
melibatkan pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang
membutuhkan sebagai salah satu pilihan untuk sebagian besar pasien dengan
gagal ginjal kronik. Transplatasi ginjal menjadi pilihan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien.
Transplatasi ginjal biasanya diletakkan di fossa iliaka sehingga diperlukan
pasokan darah yang berbeda, sepeerti arteri renalis yang dihubungkan ke arteri
iliaka eksterna dan vena renalis yang dihubungkan ke vena iliaka ekstema.
Terdapat sejumlah komplikasi setelah transplatasi, seperti penolakan (rejeksi),
infeksi, sepsis, gangguan poliferasi limfa pasca transplatasi, ketidakseimbangan
elektrolit.
d) Terapi gizi
Keadaan gizi penderita dengan gagal ginjal kronik sangat penting untuk
dipertahankan dan ditingkatkan . Tujuan diet untuk pasien gagal ginjal kronik
adalah :
1. Memenuhi kebutuhan protein untuk menjaga keseimbangan nitrogen dan juga
mencegah berlebihnya akumulasi sisa metabolisme diantara dialysis.
2. Memberikan cukup energi untuk mencegah katabolisme jaringan tubuh.
3. Mengatur asupan natrium untuk mengantisipasi tekanan darah dan oedem.
4. Membatasi asupan kalium untuk mencegah hiperkalemia.
5. Mengatur asupan cairan, untuk mencegah terjadinya kelebihan cairan di antara
dialysis.
6. Membatasi asupan phospor.
7. Mencukupi kebutuhan zat-zat gizi lainnya terutama vitamin-vitamin yang larut
dalam proses dialisis.
Syarat diet yang dianjurkan bagi pasien dengan GGK adalah (Jhonson, 2010;
Syaifuddin, 2011) :

 Energi cukup yaitu 30-35 kkal/kg BB. Asupan energi haruslah optimal dari
golongan bahan makanan non protein. Ini dimaksudkan untuk mencegah
gangguan protein sebagai sumber energi, bahan-bahan ini biasa diperoleh
dari minyak, mentega, margarin, gula, madu, sirup, jamu dan lain-lain.
 Protein 0,75-1,0 g/kg BB. Pembatasan protein dilakukan berdasarkan berat
badan, derajat insufisiensi renal, dan tipe dialisis yang akan dijalani. Protein
hewani lebih dianjurkan karena nilai biologisnya lebih tinggi ketimbang
protein nabati. Mutu protein dapat ditingkatkan dengan memberikan asam
amino esensial murni.
1. Diet protein rendah I : 30 g protein, untuk BB 50 kg.
2. Diet protein rendah II : 35 g protein, untuk BB 60 kg.
3. Diet protein rendah III : 40 g protein, untuk BB 65 kg
Sumber protein ini biasanya dari golongan hewani seperti telur, daging,
ayam, ikan, susu, dan lain dalm batas normal. Untuk meningkatkan kadar
albuminnya diberikan bahan makanan tambahan misalnya ekstrak lele atau
dengan putih telur 4 kali sehari.

 Lemak 20-30 % dari total kebutuhan energi total. Diutamakan lemak tidak
jenuh ganda
 Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi energi yang
berasal dari protein dan lemak. Karbohidrat yang diberikan pertama adalah
karbohidrat kompleks.
 Natrium yang diberikan antara 1-3 g. Pembatasan natrium dapat membantu
mengatasi rasa haus sehingga dapat mencegah kelebihan asupan cairan.
Bahan makanan tinggi natrium yang tidak dianjurkan adalah bahan makanan
yang dikalengkan. Garam natrium yang ditambahkan ke dalam makanan
seperti natrium bikarbonat atau soda kue, natrium benzoate atau pengawetan
buah, natrium nitrit atau sendawa yang digunakan sebagai pengawet daging
seperti pada “corner beff”.
 Kalium dibatasi yaitu 40-70 mEq, apabila ada hiperkalemia (kalium daarah
> 5,5 mEq), oligura, atau anuria. Makanan tinggi kalium adalah umbi, buah-
buahan, alpukat, pisang ambon, mangga, tomat, rebung, daun singkong, daun
papaya, bayam, kacang tanah, kacang hijau dan kacang kedelai.
 Kalsium dan Phospor hendaknya dikontrol keadaan hipokalsium dan
hiperphosphatemi, ini untuk menghindari terjadinya hiperparathyroidisme
dan seminimal mingkin mencegah klasifikasi dari tulang dan jaringan tubuh.
Asupan phosphor 400 – 900 ml/hari, kalsium 1000 – 1400 mg/hari.
 Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah pengeluaran
cairan melalui keringat dan pernapasan ( ± 500 ml/jam )
 Vitamin cukup, bila perlu diberikan suplemen piridoksin, asam folat , vitamin
C, dan vitamin D.

Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan :

Bahan makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan / dibatasi


Sumber karbohidrat Nasi, bihun, jagung, kentang,
makaroni, mie, tepung- tepungan,
ubi, selai, madu, permen.

Sumber protein Telur, daging, ikan, ayam, susu. Kacang-kacangan d


Minyak jagung, minyak kacang an hasil olahannya, seperti tempe
tanah, minyak kelapa sawit, dan tahu.
minyak kedelai; margarin dan
Sumber lemak mentega rendah garam.

Sumber vitamin dan Sayuran dan buah, kecuali pasien Kelapa, santan, minyak kelapa;
mineral dengan hiperkalemia dianjurkan margarin, mentega biasa dan
yang mengandung kalium rendah lemak hewan.
/ sedang.

Sayuran dan buah tinggi kalium


pada pasien dengan
hiperkalemia.
2) Keperawatan

a) Mengkaji status cairan dan identifikasi sumber potensial terjadinya


ketidakseimbangan
b) Implementasikan program diet untuk memberikan intake nutrisi dengan
keterbatasan regimen pengobatan
c) Promosikan perasaan positif untuk meningkatkan perawatan diri dan mampu
mandiri
d) Edukasi tentang penyakit pasien, pilihan pengobatan, dan kemungkinan
komplikasi.
e) Monitor hematologi dan kimia klinik pasien

f. Komplikasi
1) Hiperkalemia
2) Edema paru
3) Asidosis
4) Ensefalopati
5) Anemia

g. WOC
Terlampir
2. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian
1) Identitas pasien: usia pasien GGK rata-rata >50 tahun dan cenderung perempuan
yang terkena
2) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa,
bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan
klien untuk menanggulangi penyakitnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Ada tidaknya keluarga yang mengalami gangguang ginjal seperti polikistik ginjal
4) Fungsional gordon
- Persepsi dan penanganan kesehatan
Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis
heredeter, kalkulus urenaria, maliganansi. Riwayat terpejan pada toksin, contoh
obat, racun lingkungan. Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang dan
reaksinya
- Nutrisi / metabolik
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernapasan amonia) Penggunaan diuretik Distensi abdomen/asites, pembesaran
hati (tahap akhir) Perubahan turgor kulit/kelembaban. Ulserasi gusi, pendarahan
gusi/lidah. Pola makan sehari-hari tergagnggu.
- Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi. Perubahan warna urine, contoh kuning
pekat, merah, coklat, oliguria.
- Aktifitas / olahraga
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia / gelisah atau
somnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
- Istirahat / tidur
Tergagnggunya tidur karena proses penyakit membuat pasien tidak nyaman
- Kognitif / persepsi
Sakit kepala, penglihatan kabur. Gangguan status mental, contah penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.
Peran hubungan. Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki
- Seksualitas / reproduksi
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
- Koping / toleransi stress
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran biasanya dalam keluarga.
- Keyakinan / nilai
Agama dan budaya agama dalam meningkatkan derajat kesehataan
5) Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum
Umumnya pasien dalam tingkat kesadaran stupor, tekanan darah meningkat, nadi
meningkat, pernafasan meningkat, suhu juga meningkat karena tidak ada
produksi darah sehingga pertahanan tubuh menurun
- Kepala
Rambut kering dan mudah patah, perubahan warna, dan mudah rontok.
- Wajah
Terdapat seperti kupu-kupu pada wajah
- Mata
Mengalami penurunan penglihatan, konjungtiva anemis
- Hidung
Tidak ada polip, simetris kiri kanan, dipsnea, kussmaul breathing
- Telinga
Simetris kiri kanan,
- Mulut
Mukosa bibir kering kering, nafas bau amonia
- Leher
Terlihat vena jugularis
- Dada
- Jantung
I : ictus kordis tampak
P : pembengkakan
P : pekak kadang sonor jika ada penumpukan cairan
A : irama jantung ireguler
- Paru-paru
I : distensi abdomen kadang terjadi
P : nyeri tekan dan nyeri lepas
P : timpani
A : vesikuler
- Abdomen
I : terkadang distensi abdomen
P : ginjal teraba
P : timpani
A : bising usus normal
- Ekstremitas
Ekstremitas terasa kram, edema kaki
- Kulit
Tonus kulit hilang, terbentuk kristal-kristal bewarna putih, kulit tampak pucat,
kering dan bersisik.
b. NANDA NOC NIC

NANDA NOC NIC


Kelebihan volume Setelah dilakukan Fluid Monitoring
cairan yang tindakan perawatan 1. Kaji riwayat jumlah dan tipe intake cairan
berhubungan selama …. X 24 jam, serta kebiasaaan eliminasi
dengan gangguan klien akan: 2. Tentukan factor resiko timbulnya
mekanisme regulasi Fluid Balance ketidakseimbangan cairan (kehilangan
Kidney Function albumin, combustion, malnutrisi, sepsis,
yang dibuktikan nephrotic syndrome, hipertemia ,terapi
dengan indicator (1: deuretik, kondisi patologis pada
Sangat Berat, 2: Berat, ginjal,gagal jantung dan lain sebagainya)
3: Sedang, 4: Ringan, 3. Cek capillary refill time dan turgor kulit
5: Tidak Ada 4. Monitoring berat badan, intake dan
Gangguan) output,serum dan urine elektrolit, albumin
Kriteria hasil: serum dan protein total, osmolalitas urine
1. Tekanan darah , dan serum, tanda-tanda vital, tekanan
pulsasi radial, darah ortostatik
MAP, CVP, pulsasi 5. Monitoring status hemodinamika
perifer dalam batas 6. Jaga keseimbangan intake dan output
normal 7. Kaji kelembaban membrane mukosa
2. Keseimbangan ,turgor kulit,warna urine,jumlah urine,
intake dan output dan berat jenis urine
dalam 24 jam 8. Monitoring distensi vena jugularis, suara
3. Turgor kulit baik crackles, edema perifer, dan penambahan
4. Membrane mukosa berat badan
lembab 9. Rencanakan pemberian agen
5. Kadar serum farmakologis untuk meingkatkan output
elektrolit,hematocit urine
, dan berat jenis 10. Rencanakan tindakan dialysis
urine normal
6. Tidak ada hipotensi Hypervolemia Management
ortostatik, bunyi 1. Timbang berat badan tiap hari
napas adventisius, 2. Monitoring patensi jalan napas terhadap
asites, distensi vena kejadian edema paru
jugularis, edema (ansietas,ortopnea,dyspnea,takipnea,batu
perifer, kram otot, k,hipersekresi sputum, dan napas pendek)
dan dizziness 3. Monitoring suara napas adventisius ,suara
7. Output urine dalam jantung adventisius,distensi vena
8 jam normal jugularis,edema perifer
8. Keseimbangan 4. Monitoring hasil laboratorium terhadap
intake dan output kejadian hemokonsentrasi
dalam 24 jam (natrium,BUN,hematocrit,berat jenis
9. Warna urine, pH urine)
urine,dan kadar 5. Monitoring hasil laboratorium terhadap
elektrolit dalam potensial terjadinya peningkatan tekanan
rentang normal onkostik plasma (peningkatan protein dan
10. Kadar HCO3 dan albumin)
pH darah arteri 6. Monitoring hasil laboratorium yang
normal menyebabkan kondisi hypervolemia
11. Tidak terjadi 7. Monitoring intake dan output
peningkatan BUN 8. Rencanakan pemberian obat yang
,kreatinin serum, mengurangi fase preload
natrium serum, (furosemide,spironolakton,morphin, dan
glukosa urine, nitrogliserin)
protein urine, 9. Batasi asupan cairan
leukosit 10. Hindari pemberian cairan parenteral
12. Tidak ada hipotonik
hematuria 11. Siapkan pasien untuk dialysis
,ketonuria, batu
dalam saluran Fluid Electrolyte Management
kemih 1. Monitoring abnormalitas nilai serum
13. Tidak terjadi elektrolit
peningkatan berat 2. Monitoring perubahan fungsi pulmonal/
badan ,hipertensi, kardia yang mengindikasikan kelebihan
nausea, fatigue, cairan /dehidrasi serta kaji tanda gejalanya
malaise, anemia 3. Lakukan pemeriksaan laboratorium
dan edema (hematocrit,BUN,protein,natrium dan
kalium)
4. Timbang berat badan tiap hari dan
evaluasi trend perubahannya
5. Beri cairan sesuai kebutuhan dan
tingkatkan asupan per oral
6. Batasi/ hindari pemberian cairan yang
bersifat diuresis/ laksatif
7. Monitoring status hemodinamika
(CVP,MAP,PAP dan PCWP)
8. Koreksi kondisi preoperstif dehidrasi

Ketidakseimbanga Setelah dilakukan Nutrition Monitoring


n nutrisi : Kurang tindakan keperawatan 1. BB pasien dalam batas normal
dari kebutuhan selama ….x 24 jam, 2. Monitor adanya penurunan berat badan
tubuh yang klen akan: 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
berghubungan Nutritional Status: biasa dilakukan
dengan Food and Fluid Intake 4. Monitor interaksi anak atau orangtua
ketidakmampuan Self-Care: Eating selama makan
untuk Weight: Body Mass 5. Monitor lingkungan selama makan
mengabsorbsi yang dibuktikan dengan 6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
nutrient, indicator (1: Sangat tidak selama jam makan
ketidakmampuan Berat, 2: Berat, 3: 7. Monitor kulit kering dan perubahan
untuk mencerna Sedang, 4: Ringan, 5: pigmentasi
makanan, factor Tidak Ada Gangguan) 8. Monitor turgor kulit
psikologis Kriteria Hasil: 9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
1. Intake makanan per mudah patah
oral (spontan/ naso 10. Monitor mual dan muntah
feeding) adekuat 11. Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
2. Intake cairan per 12. Monitor pertumbuhan dan
oral (spontan/ perkembangan
parenteral) adekuat 13. Monitor pucat, kemerahan, dan
3. Nutrisi parenteral kekeringan jaringan konjungtiva
adekuat 14. Monitor kalori dan intake nuntrisi
4. Menyatakan nafsu 15. Catat adanya edema, hiperemik,
makan baik hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
5. Menyiapkan
makanan dengan Nutrition Management
baik 1. Kaji status nutrisi klien den kemampuan
6. Menyantap untuk pemenuhan nutrisi klien
makanan dengan 2. Identifikasi klien tentang riwayat alergi
maksimal dan makanan dan kaji makanan kesukaan
mengunyahnya klien
dengan baik 3. Instruksikan kepada klien tentang cara
7. Menghabiskan pemenuhan nutrisi yang optimal
porsi makanan (misalnya dengan pelaksanaan diet sesuai
tanpa adanya anjuran)
gangguan 4. Hitung kebutuhan kalori klien setiap hari
8. Tidak ada dan sediakan aneka ragam makanan
gangguan selama sesuai keinginan klien.
proses makan 5. Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk
(mual/ muntah) mendukung nafsu makan klien
9. Berat badan ideal 6. Anjurkan klien/ keluarga untuk
10. Masa otot triceps, membantu klien melakukan perawatan
biceps dan rongga mulut (sikat gigi) sebelum makan
subskapularis untuk meningkatkan kenyamanan
memadai 7. Rencanakan pemberian obat untuk
11. Lemak pada mengatasi gejala yang mengganggu nafsu
panggul (wanita) makan (nyeri, mual muntah)
memadai 8. Sajikan makanan dengan menarik dan
12. Lemak di leher suhu hangat
(pria) memadai
13. Lingkar kepala 9. Atur diet makanan klien sesuai kondisi
memadai dalam penyakit (indikasi dan kontraindikasi)
standar normal 10. Berikan nutrisi tinggi serat untuk
(anak) memperlancar proses pencernaan
14. Proporsi antara 11. Monitoring asupan nutrisi dan kalori tiap
tinggi badan dan hari
berat badan normal 12. Monitoring trend peningkatan/ penurnan
(anak) berat badan tiap hari

Nutrition Therapy
1. Kaji status nutrisi Klien
2. Monitoring asupan cairan dan makanan
serta hitung intake kalori per hari
3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentukam
jumlah kebutuhan kalori klien per hari
4. Tentukan jenis asupan makanan yang
akan diberikan dengan
mempertimbangkan aspek budaya dan
agama klien
5. Berikan nutrisi tambahan (suplemen)
6. Anjurkan klien untuk makan makanan
kunak untuk meminimalisir kerja saliva
dan rongga mulut
7. Dorong asupan makanan tinggi kalsium
dan kalium (sesuai anjuran/ diet)
8. Anjurkan klien mengkonsumsi serat
tinggi untuk memperlancar proses
pencernaan
9. Sediakan makanan dengan tinggi
protein, kalori dan mudah untuk
dikonsumsi klien
10. Siapkan pemberian makanan via sonde
feeding jika diperlukan
11. Jaga kebersihan selang feeding setelah
memberikan asupan makanan/ cairan
12. Ciptakan lingkungan yang nyaman
untuk meningkatkan nafsu makan klien
13. Bantu klien dalam mereposisi tubuh
yang nyaman saat akan makan

Self-Care Assistance: Feeding


1. Kaji kemampuan klien untuk menelan
untuk menentukan tipe diet
2. Siapkan makanan di meja saji yang
mudah dijangkau klien
3. Yakinkan alat bantu makan klien dalam
kondisi baik untuk membantu mengunyah
dan menelan
4. Bantu klien untuk mengambil makanan,
jika perlu suapi klien
5. Bersihkan rongga mulut klien (oral
hygiene) sebelum klien makan untuk
meningkatkan kenyamanan
6. Atur posisi klien senyaman mungkin
untuk makan
7. Sediakan makanan dan minuman klien
dengan suhu hangat
8. Monitoring kontinyu berat badan dan
status hidrasi klien
9. Batasi intake social ketika klien dalam
kondisi makan

Gangguan Setelah dilakukan Acid Base Management


Pertukaran Gas b.d tindakan keperawatan 1. Kaji patensi jalan napas
perubahan selama…. X 24 jam, 2. Atur posisi untuk optimalisasi ventilasi
membrane klien akan: (buka jalan naoas dan elevasi kepala)
3. Pastikan patensi akses intravena
alveolar-kapiler, Electrolite and acid 4. Monitor nilai BGA (Ph arteri, PaCO2, dan
ventilasi-perfusi base balance HCO3, dll) untuk menentukan tipe
Respiratiry status : gas respiratorik/ metabolic, dan kompensasi
exchange yang mekanisme fisiologis (kompensasi
dibuktikan dengan pulmonal/ginjal)
indicator (1. Sangat 5. Monitor sirkulasi oksigenasi jaringan
Berat, 2. Berat, 3. (PaO2, SaO2, Hn, dan cardiac output)
Sedang 4. Ringan 5. 6. Monitoring gejala gagal napas (PaO2
Tidak ada gangguan) rendah, peningkatan PaCO2, dan
kelemahan otot pernapasan)
Kriteria hasil: 7. Monitor intake dan output cairan elektrolit
1. Seluruh hasil 8. Monitoring status hemodinamika
menunjukkan nilai (CVP,MAP,PAP, dan PCWP)
normal (nadi apical 9. Monitoring kehilangan asam berlebih
dan radial, RR, (muntah, haluaran nasogastric tube, diare
Irama napas, dan diuresis)
natrium serum, 10. Monitor kehilangan bikarbonat
kalium serum, berlebihan (drainase fistula dan diare)
klorida serum, 11. Monitoring status neurologis (kesadaran
kalsium serum dan pusing)
magnesium serum, 12. Sediakan ventilasi mekanik dan jika
Ph serum, albumin sewaktu-waktu terjadi gagal napas
serum,kreatinin 13. Sediakan hidrasi yang adekuat dan
serum, bikarbonat elektrolit yang seimbang
serum, 14. Tidurkan pasien (sedative) untuk
CO2 serum, mengurangi hiperventilasi
osmolaritas 15. Kelola medikasi nyeri, terapi oksigen,
plasma, glukosa agen antimikroba, dan bronkodilator.
serum, hematocrit,
BUN, rasio BUN
Ventilation Assistance
dan kreatinin, pH
1. Pertahankan patensi jalan napas
urine, natrium
2. Atur posisi klien untuk meringankan
urine, klorida
dispneu
urine, osmolaritas 3. Monitoring efek dari perubahan posisi
urine, BJ urine terhadap oksigenasi (ABG, SaO2, SvO2,
2. tidak ada tidal Co2, dll)
iritabilitas 4. Anjurkan dan dorong klien untuk
neuromuskuler melakukan napas dalam dan batuk efektif
3. tidak ada fatige, 5. Kaji fungsi napas dengan spirometer
kelemahan otot/ 6. Auskultasi suara napas untuk mengetahui
kram otor, kram area yang mengalami penurunan/ tidak
abdomen ada ventilasi serta adanya bunyi
4. tidak ada mual adventisius
disritmia, dan 7. Monitoring adanya kelelahan otot
parastesia pernapasan
5. Tekanan parsial 8. Kelola pemberian oksigen tambahan,
oksigen arteri penangan nyeri, terapi untuk
(PaO2) normal meningkatkan ventilasi (bronkodilator)
6. Tekanan parsial 9. Lakukan resuitasi jika terjadi gagal napas
karbondioksida
arteri (PaCO2)
normal
7. pH arteri normal
8. Saturasi oksigen
normal
9. gambaran X-Ray
thoraks normal
10. Terjadi
Keseimbangan
perfusi- ventilasi
11. Tidak ada dyspnea
saat kondisi
istirahat mampu
aktifitas ringan
12. Tidak ada sianosis
13. Tidak terjadi
somnelen/
penurunan
kesadaran
DAFTAR PUSTAKA

American Kidney Foundation. (2019). Stage of Chronic Kidney Disease. American.

Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher, Joanne McCloskey Dochterman. 2008. Nursing
Interventions Classification (NIC): Fifth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Johnson. (2010). Textbook of Medical Nursing Surgical 12th Edition. USA: Lippncott
Williams & Wilkins.

Moorhead, Sue., Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson. 2008. Nursing
Outcomes Classification (NOC) : Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier
Syaifuddin. 2014. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Keperawatan &
Kebidanan, Ed. 4. Jakarta: EGC.
The Australia Kidney Health. (2015). Chronic Kidney Disease (CKD) Management in General
Practice 3 rd. Australia

Wiley, John dan Sons Ltd. 2009. NANDA International : 2009-2011. United Kingdom:
Markono Print Media.
Obstruk

Retensi urine
Infeksi Vaskuler Zat toksik

Refluks
Reaksi Ag - Ab Arterosklerosis Akumulasi di ginjal

Hidronefrosis
Suplai turun Vaskuler Ginjal

Peningkatan
tekanan Iskemia
GFR turun

Gg. Fungsi renal Nefron Kompresi Nekrosis


CKD

Penurunan fungsi Retensi Na Sekresi K Sekresi eritropoietin ↓


eksresi ginjal & H2O menurun

Hiperkalemia Produksi Hb ↓
Sindrom uremia CES ↑

Tekanan Gg. Oksihemoglobin ↓


kapiler naik Penghantaran
Pruritus Perubahan HCO3- ↓ kelistrik anjantung
warna kulit
Volume Intoleransi Gg. Perfusi
Asidosis intertisial naik Disritmia aktivitas jaringan

Gg. Integritas Edema


Suplai O2 ↑ asam
Kulit Mual, Edema paru Anaerob
↑ preload laktat
muntah jaringan ↓
Hiper-
ventilasi Kelebihan volume Gangguan ↑ beban
cairan ↓ COP Nyeri
Risiko gangguan pertukaran Suplai O2
jantung Synkope sendi
nutrisi gas otak ↓
Perubahan pola nafas
Intoleransi aktivitas

Você também pode gostar