Você está na página 1de 26

TUGAS MAKALAH

Pembuatan TiO2 Menggunakan Metode Sol-gel

Disusun oleh:

Indra Wahyu Saputra

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Tanjungpura

Pontianak

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Titanium dioksida (TiO2) merupakan semikonduktor wide bandgap yang dominan diteliti
karena aplikasinya yang luas di banyak disiplin kimia seperti katalis oksidasi reduksi selektif (Fox,
1981), reaksi kondensasi (Dunn, 1981), katalisis polimerisasi (Fox, 1981), Substistusional
perflourinasi olefin, fosfin dan fosfat (Wang, 1990), fotovoltaik (Fujishima, 1972; Tsuji, 2004;
Khan, 2002) dan fotodegradasi senyawa organik dan anorganik (Fox, 1981). Hal tersebut berkaitan
dengan tingginya fotoaktivitas, kestabilan termal dan kimia, murah dan sifat non toksik yang
dimiliki TiO2.

Titanium dioksida ditemukan dalam tiga fase Kristal : anatase, rutile dan brookie. Rutile adalah
struktur yang paling stabil secara termodinamika, sedangkan anatase ditemukan sebagai bentuk
yang paling fotoaktif. Sebagai suatu semikonduktor, fungsi TiO2 dipengaruhi oleh besarnya energi
beda pita (bandgap) yang dapat dijelaskan sebagai batas energi yang menentukan elektron dapat
berpindah antar pita dimana energi beda pita menetapkan suatu pita valensi yang terisi dan pita
konduksi kosong dengan energi lebih tinggi. Ketika TiO2 diradiasi dengan sinar yang memiliki
energi sama atau lebih tinggi dari energi beda pita, terjadi perpindahan muatan data pita valensi ke
pita konduksi sehingga menghasilkan suatu hole dan elektron bebas. Spesies tersbut dapat
mengalami rekombinasi kembali atau bermigrasi ke permukaan dan bereaksi dengan adsorbat yang
terikat di permukaan, umumnya oksigen atau air pada sebagian besar proses fotooksidatif.

Fase anatase TiO2 memiliki energi beda pita 3,2 eV, fase rutile 3,0 eV dan fase brookite 3,4 eV
pada suhu kamar (Wunderlich, 2004). Harga energi beda pita tersebut berhubungan dengan
maksimal serapan panjang gelombang berkisar mulai 365 hingga 413 nm (daerah UV). Hal
tersebut menjadi problem yang besar dalam aplikasi spektrum matahari berbasis TiO2 karena
hanya 4-5% dari sinar matahari yang teremisi pada daerah UV sehingga berbagai usaha dilakukan
untuk memperbaiki respon TiO2 terhadap sinar tampak (Anpo, 2003).

Peningkatan fotoaktivitas TiO2 telah dilakukan dengan melakukan doping permukaan TiO2.
Ketika dilakukan terhadap semikonduktor, doping dapat diartikan sebagai penambah pengotor
intensional pada material semikonduktor dengan tujuan untuk memodifikasi karakteristik
elektroniknya, sehingga doping yang ideal harus dapat meningkatkan tepi pita valensi dan
menurunkan energi beda pita tanpa menurunkan pita konduksi. Sebaiknya doping dapat
meminimalkan rekombinasi elektron-hole sehingga dapat mengurangi kehilangan hasil kuantum.
Selain itu, doping tidak menyebabkan suatu instabilitas baik temal maupun kimia dan tidak mahal
untuk dilakukan. Sejumlah metode telah diteliti mampu menurunkan energi beda pita TiO2.

Metode umum yang sukses digunakan untuk aplikasi fotovoltaik dilakukan dengan
menambahkan berbagai senyawa dye organik seperti kompleks rutenium ke permukaan (O
Reagen, 1991). Kelemahan metode ini terletak pada mahalnya senyawa dye dan beberapa dye
mudah terdegradasi dengan keberadaan oksigen (Kisch, 2002). Dye rutenium juga tidak dapat
digunakan dalam larutan berair karena akan tercuci dari permukaan TiO2. Reduksi TiO2 melalui
hidrigenasi juga telah dipelajari (Barnard, 2000). Metode ini dapat memperkecil beda pita dan
memberikan respon terhadap sinar visibel, tetapi menurunkan energi pita konduksi sehingga
menurunkan aktivitas fotokatalitik reduksi dari sistem.

Metode lain untuk memperpendek beda pita adalah mendoping semikonduktor dengan logam
dan non logam. Doping TiO2 dengan ion logam dengan konsentrasi kurang dari 2 mol%
memberikan banyak perubahan pada sifat elektronik, struktur dan kestabilan termal TiO2. doping
TiO2 dengan ion logam umumnya dilakukan melalui proses implantasi ion dimana ion dengan
energi tinggi ditembakkan dan dipenetrasikan ke permukaan TiO2 dan berinteraksi dengan atom
di bahwa permukaan. Aplikasi implantasi ion sebagai doping semikonduktor akan menghasilkan
pembawa muatan pada kisi-kisi yang kemudian memberikan perubahan sifat elektronik.
Keuntungan metode yang dapat dapat berulang ini ketika diaplikasikan pada substrat nanopartikel
adalah bahwa bagian semikonduktor yang akan dimodifikasi dapat dipilih. Penelitian telah
dilakukan pada penggunaan logam mulai dari alkali, alkali tanah, transisi dan unsur lantanida
termasuk metaloid seperti Sb. Sebagian besar dari logam-logam tersebut kecuali Cr, Pt dan V,
tidak menunjukkan peningkatan fotoaktivitas dibandingkan TiO2 murni yang dapat dikarakterisasi
dengan hanya terjadi sedikit pergeseran merah pada pengukuran absorbansi. Meskipun ion logam
seperti Cr, Pt dan V mampu memberikan perubahan absorbansi hingga daerah visibel (55nm),
tingginya biaya membuat kelayakan metode ini menjadi perdeatan (Wang, 2006).

Coupling semikonduktor untuk memodifikasi permukaan TiO2 dilakukan menggunakan


nanopartikel semikonduktor yang lain membentuk nanokomposit. Low bandgap sulfida dan
selenida seperti CdS, CdSe, FeS2 dan RuS2 telah diteliti digunakan sebagai semikonduktor
coupling TiO2. Pasangan semikonduktor tersebut menunjukkan fotoaktivitas yang menjanjikan,
tetapi proses preparasi sampai aplikasinya membutuhkan usaha yang kompleks (Barnard, 2004).
Selain itu, penggunaannya sangat dipertimbangkan karena karakteristik yang merugikan seperti
toksisitas logam berat yang digunakan dan kepekaan terhadap kosori fotoanoda (Sato, 1986).
Usaha yang baru intensif dilakukan untuk menggeser serapan TiO2 ke daerah sinar tampak adalah
substitusi unsur non logam terhadap sisi oksigen pada kisi TiO2, terutama sejak Asahi et.al, (1991)
melaporkan doping anion seperti N, C,S, P dan F pada TiO2 mampu menggeser serapan hingga
500 nm (Che, 1971).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titanium
Titanium adalah sebuah unsur kimia dalam tabel priodik yang memiliki simbol Ti dan memiliki
nomor atom 22. Unsur ini merupakan logam transisi yang ringan, kuat, berkilau, tahan korosi
(termasuk tahan terhadap air laut, akuaregia dan klorin) dengan warna putih-metalik-keperakan.

Gambar 2.1.1 Titanium (Ti)

Titanium ditemukan di Cornwall, kerajaan Britania Raya pada tahun 1791 oleh William gregor
dan dinamai oleh Martin Heinrich Klaproth dari mitologi Yunani Titan. Elemen ini ada di antara
deposit-deposit berbagai mineral, diantaranya rutil dan ilmenit, yang banyak terdapat pada kerak
bumi dan lifosfer, serta pada hampir semua makhluk hidup, batuan, air dan tanah. Logam ini
diekstrak dari bijih mineralnya melalui proses Kroll atau proses Hunter. Senyawanya paling umum
yaitu titanium dioksida adalah fotokatalisator umum dan digunakan dalam pembuatan pigmen
putih. Senyawa lainnya adalah titanium tetraklorida (TiCl4) komponen layar asap dan katalis dan
titanium triklorida (TiCl3) digunakan sebagai katalis dalam produksi polipropilena.

2.2 Semikonduktor

Semikonduktor adalah sebuah bahan dengan konduktivitas listrik yang berda di antara
insulator (isolator) dan konduktor. Semikonduktor disebut juga sebagai bahan setengan penghantar
listrik. Suatu semikonduktor bersifat sebagai insulator jika tidak diberi arus listrik dengan cara dan
besaran arus tertentu, namun pada temperatur, arus tertentu, tatacara tertentu dan persyaratan kerja
semikonduktor berfungsi sebagai konduktor, misal sebagai penguat arus, penguat tegangan dan
penguat daya. Untuk menggunakan suatu semikonduktor supaya bisa berfungsi harus tahu
spesifikasi dan karakter semikonduktor yang sering digunakan adalah titanium, silikon,
germanium dan gallium arsenida. Semikonduktor sangat berguna dalam bidang elektronik, karena
konduktansinya yang dapat diubah-ubah dengan menyuntikkan materi lain (biasa disebut
pendonor elektron).

Gambar 2.2.1 Doping Semikonduktor

Salah satu alasan utama kegunaan semikonduktor dalam elektronik adalah sifat elektroniknya
dapat diubah banyak dalam sebuah cara terkontrol dengan menambah sejumlah kecil
ketidakmurnian-ketidakmurnian yang disebut dopan. Doping sejumlah besar ke semikonduktor
dapat meningkatkan konduktivitasnya dengan faktor lebih besar dari satu milyar.

2.3 Band Gap (Celah Pita)

Padatan dapat diklasifikasikan menurut sifat-sifat fisis yang dimilikinya. Menurut sifat
listriknya material dapat dikelompokkan sebagai konduktor, semikonduktor dan isolator. Dalam
padatan terdapat karakteristik dengan melihat keadaan di bagian dalam material. Pita energi adalah
kumpulan garis pada tingkat energi yang sama akan saling berimpit dan membentuk pita. Tingkat-
tingkat energi pada bahan digambarkan dengan cara yang sama dengan atom tunggal. Jenis-jenis
pita energi yaitu :

a. Pita valensi adalah pita energi teratas yang terisi penuh oleh elektron.
b. Pita konduksi adalah pita energi di atas pita valensi yang terisi sebagian atau tidak terisi
oleh elektron
c. Pada umumnya, antara pita valensi dan pita konduksi terdapat suatu celah yang disebut
celah energi.

Karena adanya celah energi tersebut sebuah bahan dapat memiliki kemampuan yang
berbedabeda untuk menghantarkan listrik. Salah satunya yaitu bahan semikonduktor, karena
memiliki celah energi sempit maka jika temperatur naik, sebagian elektron di pita valensi naik ke
pita konduksi mudah dan dengan meninggalkan tempat kosong (hole) di pita valensi. Baik elektron
yang telah berada di pita konduksi maupun hole di pita valensi akan bertindak sebagai pembawa
muatan untuk terjadinya arus listrik. Konduktivitas listrik naik dengan cepat dengan naiknya
temperatur.

Gambar 2.3.1 Diagram pita energi semikonduktor

Konduktivitas listrik tersebut diatas disebut konduktivitas intrinsik. Konduktivitas material


semikonduktor juga dapat ditingkatkan dengan penambahan atom asing tertentu (pengotoran,
impurity). Jika atompengotor memiliki 5 elektron terluar (misalnya P dan As) maka akan ada
kelebihan satu elektron tiap atom. Atom pengotor seperti ini disebut donor (karena ia memberikan
elektron lebih) dan semikonduktor dengan donor disebut semikonduktor tipe n. jika atom pengotor
memiliki 3 elektron terluar (misalnya B atau Al) maka atom akan ada kelebihan satu hole tiap
atom. Atom pengotor seperti ini disebut akseptor (karena ia menerima elektron dari pita valensi)
dan semikonduktor dengan akseptor disebut semikonduktor tipe p.
BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada studi literatur TiO2 antara lain: alat-alat gelas, neraca analitik,
ULTRASONIC, seperangkat alat refluks, magnetik stirrer, tanur, X-Ray Diffractometer (XRD)
dan X-Ray Fluorescence (XRF), Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan
Scanning Electron Microscopy with Energi Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-EDX).
Bahan-bahan yang digunakan antara lain: titanium isopropoksida (TTIP) (Ti(OC4H9)4, akuades
(H2O), etanol (C2H5OH), asam asetat (CH3COOH) dan asetil aseton (C5H8OH).

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Proses preparasi sol Ti (OH)n

Pembentukan TiO2 dilakukan menggunakan metode reaksi hidrolisis alkoksida : Titanium


isopropoksida (TTIP) Ti(OC4H9)4 dengan bantuan katalis asam dan kemudian diikuti dengan
reaksi kondensasi :
Ti (OR)4 + 4H2O Ti (OH)4 + 4ROH
Dimana, R= C4H9, setelah perlakuan kalsinasi pada suhu 400 oC.
Kemudian pada pembentukan titanium hidroksida Ti (OH)n maka dicampurkan larutan A ke
larutan B, dengan tahapan sebagai berikut :

a. Larutan A dibuat dari 2 ml asam asetat dan 2 ml akuades sicampurkan secara bersamaan
dalam 26,5 ml etanol
b. Larutan B dibuat dari 7,5 ml TTIP dilarutkan dilarutkan dalam 26,5 ml etanol dan
dimasukkan dalam labu refluks, lalu diaduk dengan pengaduk magnet, kemudian
ditambahkan 1 ml asetilaseton
c. Larutan A diteteskan secara perlahan (2 ml/menit) ke dalam larutan B dalam perangkat
refluks dan suhu 55 oC selama 2 jam
d. Didiamkan selama 10 menit hingga didapatkan sol Ti(OH)n yang stabil selama beberapa
minggu.
3.3.2 Proses pembentukan nanopartikel TiO2

Titanium hidroksida Ti (OH)n ditambahkan solvent (etanol) kemudian dilakukan pengadukan


(ULTRASONIC). Setelah itu terbentuklah titanium solution dengan prekursor akuades, lalu
terbentuklah hasil sol kemudian hasil sol didrying (didiamkan) dan di kalsinasi sampai terbentuk
nanopartikel TiO2 lalu diuji menggunakan spektrofotemeter XRF, XRD, FTIR dan SEM-EDX.
BAB IV

PEMBAHASAN

Titanium tetraisopropoksida Ti{OCH(CH3)2}4 merupakan matriks atau media pendistribusian


ion doping, asetil asetonat berperan sebagai ligan pengkelat yang akan menghasilkan reaksi
eksotermis dan menjadikan larutan berwarna kuning yang berubah menjadi titanium oksida saat
proses fotokatalisis. Titanium oksida merupakan material yang digunakan sebagai katalis untuk
pemurnian air dan degradasi limbah senyawa-senyawa organik, seperti asam humat pada air rawa
gambut dan zat warna seperti indigo carmine dan metilen blue.

Gambar 4.1 Proses pembentukan Titanium oksida (Chen, 2004)


Penggunaan material titanium oksida ini sebagai pelapis membran ultrafiltrasi yang digunakan
untuk perlakuan air minum sebagai teknologi alternatif untuk pemisahan zat-zat organik secara
konvensional. Adanya TiO2 akan meningkatkan kemampuan dari membran terhadap proses
fotokatalitik. Selain itu, TiO2 dimanfaatkan dalam pembuatan cat, pelindung sinar matahari dan
pewarna makanan (Hong, 2005). Adapun Metode yang dgunakan pada pembuatan TiO2 yaitu
metode sol-gel yang merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mensintesis TiO2.
Keuntungan dari penggunaan metode sol-gel yaitu mudah, pencampuran dapat terjadi sempurna,
fase yang dihasilkan homogen, diperoleh kristal bubuk nanosized dengan kemurnian tinggi pada
temperatur rendah dan lebih praktis tidak memerlukan suhu tinggi (Xu, 2006).
Pada proses sol-gel prekursor molekul diubah menjadi partikel berukuran nano untuk
membentuk suspensi koloid atau sol, selanjutnya nano partikel koloid tersebut berikatan satu sama
lain melalui polimerisasi membentuk gel. Polimerisasi membuat proses difusi kimia terus
meningkat, kemudian gel tersebut dikeringkan dan dikalsinasi untuk menghasilkan bubuk.
Sol merupakan suspensi koloid yang fasa terdispersinya berbentuk padat dan fasa
pendispersinya berbentuk cairan. Reaksi hidrolisis merupakan reaksi suspensi dari partikel padat
atau molekul-molekul koloid dalam larutan yang menghasilkan partikel padatan metah hidroksida
dalam larutan.
Hidrolisis:

Pada reaksi ini terjadi pertukaran ion dari grup OH yang bermuatan parsial negatif ke logam
(M) yang bermuatan parsial positif. Kemudian terjadi parsial positif. Kemudian terjadi transfer
proton terhadap grup alkoksi bersamaan dengan eliminasi ROH.

Gel (gelation) merupakan jaringan partikel atau molekul, baik padatan dan cairan, dimana
polimer yang terjadi di dalam larutan digunakan sebagai tempat pertumbuhan zat anorganik.
Pertumbuhan anorganik terjadi pada gel point yang memiliki energi ikat lebih rendah. Reaksi
kondensasi adalah reaksi alkohol atau air yang menghasilkan oxygen bridge (jembatan oksigen)
untuk mendapatkan metal oksida.

Kondensasi :

Kondensasi molekul hidroksida dengan proses eliminasi air membentuk terjadinya struktur
gel dari logam hidroksida dengan reaksi dehidrasi.

Dehidrasi :

Dealkoholisasi :

M adalah Ti dan R adalah gugus alkil (Guan, 2005), Kualitas bubuk menggunakan sol-gel
sangat berkaitan dengan kecepatan proses hidrolisis dan kondensasi. Proses hidrolisis yang lebih
lambat dan terkontrol akan menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dan karakteristik yang
unik. Parameter-parameter yang perlu dikontrol yaitu konsentrasi air/alkohol/ prekursor, pH
larutan, proses temperatur, pemilihan prekursor (struktur molekul, karakteristik ikatan).

Sintesis TiO2 doping Mn menggunakan metode sol-gel diperoleh struktur fase anatase dan
dengan bertambahnya konsentrasi Mn yang ditambahkan peak (puncak) melebar 2θ = 25,4o.
Ukuran Kristal semakin menurun dengan dengan bertambahnya konsentrasi Mn yang
didopingkan dengan rata-rata ukuran Kristal 7 nm (Yamaguchi, 2004).

Degradasi fotokatalitik merupakan proses reaksi yang melibatkan cahaya (foton) dan katalis.
Dalam media air, senyawa organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air, berarti proses
tersebut dapat membersihkan air dari pencemar organik. Senyawa-senyawa anorganik seperti
sianida dan nitrit dapat diubah menjadi senyawa lain yang reaktif tidak beracun (Gribb, 1997).
Semikonduktor tipe n apabila dikenai cahaya (hv) dengan energi yang sesuai, maka elektron
(e-) pada pita valensi akan berpindah ke pita konduksi dan meninggalkan lubang positif (hole atau
disimbolkan h+) pada pita valensi. Elektron dan hole pada permukaan semikonduktor, masing-
masing berperan sebagai reduktor dan oksidator. Pasangan elektron-hole dapat berkombinasi,
yaitu kembali ke keadaan awal dengan melepas panas atau bermigrasi ke permukaan dan bereaksi
dengan senyawa teradsorpsi (Hotsenpiller, 1998).

Gambar 4.2 Skema fotokatalitik (Hotsenpiller, 1998)

Pada skema fotokatalitik (Gambar 2.3.1) memperlihatkan reaksi rekombinasi elektron-hole


dapat terjadi pada permukaan semikonduktor atau disebut Surface Recombination (reaksi A) dan
dapat terjadi pada bulk semikonduktor yang disebut Volume Recombination (reaksi B). pada
permukaan partikel, elektron fotogenerasi dapat mereduksi oksigen menjadi anion super-oksida
(reaksi C) dan hole fotogenerasi dapat mengoksidasi OH- atau air untuk membentuk radikal
hidroksil (reaksi D) (Hotsenpiller, 1998).

Ketika terjadi penyerapan foton dengan energi hv yang besarnya sesuai atau melebihi perbedaan
energi Eg dari semikonduktor, maka elektron (e-) berpindah dari pita valensi ke pita konduksi,
menninggalkan hole yang bermuatan positif di pita valensi. Peristiwa eksitasi elektron ini diikuti
beberapa proses selanjutnya, yaitu :

a. Rekombinasi elektron dan hole dalam semikonduktor atau di permukaan, masing-masing


disertai dengan pembebasan energi panas.
b. Pemerangkapan elektron dan hole dalam keadaan permukaan metastabil
c. Reduksi suatu akseptor elektron oleh elektron pada pita konduksi
d. Oksidasi suatu donor elektron oleh hole pada pita valensi

Hole merupakan oksidator yang kuat, sedangkan elektron merupakan reduktor yang baik.
Sebagian besar reaksi fotodegradasi senyawa organik menggunakan kekuatan hole untuk
mengoksidasi baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga untuk mempertahankan
muatan perlu ditambahkan spesies lain yang dapat tereduksi oleh elektron. Oleh karena itu tingkat
keefektifan semikonduktor meningkat meningkat dengan modifikasi permukaan semikonduktor
dengan logam tertentu.

Lama waktu penyinaran saat proses degradasi fotokatalis akan mengahsilkan banyak radikal
hidroksil. Radikal hidroksil dihasilkan dari hole positif (h+) dari uap air yang teradsorp pada
permukaan katalis semikonduktor. Pembentukan h+ dipengaruhi oleh energi (hv) yang
dipancarkan oleh sinar. Semakin besar hv yang dipancarkan oleh sinar visible, maka h+ yang
terbentuk akan semakin banyak (Lindgren, 2003).

Semikonduktor dapat dikarakterisasi melalui 2 tipe pita energi, yaitu pita valensi dan pita
konduksi. Di antara 2 pita tersebut, tedapat band gap, semikonduktor merupakan bahan yang
memiliki energi celah (Eg) antara 0,5-5,0 eV. Eksitasi cahaya dari semikonduktor menyebabkan
elektron dari pita valensi meloncat ke pita konduksi (Shathive, 2002).

Energi band gap terjadi karena adanya overlaping orbital atom yang akan memberikan
pelebaran dan penyempitan pita. Hal ini menyebabkan bahan tersebut dapat menyerap energi
radiasi sebesar Eg yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan kepekaan reaksi oksidasi reduksi
yang diinduksi oleh cahaya. Pada saat terjadi eksitasi yang melewati Eg diperlukan waktu
tenggang dalam skala nanosekon untuk menghasilkan pasangan elektron-hole sebagai hasil
eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi (Cheng, 2008).

Material logam memiliki Energi Gap yang saling tumpang tindih (overlap), sehinggaatom-
atom dapat dengan sangat mudah bergerak ke daerah pita konduksi. Sehingga, material ini
memiliki sifat yang sangat konduktif dan dikenal dengan bahan konduktor. Gambar 2. 4.1di bawah
ini mengilustrasikan pita energi dan energi gap pada material konduktor.

Gambar 4.3 Pita energi dan energi gappada material logam (Hotsenpiller, 1998)

Pada sisi yang lain, terdapat material yang memiliki Energi Gap yang berdekatan. Oleh karena
itu, pada kondisi normal atom-atom sulit untuk bergerak ke daerah pita konduksi dan bersifat
isolator. Namun, dengan sedikit tambahan energi, atom-atom tersebut dapat bergerak ke daerah
pita konduksi sehingga menjadi bersifat konduktor. Karena sifatnya yang sedemikian, material ini
dikenal dengan nama bahan semikonduktor. Ilustrasi pita energi dan energi gap pada material
semikonduktor ditampilkan pada Gambar 2.4.2 di bawah ini :

Gambar 4.4 Pita energi dan energi gap pada material semikonduktor
4.2 Doping Logam Transisi pada Semikonduktor TiO2
TiO2 merupakan bahan semikonduktor yang memiliki fotoaktivitas dan stabilitas kimia tinggi
serta tahan terhadap fotokorosi dalam semua kondiisi larutan, kecuali pada larutan yang sangat
asam atau mengandung fluoride. TiO2 juga bersifat nontoksik, memiliki sifat redoks, yaitu mampu
mengoksidasi polutan organik dan mereduksi sejumlah ion logam dalam larutan (Ghicov, 2006).

Titanium dioksida (TiO2) merupakan semikonduktor yang terdiri dari padatan ionik yang
tersusun dari ion Ti+4 dan O2- dalam konfigurasi oktahedron. Ada tiga struktur kristal dari Titanium
dioksida, yaitu :

a. Rutile
Titanium (IV) oksida rutile mempunyai struktur tetragonal dan mengandung 6 atom per
unit sel. Bentuk oktahedron TiO2 sedikit menyimpang. Rutile memiliki tiga bentuk, yaitu
TiO2 II (mempunyai struktur seperti α-PbO2), TiO (H) yang memiliki struktur hollandite,
dan TiO2 (B) yang memiliki struktur monoklinik. Bentuk rutile stabil pada berbagai
temperatur dan tekanan lebih dari 60 kbar, dimana TiO2 (II) menjadi fase termodinamis
yang menguntungkan. Zhang, et al (2000) menemukan struktur anatase dan brokit menjadi
bentuk-bentuk rutile setelah mencapai ukuran partikel khusus, dengan bentuk rutile
menjadi lebih stabil daripada anatase untuk partikel ukuran partikel lebih besar dari 14 nm.
Ketika bentuk rutile telah terbentuk, terbentuknya lebih cepat daripada anatase. Aktivitas
dari bentuk rutile pada fotokatalis buruk. Bentuk rutile dapat aktif atau tidak aktif,
tergantung pada kondisi preparasinya.
b. Anatase
Struktur anatase dapat diamati pada pemanasan sol TiO2 dari 120 oC dan mencapai
sempurna pada 500 oC. Anatase titanium (IV) oksida berbentuk struktur tetragonal tetapi
mengalami distorsi dari bentuk octahedron TiO2 menjadi sedikit lebih besar dari bentuk
anatase. Bentuk anatase lebih stabil daripada rutile pada suhu 0 K, tetapi perbedaan energi
antara dua bentuk tersebut kecil (2-10 kJ/mol). Anatase lebih disukai daripada bentuk
polimorf lainnya untuk aplikasi sel tenaga surya karena mobilitas tinggi dari elektronnya,
tetapan dielektriknya rendah dan berat jenisnya lebih rendah (Linsebigler, et al, 1995).
c. Brookite
Brookite memiliki struktur kristal ortorombik. Panjang ikatan antara titanium dan
oksigen semuanya berbeda. Band gap dari brookite sekitar 3,14 eV berdasarkan persamaan
Huckel. Band gap dari brookite berada diantara anatase (3,23 eV) dan rutile (3,02 eV).
Kesukaran dalam proses sintesis brokite yang mempunyai kemurnia tinggi dan luas
permukaan yang besar menjadi satu alasan brokite kurang dipelajari untuk sifat
fotokatalisnya (Di Paola et al, 2013).
Gambar 2.5.1 menunjukkan tiga struktur yang berbeda dari semikonduktor
TiO2..Struktur titanium (IV) oksida yang cukup stabil ada dua, yaitu anatase dan rutile.
Struktur dari anatase dan rutile dapat digambarkan sebagai rantai oktahedron titanium (IV)
oksida. Oktahedral pada struktur rutile dikelilingi oleh 10 oktahedron tetangga, sedangkan
pada struktur anatase setiap oktahedronnya dikelilingi 8 oktahedron lainnya.

Gambar 4.2.1 Struktur TiO2 : (a) rutil, (b) anatase, (c) brookit (Cherepy et al, 1997).

Perbedaan struktur anatase dan rutil menyebabkan perbedaan massa jenis dan struktur pita
elektroniknya antara dua bentuk titanium (IV) oksida, yaitu anatase mempunyai daerah aktivasi
yang lebih luas dari pada rutil. Hal ini menyebabkan titanium (IV) oksida jenis anatase lebih
reaktif dibandingkan dengan jenis rutil.

Penambahan logam transisi telah dipelajari untuk aktivitas fotokatalitik dari titanium (IV)
oksida. Ion-ion logam tersebut diyakini menempel pada kisi-kisi kristal titanium (IV) oksida.
Tingkat energi pada band gap titanium (IV) oksida terbentk berdasarkan persamaan (Ni et al,
2007) :
Untuk M dan M+n adalah doping logam dan ion logam.

Elektron (hole) ditransfer dari titanium (IV) oksida ke ion-ion logam. Perpindahan elektron
tersebut dapat meminimalkan rekombinan elektron-hole.

Potensial reduksi dari Mn+/M(n-1)+ harus lebih tinggi daripada konduksi dari titanium (IV)
oksida, tingkat energi dari Mn+/M(n-1)+ harus lebih rendah dari pita valensi titanium (IV) oksida.
Pada reaksi fotokatalitik, proses transfer menjadi sangat penting untuk penjebakan elektron. Jika
elektron ditransfer ke permukaan reaksi fotokatalitik dapat terjadi. Oleh karena itu, ion-ion logam
di tambah di permukaan dari titanium (IV) oksida untuk proses transfer elektron. Penambahan
logam kepermukaan titanium (IV) oksida menjadi objek penelitian yang penting untuk meneliti
aktivitas fotokatalitik dari titanium (IV) oksida (Ni et al, 2007).

Penambahan logam pada material TiO2 mampu meningkatkan respon spektra sampai dengan
daerah visible mengakibatkan efek perubahan band gap. Pada prose fotoeksitasi, elektron dapat
ditransfer dari pita konduksi dari titanium (IV) oksida ke partikel logam pada permukaan titanium
(IV) oksida. Ion doping dapat menciptakan trap elektron yang mana akan menimbulkan proses
rekombinan elektron dan hole.

Gambar 4.2.2 Mekanisme fotokatalis TiO2 (hv1 = TiO2 murni, hv2 TiO2 dengan doping on
logam, hv3 = TiO2 dengan doping non logam) (Zaleska, 2008)

Pada Gambar 2.5.2 memperlihatkan setelah foton dengan energi yang sesuai atau melebihi
celah energi TiO2 menghasilkan pasangan elektron-hole di permukaan semikonduktor, elektron
kemudian dieksitasi ke pita konduksi, sedangkan hole dengan melepaskan panas, terperangkap
dalam kondisi stabil di permukaan atau bereaksi dengan donor elektron dan akseptor elektron
teradsorpsi di permukaan semikonduktor atau di sekitar lapisan ganda listrik partikel yang
bermuatan (Zaleska, 2008).

Aktivitas fotokatalisis TiO2 yang didoping dengan logam tertentu dapat dijelaskan dengan
adanya tingkat energi baru TiO2 akibat dispersi logam yang dimasukkan dalam matriks TiO2.
Elektron tereksitasi dari pita valensi ke tingkat energi tertentu di bawah pita konduksi TiO2 akibat
mengadsorpsi vahaya dengan energi hv2. Keuntungan adanya penambahan logam transisi ke dalam
matriks TiO2 adalah pemerangkapan elektron diperbaiki sehingga rekombinasi band gap yang
baru, doping logam juga dapat mempercepat aktivitas fotokatalis (Zaleska, 2008).

Mekanisme migrasi elektron pada permukaan semikonduktor doping logam melalui tahap
eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi, kemudian elektron bermigrasi menuju logam
dan terperangkap dalam logam sehingga rekombinasi elektron-hole dapat ditekan. Hole dapat
berdifusi ke permukaan semikonduktor dimana pada permukaan tersebut terjadi oksidasi senyawa-
senyawa yang didegradasi (Linsebigler et al, 1995).

Modifikasi elektronik permukaan semikonduktor melalui deposisi logam dapat dilakukan


dengan menggunakan beberapa logam mulia (logam yang tidak mudah teroksidasi). Pemilihan
logam yang digunakan sebagai penjebak elektron didasarkan pada sifatnya yang tidak mudah
teroksidasi atau yang memiliki potensial reduksi tinggi, sehingga logam-logam tersebut bertindak
sebagai akseptor elektron.

Energi cahaya visible yang mengenai ion logam akan menyebabkan elektron pada ion logam
tereksitasi menuju pita konduksi TiO2 (charge-transfer). Spektra serapan modifikasi TiO2 dalam
daerah visible dikarenakan adanya kecacatan kristal yang disebabkan adanya kekosongan oksigen
yang menimbulkan pusat-pusat berwarna.

Konstanta laju reaksi (k) untuk mengetahui aktivitas kinetika fotokatalis yang terjadi mengikuti
reaksi orde satu, orde dua atau orde tiga. Reaksi orde satu adalah reaksi yang lajunya
berbandinglangsung dengan konsentrasi reaktan dan harga k dapat dihitung dengan persamaan :.
Dari persamaan di atas, nilai k dapat ditentukan dari grafik hubungan ln C terhadap waktu
penyinaran (t). selanjutnya dibuat garis lurus (y=a+bx) sehingga akan diperoleh nilai slope (b)
yang merupakan konstanta laju reaksi (k).

Pada reaksi orde dua, laju reaksi berbanding langsung dengan kuadrat konsentrasi dari satu
reaktan atau dengan hasil kali konsentrasi yang meningkat sampai pangkat satu atau dua dari
reaktan-reaktan tersebut dan harga k dapat dihitung dengan persamaan :

Dari persamaan di atas, nilai k dapat ditentukan dari grafik hubungan 1/C terhadap waktu
penyinaran (t). Selanjutnya dibuat garis lurus (y=a+bx) sehingga akan diperoleh nilai slope (b)
yang merupakan konstanta laju reaksi (k).

Pada reaksi orde tiga, laju reaksi berbanding lurus dengan pangkat tiga konsentrasi dari suatu
reaktan dan harga k dapat dihitung dengan persamaan :

Dari persamaan di atas, nilai k dapat ditentukan dari grafik hubungan 1/C2 terhadap waktu
penyinaran (t). selanjutnya dibuat garis lurus (y=a+bx) sehingga akan diperoleh nilai slope (b) =
2k sehingga k = ½ dari slope.

4.3 Metode Karakterisasi


4.3.1 X-Ray Fluorescence (XRF)
X-Ray Fluorescence adalah teknik analisis interaksi sinar-X dengan material analit. XRF
merupakan teknik analisa non-destruktif yang digunakan untuk identifikasi serta penentuan
konsentrasi elemen yang ada pada padatan, bubuk maupun sampel cair. XRF mampu mengukur
unsur-unsur hingga pada level trace element, bahkan di bawah level ppm.
Uji karakterisasi TiO2 dengan menggunakan XRF dilakukan untuk melihat kandungan kimia
yang terdapat di dalam TiO2 yang diperoleh. Berdasarkan analisis XRF maka dapat diketahui
kandungan Ti. Data yang diperoleh dari analisis XRF dapat memberikan data berupa elemen
maupun oksida.

4.3.2 X-Ray Diffraction (XRD)


XRD digunakan untuk menganalisis komposisi senyawa pada material dan juga konsentrasi
kristal. Prinsip dasar XRD adalah mendifraksi cahaya yang melalui celah kristal. Difraksi cahaya
oleh kisi-kisi atau kristal ini dapat terjadi apabila difraksi tersebut berasal dari radius yang
memiliki panjang gelombang yang setara dengan jarak antar atom, yaitu 1 Angstrom. Radiasi yang
digunakan berupa radiasi sinar-X, elektron dan neutron.
Sinar-X merupakan foton dengan energi yang memiliki panjang gelombang berkisar antara 0,5
sampai 2,5 Angstrom. Ketika berkas sinar-X berinteraksi dengan suatu material, maka sebagian
berkas akan diabsorbsi, ditransmisikandan sebagian dihamburkan terdifraksi. Hamburan
terdifraksi inilai yang dideteksi oleh XRD.
Berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya
berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar-X yang saling
menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Hukum Bragg merumuskan tentang
persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut merupakan
berkas difraksi. Ilustarsi difraksi sinar-X pada XRD dapat dilihat pada gambar 2.7.2.1.

Gambar 4.3.2.1 Ilustrasi hukum Bragg (Settle, 1997)


Menurut Hukum Bragg, kristal terdiri atas bidang-bidang datar (kisi kristal) yang masing-
masing berfungsi sebagai cermin semi transparan. Jika sinar-X ditembakkan pada tumpukan
bidang datar tersebut, maka beberapa akan dipantulkan oleh bidang tersebut dengan sudut pantul
yang sama dengan sudut datangnya, seperti pada ilustrasi diatas. Sedangkan sisanya akan
diteruskan menembus bidang. Perumusan secara matematik dapat dikemukakan dengan
menghubungkan panjang gelombang sinar-X, jarak antar bidang dalam kristal dan sudut difraksi.
Dimana,
Lamda (λ) : panjang gelombang sinar-X
d : jarak antar kisi Kristal
θ : Sudut datang sinar
n : 1,2,3, dan seterusnya adalah orde difraksi
Persamaan Bragg tersebut digunakan untuk menentukan parameter sel kristal. Sedangkan untuk
menentukanstruktur kristal, dengan menggunakan metode komputasi kristalografik, data intensitas
digunakan untuk menentukan posisi-posisi atomnya.

4.3.3 Scanning Electron Microscopy with Energi Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-EDX)
SEM merupakan suatu mikroskop elektron yang menerapkan prinsip difraksi elektron, yang
prinsip kerjanya sama dengan mikroskop optik. Pada SEM, lensa yang digunakan merupakan lensa
elektromagnetik, yaitu kumparan medan magnet dan medan listrik yang dibuat dengan adanya
tegangan tinggi sehingga elektron yang melewatinya dibelokkan seperti cahaya oleh lensa
elektromagnetik tersebut.
Sebagai pengganti sumber cahaya digunakan suatu pemicu elektron (electron gun) yang
berfungsi sebagai sumber elektron. SEM dapat menyediakan suatu hasil gambar dari pemukaan
dan memberikan perbesaran yang cukup tinggi, serta kedalaman medan yang cukup baik.
Panjang gelombang (λ) dari sumber cahaya yang digunakan untuk pencahayaan berpengaruh
pada daya resolusi yang tinggi. Besarnya energi elektron (E) menentukan besarnya momentum (P)
sesuai dengan rumus :

Besarnya momentum menetapkan nilai panjang gelombang sesuai dengan persamaan de


Broglie :

Pada SEM, sampel diletakkan di ruang vakum, dimana sebelumnya udara yang ada dipompa
keluar, lalu suatu pemicu elektron akan memancarkan sinar dari elektron berenergi tinggi. Sinar
elektron ini turun melewati suatu lensa magnetik yang dibuat untuk memfokuskan elektron pada
tempat yang tepat. Sinar elektron yang terfokus ini digerakkan ke seluruh permukaan sampel
dengan menggunakan deflection coil. Sinar elektron ini mengenai setiap permukaan pada sampel.
Suatu detektor kemudian mengumpulkan elektron sekunder tersebut dan mengubahnya menjadi
suatu sinyal yang dikirim ke layar. Hasil gambar yang terbentuk ini disusun dari sejumlah elektron
yang dipancarkan dari permukaan sampel tersebut.

4.3.4 Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR)


FTIR merupakan metode analisis material dengan menggunakan spektroskopi sinar infra
merah. Sinar inframerah memiliki rentang panjang gelombang dari 2,5 μm sampai 25 μm. Adapun
frekuensi sinar merah memiliki rentang panjang gelombang dari 400 cm-1 sampai 4000 cm-1.
Dalam spektroskopi sinar infra merah, radiasi sinar infra merah ditembakkan ke arah sebuah
molekul. Sebagian radiasi sinar infra merah terebut diserap (diadsorpsi) oleh molekul dan sebagian
lagi diteruskan (ditransmisikan) melalui molekul tersebut yang menghasilkan sebuah spektrum.
Hasil spektrum tersebut mewakili nilai adsorpsi dan transmisi dari molekul. Seperti sidik jari
manusia, tidak ada molekul yang memiliki nilai spektrum atau vibrasi yang sama. Hal ini
menyeebabkan spektroskopi inframerah sangat bermanfaat untuk menganalisis dari molekul.
Pengujian FTIR dilakukan untuk menentukan intensitas suatu komponen dalam sebuah
campuran. FTIR merupakan kuantitatif untuk sebuah sampel. Ukuran puncak (peak) data FTIR
menggambarkan jumlah atau intensitas senyawa yang terdapat di dalam sampel. FTIR
menghasilkan data berupa grafik intensitas dan frekuensi. Intensitas menunjukkan tingkatan
jumlah senyawa, sedangkan frekuensi menunjukkan senyawa yang terdapat dalam sebuat sampel.
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil studi literatur ini dapat diambil kesimpulan yaitu dengan menggunkan metode sol-
gel terbentuknya gel nanopartikel TiO2 menghasilkan aktivitas respon arus cahaya yang mampu
aktif pada sinar UV.
DAFTAR PUSTAKA

Anpo, M, 2003, “ Glossary of terms in photocatalysis and radiocatalysis”, J. Catal, 2003, 216,
505.
Asahi, R, 2001, “Visible-Light Photocatalysis in Nitrogen-Doped Titanium Oxides”, Science, 293,
269.
Barnard, A, 2004, “Deep-level Optical Spetroscopy Investigation of N-Doped TiO2 Films”, Phys.
Rev. B, 70, 235403.
Che, M, 1971, “Phase-Compositional Control and Visible Light Photocatalytic Activity of
Nitrogen-Doped Titania Via Solvothermal Proces” Chem. Phys. Lett, 8, 45.
Chen, S, 2004, “Investigation of Nitrogen Doped TiO2 Photocatalytic Films Prepared by reactive
Magnetron Sputtering” Catal. Commun, 5, 677.
Cheng, F.D, 2008, “Effect of Urea on The Photoactivity of Titania Powder Prepared by sol-gel
Method” Material chemistry and Physics, 107, 77-81.
Cherepy, N.J, 1997, “Ultrafast Electron Injection: implication for a photoelectrochemical cell
utilizing an anthocyanin dye-sensitized TiO2 nanocrystalline electrode” J Phys Chem B
101.9342-9351.
Di Paola, A, 2013, “Brookite, the Least Known TiO2 Photocatalyst” J.Phys. Lett. B, 3, 36-73.
Di Valentin, C, 2005, “Photoelectron Spectroscopic Investigation of Nitrogen-Doped Titania
Nanoparticles” J.Phys. Lett. B, 109, 11414.
Diwald, O, 2004, “The Effect of Nitrogen Ion Implantation of the Photoactivity of TiO2 Rutile
Single Crystals” J. Phys. Chem. B, 108, 6004.
Dunn, W.W, 1981, “Synthesis and Evolution of PbS Nanocrystals through a Surfactant-Assisted
Solvothermal Route”, J. Am. Chem. Soc, 103, 6893.
Fox, M. A, 1981, “Porous TiO2 structured produced by templating polimer gel” J.Am. Chem. Soc,
103, 6757.
Fujishima, A, 1972, “New Fotovoltaic device based on titanium oxide” Nature (London), 238,37.
Ghicov, A, 2006, “Investigation of nitrogen Doped TiO2 Photocatalytic Films Prepared by
Reactive Magnetron Sputtering” Catal commun, 5, 677.
Gole, J, 2004, “Highly Efficient Formation of Visible Light Tsunable TiO2-xNx Photocatalysts and
Their Transformation at the Nanoscale” J. Phys. Chem. B, 108, 1230.
Gribb, A, 1997,”Particle size effect on transformation kinetics and phase stability in
nanocrystalline TiO2” The American Mineralogist, 82, 7-8, 717-728.
Guan, K, 2005, “Surface and Coatings Tech” J. Phys. Chem. B, 191, 155.
Hong, Y, 2005, “Photoelectrochemical Study of Nitrogen-Doped Titanium Dioxide for Water
Oxidation” Chem. Phys. Lett, 413, 454.
Hotsenpiller, P, 1998, “Role of nanoparticles in photocatalysis” Chem. Phys. Lett, 102, 3216.
Ihara, T, 2003, “Enhanced Nitrogen Doping in TiO2 Nanoparticles” Appl. Catal. B, 42, 403.
Irie, H, 2005, “Nitrogen-Concentration Dependence on Photocatalytic Activity of TiO2-xNx
Powders” J. Phys. Chem. B, 107, 5483.
Jang, J, 2006, “solid state chem” Chem. Phys. Lett, 179, 1067.
Khan, S, 2002, “Particle size effect on transformation kinetics and phase stability in
nanocrystalline TiO2” Science, 297, 2243.
Kisch, H, 2002, “Role of nanoparticles in photocatalysis”, Chem. Phys, 3,399.
Lin, Y, 2006, “Engineering of solar photocatalytic detoxification and disinfection processes”
Environ.Sci. Technol, 40, 1616.
Linsebigler, G, 1993, “Structure and Energetic of Stoichiometric TiO2 Anatase Surface” J. Am.
Chem. Soc, 717.
Livraghi, S, 2005, “Mechanism for Visible Light Responses in Anodic Photocurrents at N-Doped
TiO2 Film Electrodes” Chem. Commun, 498.
Morikawa, T, 2001, “Visible-Light Photocatalysis in Nitrogen-Doped Titanium Oxide” Jpn J.
Appl. Phys, 40, L561.
Ni, 2007, “Penambahan N pada TiO2 dan pengaruhnya pada sulfur” JKK, 13 (2), 77-83,3.
O Reagen, B, 1991, “A-low cost, High Efficiency Solar Cell Based on Dye-sensitized Colloidal
TiO2 film Nature, 353, 737.
Sato, S, 1986, “visible Light Activity and Photoelectrochemical Properties of Nitrogen-doped
TiO2” Chem. Phys. Lett, 111, 1010.
Settle, 1997, “Handbook of Instrumental techniques for Analytical Chemistry:X-Ray Diffraction
by Joseph Formica, p.339-364. Prentice Hall PTR” Upper Sandle River, New Jersey.
Shatkivel, C, 2002, “The Effect of Nitrogen Ion Implantation of the Photoactivity of TiO2 Single
Crystals” Physical Reviews B, 66, 732021.
Tsuji, H, 2004, “The influence of binding state of organic dye-molecules to TiO2 electrode surface
on photoelectrochemical performance” J. Am. Chem. Soc, 126, 13406.
Vitiello, R, 2006, “N-Doped TiO2 Nanotube with Visible Light Activity” Electrochem. Commun,
8, 544.
Wang, C.M, 1990, “Template Synthesis and Photocatalytic Properties of Porous Metal Oxide
Spheres Formed by Nanoparticle Infiltration” J. Am. Chem. Soc, 112, 2016.
Wang, J, 2006, “Synthesis of Excellent Visible-light responsieve TiO2-xNy Photocatalyst by a
Homogeneous Precipitation-Solvothermal Process” J. Phys. Chem. C, 111, 1010.
Wunderlich, W, 2004, “Overview of semiconductor Photocatalysis” J.Ceram. Process. Res, 4,
342.
Xu, P, 2006, “The Absolute Position of Conduction and Valence Bands of Selected
Semiconducting Materials” J. Crystal Growth, 433.
Yamaguchi, S, 2004, “Dental Bleaching Agent Set and the Method For Bleaching Teeth” U.S.
Patent 2004180008A1.
Zhang, 2000, “Photocatalytic Activity of TiO2 Containing Anatase/Rutile Nanoparticles” J. Phys.
Chem. C, 80:20
Zaleska, 2008, “Doped-TiO2: A Review, Recent Patents on Engineering” Bentham Science
Publishers Ltd, 2, 157-164.

Você também pode gostar